Labels

alam (8) amal (100) anak (293) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (7) dakwah (84) dhuafa (18) for fun (12) Gene (218) guru (57) hadiths (10) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (53) indonesia (564) islam (546) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (351) kesehatan (96) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (48) my books (2) orang tua (7) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (497) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (10) pesantren (32) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (171) Sejarah (5) sekolah (74) shalat (7) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

06 March, 2008

Sertifikasi Guru = Berburu Sertifikat

(Tulisan dari teman di milis SD-Islam)

Sertifikasi Guru = Berburu Sertifikat

assalamu alaikum

Kemaren sore beberapa guru SD datang ke kantor kami. Dia akan mengikuti sertifikasi guru bulan maret ini. Nah, kebutuhannya adalah mengumpulkan poin agar dapat lulus sertifikasi. Poinnya dengan ikut pelatihan, seminar dan sebagainya. Kami punya agenda bulanan, dia pun memilih mana yang akan diikuti.

Guru sebelahnya dari Cianjur juga bercerita. Kemaren ada seminar tentang sertifikasi yang bubar tidak jadi dilakukan karena peserta membludak, tidak terkendali. Lalu panitia tidak menutup pendaftaran. Akhirnya peserta yang tidak kebagian tempat dan kesal maju ke depan mengambil mikropon. Jadilah kacau dan bubar acaranya. Peserta mengejar panitia agar uangnya dikembalikan. Dan akhirnya biar tidak ricuh polisi pun turun tangan.

Guru lain juga tak mau kalah. Kemaren ada seminar di Cimahi, peserta juga sangat banyak. Lebih seru lagi karena peserta yang tidak datang pun asalkan daftar dan bayar akan dapat sertifikat. Malah yang terjadi karena sangat banyak, peserta yang datang tidak dapat sertifikat, yang nitip kolektif uang dan pendaftaran malah sudah dapat sertifikat.

Dan memang hari itu juga sempat ada yang daftar ke kami, atas nama temannya, dan dia bilang hanya daftar dan bayar saja tapi pada saat acara tidak bisa datang. Yang dia butuhkan sertifikatnya. Tentu saja kami tolak dan kami katakan kami tidak jualan sertifikat.

Ini fenomena apa ya ? Kok guru-guru sampai demikian 'memberhalakan' sertifikat sehingga mencari cara 'kreatif' untuk mendapatkannya. Kalau perlu melabrak nilai-nilai kejujuran. Apakah hanya karena sertifikasi yang nantinya mendapatkan gaji tambahan sebesar satu kali gaji pokok, segala cara pun ditempuh. Bagaimana bisa sertifikasi menjadi 'ampuh' untuk menaikkan kualitas pendidikan jika seperti ini yang terjadi?

Sampai seorang dosen saya di UPI pun bercerita saat menjadi assessor portofolio guru. Ada assessor yang menemukan amplop berisi uang ratusan ribu. Mungkin gurunya ingin menyogok assessor agar dapat lulus. Lalu ada juga laporan penelitian dari guru yang judul depannya lokasi di Sumedang dan tingkat SD. Saat dibaca di dalamnya kok lokasi di Tasikmalaya dan tingkat SMA. Oh.. ternyata itu penelitian orang yang diganti covernya, tapi lupa ganti isinya.

wassalam

syamril

1 comment:

  1. Jika saya ditawarkan sesuatu, saya punya hak untuk mengambil atau menolak tawaran itu. Jika tawaran itu cukup menarik dan saya harus memenuhi beberapa syarat tertentu untuk mendapatkannya, saya juga punya hak untuk mengejarya. Saya pikir temen teman guru berhak untuk berburu sertifikasi jika memang hal itu menurut mereka menarik. jika ada yang menempuh dengan cara aneh itu karena sistemnya juga memungkinkan hal itu terjadi.
    Sertifikasi kan upaya solusi, daripada tidak melakukan apa apa. Namun, jika hasilnya kurang effektif,bukan berarti salah gurunya. Tunggu, dan tuntaskan, baru evaluasi. Kekacauan seperti itu, potret budaya masyarakat bukan hanya dikalangan guru.Guru bukan malaikat.

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...