Labels

alam (8) amal (101) anak (294) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (7) dakwah (84) dhuafa (20) for fun (12) Gene (218) guru (57) hadiths (10) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (53) indonesia (563) islam (544) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (351) kesehatan (98) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (41) muallaf (48) my books (2) orang tua (6) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (497) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (10) pesantren (32) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (61) puasa (38) renungan (170) Sejarah (5) sekolah (74) shalat (7) sosial (323) tanya-jawab (14) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

18 September, 2007

Mohon Bantuan: Ustadz Dibutuhkan di Batak Toba

Assalamu’alaikum wr.wb.,

Mohon bantuan dari saudara2. Tolong sebarkan email ini kepada siapa saja yang kira-kira bisa membantu dengan cara mengirim ustdaz atau da’i ke daerah tersebut.

Tolong forward email ini kepada teman2 di Dewan Dakwah, Ikatan Dai Indonesia, Dewan Masjid, Muhamadiyah, Nahdlatul Ulama, dan lain-lain. Minta bantuan dari mereka untuk mencari tahu situasi di daerah ini dan mengirim ustdaz ke sana kalau bisa.

Terima kasih.

Email ini diterima di milis mualafindonesia@yahoogroups.com pada tanggal 17 September 2007.

Wassalamu’alaikum wr.wb.,

Gene Netto

**********************
Assalamu’alaikum wr.wb.,

nama saya eduward bangun. asli batak karo.
saya ingin saran agar dikirim para ustadz ke daerah2
batak toba dan karo yg islamnya sangat minim
sekali.banyak mereka ingin masuk islam tapi ngga tau
belajar sama siapa. beda dengan nasrani yang banyak
sekali penginjil disana lengkap dengan akomodasinya.
saya berharap ada teman2 yang mau menyiarkan agama
islam di pedalaman batak khususnya batak toba dan
karo.
Wassalam,

edo edward

Email: edo4676@yahoo.co.id

**********************

17 September, 2007

Lemak Babi dalam Obat dan Kosmetik

Ditulis oleh rizki

Friday, 14 September 2007

Lemak Babi dalam Obat dan Kosmetik

LPPOM MUI Minta Ketegasan Ulama

Sudah menjadi rahasia umum, lemak babi digunakan dalam bahan kosmetik. Padahal, bahan-bahan yang haram dalam Islam ini hanya boleh dipakai jika dalam keadaan darurat.

"Persepsi masyarakat selama ini kan menggunakan obat-obatan dan kosmetik yang mengandung barang haram tidak apa-apa karena alasannya darurat. Tapi, sejauh mana tingkat kedaruratannya," ucap Dewan Pakar Lembaga Pengkajian Pangan dan Obat-Obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI Nadratuzzaman, di Masjid Istoqlal, Jalan Taman Wijaya Kusuma, Jakarta Pusat, Selasa (13/3/2007).

Kekhawatiran LPPOM MUI ini mencuat karena banyak obat-obatan untuk kesehatan yang beredar, baik lokal maupun produksi luar negeri, tidak meminta rekomendasi dahulu. Bahkan, dari 120 perusahaan obat-obatan yang mendaftar ke LPPOM MUI, hanya lima perusahaan yang meminta rekomendasi.

Lebih lanjut, MUI melalui LPPOM akan menyelenggarakan seminar nasional tentang kehalalan obat dan kosmetika. Seminar tersebut akan dilangsungkan pada 17 April 2007 oleh MUI bekerja sama dengan Badan POM.

"Dalam seminar nanti, MUI akan meminta ketegasan para peserta ulama untuk mengetahui sejauh mana tingkat diperbolehkannya obat-obatan yang dikonsumsi, seperti penggunaan hormon, enzim, dan lemak babi yang sudah umum dipakai dalam obat dan kosmetika" urainya.

Selain babi, penggunaan dan pemanfaatan hewan lain seperti kera, juga digunakan untuk membuat vaksin. Tidak hanya hewan, bagian tubuh manusia, misalnya janin yang diaborsi, juga dijadikan bahan dalam proses pembuatan vaksin.

Jika penggunaan bahan haram tersebut sudah lama menjadi rahasia umum, lantas kenapa baru sekarang dipersoalkan?

"Bukan begitu. Tidak semua perusahaan meminta rekomendasi dari kita. Dari 120 perusahaan, hanya lima perusahaan yang minta rekomendasi dari MUI, itupun cuma produk-produk tertentu saja," kilah Nadratuzzaman.(ang)

Sumber: Halal Guide

(Dari Gene) :

Pertanyaan saya adalah kenapa Indonesia sebagai negara dengan jumlah orang Muslim tertinggi di dunia tidak punya industri kosmetik halal yang besar?

