Labels

alam (8) amal (101) anak (294) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (7) dakwah (84) dhuafa (20) for fun (12) Gene (218) guru (57) hadiths (10) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (53) indonesia (563) islam (544) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (351) kesehatan (98) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (41) muallaf (48) my books (2) orang tua (6) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (497) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (10) pesantren (32) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (61) puasa (38) renungan (170) Sejarah (5) sekolah (74) shalat (7) sosial (323) tanya-jawab (14) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

16 November, 2013

Siswa “Monster” Yang Berubah Cepat Lewat Diskusi

Assalamu’alaikum wr.wb. Dulu saya mengajar di sekolah negeri SMP-SMA di Brisbane, Australia. Saya masih muda, sangat idealis dan masih belajar tentang pendidikan dan psikologi anak. Di hari pertama, saya diberitahu akan dapat kelas 8-F. Banyak guru langsung teriak, karena di kelas itu ada Luke! Katanya, Luke sering ditangkap polisi. Dia pernah coba membakar gedung sekolah, menyerang guru, berkelahi di kelas, dll. Setiap hari dia dikeluarkan dari setiap kelas dan dikirim ke ruangan kepala sekolah.

Para guru senior mulai menggambarkan sosok sebuah monster, dengan tanduk, mata merah, dan taring yang tajam. Tidak ada siswa yang lebih buruk katanya. Mereka berharap saya akan selamat kl harus mengajar Luke. Saya berusaha meyakinkan diri bisa mengajar sebuah monster seperti itu. Di kelas, saya panggil nama “Luke” lalu dapat kejutan. Mukanya sangat manis dan harus dikatakan ganteng. Ini si monster?

Saya mulai mengajar. Lima menit kemudian, ada anak yang mengejek Luke jadi dia berdiri dan menyerang. Saya tahan Luke dan suruh dia duduk. Guru senior yang awasi saya diam saja. Saya tegor anak yang menghina Luke dan berdiri dekat anak itu. Luke juga duduk dan kerjakan tugas tanpa masalah lagi. Ternyata, Luke hanya bertindak setelah dihina anak lain. Anehnya, guru2 senior salahkan Luke karena menyerang, tetapi biarkan anak itu menghina Luke.

Sore itu, Luke berdiri di luar ruang guru. Saya mulai berpikir. Di dalam kuliah psikologi pendidikan, anak seperti ini dibahas. Ada banyak cara di dalam buku teks psikologi untuk bantu dia. Apa bisa saya praktekkan dengan Luke? Saya coba ajak dia diskusi. Tujuan hidup Luke apa? Katanya mau jadi pilot. Tapi saya bilang, kl nakal terus, nanti bisa masuk penjara. Jadi saya suruh dia pilih yang lebih utama. Penjara atau pilot. Dia bilang ingin pilih menjadi pilot.

Saya jelaskan, anak-anak lain di kelas itu sengaja mengejek Luke sebagai “permainan”. Penghinaan mereka itu ibaratnya “perintah menyerang” dan Luke selalu taat dan membuat mereka ketawa setelah dia kena hukuman. Jadi Luke harus belajar untuk mengabaikan mereka. Yang penting hanya pendapat Luke tentang diri sendiri, bukan pendapat dari orang jelek. Dia bilang semua orang pasti marah kalau diejek. Saya keluarkan 20 dolar (sekitar 200 ribu rupiah). Saya bilang “Coba menghina saya, dan kalau saya jadi emosi, kamu menang uang ini.”

Dia mulai ucapkan kata-kata kasar, sampai kehabisan kata dan saya masih senyum. Dia bingung. Kok bisa? Saya jelaskan, menjadi marah adalah pilihan kita. Saya yakin bahwa saya orang yang baik, jadi saya tidak peduli pada pendapat dia. Dan Luke juga bisa sama. Tidak perlu menjadi marah.

Saya ajak dia coba berdua dengan saya, dengan cara saling menghina. Saya mulai menghina dia, dan dia balas menghina saya juga. Setelah 5 menit kami kehabisan kata dan mulai ketawa berdua. Saya bilang, sudah terbukti. Luke juga bisa menahan diri dan tidak menjadi marah.

Besok, kl ada yang menghina Luke di kelas, saya janji akan hentikan “serangan” mereka itu, dan melindungi Luke. Dia kaget. Kok ada guru yang mau “melindungi” dia? Saya bilang saya akan selalu melindungi dia karena dia siswa saya. Dia diam, seakan-akan belum pernah dapat kepedulian seperti itu dari orang dewasa. Saya bilang dia harus percaya pada saya, tidak menyerang orang lain, dan saya akan melindungi dia. Besok ada siswa yang menghina Luke, dan saya langsung tegur dan suruh minta maaf. Luke tidak gerak.

Besoknya, saya ajak Luke diskusi lagi. Kalau mau jadi pilot, harus dapat nilai A terus. Dia bilang tidak mungkin dapat A karena selalu dapat D dan E di rapor. Saya ingat pelajaran dari dosen psikologi. Saya tawarkan A saat itu juga, dan Luke hanya perlu “menjaganya” dengan tidak berbuat salah. Saya ambil rapor Luke dari laci, dan menulis A di depan matanya. Kalau dia berkelahi, nilai itu akan turun, tapi kalau dia kembali baik, naik lagi menjadi A. Nilai A itu sudah menjadi hak milik dia, dan hanya perlu dijaga setiap minggu dengan akhlak yang baik.

