Labels

alam (8) amal (100) anak (293) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (7) dakwah (84) dhuafa (18) for fun (12) Gene (218) guru (57) hadiths (10) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (53) indonesia (564) islam (546) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (351) kesehatan (96) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (48) my books (2) orang tua (7) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (497) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (10) pesantren (32) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (171) Sejarah (5) sekolah (74) shalat (7) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

21 April, 2009

50 Persen Rumah Tangga Miskin Habiskan Uang Demi Rokok

Selasa, 21/04/2009 18:03 WIB
Uji Materi Iklan Rokok
Amanda Ferdina - detikNews

Jakarta - Kecanduan rokok membuat 50 persen rumah tangga miskin menghabiskan pendapatannya untuk rokok. Padahal uang yang mereka miliki dapat digunakan untuk membeli susu dan makanan yang layak untuk anak-anak mereka.

"Satu dari dua rumah tangga termiskin, yang pendapatannya di bawah Rp 600 ribu/bulan menghabiskan uangnya untuk rokok," kata peneliti Lembaga Demografi Indonesia Abdillah Hasan di sela-sela persidangan di Mahkamah Konstitusi, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (21/4/2009).

Mary merupakan saksi ahli dalam sidang uji materil UU No 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang dipimpin Ketua MK Mahfud MD. Sejumlah lembaga perlindungan anak, Komnas PA, dan perorangan mengajukan uji materil UU tersebut mengenai tayangan iklan rokok di media ke Mahkamah Konstitusi.

Abdillah menyangkal klaim kalangan industi rokok yang menyatakan industri ini merupakan penyumbang cukai yang terbesar. Menurutnya sumbangan industri itu tidak sebesar yang mereka klaim.

"Benar mereka menyumbang cukai paling besar dan nilainya memang meningkat, tapi secara proporsi total penerimaan dalam negeri nilainya naik dan turun. Patut diperhatikan yang membayar cukai itu adalah perokok bukan industrinya, jadi klaim ini tidak dapat dibenarkan," katanya. (nal/nrl)

Sumber: Detiknews.com

2 comments:

  1. terlaalu. seharunsy pmerintah menutup saja pabrik rokok

    ReplyDelete
  2. Assalamu'alaikum wr wb

    Kasihan ya, sudah hidup serba pas-pasan tapi masih menjadikan rokok sebagai skala prioritas.Apalagi kalau sudah kecanduan, bahaya dan peringatan sekeras dan semenakutkan apapun dianggap omong kosong.Pedahal kalau sudah terlanjur sakit biaya mengobati jauh lebih mahal daripada mencegahnya.Berkeluh kesah sulitnya mencari makan tapi rokok tetap dijadikan kebutuhan darurat setiap waktu, addict !

    Bukan orang miskin saja, orang mampu, terpelajar, tua dan muda, terjerat oleh kepulan kabut putih itu.Dari tahun ke tahun tampaknya semakin banyak yang jadi pecinta rokok, bahkan dari sisi usia semakin muda saja para perokok baru itu.Belum lagi iklan rokok yang semakin manipulatif dan membodohi masyarakat menjadi daya tarik tersendiri bagi perokok pemula untuk mencobanya.

    Mungkin perintah harusnya meniru langkah yang diambil oleh pemerintah Malaysia, Singapura, Thailand yang melarang tayangan iklan rokok yang menipu itu, dan menaikan pajak rokok lebih tinggi lagi, kabarnya Indonesia memiliki pajak rokok paling rendah, makanya rokok-rokok impor bagai menemukan ladang penjualan di Indonesia.

    Seandainya harga rokok dinaikan ditingkat pengecer, misalnya sebatang rokok dijual lebih mahal dari seliter beras, kira-kira keluarga-keluarga kurang mampu itu apa akan tetap berjuang untuk mendapatkannya yah ? kalau iya, benar-benar TERLALU !

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...