Mencari makanan yang halal pun di sini tidak mudah. Coba perhatikan kalau makan di sebuah rumah makan, kafe atau kantin. Apakah ada kepastian halal? Apakah ada sertifikat? Berapa banyak produk di negara ini yang tidak halal karena ummat Islam tidak peduli atau tidak berprotes?

Kenapa tidak ada pengusaha di Indonesia yang ingin mengambil untungnya, sehingga orang lain dipersilahkan mengambilnya.

Coba lihat ini dari Malaysia. Insya Allah masa depan untuk produk halal sangat besar. Semoga pengusaha Indonesia yang beriman tidak akan kalah meraih keuntungan yang halal dari penjualan produk halal.

Halal Cosmetics, Toiletries

15 September, 2007

Sekolah Bilingual (Dwibahasa) Ibarat Pisau Bermata Dua


Assalamu'alaikum wr.wb.,

Ini artikel yang masuk Majalah Intisari, Bulan Juli 2007, halaman 160-166. Saya carikan di Intisari online, tapi tidak ketemu. Saya tidak tahu kenapa, tapi ada di situs Simpatizone.Telkomsel.

Semoga bermanfaat.

Wassalamu’alaikum wr.wb.,

Sekolah Bilingual (Dwibahasa) Ibarat Pisau Bermata Dua

Sudah lama Rusdi (34) - identitas disamarkan - merasa gerah. Guru matematika kelas reguler ini geleng kepala menyaksikan perilaku guru ekspat yang mengajar di kelas internasional sekolahnya. "Ekspat yang mengajar di kelas dwibahasa tidak kapabel. Masak bukan lulusan biologi mengajar biologi?" keluh alumnus Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta ini. Yang bikin geram Rusdi, "Gaji kami hanya sepersepuluh mereka," kesal ayah seorang anak ini.

Hal ini lantaran sekolah mengejar komposisi 60% pengajar ekspat dan 40% guru lokal. Nah, berhubung menggaji guru ekspat yang benar muaahalll, sekolah Rusdi - dan juga beberapa sekolah internasional lainnya di Jakarta - asal saja merekrut orang bule. Asal mau dibayar murah, meski masih jauh di atas guru lokal.

Masih kata Rusdi, tak jarang mereka ambil turis yang kebetulan sedang melancong ke Indonesia dan kehabisan uang. Atau juga dicomot dari kursus-kursus bahasa Inggris. Bahkan, "Ada juga yang diambil dari Jalan Jaksa." Jalan Jaksa merupakan kawasan penginapan murah bagi bule di Jakarta.

Pengajar kurang kompeten

Gene Netto (37) manggut-manggut. Pria kelahiran Nelson, Selandia Baru, ini mengiyakan Rusdi. Ditemui terpisah, alumnus Graduate Diploma of Education Griffith University, Brisbane, Australia, yang berpengalaman sepuluh tahun mengajar di sekolah swasta, les privat, kursus bahasa Inggris, dan pelatihan karyawan ini ikut prihatin.

Ia mengakui, menjamurnya kelas dwibahasa di sini semata karena banyaknya peminat. Alhasil, kepentingan bisnis lebih mengemuka. Pihak sekolah berupaya keras menghadirkan tenaga pengajar ekspat, agar orangtua teryakini bahwa anaknya memasuki sekolah internasional. Gene menantang, "Jika diteliti CV-nya, dari seratus guru bule, mungkin hanya seorang yang punya kualifikasi sebagai guru bahasa asing."

Dengan gemas pemilik gelar Bachelor of Arts untuk Language and History (guru bahasa dan sejarah) ini berkisah pernah bertemu seorang guru ekspat yang tidak lulus kuliah dan profesinya di AS adalah disc-jockey di diskotik. Bahkan, seorang yang hanya lulusan SMA di Amrik, di sini jadi guru TOEFL.

Awalnya, sekolah dwibahasa memberi kemampuan kepada anak berbahasa dalam dua bahasa sambil memahami dua budaya. Gene memberi contoh Kanada yang memiliki puluhan ribu sekolah dwibahasa karena di sana ada dua budaya, yakni Inggris dan Prancis. Ada dua sistem yang dipakai, full immersion yang menenggelamkan siswa ke dalam bahasa asing sepanjang hari dan semi-immersion yang lebih banyak menggunakan bahasa ibu. Untuk yang semi ada tiga variasi, early immersion, middle immersion, dan late immersion, dengan perbandingan antara bahasa ibu dan bahasa asing masing-masing 20 : 80, 50 : 50, dan 80 : 20.

Di kelas early immersion, mulai kelas 2 ke atas, disiapkan program language arts untuk bahasa ibu. Anak mulai belajar membaca dan menulis dalam bahasa asing, sebelum kemudian bahasa ibu. Walau kemampuan akademisnya lambat, namun kelak akan setara dengan anak reguler.