Dalam rapat guru minggu itu, kepala sekolah bertanya apakah Luke sakit, karena dia sudah seminggu tidak ketemu Luke. Padahal biasanya ketemu setiap hari. Sepuluh guru langsung tunjuk kepada saya. Kepala sekolah bingung dan bertanya, “Apa yang kamu lakukan pada Luke?” Saya jelaskan isi dari diskusi saya dengan Luke, dan teori psikologi anak yang sedang digunakan. Saya jelaskan cara saya fokuskan pikirannya ke masa depan ingin menjadi pilot, dan cara memilih yang terbaik sekarang. Kepala sekolah mengatakan, “Bagus sekali Gene, tolong diteruskan!” Saya kaget. Masih guru muda, dan tiba-tiba dapat pujian di depan 60 guru senior.

Total waktu saya yang habis untuk diskusi dengan Luke mungkin hanya 15 jam saja. Masalah utama dia sebenarnya ada di rumah. Orang tuanya tidak ingin punya anak. Bapak sering hajar dia. Ibu sering menghina dia dan bilang bahwa dia tidak diinginkan. Jadi Luke belum biasa merasakan kasih sayang, perhatian dan perlindungan dari orang dewasa dan itu sebabnya dia menjadi liar di sekolah.

Setelah saya pindah ke Indonesia tahun 1995, di zaman sebelum ada HP, email dan internet, saya tidak pernah dapat kabar lagi tentang Luke, jadi tidak tahu kalau apa dia menjadi pilot atau masuk penjara. Tapi saya masih ingat pada dia. Mungkin dia merasa dapat “pelajaran” dari saya, tapi saya malah bersyukur sekali karena dia menjadi pelajaran yang paling penting dalam kehidupan saya sebagai seorang guru.

Semua anak yang “nakal” bisa berubah. Anak “monster” bisa berubah. Terserah kita yang menjadi guru, orang tua, saudara dan tetangga. Apa kita mau datang kepada anak bermasalah sebagai teman dan tawarkan bantuan, nasehat, perlindungan, dan kasih sayang? Kalau kita siap menolong mereka dengan sungguh-sungguh, insya Allah anak yang sangat nakal bisa berubah sebelum menjadi orang yang merusak komunitasnya sendiri.

Ini kisah nyata yang saya alami sendiri. Saya masih ingat dengan tajam sampai sekarang pengalaman saya ketemu dengan Luke. Semoga kisah ini bermanfaat bagi teman-teman guru dan orang tua yang peduli pada masa depan anak Indonesia.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
-Gene Netto

11 comments:

  1. Subhanallah. Inspiratif! Sangat-sangat menyentuh. Bagus sekali, Pak Gene. Smg bs menginspirasi sy untuk memperlakukan peserta didik sebagaimana sy ingin diperlakukan. Ijin share, Pak. Trm ksh

    ReplyDelete
  2. sampai terharu membaca ini..semoga kita semua bisa berjiwa besar untuk tidak langsung menghakimi, menelusuri informasi yang diterima dan memastikan kebenarannya, juga mencari tau lebih jauh, apa yg jadi penyebab masalah. Trima kasih sharing yang bagus, pak Gene

    ReplyDelete
  3. Inspiratif sekali Pak Netto !! Seperti petikan kisah dari novel.. Semoga kita bisa mengambil banyak pelajaran dari kisah ini..... Izin share ya pak.. :D

    ReplyDelete
  4. Luar biasa. Suatu pelajaran dalam psikologi anak yang sangat hebat. Observasi secara mendalam dan bertindak dengan netral.

    ReplyDelete
  5. inspiratif Pak netto..
    mengingatkan kita semua sebagai pendidik..
    saya jadi penasaran kabar luke sekarang .. :)

    ReplyDelete
  6. Wah, artikel yang menginspirasi. saya sebagai guru muda yang mengajar di sekolah swasta dan sekarang sedang masa peralihan/adaptasi, sungguh suka membaca artikel2 mengenai cara mengatasi kenakalan anak. Beberapa waktu lalu saya juga mendapat blog dari Malaysia yg membahas hal tersebut, mungkin bisa dibaca di blog saya : http://guratpenasederhana.blogspot.com/2013/11/pelajar-nakal-sebaiknya-diapakan.html

    ReplyDelete
  7. Luar biasa, menginspirasi! ijin share Pak Netto. Salam kenal http://ustazqoim.guru-indonesia.net/

    ReplyDelete
  8. Terima kasih Mr. Netto..... cocok dengan nama anda Netto artinya adalah bersih...good..... jadi guru harus berpikiran bersih terhadap anak didiknya.....
    Salam kenal dari saya alysuwarto .....http://editfotoyuk.blogspot.com/

    ReplyDelete
  9. Benar-benar inspirasi menuju guru profesioal. Ijin share...

    ReplyDelete
  10. rasanya sprti baca serial chiken soup, menyentuh sekali

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...