Labels

alam (8) amal (100) anak (293) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (7) dakwah (84) dhuafa (18) for fun (12) Gene (218) guru (57) hadiths (10) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (53) indonesia (564) islam (546) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (351) kesehatan (96) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (48) my books (2) orang tua (7) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (497) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (10) pesantren (32) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (171) Sejarah (5) sekolah (74) shalat (7) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

02 December, 2008

Premanisme di Sekolah: Korban Akan Terus Berjatuhan

Deden Gunawan - detikNews
Selasa, 02/12/2008 10:44 WIB

Jakarta - Tanah kosong di perumahan elit Bintaro selama ini menjadi ajang kongkow sejumlah anak sekolahan di sekitar wilayah tersebut. Ada yang hanya sekadar nongkrong, memadu kasih, kadang ada juga yang menjadikan tempat adu nyali, yakni berkelahi. Siswa-siswa yang sering kumpul di lapangan itu salah satunya berasal dari SMA Negeri 90, yang berjarak sekitar 10 kilometer dari lokasi.

Dari informasi yang diperoleh detikcom, beberapa tahun belakangan lapangan itu sering didatangi siswa SMA 90. Mereka umumnya datang menggunakan mobil maupun motor. Kendaraan mereka biasanya diparkir di restoran cepat saji McDonald. Dari sana mereka berjalan kaki sekitar 700 meter menuju lapangan seluas setengah lapangan sepakbola tersebut.

Salah satu kegiatan yang dilakukan siswa SMA 90 tersebut adalah menggembleng anak-anak baru di almamaternya. "Memang sering di lapangan itu menjadi tempat berantem anak sekolah. Kita suka lihat dari sini, dalam sebulan saja ada 3 kali anak-anak pada berantem," jelas Khairul Sani, satpam di perumahan tersebut ketika ditemui detikcom.

Keterangan Khairul diperkuat pengakuan Aba, siswa kelas 1 SMA 90. Menurut Aba, pada 25 November 2008, sebanyak 68 siswa kelas 1 dibawa ke lapangan itu oleh para seniornya kelas 2 dan 3. Di sana mereka dipaksa buka baju, push up, lari dan ditampar. Aksi kekerasan tersebut dipicu masalah pembuatan jaket almamater. Sebab jaket yang dibuat anak kelas 1 ternyata berbeda dengan kakak-kakak kelasnya.

Karena dianggap kurang ajar oleh kakak kelasnya, murid laki-laki dari kelas 1 kemudian dikumpulkan dan disuruh lari mengelilingi lapangan di daerah Bintaro. Di tempat itu mereka "digembleng" hingga mengalami luka-luka. "Di sana disuruh push up, buka baju dan lari. Di sana juga disuruh suit. Yang kalah, ditampar dengan keras. Kira-kira dari dzuhur sampai ashar," kata Aba yang sempat mengalami memar dan bibirnya pecah.

Peristiwa tersebut akhirnya sampai juga ke telinga orang tua siswa yang menjadi korban. Beberapa orang tua siswa lantas mendatangi kepala sekolah. Mereka menuntut para pelaku dikeluarkan dari sekolah. Namun permintaan itu hanya disikapi sekolah dengan menskorsing murid yang melakukan aksi premanisme. Putusan itu dilakukan pada tanggal 28 November. Sebanyak 26 siswa kelas 3 dan 11 siswa kelas 2 diskorsing selama 5 hari.

Bagi orang tua murid, hukuman tersebut diaggap belum memuaskan. 5 Orang perwakilan wali murid akhirnya kembali menemui kepala sekolah dan meminta siswa-siswa yang terlibat dihukum lebih berat, yakni dikeluarkan dari sekolah. Selain itu mereka juga mendesak pihak sekolah untuk melaporkan para pelaku dibawa ke polisi. Tapi permintaan itu belum juga ditanggapi hingga akhirnya peristiwa tersebut sampai ke media.

Aksi kekerasan yang terjadi di SMA 90 hanya satu dari sekian banyak kasus kekerasan yang terjadi di sekolah. Setahun yang lalu, kekerasan oleh kakak kelas terhadap adik kelas juga terjadi di SMA 34, Pondok Labu, Jakarta Selatan.

Muhammad Fadhil adalah salah satu korban kekerasan di salah satu SMA favorit di Jakarta Selatan tersebut. Kisah penganiayaan yang menimpanya terjadi pada 17 Agustus 2007. Saat itu Fadhil yang baru duduk di kelas 1 diajak oleh seniornya untuk masuk ke kelompok mereka yang bernama Geng Gazper. Tapi ajakan itu ditolak Fadhil. Penolakan itu tentu saja dianggap tindakan yang kurang ajar. Beberapa anggota Gazper yang merasa tersinggung kemudian menggiring Fadhil ke kamar mandi sekolah. Di tempat itu Fadhil ditampar.

