Labels

alam (8) amal (101) anak (294) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (7) dakwah (84) dhuafa (20) for fun (12) Gene (218) guru (57) hadiths (10) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (53) indonesia (563) islam (544) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (351) kesehatan (98) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (41) muallaf (48) my books (2) orang tua (6) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (497) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (10) pesantren (32) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (61) puasa (38) renungan (170) Sejarah (5) sekolah (74) shalat (7) sosial (323) tanya-jawab (14) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

09 November, 2011

Kalau Memandang Anak Yatim, Kenapa Tidak Melihat Muhammad Bin Abdullah?


(Saya menulis artikel ini untuk membalas beberapa komentar yang masuk di blog dan facebook, berkaitan dengan anak yatim dan sikap saya kepada mereka. Semoga bermanfaat sebagai renungan.)
Assalamu’alaikum wr.wb., Terima kasih kepada semua teman yang kasih komentar yang mendukung tulisan saya tentang anak yatim kemarin. Saya sudah lama hidup seperti itu dengan niat memperhatikan dan membantu anak yatim sebanyak mungkin. Itu bukan sikap yang baru buat saya, dan teman lama yang kenal saya sudah tahu pemikiran saya memang seperti itu (dan belum berubah). Sejak saya masuk Islam, saya merasa harus ada usaha yang lebih untuk membalas semua kenikmatan yang Allah kasih kepada saya (walaupun memang tidak mungkin bisa dibalas). 

Saya sering melihat seorang anak yatim dan mulai bayangkan: Bagaimana kalau ini adalah anak yatim bernama Muhammad bin Abdullah (nama lengkapnya Nabi Muhammad SAW)? Dan saya bisa bertemu dengan dia, menghibur dia dan membuat dia bahagia, dan ajak dia untuk menjadi seorang anak yang baik, membina dia, dan menjadi orang yang selalu siap melindungi dan menjaga dia! (Memang tidak mungkin ketemu dengan Nabi SAW saat dia masih seorang anak, tetapi saya suka bayangkan sebagai renungan saja).
 
Apa yang akan saya lakukan untuk anak yatim itu, kalau saya tahu dia akan menjadi seorang pemimpin ummat Islam nanti, dan sekaligus memandang saya dengan rasa kasih sayang yang besar, seolah2 menjadi bapak angkat (di dalam hatinya) karena dia selalu merasakan kebaikan dari saya? Kalau saya tahu anak yatim yang kecil itu akan menjadi Nabi Muhammad SAW, saya pasti siap kasih segala sesuatu kepada dia, bahkan sampai menyimpan sisanya untuk memenuhi kebutuhan hidup saya menjadi tidak penting lagi. Tetapi karena diberikan kepada Nabi Muhammad (yang masih seorang anak yatim) maka saya tidak bakalan sedih, kecuali mungkin akan ada rasa sedih bahwa saya tidak bisa kasih lebih banyak lagi kepada dia untuk membuat dia bahagia dan semangat.
Kalau dalam bayangan itu, saya merasa siap berbuat demikian untuk seorang anak yatim bernama Muhammad bin Abdullah (yang nanti saat dewasa akan menjadi Rasulullah SAW), kenapa saya TAKUT melakukan sebanyak mungkin untuk anak-anak yatim yang lain, yang banyak di antara mereka juga punya nama MUHAMMAD…! Mereka sama seperti Nabi kita yang pernah menjadi anak yatim yang kecil, lapar, takut, miskin dan tidak tahu masa depannya seperti apa. 
Kalau untuk seorang anak kecil bernama Muhammad bin Abdullah saya siap kasih segala-galanya, kenapa saya tidak mau kasih banyak juga untuk anak-anak yang lain, yang juga bernama Muhammad, yang juga dapat perasaan yatim yang pernah dirasakan oleh Nabi kita dulu? Kenapa mesti takut? Bukannya Allah itu MAHA KAYA, dan juga MAHA KUASA?
 
