Labels

alam (8) amal (100) anak (293) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (7) dakwah (84) dhuafa (18) for fun (12) Gene (218) guru (57) hadiths (10) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (53) indonesia (564) islam (546) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (351) kesehatan (96) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (48) my books (2) orang tua (7) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (497) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (10) pesantren (32) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (171) Sejarah (5) sekolah (74) shalat (7) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

27 November, 2012

Dokumenter Pendidikan: “The War on Kids”



Assalamu’alaikum wr.wb.,
Teman2, dari semua dokumenter tentang pendidikan yang pernah saya tonton, ini termasuk yang paling menarik. Sayangnya dalam bahasa Inggris tanpa teks. Tapi gaya bicara semua orang yang menjadi nara sumber tidak terlalu cepat, jadi kalau bisa berbahasa Inggris, coba saja nonton dulu.
Nanti kalau ada waktu, saya mau coba membuat beberapa poin dari setiap bagian sebagai kesimpulan, tapi akan membutuhkan waktu beberapa jam untuk nonton lagi dan ketik poin yang penting. Insya Allah bisa dikerjakan nanti.

Sebagai suatu kesimpulanan garis besar dulu, dalam dokumenter ini ditanyakan dari mana kita dapat konsep sekolah seperti yang sedang berjalan di manca negara. (Contoh yang diberikan di sini dari Amerika, tapi hampir tidak ada bedanya dengan seluruh dunia). Anak masuk sekolah untuk sekian jam, dan apa yang mereka alami di dalamnya tidak jauh beda dengan apa yang dialami oleh orang yang masuk penjara. Bahkan, di dalam penjara, napi bisa lebih bebas lagi, karena pikirannya tidak dikontrol oleh pihak luar, keadaan fisik saja yang dikontrol.

Anak dianggap bermasalah kalau tidak bisa duduk diam selama sekian jam, tanpa banyak bicara, tanpa berbeda pendapat dengan guru atau buku teks. Semua yang perlu diketahui akan diberikan kepada mereka, dan mereka terpaksa berpartisipasi dengan cara yang ditentukan benar oleh pihak sekolah dan pemerintah. Dari mana model sekolah seperti ini? Hasil riset? Sama sekali tidak. Sekolah diciptakan begitu saja ratusan tahun yang lalu, lalu di manca negara semua anak diwajibkan ikut, tanpa ada bukti sama sekali bahwa ini cara yang “terbaik” bagi manusia untuk belajar.

Tadi, satu hal yang membuat saya kaget adalah pertanyaan dari seorang guru yang terkenal karena berprestasi di Amerika (dipilih sebagai “Teacher of the Year”). Pada saat anak menjadi tertarik pada X di dalam kelas, dan sedang mendalami topik itu, bel berbunyi, dan mereka dipaksakan tinggalkan topik itu dan pindah kelas dalam hitungan beberapa minit. Kalau mereka sangat menikmati pelajaran itu dan mau diteruskan, malah dilarang. Lalu di kelas berikut, mereka harus mengubah cara berpikir, menjadi tertarik pada topik Y, bel berbunyi lagi, dan mereka dipaksakan tinggalkan hal itu dan pindah kelas lagi. Dan begitu seterusnya. Tidak ada kesempatan untuk meneruskan sesuatu yang menarik. Efek terhadap cara belajar mereka dan hasil dari belajarnya itu bagaimana? Lalu akhirnya bisa bebas, bisa pulang sekolah, dan dikasih PR untuk sekian jam. Apa PR terbukti lewat riset meningkatkan hasil akademis siswa? Ternyata tidak sama sekali. Jadi kenapa diberikan? Karena itu bagian dari sistem yang sudah berlaku. Ternyata, anak yang dikasih PR sekian jam, dan anak yang tidak dikasih PR sama sekali mencapi hasil yang sama dalam tes standar. Jadi? Buat apa dikasih terus?

Begitu saja kita mendidik setiap generasi. Kebanyakan manusia baru mulai merasa bahagia setelah selesai sekolah dan bisa pulang (setiap hari), atau pada saat dikasih liburan dari sekolah (masa libur), atau pada saat lulus dan menjadi “bebas” (dewasa). Tetapi setelah mengalami “gangguan” sekolah selama 12-13 tahun, apa mereka sudah bisa belajar secara independen, dan masih MAU belajar lagi saat menjadi dewasa? Kebanyakan tidak mau!!! Hanya sekian persen saja dari semua siswa benar2 menikmati masa sekolahnya, dan memang suka belajar dengan gaya tersebut (atau mungkin bisa dikatakan “sanggup beradaptasi”). Apa karena ada yang senang dan bisa berhasil secara automatis semua manusia yang lain wajib ikuti cara yang sama juga? Kenapa?

Efek terhadap masyarakat kita bagaimana? Dan kalau ada anak yang menjadi “bermasalah” di sekolah, maka ini sekarang selalu ditentukan sebagai masalah “mental” (anak harus diobati, atau dibawa ke psikolog), atau menjadi masalah “hukum” (anak dihitung sebagai kriminal dan diserahkan kepada polisi). Apakah mungkin ini sebuah EFEK dari sistem pendidikan kita yang tidak cocok bagi semua manusia, sehingga yang tidak tahan menjadi bermasalah? Siapa yang menentukan bahwa sistem inilah yang terbaik untuk masa depan masyarakat kita?

The War on Kids

Silahkan menyimak. Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene


1 comment:

  1. Assalamu'alaikum wrwb. Salam kenal. Tulisan Anda enak dibacanya, mudah dipahami. Semoga menjadi manfaat.

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...