Labels

alam (8) amal (101) anak (294) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (7) dakwah (84) dhuafa (20) for fun (12) Gene (218) guru (57) hadiths (10) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (53) indonesia (563) islam (544) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (351) kesehatan (98) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (41) muallaf (48) my books (2) orang tua (6) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (497) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (10) pesantren (32) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (61) puasa (38) renungan (170) Sejarah (5) sekolah (74) shalat (7) sosial (323) tanya-jawab (14) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

07 June, 2011

Mafia Hukum di MA, dari Mengatur Perkara sampai Nyogok Hakim Agung


Minggu, 05/06/2011 17:07 WIB
Irwan Nugroho – detikNews
Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mensinyalir, praktik mafia peradilan juga masih tumbuh subur di lingkungan Mahkamah Agung (MA). Praktik itu bisa dimulai oleh pihak yang berperkara maupun orang dalam MA sendiri. Menurut Koordinator Divisi Monitoring Hukum ICW, Febri Diansyah, temuan ini berdasarkan penelitian sistematis yang dilakukan pada tahun 2002. Penelitian tersebut dimutakhirkan oleh Satgas Anti Mafia Hukum dan juga Pusat Kajian Anti Korupsi UGM pada tahun 2010.

"Ada tiga pola mafia peradilan di MA, mulai dari tahap pendaftaran perkara, proses penanganan perkara, sampai juga pada proses pemeriksaan," kata Febri dalam jumpa pers di Kantor ICW, Jl Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (5/6/2011). Febri menjelaskan, pada tahap pendaftaran perkara, pegawai MA biasanya meminta dana tambahan tanpa kuitansi kepada pihak yang mengajukan kasasi. Pihak MA juga seringkali menghubungi atau dihubungi oleh pengacara atau pihak terkait untuk mengatur perkara.

Di dalam kasus besar, lanjut Febri, pihak yang berperkara lazim menghubungi Sekretaris Jenderal MA atau Wakil Sekretaris Jenderal MA untuk mengatur perkara dan mendistribusikan suap pada hakim agung yang menangani kasusnya. Bahkan penentuan majelis hakim untuk menangani perkara, terjadi kolusi antara Direktur MA, asisten koordinator atau panitera dan ketia tim majelis (internal MA) dengan pihak berperkara. "Pihak yang berperkara ditawari menggunakan pengacara tertentu yang mempunyai hubungan dekat dengann hakim agung," terang pria berkacamata tersebut.

Di tahap penanganan perkara, masih menurut Febri, modus yang sering terjadi adalah pihak pengacara kembali menghubungi orang dalam MA untuk kepentingan pemenanganan perkara. Adapun di tahap pemeriksaa perkara, terdapat dua modus mafia peradilan tersebut berlangsung.

Pertama, sekjen atau asisten hakim agung menghubungi pihak berperkara dengan kemungkinan antara lain: menawarkan putusan yang memenangkan, sekjen sudah menyusun draf putusan, dan pura-pura menawarkan kemenangan pada pihak yang sebenarnya sudah memenangkan sebuah kasus. Kedua, pihak yang berperkara menawarkan atau memberikan sesuatu kepada hakim agung, baik langsung maupun melalui pengacara.

"Ini menjadi penting kami sampaikan, karena penangkapan hakim 'S' dan hakim-hakim sebelumnya oleh KPK harus dijadikan momentum membersihkan institusi pengadilan. Dimulai dari MA dan pengadilan-pengadilan strategis di Jakarta," kata Febri. (irw/lh) 

1 comment:

  1. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.[Wikipedia).

    Kasus suap di atas berarti masuk kategori korupsi ya?.

    Korupsi termasuk dalam salah satu dosa besar. Nah kalau pejabat negara yg makan uang negara yang sumbernya dari pajak, bagi hasil kontrak karya ( dr perusahaan asing), BUMN dan sumber penghasilan negara lainnya ini merupakan korupsi yg sangat berat.

    Mendengar penjelasan seorang ustadz, bahwa apabila kita korupsi dgn makan uang negara maka kita harus minta maaf kepada pihak yg mempunyai harta tersebut, kebayang kalau ngga minta maaf nanti di hari penghisaban maka akan ada yg menuntut.

    Ustadz juga menjelaskan masalah tuntut menuntut juga termasuk orang2 yg suka mencaci orang lain. Kalau semasa hidupnya tidak sempat meminta maaf kepada orang yg dicaci maka di hari penghisaban, dia akan dituntut oleh orang yg dicaci, Naudzubillhimindzalik.

    Sebagian besar kita sebagai muslim hanya memahami sebagian dosa besar, seperti syirik, membunuh, korupsi. Sedangkan dosa besar lainnya kita sering tidak faham, seperti tdk memakai hijab bagi wanita muslimah dewasa, riba, dll. Padahal Riba di negeri ini sudah sampai tingkat yg amat sangat mengkhawatirkan, karena banyak sekali transaksi ribawi yg dibungkus dengan apik sehingga subtansi riba menjadi samar.

    Oleh karena itu instropeksi diri adalah salah satu cara agar kita tdk merasa menjadi orang yang paling benar, sehingga kita tdk terbiasa mencaci orang lain yg berbuat kejahatan karena boleh jadi mereka bertaubat sementara kita malah asyik masyuk dengan kejahatan jenis lainnya yg kita tdk sadar kalau yg kita lakukan adalah dosa besar.

    Semoga Allah Azza Wajalla melindungi kita dari perbuatan buruk yg tdk kita sadari, amin,

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...