Kekerasan yang menimpa Fadhil tidak sampai di situ. Sepulang sekolah, Fadhil diajak kelompok Gazper ke daerah Pesanggrahan, Cinere, Jakarta Selatan. Di sana, Fadhil dianiaya. Dia diadu dengan seniornya serta dipukuli beramai-ramai hingga tangan kirinya patah. Awalnya kejadian tersebut dirahasiakan Fadhil hingga berbulan-bulan. Ia takut akan ancaman para seniornya jika melaporkan kejadian tersebut.

Namun 8 November 2007, peristiwa itu akhirnya terbongkar juga setelah orang tua Fadhil mengetahui kalau anaknya selalu bolos sekolah. Ketika ditanya alasannya, Fadhil kemudian bercerita kalau ia sengaja membolos karena takut dengan kakak kelasnya. Setelah menerima laporan Fadhil, orang tuanya hari itu juga melaporkannya ke Mapolsek Ciladak, sehingga terungkaplah aksi pengeroyokan itu. Kasusnya kemudian dilimpahkan ke Polsek Limo, Depok, wilayah tempat tinggal korban.

Selanjutnya, 17 Desember 2007, majelis hakim Pengadilan Negeri Depok menghukum para pelaku, yakni Wl, JF, DA, DF dan EN dengan hukuman 1 bulan 15 hari. Para pelaku dianggap terbukti melakukan pelangaran pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Sebelumnya peristiwa serupa juga menimpa Blastius Adisaputra (17) siswa kelas 1 E, pada 29 April 2007. Blastius dihadiahi bogem mentah dan tendangan oleh seniornya yang duduk di kelas 2 lantaran tidak perah ikut kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Akibatnya tubuh Blastius menderita luka memar di paha, punggung, dan bibir. Kabar terakhir para pelaku diberhentikan dari sekolah.

Rangkaian aksi kekerasan di sekolah yang dilakukan senior terhadap juniornya, menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi merupakan fenomena gunung es. Sebab sebenarnya masih sangat banyak kasus penganiayaan serupa yang tidak mencuat ke permukaan. Penyebabnya macam-macam. Ada yang ketakutan untuk melaporkan, atau ada juga yang memang sengaja dipetieskan.

Sedangkan pengamat pendidikan Lody Pa'at mengatakan, andil guru sangat besar dalam aksi kekerasan yang dilakukan senior terhadap juniornya di sekolah. Sebab selama ini guru-guru seringkali melakukan pembiaran terhadap aksi premanisme tersebut. Mereka menggangap hal tersebut sesuatu yang wajar karena sudah menjadi bagian tradisi di sekolah.

"Seringkali guru tidak tanggap dengan kondisi dilingkungan sekolah. Padahal mereka sebenarnya mengetahui penyimpangan itu. Parahnya lagi, ketika pihak sekolah menerima laporan adanya aksi kekerasan antar sesama siswa, mereka tidak tegas dalam memberi hukuman. Akhirnya murid jadi semakin berani," ujar Lody saat berbincang-bincang dengan detikcom.

Lody mengkhawatirkan, kekerasan demi kekerasan akan tetap terus terjadi di sekolah. Siswa - siswa yang akan menjadi korban bakal terus berjatuhan bila para guru bersikap abai terhadap situasi yang terjadi di sekolah. (ddg/iy)

Sumber: Detiknews.com

4 comments:

  1. Astaghfirullah hal adziim...

    What happen in this country???

    Dimana letak salahnya dan apa sebabnya sehingga aksi2 kekerasan dan premanisme makin marak terjadi.. apalagi ini terjadi di sekolah tempat mencetak generasi penerus yang tidak hanya cerdas secara intelektual namun juga diharapkan memiliki akhlak/moral/budi pekerti/atittude yang santun dan baik...

    Belum lagi aksi2 mahasiswa yg kerjanya hanya demo2 gak jelas plus tindakan anarkis (seperti di Makassar-red)..

    Bagaimana dengan masa depan bangsa kita jika generasi penerus yang menjadi harapan bangsa bermoral bar-bar seperti itu..

    Dan yang menyedihkan, meski pihak sekolah (kepala sekolah dan guru) mengetahuinya malah justru dibiarkan dan dianggap hal yang biasa/wajar... Bahkan ada juga guru yg suka bertindak kasar dan melakukan penganiayaan terhadap muridnya... beberapa bahkan melakukan pelecehan seksual.. weleh..weleh...

    Jika saja para pahlawan bangsa masih hidup pastinya mereka akan menangis menykasikan semua ini.. sia-sia sudah perjuangan dan pengorbanan mereka melawan penjajah dan merebut/mempertahankan kemerdekaan.. sia-sia sudah air mata dan darah yang dikorbankan demi tegaknya negara ini..

    "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya" Apakah pepatah ini berlaku di negara ini??

    Saya hanya bisa berdo'a semoga bangsa ini terhindar dari murka Allah SWT... semoga Allah terus melimpahkan rahmat, petunjuk dan hidayahnya agar bangsa ini dapat menuju perubahan ke arah yang lebih baik dengan dipimpin oleh pemimpin yang amanah dan bijaksana..
    amin2 ya robbal alamiin...