Di kelas 5 dan 6, kemungkinan kelas yang menggunakan bahasa asing tinggal 50%, terus sampai SMA pelajaran dalam bahasa asing tinggal 20%. Jadi, anak yang memakai bahasa asing sejak TK, akan berubah menggunakan bahasa ibu untuk sebagian besar pelajaran di SMP dan SMA.

Pada kelas late immersion sebaliknya, anak berbahasa ibu sampai kelas 6 - 8 dengan bahasa asing hanya 20%, dan di tahun terakhir SMA penggunaan bahasanya 50 : 50, atau bisa 80% bahasa asing dan 20% bahasa ibu. Jika siswa mengalami kesulitan belajar bahasa asing, maka ia mendapat bantuan khusus atau pindah kelas. Cuma, kalau diterapkan di sini, Gene khawatir, orangtuanya protes. Sebab, mereka sudah membayar uang pangkal sekolah puluhan juta rupiah dan tak bisa dikembalikan.

Penyiksaan mental

Di mata Gene, sistem di Indonesia berbeda dengan di luar negeri. Misalnya, di TK bahasa asing digunakan sebanyak mungkin tapi bahasa ibu digunakan juga, berarti semi immersion. Masuk SD, bahasa asing jadi bahasa utama, tapi tak ditentukan untuk pelajaran mana sehingga penggunaannya diacak. Naik ke SMP dan SMA, mungkin semua pelajaran dalam bahasa asing minus pelajaran bahasa Indonesia, mendekati model Sekolah Internasional. "Katakanlah ini model sekolah dwibahasa baru, tapi tak ada riset yang membuktikan dampak baik atau buruknya," cetus anggota perguruan silat Bunga Karang ini.

Bagaimana nasib bahasa ibu pada siswa dwibahasa? Gene menengarai, pasti ada kesenjangan sosialisasi dengan keluarga besarnya. Bisa jadi ia menganggap rendah bahasa dan budaya orangtuanya, karena sedari TK dicekoki bahasa asing.

Apa yang terjadi di kelas, tak semua orangtua mengetahuinya. Tak sedikit anak yang stres karena dipaksa mengerti bahasa asing. Ia selalu lambat dalam mengerjakan tugas, sehingga guru ekspat memberinya cap pemalas. Rupanya, ia kurang paham apa yang dijelaskan guru dalam bahasa asing. Ia merasa tertekan.

Untuk bisa berkomunikasi di kelas, si anak harus berusaha mengerti "peraturan bahasa" untuk bisa membentuk kalimat sendiri dan memahami kalimat orang lain. Jika ia belum berhasil pada proses ini, sementara bahasa ibu tak boleh digunakan, dampaknya cukup negatif bagi si anak.

Yang menyedihkan, jika si native speaker bukan orang dari dunia pendidikan dan asal bule. Alhasil, ia menggunakan bahasa yang terlalu rumit bagi anak, tidak disesuaikan dengan kemampuan anak memahaminya. Maka yang didengar anak adalah serangkaian suara berisik yang di tengah-tengahnya ada beberapa kosa kata yang bisa ditangkap. "Berarti sebagian besar yang diucapkan guru adalah sia-sia, tidak membangun kemampuan si anak, apalagi mengembangkan ilmu akademisnya dan cara berpikir yang makin dewasa," tuding Gene.

Bila siswa tak mengerti apa yang diucapkan gurunya, bagaimana ia bisa memahami ilmu matematika yang tengah diajarkan gurunya? "Bukankah itu bentuk penyiksaan mental dan emosional terhadap anak?" ujar lajang bershio anjing ini.

Nasib murid bilingual

Di kemudian hari, andai murid sekolah dwibahasa tidak kuliah di luar negeri, melainkan kuliah di dalam negeri, sanggupkah ia mengikuti perkuliahan dalam bahasa ibu? Sanggupkah ia bersaing dengan mereka yang dari SMA reguler? Sebab, mengerti sebagian dari bahasa Inggris sangat berbeda dengan sanggup menguasai ilmu akademis dalam bahasa Inggris, seperti yang dialami siswa dwibahasa.

Gene memberi misal, kemampuan bahasa Inggris seorang siswa 70%, diberi buku teks ekonomi dalam bahasa Inggris maka ia hanya memahami 70% dari isi buku, lalu menulis paper dengan kebenaran juga cuma 70%. Berbeda dengan siswa yang belajar ekonomi dalam bahasa ibu, setidaknya ia mampu menguasai 98% ilmu ekonomi.

Pria berbintang Taurus ini mengingatkan agar berhati-hati jika ingin menerapkan program baru untuk siswa. Lebih baik hati-hati daripada ambil risiko. Pertimbangkan 10 kali akan hasilnya, pikirkan pula hasil buruknya, konsultasi pada ahlinya, buat desain kurikulum, lakukan berkali-kali. Jika program kurang berhasil, hentikan dulu, dianalisis lagi, tanyakan lagi ahlinya, mungkin programnya bagus tapi penerapannya salah atau murid belum siap. "Bila kita melakukan kesalahan dalam pendidikan, kita tak bisa melihat langsung hasilnya, butuh waktu bertahun-tahun, dan kita tak bisa memundurkan waktu untuk memperbaikinya."