Kalau iya, kenapa kita selalu takut bahwa uang kita akan hilang? Kenapa cerita saya tentang 1 juta rupiah yang saya habiskan untuk sepatu bola dan tas (yang membuat anak yatim itu senyum terus sampai sekarang) dibilang boros, royal, berlebihan, atau terlalu mahal? Kalau diberikan kepada Muhammad bin Abdullah (yang hanya seorang anak yatim, dan belum menjadi Nabi Allah) apa komentar yang sama akan muncul dari mulut mereka juga? 
(Misalnya): Anda kasih anak onta yang mahal kepada Muhammad bin Abdullah? Buat apa? Dia hanya anak yatim! Kasih kuda jelek yang murah saja! Sudah cukup! Onta yang mahal buat kita. Dia tidak perlu. Dan jangan kasih kurma yang mahal dan lezat itu kepadanya. Kasih KFK (Kentucky Fried Kambing) saja. Sudah cukuplah. Jangan merepotkan diri. Buat apa? Si Muhammad itu hanya anak yatim. Dia tidak penting. Jangan habiskan uang untuk dia!
Apakah kita semua akan bicara seperti itu kalau bisa melihat orang baik hati yang mau memberikan sesuatu yang mahal kepada Muhammad bin Abdullah? 
Saya sudah sadar bahwa orang lain tidak bisa memahami saya. Tetapi saya merasa kasihan dengan orang itu yang tidak paham. Uang saya memang tinggal sedikit sekali pada saat ini, bahkan sampai saya belum pergi belanja ke Hero karena uang di tabungan tidak cukup untuk belanja. Tetapi saya tetap merasa tenang. Saya tidak merasa takut. Dan kalau disadari bahwa uang saya tinggal sedikit sekali, maka yang teringat setelah itu adalah senyumnya seorang anak yatim yang makin sedikit menangis karena masih rindu sekali dengan bapaknya. (Dan kemarin, dengan senyuman yang lebar, dia malah minta izin mentraktir saya makan, karena dia mengintip dan melihat jumlah uang yang tersisa di tabungan saat saya tarik uang di ATM). 
Dia bukan Muhammad bin Abdullah. Tetapi dia seorang anak yatim juga! Allah tidak memberikan kesempatan kepada saya untuk mengenal, memeluk dan menjaga seorang anak yatim bernama Muhammad bin Abdullah karena saya lahir jauh sesudah dia. Tetapi sebagai gantinya, maka atas nama Allah, saya masih bisa menjaga dan menghibur seorang Muhammad yang lain. Dan apapun yang terjadi besok, yang teringat adalah nikmatnya di muka anak itu pada saat saya beli makanan dan barang yang dia inginkan, dan membuat dia bahagia sekali. (Kemarin saya ajak dia nonton film karena sekolahnya libur. Sepanjang hari saya melihat dia senyum dan ketawa!)
 
Alangkah enaknya kalau kita bisa melakukan yang sama dengan Muhammad bin Abdullah, tetapi sudah tidak mungkin. Kenapa kita tidak berani melakukan yang sama untuk anak-anak yatim yang lain, seolah-olah kita sedang berhadapan dengan Muhammad bin Abdullah yang asli?  
Saya tidak punya banyak uang pada saat ini. Tetapi demi Allah saya sungguh merasa KASIHAN dengan orang yang punya deposito berisi ratusan milyar, yang hanya mau disimpan untuk diri sendiri saja. Dan kalau Allah menghendaki, besok saya juga bisa dapat milyaran rupiah, rumah, mobil, dan sebagainya. Tetapi selama ini, hampir semua orang menyalahkan saya dan suruh saya menghemat banyak uang untuk diri sendiri, untuk isi tabungan, beli rumah, mobil, dll. Selama 15 tahun menjadi seorang Muslim, saya tidak mendengarkan mereka, dan tetap menghabiskan uang saya setiap bulan untuk kepentingan orang Muslim yang lain. Ini pertama kali dalam 15 tahun saya mengalami masalah keuangan. Jadi buat saya, ini hanya sebuah cobaan kecil saja, yang insya Allah akan berlalu juga, dan saya akan kembali seperti dulu dengan memiliki banyak uang yang bisa digunakan untuk kepentingan ummat Islam.
Kalau mayoritas dari ummat Islam tidak paham saya, dan mau menyalahkan saya, atau bilang saya terlalu boros atau royal dengan anak yatim, silahkan saja. Saya tidak mencari “pembenaran” dari ummat Islam terhadap semua tindakan saya. Saya sudah dapat senyumnya seorang anak yatim kemarin, berkali-kali, ditambah banyak ketawa, pukul-pukulan, peluk-pelukan, dan saling bercanda dan menghibur satu sama lain seperti di antara saudara kandung.  Jadi buat saya itu jauh lebih nikmat daripada deposito berisi milyaran rupiah
Ada orang yang mau menjadi kaya sekali, dengan deposito yang besar, karena mereka mau dapat kenikmatan yang banyak untuk diri sendiri. Tetapi mereka tidak pernah akan dipeluk oleh deposito mereka. Saya lebih mau dipeluk oleh seorang anak yatim yang baik dan beriman kepada Allah, dan bayangkan kalau seandainya nama dia adalah Muhammad bin Abdullah, dan dia sayang betul kepada saya.

Rasulullah SAW bersabda, “Aku dan orang-orang yang mengasuh (menyantuni) anak yatim di surga seperti ini.” Kemudian beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah seraya sedikit merenggangkannya.
(HR. Bukhari).

Rasulullah SAW bersabda, “Demi yang mengutus aku dengan hak, Allah tidak akan menyiksa orang yang mengasihi dan menyayangi anak yatim, berbicara kepadanya dengan lembut dan mengasihi keyatiman serta kelemahannya…”
(HR. Ath-Thabrani).

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mengambil anak yatim dari kalangan Muslimin, dan memberinya makan dan minum, Allah akan memasukkannya ke surga, kecuali bila dia berbuat dosa besar yang tidak terampuni.”
(HR. Tirmidzi)

Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa meletakkan tangannya di atas kepala anak yatim dengan penuh kasih sayang, maka Allah akan menuliskan kebaikan pada setiap lembar rambut yang disentuh tangannya.”
(HR. Ahmad, Ath-Thabrani, Ibnu Hibban, Ibnu Abi Aufa)

Wabillahi taufik walhidayah,
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto

2 comments:

  1. Assalamualaikum Wr. Wb.

    Minta ijin untuk copy link pak Gene Netto.

    Wassalamu'allaikum Wr. Wb.
    Ardian

    ReplyDelete
  2. hadir untuk mengacungkan jempol....... :D

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...