Labels

alam (8) amal (100) anak (293) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (7) dakwah (84) dhuafa (18) for fun (12) Gene (218) guru (57) hadiths (10) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (53) indonesia (564) islam (546) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (351) kesehatan (96) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (48) my books (2) orang tua (7) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (497) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (10) pesantren (32) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (171) Sejarah (5) sekolah (74) shalat (7) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

28 June, 2008

Sekolah Bertaraf Internasional tidak berjalan dengan baik

Assalamu’alaikum wr.wb.,

Berita yang luar biasa. Beberapa waktu yang lalu, saya menulis komentar tentang rencana pemerintah membuat Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Intinya, saya sangat ragukan efektivitas dari kelas atau sekolah tersebut. (Ada sekolah yang hanya buka kelas SBI dan bukan seluruh sekolah.)

Sekarang, ada laporan dari Jakarta Post yang membenarkan sebagian dari kritikan saya. Ternyata, kelas SBI ini tidak sesuai dengan marketing sebelumnya, alias orangtua ditipu.

Guru tidak selalu menggunakan bahasa Inggris, dan menjadi bingung sendiri dalam menerangkan segala sesuatu dalam bahasa Inggris. Murid di kelas banyak menggunakan bahasa Indonesia juga. Dan lebih lucu lagi, uang pangkal yang dibayar oleh orang tua biasa buat anak mereka di kelas biasa malah digunakan untuk renovasi kelas dan penyediaan fasilitas yang digunakan oleh anak di kelas Internasional.

Artinya, uang dari supir taksi, sekretaris, satpam, dll (orang biasa), digunakan untuk mensubsidi fasilitas mewah buat anaknya orang yang lebih kaya, yang mendapat kesempatan masuk kelas Internasional.

Ini pendidikan apa?

Kapan bangsa ini akan mendapatkan pemerintah yang serius dalam tangani masalah pendidikan dengan benar?

Wassalamu’alaikum wr.wb.,

Gene Netto

Diterjemahankan dari Jakarta Post:

Kelas Internasional ini mesti dalam bahasa Inggris tetapi murid dan guru sering menggunakan bahasa Indonesia. Kata Danny (nama samaran), seorang siswa yang bersekolah di SMA 13 di Jakarta Utara, “Saya menggunakan bahasa Inggris kalau lagi pengen saja. Guru sering kebingunan sendiri, dengan memulaikan kalimat dalam bahasa Inggris tetapi berakhir dalam bahasa Indonesia, terutama kalau mereka menjelaskan pelajaran yang rumit.”

Kata orang tua Danny, mereka telah membayar Rp 11,8 juta untuk tahun pertama, dan untuk tahun kedua Rp 12 juta. Anak biasa di kelas biasa membayar Rp 275.000 ber bulan, dan Rp 4 juta uang pangkal pada tahun pertama saja.

Biaya untuk masuk kelas SBI berbeda di setiap sekolah. Kata salah satu orangtua, Alex Yusfar, di SMA 68 harus bayar Rp 25 juta s/d Rp 30 juta per tahun. Anehnya, dia juga menemukan kenyataan bahwa uang yang dibayar oleh orang tua untuk kelas biasa malah digunakan untuk fasilitas di kelas Internasional, seperti ruang kelas, renovasi raung administrasi, AC, laptop dan PC (komputer), dan juga untuk membiayai studi banding kepala sekolah ke luar negeri.

Didasarkan laporan keuangan dari sekolah, Pak Alex membuat perkiraan bahwa di antara tahun 2005 – 2006, lebih dari Rp 190 juta dari dana untuk kelas biasa (dari orangtua biasa) telah digunakan untuk kepentingan kelas internasional. Artinya, keluarga yang kurang mampu telah memberikan subsidi kepada keluarga yang lebih mampu.

Kata Pak Alex, yang anaknya masuk kelas biasa, “Saya kira istilah ‘standar internasional’ hanya sebatas istilah saja supaya sekolah bisa mendapatkan lebih banyak uang dari orangtua kaya yang kurang paham urusan ini. Hanya anak kaya yang bisa masuk kelas SBI itu, dan tergantung pada tingkat kekayaan orangtua bukan kemampuan akademis anaknya.”

Read the full article here:

State schools found favoring wealthier students

City News - Friday, June 27, 2008

Agnes Winarti, The Jakarta Post, Jakarta

4 comments:

  1. Assalamualaikum warohmatullahiwabarokatuh.

    Bicara tentang pendidikan tidak akan pernah ada habisnya, sepanjang masih ada kehidupan topik ini akan selalu dibicarkan. Pendidikan merupakan hal yang paling penting bagi seorang anak yang kemudian akan menjadi dewasa. Maju mundurnya suatu negara akan sangat bergantung pada sumber daya manusianya. Dalam tahap ini lah peran pemerintah sangat penting. Berapa besar perhatian pemerintah untuk memajukan dunia pendidikan di negaranya, baik mengenai kebijakan pola pendidikan dan alokasi dana pemerintah untuk dunia pendidikan, hal ini untuk menunjang kemampuan SDM nya.