Dari seorang teman, Gene mendapat informasi, dalam suatu pertemuan antar-pengusaha terlontar bahwa bisnis yang paling menguntungkan adalah bisnis pendidikan, termasuk franchise sekolah. Tak pernah merugi, pasti untung, cepat mencapai break event point, titik impas. Masalah kualitas pendidikan? Gene angkat bahu.

Jika di kemudian hari terjadi kegagalan pendidikan, tak pernah ada sekolah yang minta maaf pada orangtua karena kesalahan guru dalam mengajar, atau kurikulum yang tidak stabil, atau guru kurang profesional. "Yang disalahkan pasti orangtua karena suasana rumah dituduh kurang kondusif, atau malah si anak disarankan diperiksa kemungkinan menderita autis, dan sebagainya." Kesalahkaprahan ini harus dihentikan. "Hanya pemerintah yang bisa melakukan, karena pemerintahlah yang memberi izin," tutup Gene geram.

(Dharnoto)

Teliti Membeli Pendidikan

Gene mengajak orangtua bersikap kritis:

1. Pelajarilah program dwibahasa, standarnya seperti apa. Informasi itu bisa dicari di internet.

2. Ajak beberapa orangtua lain untuk minta melihat kurikulum sekolah itu.

3. Jangan malu minta diperlihatkan CV semua guru, baik lokal maupun ekspat, terutama yang mengajar di kelas anak Anda.

4. Pantau dan analisis keadaan di kelas anak Anda. Jika terlihat penurunan nilai di suatu pelajaran, minta penjelasan pada guru, dan apa yang bisa dilakukan orangtua di rumah.

5. Perhatikan, apakah sang guru bersikap terbuka, mau menerima keluhan dan saran orangtua serta mau diajak berdiskusi.

6. Bila ada kegiatan sekolah yang meminta donasi orangtua, mintalah budget-nya untuk dipelajari.

7. Ajak orangtua lain membahas keadaan sekolah. Boleh juga membentuk asosiasi sendiri di luar Komite Sekolah. Keluhan bisa disampaikan langsung ke kepala sekolah, lisan atau tertulis.

8. Jika memungkinkan, dorong terbentuknya serikat guru di sekolah yang bisa memberi masukan terhadap kebijakan sekolah yang merugikan anak didik.

Terkendali Tapi Aktif

Elham Golfam sudah 15 tahun tinggal di Indonesia. Ibu guru lulusan Washington International University, AS, jurusan Education (Pendidikan) ini baru tiga tahun mengajar di Sekolah Mentari, Jakarta Selatan. Didirikan delapan tahun lalu, sekolah ini terdiri atas SD dan SMP, dengan dua pilihan, yakni kelas reguler dengan bahasa Indonesia lebih intensif, dan kelas internasional dengan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar.

Bersama ibu tiga anak ini, ada sekitar 15 orang ekspat mengajar di sini. Pihak sekolah melakukan tes terhadap calon pengajar, antara lain observasi cara mengajar di kelas dengan materi yang dipilih sekolah. Adapun kurikulum yang dipakai, "Kombinasi antara kurikulum nasional dan kurikulum internasional dari Inggris, yang dimodifikasi atau dikembangkan tim pengajar," tambah Ny. Trianto ini.

Elham sendiri mengajar di kelas 3 SD, dengan 24 murid di kelasnya. Ia memberi semua pelajaran, kecuali olahraga, kesenian, musik, komputer, dan bahasa Indonesia, yang ditangani guru khusus. Dikatakan, semua guru ekspat menyampaikan pelajaran dalam bahasa Inggris, dan di dalam kelas siswa berinteraksi juga dalam bahasa Inggris. Secara umum, siswa tak menemui kesulitan dalam menyerap materi pelajaran, kecuali beberapa orang yang perlu bantuan lebih. Sedangkan suasana dalam kelas, "Terkendali tapi aktif," tutup wanita berusia 39 tahun ini.

Sumber: Simpatizone.Telkomsel

13 September, 2007

Re Perda Yang Melarang Pengemis 2

Assalamu’alaikum wr.wb.,

Ini jawaban dari seorang teman di milis mualaf Indonesia mengenai perda yang melarang pengemis. Saya paling suka bagian ini:

****

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. QS107:1-3

Allah bertanya dan berbicara kpd siapa??? Saya, kalian, pemimpin2 itu!

Bisakah saya atau kalian menjawab pertanyaan itu???
Tidak bergetarkah hati kita mendengar pertanyaan dari Yang Maha Penyantun???
Tidak malukah kita…

****

Kalau kita berfikir, para pejabat di negara ini tidak takut pada Allah (menurut saya). Hati mereka hanya bergetar untuk satu asalan:

ADA TELFON DARI KPK!

