Labels

alam (8) amal (100) anak (293) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (7) dakwah (84) dhuafa (18) for fun (12) Gene (218) guru (57) hadiths (10) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (53) indonesia (564) islam (546) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (351) kesehatan (96) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (48) my books (2) orang tua (7) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (497) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (10) pesantren (32) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (171) Sejarah (5) sekolah (74) shalat (7) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

19 February, 2009

Kumpulkan Rp 1 M, Dukun Cilik Ponari Jadi Rebutan


[ Selasa, 17 Februari 2009 ]

JOMBANG - Pemicu penganiayaan terhadap Kamesin, 42, ayah kandung Muhammad Ponari, dukun cilik asal Dusun Kedungsari, Megaluh, Jombang, Jawa Timur, mulai terkuak. Dari keterangan sejumlah saksi di Mapolsek Megaluh kemarin (16/2), ada indikasi penganiayaan itu dilatarbelakangi oleh perebutan harta.

Pasalnya, praktik Ponari yang didatangi puluhan ribu orang itu telah meraup uang amal yang jumlahnya nyaris mencapai Rp 1 miliar. Uang itu kini disimpan di rekening salah satu bank di Jombang, atas nama Mukaromah, ibu kandung Ponari.

Saksi yang dipanggil polisi kemarin adalah Mukaromah, Mbah Senen (tetangga Ponari), Salam (suami terlapor Painem), dan Lamuji (kerabat Kamesin). Tak ketinggalan, Painem alias Ny Ndawuk atau Mbok Ndawuk sebagai saksi terlapor, juga dipanggil untuk diperiksa. Ponari sendiri juga ikut datang ke Mapolsek dengan diantar mobil Toyota Land Cruiser bernopol D 66 DH itu.

Di sela-sela pemeriksaan, Kapolsek Megaluh AKP Sutikno membenarkan bahwa motif penganiayaan itu adalah perebutan Ponari. Selama ini Kamesin merasa ''dipisahkan" dari anak dan istrinya. Sebab, sejak sibuk melayani pengobatan alternatif, Ponari dan Mukaromah tidak pernah lagi pulang ke rumah gedhek-nya.

Pasangan yang bermata pencaharian sebagai pencari siput itu malah tinggal di rumah pasangan Salam dan Painem, yang masih bertetangga. Selain mengaku tidak terurus, Kamesin merasa kehilangan Mukaromah dan Ponari.

Karena itu, empat hari lalu, selaku kepala keluarga, Kamesin mendatangi Painem untuk ''meminta'' kembali Mukaromah dan Ponari. Hal itu juga dibenarkan oleh Mbah Senen, salah seorang saksi. Permintaan yang sangat wajar itu malah membuat Painem tersinggung. "Di depan rumah Painem pula, Kamesin dianiaya. Dia ditampar tiga kali di bagian wajah," ungkap Mbah Senen. Akibat tamparan itu, Kamesin mengeluh pusing. Akhirnya dia harus dirawat di RS Nurwakhid, Denanyar, Jombang, selama dua hari. Lamuji disebut-sebut sebagai orang yang melihat langsung kejadian itu. Namun, saat ditanya wartawan, Lamuji mengaku tidak banyak tahu.

Lalu mengapa Painem tersinggung saat Kamesin meminta anak dan istrinya pulang? Mbah Senen juga mengaku heran. Tetapi, dia menduga, ada indikasi perebutan harta. Pasalnya, praktik Ponari telah meraup uang amal yang saat ini nyaris mencapai Rp 1 miliar. ''Saya menduga, Kamesin sengaja disingkirkan agar Mukaromah dan Ponari bisa dikuasai oleh Ndawuk (Painem)," ungkap Mbah Senen. Penuturan itu tidak jauh berbeda dengan pengakuan Kamesin ketika berada di rumah sakit Sabtu (14/2) lalu.

Painem sendiri enggan berkomentar. Ketika diberondong pertanyaan seturunnya dari mobil, wanita berusia 48 tahun ini tutup mulut, sambil terus berjalan ke ruang Kapolsek.

Ponari yang ikut mendampingi sang ibu juga enggan berbicara. Di ruang Kapolsek, dia hanya terus bermain-main, seperti menggambar dan bermain biliar. Ketika Ponari asyik bermain dengan Kapolsek, kabar ini rupanya tercium warga yang ingin berobat.

Praktis, halaman Mapolsek pun menjadi ramai pengunjung yang ingin melihat langsung sosok si dukun cilik. Tak sedikit pula yang nyanggong di depan Mapolsek, untuk meminta pengobatan dari Ponari. ''Sejak dua hari lalu saya belum dapat air untuk keponakan saya yang kena polio. Sekarang saya mencoba memintanya dari Ponari," ungkap Nurkholis, 35, warga Pati, Jawa Tengah.

Namun, permintaan itu ditolak mentah-mentah oleh Ponari. Entah karena dilarang atau memang sudah kapok mengobati, Ponari malah dengan berteriak keras menolak permintaan itu.

Kemarin Ponari juga dijenguk oleh Kasek dan sejumlah gurunya. Miharso, kepala SDN Balongsari I, mengatakan, kedatangannya ke Mapolsek Megaluh hanya untuk menjenguk Ponari. Sebab, sudah sebulan dia tidak masuk sekolah.