    Bicara pendidikan di Indonesia sangat menakjubkan, dari isu mahalnya biaya pendidikan ( uang masuk sekolah, SPP, buku, dll), ujian nasional sampai anggaran untuk pendidikan dari APBN yang sangat kecil.

    Kita mulai dari sekolah yang uang masuknya sangat mahal, yang tentunya SPP tiap bulannya juga muahal:

    Gurauan teman-teman kantor tentang sekolah mahal adalah, BAHWA AMBISI ORANG TUA BERTEMU DENGAN PEMBISNIS.
    Para orang tua ingin agar anaknya mendapat pendidikan yg maksimal dan umumnya sekolah yg bagus adalah sekolah yang berbiaya mahal, karena sekolah tersebut harus menyediakan prasarana sekolah yang lengkap dan harus menyediakan guru yang sangat profesional. Kalau kombinasi itu ada, mungkin sekolah itu emang bagus. Nah KEINGINAN orang tua inilah yang ditangkap oleh Pembisnis sebagai peluang usaha yang sangat menjanjikan ( low risk high profit). Maka bermunculan sekolah mahal bak cendawan di musim hujan.

    Dan fakta mengenai sekolah mahal = sekolah bagus, aku tidak tahu.

    Aku tinggal di Tangerang, dan di komplek rumahku ada sekolahnya dan termasuk dalam kelompok sekolah mahal, dari TK sampai SMA. Ada kelas regular,unggulan dan akselerasi.

    Tapi anehnya kenapa anak yang berusia belum cukup 6 tahun bisa masuk SD? bukankah salah satu indikator sekolah itu bagus atau tidak adalah dari syarat usia anak yang bisa diterima SD tersebut?
    Mengenai usia 6 tahun, aku tidak tau peraturannya. Tapi kalo mengacu pada satu sekolah favorit di tebet,
    anak yg belum berusia 6 tahun tidak akan diterima disekolah tersebut meskipun si anak mempunyai IQ yang tinngi. (mengenai ini aku tahu persis, kebetulan anak temanku yang yang mau sekolah ditempat tersebut, kata temenku peggy melati sukma dulu SD nya di sana, wallahu a'lam bissowab).

    Mengenai sekolah yang bernasis SBI:
    Dalam fikiranku, sekolah yang bertaraf internasioanl, tentunya teachernya harus lulusan dari sekolah guru dan fasih berbahasa inggris, baik tulisan maupun percakapan. Dan muridnya tentunya harus paham bahasa inggris.juga

    Bisa dibayangkan, pada saat seorang guru sedang mengajar mata pelajaran fisika dan matematika dan menerangkannya dalam bahasa inggris yang benar, trus muridnya ga paham bagasa inggris, kira-kira apa yang terjadi?

    Mata pelajaran matematika dan fisika itu sangat sulit untuk kebanyakan siswa sekolah dan kalau ditambah dengan penjelasan yang menggunakan bahasa inggris apa nggak bikin kepala pusing???

    Karena itu aku sangat setuju dengan pendapat Gene Netto, mengenai efektifitas dari rencana sekolah atau kelas berbasis SBI.

    Berbicara SBI aku jadi ingat saat sabtu pagi kemaren aku telpon kakaku (guru SMP Negeri di Lampung), dia pusing memilih sekolah untuk anaknya yg mau masuk SMA. Mau masuk sekolah favorit tapi jauh lokasinya, mau masuk sekolah yang dekat rumah tapi mahal biayanya karena rencananya sekolah tersebut mau menerapkan SBI. Weleh-weleh.....siapa hayo yang harus bertanggung jawab.

    Yang beruntung adalah yang ditakdirkan menjadi anak orang kaya, lulus SMP biasanya mereka dikirim sekolah ke UK, Jerman, Australia trus kuliah disana trus ambil master juga, trus pulang ke indonesia trus dapat pekerjaan yang bagus atau kerja di perusahaan keluaraga. Life is so beautiful.

    Tapi Alhamdulillah Allah SWT maha adil, banyak kok anak yang sekolah dari SD hingga SMA disekolah biasa tapi mereka dikaruniani IQ yg tinggi sehingga mereka bisa menembus dunia kerja dijajaran elit.

    Dan rasa hormat yang sangat tinggi kepada para guru yang benar benar profesional dalam bidangnya, karena di tangan mereka SDM yang tangguh akan terlahir. Semoga pemerintah bisa menggaji guru dengan gaji yang tinggi agar mereka bisa berkonsentrasi pada profesinya.