Selain dari alasan itu, mereka tidak takut.

Masyarakat di DKI angkat Fauzi Bowo sebagai pemimpin (di tengah-tengah banyak isu money politics, penyimpangan dalam registrasi pemilu, dsb), lalu Jakarta kena gempa bumi. Ada pula beberapa Jenderal yang mengaku telah menyogok pemimpin partai agar bisa menjadi cagub. Setelah semua partai memilih Fauzi, para jenderal itu minta uangnya dikembalikan (hal ini dilaporkan di koran). Berarti pencalonan ditentukan uang, dan bukan kemuliaan atau ketaatan pada agama Allah. Bukannya gempa bumi itu tanda bagi kita?

Pemda DKI (yang mengikuti kebijakan Pemda Medan) membuat perda yang melarang orang miskin mencari nafkah hidup, lalu Bengkulu kena gempa bumi, dengan rasa takut akan terjadi tsunami. Bukannya gempa bumi itu tanda bagi kita?

Kapan ummat Islam di negara ini akan kembali sadar bahwa Allah yang Maha Kuasa, dan Dia sudah menentukan agama yang paling benar untuk kita? Cukup kita mengikuti saja. Makin jauh kita dari agama Allah dan makin jauh dari contoh Nabi (yang dekat dan sayang pada anak yatim dan fakir miskin), makin banyak musibah yang menimpa negara ini. Kapan rakyat akan sadar? Kapan rakyat akan mulai berprotes terhadap pejabat-pejabat yang dzhalim? Kapan negara ini akan menjadi negara yang menuruti perintah Allah?

Kalau orang dewasa di sini tidak sanggup menjalankan perintah Allah (selain sholat dan puasa) bagaimana kita bisa mengajarkan ketakwaan kepada generasi mendatang?

Wassalamu’alaikum wr.wb.,

The Shock Doctrine: The Rise of Disaster Capitalism

(Maaf, buku ini dijelaskan dalam bahasa Inggris ya).


The Shock Doctrine: The Rise of Disaster Capitalism

By Naomi Klein

This new book looks incredible. It describes how economist Milton Friedman produced a new way of increasing capitalism globally, using profit and the free market to alter society for the benefit of capitalism, by using “shock therapy”. Friedman’s dream is that profit and the market should be the only underlying forces that control our lives.

Author Naomi Klein in her new book “The Shock Doctrine” presents information that many of our current global situations are caused by the use of “shock’ to force the public to accept a capitalist agenda which will definitely make the rich even richer, but may not do much for the very poor. Wars, coups, natural disasters can all be used to make sudden capitalist reforms before the public has time to understand what is being done to them. In other words, immediately after a violent public shock (such as September 11) the government in that country will suddenly introduce new policies which flavor capitalism, profit and the free market. These same policies would not be accepted by the people under ordinary conditions. So the “shock doctrine” gives the government the perfect opportunity to make unpopular changes that benefit the free market and capitalism and the people are unable to do anything to stop it.

**********

(from the website)

In THE SHOCK DOCTRINE, Naomi Klein explodes the myth that the global free market triumphed democratically. Exposing the thinking, the money trail and the puppet strings behind the world-changing crises and wars of the last four decades, The Shock Doctrine is the gripping story of how America’s “free market” policies have come to dominate the world-- through the exploitation of disaster-shocked people and countries.

At the most chaotic juncture in Iraq’s civil war, a new law is unveiled that would allow Shell and BP to claim the country’s vast oil reserves…. Immediately following September 11, the Bush Administration quietly out-sources the running of the “War on Terror” to Halliburton and Blackwater…. After a tsunami wipes out the coasts of Southeast Asia, the pristine beaches are auctioned off to tourist resorts.... New Orleans’s residents, scattered from Hurricane Katrina, discover that their public housing, hospitals and schools will never be reopened…. These events are examples of “the shock doctrine”: using the public’s disorientation following massive collective shocks – wars, terrorist attacks, or natural disasters -- to achieve control by imposing economic shock therapy. Sometimes, when the first two shocks don’t succeed in wiping out resistance, a third shock is employed: the electrode in the prison cell or the Taser gun on the streets.

Based on breakthrough historical research and four years of on-the-ground reporting in disaster zones, The Shock Doctrine vividly shows how disaster capitalism – the rapid-fire corporate reengineering of societies still reeling from shock – did not begin with September 11, 2001. The book traces its origins back fifty years, to the University of Chicago under Milton Friedman, which produced many of the leading neo-conservative and neo-liberal thinkers whose influence is still profound in Washington today. New, surprising connections are drawn between economic policy, “shock and awe” warfare and covert CIA-funded experiments in electroshock and sensory deprivation in the 1950s, research that helped write the torture manuals used today in Guantanamo Bay.