Menurut Miharso, tidak ada hal khusus dalam pertemuan singkat itu. Hanya, pihak sekolah menyampaikan surat resmi kepada pihak keluarga agar Ponari diusahakan bisa sekolah lagi. Surat itu juga ditembuskan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang, UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Megaluh, dan komite sekolah. ''Jika Ponari sewaktu-waktu masuk sekolah, kami siap menerimanya," ungkap Miharso sekeluarnya dari ruang Kapolsek.

Setelah memeriksa para saksi, sorenya, Kasatreskrim Polres Jombang AKP Boby P. Tambunan menegaskan, Painem alias Mbok Ndawuk akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Berdasarkan keterangan saksi dan hasil visum, dia terbukti melakukan penganiayaan ringan.

Perempuan setengah baya itu, lanjut Boby, akan dikenai pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan. Pelaku penganiayaan ringan itu diancam pidana penjara paling lama tiga bulan.

Rencananya, pada Kamis (19/2) Painem diajukan ke Pengadilan Negeri Jombang. ''Untuk pelaku penganiayaan ringan tidak perlu melalui jaksa penuntut umum," tegas Boby.

Solusi Ala Kak Seto

Fenomena Ponari menarik minat pemerhati anak sekaligus Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Seto Mulyadi. Pria yang akrab dengan sebutan Kak Seto itu datang langsung ke kediaman Ponari di Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Minggu (15/2) malam.

Kak Seto menduga ada indikasi bahwa bocah kelas III SD itu sudah tereksploitasi untuk keperluan bisnis oleh pihak-pihak tertentu. Kedatangan Kak Seto juga didampingi Wakapolres Jombang Kompol Deden Supriyatna Imhar, Kasatreskrim AKP Boby P. Tambunan, serta personel Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Jombang.

Begitu tiba di lokasi, rombongan Kak Seto langsung masuk ke rumah Painem alias Ny Ndawuk, yang selama ini menjadi tempat menginap Ponari dan ibunya, Mukaromah. Pertemuan tertutup itu hanya berlangsung sekitar 25 menit. Seusai pertemuan, Seto mengatakan, Ponari memang mengaku lelah secara fisik karena harus mengobati ribuan orang. ''Dia senang mengobati. Tapi, jika pengunjungnya membeludak, dia malah tidak suka dan merasa kelelahan," ungkap Kak Seto menirukan perkataan Ponari.

Kak Seto mengungkapkan, Ponari bercita-cita menjadi tentara. Karena itu, dia memerlukan jenjang pendidikan yang tinggi. ''Nanti kami bicarakan dengan Pak Bupati, untuk bersama-sama mencari solusi terbaik bagi Ponari dan para pengunjung," paparnya.

Seusai dari kediaman Ponari, rombongan Kak Seto diterima oleh Bupati Jombang Suyanto kemarin. Sayangnya, alih-alih memberi solusi konstruktif, Seto malah mengusulkan sesuatu yang justru memelihara sikap tidak rasional warga yang datang ke Ponari

Pencipta karakter Si Komo itu mengusulkan semacam tandon air, yang dilengkapi instalasi untuk mengalirkan air ke beberapa tempat di area lokasi praktik. Instalasi itu dihubungkan dengan pipa paralon dan dikucurkan dengan kran. Setiap hari tandon itu diisi air. Kemudian, Ponari mencelupkan batu miliknya ke dalam air tandon. Dengan demikian, pengunjung dapat leluasa mengambil air dari tandon melalui kran-kran yang ada.

Selain mengusulkan dibangunnya instalasi ''air sakti'' model PDAM itu, Kak Seto usul agar waktu pengobatan dibatasi. Yakni, Ponari hanya mengobati pada pukul 15.00 hingga pukul 17.00. Dia pun bisa sekolah dan bermain pada siangnya. Dengan demikian, waktu dan tenaga Ponari tidak terlalu difokuskan untuk melakukan pengobatan alternatif itu.

Setali tiga uang, Bupati Suyanto tanpa banyak berpikir langsung berjanji mempertimbangkan kedua usul Kak Seto. Termasuk membangun instalasi air yang dimaksud. ''Saya kira tidak akan memerlukan waktu lama untuk merealisasikan usul itu," ungkap Suyanto. (doy/yr/jpnn/kim)

Sumber: Jawapos.com

1 comment:

  1. Assalamu'alaikum wr wb

    Miris saja dengan nasib Ponari, anak sekecil itu sudah harus kehilangan masa anak-anaknya kerena dieksploitasi oleh orang-orang dewasa yang seharusnya melindungi dan melimpahinya dengan pengalaman hidup sebagaimana mestinya anak-anak seusianya.

    Saya cuma berpikir, mau jadi apa kelak kalau Ponari dewasa, apakah akan tetap menekuni profesi sebagai dukun yang memang terlihat menjanjikan kemudahan harta.

    sebagai orang yang tadinya hidup serba kekurangan lalu tiba-tiba bisa mengumpulkan uang jutaan bahkan milyaran tentu saja, profesi baru itu akan terasa sayang untuk ditinggalkan.

    Lalu dukun-dukun dan paranormal yang selama ini sering mengiklankan diri di televisi dengan berbagai kehebatan masing-masing (menurut mereka), apakah dulunya juga sama bermasa kecil seperti Ponari itu ya.

    Semoga Ponari tak menjadi trend yang akan ditiru oleh anak-anak atau orangtua lainnya untuk sumber mata pencaharian yang menjajikan tapi merusak aqidah ummat yang memang sudah lemah baik secara ekonomi maupun keimanan.

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...