    Sorry Gene...komentarku panjang banget, soalnya aku sangat tertarik dengan dunia pendidikan dan anak-anak.

    Kapan mengangkat artikel tentang Hoom Schooling dan sistem pendidikan sekolah dasar di negara maju.

    Satu pertanyaan lagi, kenapa ya guru guru di UK dan di USA latar belakang pendidikannya postgraduate profesional training?

    maaf kalo tulisanku banyak salahnya and trims ama yang punya blog.

    ReplyDelete
  2. Kasihan sekali orang tua yang sudah bayar mahal-mahal ternyata anak-anak mereka tidak mendapatkan apa yang diinginkan. Lebih kasihan sekali orang tua dari keluarga yang biasa harus membiayai anak-anak dari keluarga mampu.

    Apakah ada jaminan bahwa anak-anak yang menempuh pendidikan yang bertaraf internasinal (SBI)itu lebih baik dari anak-anak yang menempuh pendidikan di sekolah-sekolah biasa dan kelak akan lebih bermanfaat bagi bangsa dan Negara.

    Apakah dengan menguasai bahasa Inggris seseorang dianggap lebih bermutu dari yang tidak bisa berbahasa Inggris. Di sini saya mempunyai teman-teman yang berbahasa Inggris dengan baik, tapi mereka adalah para pembantu rumah tangga yang bekerja dengan orang-orang bule. Teman-teman saya yang lulus sarjana dan tidak menguasai bahasa Inggris apa dianggap lebih rendah?

    Setahu saya masyarakat Jepang tidak banyak yang bisa menguasai bahasa Inggris dengan baik tapi mereka sangat maju di bidang teknologi dan disegani oleh bangsa lain.

    Kapan kita akan maju kalau selalu mempunyai cara berpikir bahwa bahasa Inggris dan yang datang dari dunia barat adalah lebih baik. Kita pertahankan jati diri bangsa dan tidak memaksakan diri ikut-ikutan kalau memang belum mampu.

    Mr.Gene yang notabene orang bule sangat lancar berbahasa Indonesia, nulis blog menggunakan bahasa Indonesia, ceramah dalam Bahasa Indonesia, kita yang orang Indonesia lebih condong dan bangga dengan bahasa orang lain. Ampun deh.

    Wassalam

    ReplyDelete
  3. aku ada sedikit komen tentang sdr alex yusfar. dia itu kalau saya nilai adalah seorang yang labil, inkonsisten, seorang yang suka berhalusinasi. kenapa ? semua yang disampaikan adalah karangan, tidak berdasar. bahkan melaporkan ada korupsi 10 milyar. bagaimana mungkin ? penerimaan sekolah di atas kertas 1 tahun hanya 4,5 M. lho apa sekolah tidak operasional. artinya semua yang disampaikan tidak logis. harap tahu saja alex itu orang yang jobless. jadi cari kesibukan, untuk sok pahlawan. padahal kemarin saya dengar dia menyuap guru-guru sma dengan magic com (34 buah) secara demonstratif. entah apa maksudnya. kok lucu.dan anehh orang katanya mau bongkar penyimpangan lah kok menyuap guru.
    bahkan setiap tahun ajaran baru selalu melakukan penghasutan terhadap orang tua murid baru dengan membuat selebaran yang berisi menjelek-jelekan guru-guru dan sekolah. bahkan komen beberapa oarang tua murid. "kok kayak tidak ada kerjaan saja ".

    ReplyDelete
  4. Saya pendamping guru sbi di dua sekolah. Yang sering terjadi adalah:
    1. dari hasil seleksi oral test, calon2 murid kelas bilingual 4 dari 6 calon murid Bahasa Inggrisnya lebih baik dari guru yang mewawancarai.
    2. ketika mengajar dalam mata pelajaran matematika dan sejenisnya dalam bahasa ingg, murid tidak paham BUKAN karena keterbatasan bhs. ingg mereka TAPI JUSTRU KARENA KETERBATASAN BAHASA INGGRIS GURUNYA. Bahasa Inggris para guru ini incomprehensible buat murid.
    3. mentraining para guru sbi ini sama susahnya dengan melatih 30 ekor keledai untuk menari salsa. Masalah utamanya bukan karena hambatan organ pengucapan, tapi karena mentality. Tipis sekali komitmen untuk memberi sesuai dengan apa yang mereka terima. Guru2 ini dibayar mahal (ada fee tambahan) tapi ogah belajar lagi. Padahal untuk les pun mereka gratis dan diberi ongkos transport. Ah sorganya.

    Oh ya, Mas Gene...jangan salah sekolah negeri mungkin sama parahnya dengan swasta. Saya nggak heran sama sekali kalo semakin menjamurnya homeschooling. Salam

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...