The Shock Doctrine follows the application of these ideas though our contemporary history, showing in riveting detail how well-known events of the recent past have been deliberate, active theatres for the shock doctrine, among them: Pinochet’s coup in Chile in 1973, the Falklands War in 1982, the Tiananmen Square Massacre in 1989, the collapse of the Soviet Union in 1991, the Asian Financial crisis in 1997 and Hurricane Mitch in 1998.

Below are some basic facts from the short film that was made to promote the book.


Fast Facts, Shocks and their Aftermath from the Shock Doctrine Short Film

http://www.naomiklein.org/shock-doctrine/fast-facts

Chile, 1973

  • 50,000 tortured
  • 80,000 imprisoned
  • Public spending cut by 50%
  • Incomes for the rich up 83%
  • 45% of population in poverty

Wars – Falklands War, 1982

  • 910 people die
  • Thatcher's popularity doubles
  • She privatizes gas, steel, airlines, telephones
  • She declares war on unions
  • Thousands are injured
  • Unemployment triples
  • Number of poor increases by 100%

Massacres

  • China 1989 – hundreds killed
  • Thousands jailed and tortured
  • China becomes sweatshop to the world
  • China embraces "free market" capitalism
  • Factory wages: $1/day

Russia, 1993

  • Yeltsin attacks parliament
  • Hundreds killed
  • Parliament burned
  • Opposition arrested
  • 72 million impoverished
  • 17 new billionaires created

Terrorist Attacks – New York, 2001

  • Attacks launch "War on Terror." It is privatized.
  • US spy agencies outsource 70% of their budgets
  • Pentagon increases budget for contractors by $137 billion/year
  • Department of Homeland Security spends $130 billion on private contractors

Invasions – Iraq, 2003

  • The most privatized war in modern history
  • US decrees 200 state companies will be privatized
  • Hundreds of thousands killed
  • 4 million displaced

Natural Disasters – Sri Lanka, 2004

  • 35,000 dead
  • Coastline handed over to hotels and industry
  • Nearly 1 million displaced
  • Fishing people forbidden to rebuild homes by the sea

The Shock Doctrine
By Naomi Klein

The short film (made to promote the book) is available online here: http://www.truthout.org/docs_2006/090807A.shtml

As well as an excerpt from the book.

One excerpt from the book:

In one of his most influential essays, Friedman articulated contemporary capitalism's core tactical nostrum, what I have come to understand as "the shock doctrine". He observed that "only a crisis - actual or perceived - produces real change". When that crisis occurs, the actions taken depend on the ideas that are lying around. Some people stockpile canned goods and water in preparation for major disasters; Friedmanites stockpile free-market ideas. And once a crisis has struck, the University of Chicago professor was convinced that it was crucial to act swiftly, to impose rapid and irreversible change before the crisis-racked society slipped back into the "tyranny of the status quo". A variation on Machiavelli's advice that "injuries" should be inflicted "all at once", this is one of Friedman's most lasting legacies.

Friedman first learned how to exploit a shock or crisis in the mid-70s, when he advised the dictator General Augusto Pinochet. Not only were Chileans in a state of shock after Pinochet's violent coup, but the country was also traumatised by hyperinflation. Friedman advised Pinochet to impose a rapid-fire transformation of the economy - tax cuts, free trade, privatised services, cuts to social spending and deregulation.

It was the most extreme capitalist makeover ever attempted anywhere, and it became known as a "Chicago School" revolution, as so many of Pinochet's economists had studied under Friedman there. Friedman coined a phrase for this painful tactic: economic "shock treatment". In the decades since, whenever governments have imposed sweeping free-market programs, the all-at-once shock treatment, or "shock therapy", has been the method of choice.

http://www.truthout.org/docs_2006/090807A.shtml

12 September, 2007

Re: Perda Yang Melarang Pengemis

Assalamualaikum,
Pertanyaan sederhana buat saudara saya Gene. Lalu anda setuju dengan
adanya "pengemis" di DKI Jakarta? "pengemis" ydm adalah "mengemis
sebagai profesi" kerjaan sehari2, bukan karena keadaan terdesak.
Wassalam
Martin

**********

Assalamu’alaikum wr.wb.,

Maaf Bang Martin,

Saya setuju bahwa orang miskin punya hak untuk mendapatkan bantuan dari yang lain, yang lebih kaya. Kalau pemerintah tidak kasih, maka kitalah yang harus kasih.

Bagaimana caranya kita sebagai orang Muslim bisa membedakan antara orang yang benar-benar miskin dan kehabisan cara untuk mendapat nafkah hidup, dan orang yang “diatur” untuk menjadi pengemis profesi?