    3rin

    ReplyDelete
  2. Asslmkm..
    kayaknya sekolah2 di indonesia, banyak sekali PR yang harus dibenahi, lagi2 anarkisme masuk sekolah, setelah kejadian2 yg memalukan terjadi pada sekolah tinggi para calon abdi negara, ehmm merambah ke adik bawahannya, sekolah2 favorit negeri.
    Tadi pagi juga ada berita tentang anak SDN dicengkareng, yg diperlakukan kasar gurunya karena tidak mengerjakan PR, hanya karena tidak mengerjakan PR, para siswanya di pukul dan ditendang.., seperti itu kah cara mendidik generasi bangsa ini??

    seharusnya ada hukuman yg lebih mendidik ketika siswanya berbuat salah, bukan dengan jalan kekerasan.Kan bukan sekolah militer. kontrol guru disekolah yang bersangkutannya bagaimana itu, apa tidak ada guru BP, atau pihak sekolah yang peduli. Skorsing tidak akan membuat jera, kekerasan biasanya akan menjadi sebuah tradisi almamaternya, karena dianggap biasa. Ini yg harus dihentikan.

    hukuman yang mendidik, ya dulu ketika saya sekolah, biasanya siswa nakal ditempat saya, hukumannya: disuruh pidato dihadapan seluruh murid dan guru, untuk siswa baru digembleng dengan belajar berorganisasi dan harus bisa mementaskan panggung kesenian..., lulus tes baca tajwid dan hafal juz amma untuk bisa ikut ektrakulikuler sekolah(waktu ospek),banyak hal yang bermanfaat ketika melakukan Ospek, bukan dengan kekerasan..., oh ya sekolah saya dulu bukan sekolah negeri ya,cuma sekolah swasta biasa. Untungnya saya tidak pernah mengalami hal2 mengerikan dan anarkis disekolahan.
    (maaf saya menulis sekolah negeri punya pemerintah itu..soalnya kasus yang dimuat dimedia, terutama sekolah2 favorit yang suka tawuran dan anarkis dijakarta itu adalah sekolah2 negeri) ya mungkin ga semuanya, mungkin sekolah swasta juga ada.., cuma belum masuk berita aja kali.

    ReplyDelete
  3. Assalamu'alaikum. Wr.Wb..

    Kapan ya ada yang menerapkan hukuman berupa social work kaya di luar negri? Anak-anak itu tidak butuh dipenjara tapi butuh di buka mata hatinya. Dengan kerja sosial misalnya di panti jompo (yang harus menyuapi, memandikan sampai membersihkan kotoran para manula itu) atau berkutat di hamparan sampah di TPA Bantar Gebang, siapa tahu mereka bisa jadi lebih bersyukur. Bukankan manusia banyak yang seperi itu? Kurang bersyukur?
    Kalo hanya di kurung, diberi makan gratis tiga kali sehari.. saya yakin tidak akan pengaruh apa pun... apalagi cuma diskors.

    ReplyDelete
  4. POLISI = PREMAN, MENURUT KAMU ???!!!

    Ikatan pertalian antara aparat dengan preman bak sepasang kekasih yang saling mencinta, yang satu sama lain saling mendukung untuk memnuhi kebutuhan diri mereka sendiri.

    Entah angin apa yang memberanikan aku untuk menulis narasi ini kepadamu, aku tidak tahu. Yang jelas, saat demokrasi mulai berjalan pada lintasannya, aku memberanikan diri menayampaikannya.

    Polisi ataukah preman, bagai pinang yang tak terbelah, dalam suatu simbiosis mutualisme. Antara mereka hanya terbatas legalitas setinggi pundak kita. Sebagai pihak keamanan, mereka bersama sama-sama berada di antara kita, tembok berlapis baja tebal dan kuat saling melapisi, saling dukung-menduung sehingga kita sebagai masyarakat kecillah yang di rugikan. Andai kata kerbau, burung jalak adalah penegak hukumnya.

    “Aku kan tetap siap sedia disana sekalipun engkau tak membutuhkanku.” mungkin itulah kiasan polisi yang membekingi illegal logging Jambi. Mengintip ke depan, perjudian Riau, menyeret enam jendral besar. Dan apabila hati masing-masing ( polisi dan preman) mulai berdengan kasih, dengan mata saling berkedipan, mereka mengisyaratkan code cinta melegalkan perjudian.

    Terserah mereka!! aku tak bisa berbuat banyak. Namun aku akan sangat senang apabila jalinan kasih diantara mereka terputus.

    “Cinta palsu berbaju kepura-puraan, berhias muslihat, dan terlihat penuh kebusukan”

    harapku, semoga ini menjadi cambuk bagi kepolisian untuk bekerja lebih baik lagi.

    sumber : http://www.asyiknyaduniakita.blogspot.com

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...