Kalau ada seorang ibu yang punya 3 anak, lalu suaminya wafat, bagaimana dia bisa mendapat bantuan? Tetangga juga miskin, keluarganya di kampung (kalau masih ada) lebih miskin lagi, dan karena terpaksa, dia menjadi pengemis biar anaknya bisa makan setiap hari. Lalu kita datang dan menunjuk dia sambil menyatakan “Kau ini pengemis profesional yang diatur oleh orang lain, padahal kau bukan orang miskin dan hanya malas kerja.”

Lalu ibu itu ditangkap dan dipenjarakan untuk 180 hari. Setelah ibu tidak pulang dari mengemis di jalan, anaknya yang paling tua, berumur 7 tahun, juga keluar untuk mengemis, sambil mencari ibunya yang belum pulang selama berhari-hari. Dia mengemis karena ada 2 adik lagi di rumah tanpa biaya sama sekali untuk mereka, tanpa ada orang dewasa yang mau mengatur mereka. Dan ibunya sudah dipenjarakan. Lalu anak itu juga ditangkap dan dipenjarakan. Apakah akan berlangsung terus seperti itu sampai akhirnya ada anak yang mati karena kelaparan?

Rasulullah bersabda, ”Tidak beriman kepadaku barangsiapa yang kenyang pada suatu malam, sedangkan tetangganya kelaparan, padahal ia megetahuinya.”

(HR. ath-Thabrani)

Sekarang, jangankan mereka itu tidur dalam keadaan lapar, malah pemerintah (atas nama kita sebagai rakyat) akan penjarakan mereka karena mereka mencari uang untuk hilangkan laparnya!!!

Saya melihat seorang anak menjual majalah sampai jam 11 malam di depan rumah makan seafood di Tebet. Saya masih ingat namanya dan sering memikirkan dia. Saya bertanya kenapa dia ada di situ sampai malam sekali, dan dia menjawab bahwa harus begitu untuk mendapat uang sekolah (dan makan). Bapaknya pemulung, ibunya pembantu rumah tangga, dan ada dua atau tiga adik. Dia bekerja untuk membantu orang tua karena masih ingin sekolah. Sekarang, anak itu akan dilarang jualan karena bukan pengemis saja yang dilarang, tetapi semua pedagang pinggir jalan sekaligus. Apakah anak itu akan lebih baik? Apakah dia akan tidur dalam keadaan kenyang (seperti anggota DPRD dan Gubenur?). Apakah dia bisa bersekolah terus? Dari mana dia bisa mendapat jaminan padahal pemerintah hanya melarang dia bekerja. Bukannya lebih baik dia berjualan daripada mengemis? Tetapi dalam perda baru itu, berjualan dan mengemis dianggap sama.

“…Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) seperti halnya Allah berbuat baik terhadapmu….”

(Surah Al-Qashash: 77)

Ibnu Umar dan Aisyah ra. berkata keduanya, “ Jibril selalu menasihatiku untuk berlaku dermawan terhadap para tetangga, hingga rasanya aku ingin memasukkan tetangga-tetangga tersebut ke dalam kelompok ahli waris seorang muslim”.

(H.R. Bukhari Muslim)

Tetapi di DKI, tentangga boleh dipenjarakan kalau dia minta-minta atau jualan di pinggir jalan. Tidak menjadi “ahli waris” tetapi menjadi “ahli penjara” dan “ahli penderitaan”.

Rasulullah SAW bersabda, ”Jika seorang hamba sahaya membuat makanan untuk salah seorang diantara kamu, kemudian ia datang membawa makanan itu dan telah merasakan panas dan asapnya, maka hendaklah kamu mempersilahkannya duduk dan makan bersamamu. Jika ia hanya makan sedikit, maka hendaklah kamu mememberinya satu atau dua suapan.”

(HR. Bukhari, Turmuzdi, dan Abi Daud)

Sepertinya lebih baik menjadi budak daripada menjadi seorang Muslim merdeka di Jakarta. Kenapa? Budak pasti dikasih makanan sama majikannya. Kalau tetangga yang merdeka dan beriman kepada Allah, belum tentu kita akan kasih apa-apa! Apakah ini kehidupan Islamiah yang terbaik? Apakah perda seperti ini akan mengundang rahmat dari Allah untuk kita sebagai ummat yagn terbaik? Kita siap penjarakan orang miskin yang sudah menderita banyak, dan masih mengharapakan rahmat dari Allah?

Bukannya kita akan dianggap orang dzhalim saja?

Semoga Allah tidak mengazab kita di dalam bulan puasa ini disebabkan kekejaman kita (yang terwujud lewat wakil kita di dalam DPRD).

Wassalamu’alaikum wr.wb.,

Gene

Perda DKI Yang Melarang Pengemis

Assalamu’alaikum wr.wb.,

Di koran ada berita tentang Perda DKI yang baru, yang melarang orang mengemis (dan ada beberapa larangan yang lain). Perda ini ada manfaatnya kalau sudah ada cara untuk tangani pengemis tersebut. Kalau sudah ada program sosial yang bisa memberikan bantuan kepada mereka, lalu ada perda ini, tidak apa apa.

Di Australia dilarang mengemis dan tidak ada pengemis di jalan sama sekali. Tetapi itu karena sudah ada program sosial dan banyak LSM serta organisasi masyarakat (seperti kelompok dari gereja) yang menawarkan bantuan kepada semua orang yang membutuhkannya. (Penduduk hanya 20jt, jadi yang perlu bantuan hanya puluhan ribu orang dan bukan jutaan seperti di sini.)

Orang bisa mendapat uang dari pemerintah karena pengangguran, ibu/bapak tunggal, mahasiswa, siswa, miskin biasa, cacat fisik, pensiun, buta, dan sebagainya.

Di sini belum ada semua itu.

Jadi tidak wajar dan juga tidak manusiawi kalau pengemis dilarang sebelum ada usaha dari pemerintah untuk membantu mereka.

Umpamaan: pemerintah mengatakan bahwa sistem “sprinkler” di dalam gedung dan rumah lebih efektif dan irit air kalau terjadi kebakaran. Lalu Dinas Pemadam Kebakaran (DPK) langsung juga dibubarkan dan truk-truknya dijual.

Yang menjadi pertanyaan bukan apakah benar kalau sistem “sprinkler” lebih baik, tetapi apakah benar bahwa semua gedung dan rumah swasta sudah punya sistem ini sebagai penggantinya “sistem DPK”? Kalau jawabannya adalah “belum”, tetapi DPK sudah dibubarkan, bukannya akan terjadi bencana besar di suatu wilayah yang kena kebakaran?

Dengan pengemis, kita tidak akan bisa melihat “kebakaran” yang terjadi sebagai hasil dari perda tersebut. Tetapi jangan heran kalau jumlah orang yang bunuh diri mengingkat. Lalu perceraian. Lalu tindakan kriminal, seperti pencurian dan perampokan. Kalau anak jalanan tidak boleh minta uang, bagaimana kalau mereka semua menjadi pencopet? Siapa yang akan bertanggung-jawab terhadap nasib mereka? Lalu sang Gubenur dan DPRD akan menyatakan “Tidak ada hubungan dengan kebijakan kita!”

Kalau terjadi kebakaran, dan DPK tidak ada (karena sudah dibubarkan), langsung kelihatan efeknya, dan masyarakat akan sadar sendiri bahwa perda dari pemda ini salah 100% karena sudah jelas bahwa pemda tidak peduli pada rakyat. Yang jelas, anggota DPRD dan Gubenur yang menyetujui perda ini akan pulang ke rumah masing-masing, makan seenaknya, mandi dengan air bersih, ganti baju dengan baju yang bersih, menikmati kehidupan yang indah bersama keluarganya di dalam rumah yang nyaman, dan kemudian tidur di kasur yang empuk di dalam kamar yang ber-AC. Bagaimana mereka bisa mengatakan bahwa mereka berjuang untuk kepentingan rakyat, padahal mereka tidak tahu rasa kemiskanan (atau sudah lupa kalau pernah dirasakan).

Apakah kalau semua pengemis menjadi pencuri, kehidupan di Jakarta akan menjadi lebih “indah”?

Sayang tidak ada pejabat atau DPRD di sini yang benar-benar peduli pada rakyat.

Wassalamu’alaikum wr.wb.,

Gene

05 September, 2007

Dua Video Porno Diproduksi Setiap Hari di Indonesia

Anak Indonesia ternyata sudah berhasil menjadi orang kreatif.

Banyak orang komplain bahwa anak Indonesia hanya diajarkan untuk nurut saja dengan guru dan orang tua.

Ternyata, banyak juga yang "berhasil" sebagai sutradara dan mempunyai jiwa entrepreneur untuk menghasilkan uang dengan dana yang sangat terbatas...

Dua Video Porno Diproduksi Setiap Hari di Indonesia

Yogyakarta , 26 Agustus 2007 13:22

Penelitian menunjukkan, setiap hari rata-rata dua video porno baru diproduksi secara ilegal di Indonesia, kemudian disebarluaskan melalui internet dan telepon genggam.

"Saat ini telah beredar lebih dari 500 judul film porno buatan lokal, 90 persennya dibuat oleh anak-anak muda di Indonesia," kata penulis buku '500+ Gelombang Video Porno Indonesia', Seno Set di Yogyakarta, Minggu.

Buku itu berisi hasil penelitian, wawancara, investigasi dan segala hal tentang fenomena pembuatan video porno secara ilegal dengan menggunakan telepon genggam di Indonesia.

"Penggunaan telepon genggam sebagai media pembuatan dan penyebaran video porno tidak hanya terjadi di kota-kota besar, tetapi hampir di seluruh wilayah negeri ini," katanya.

Menurut dia, penyebaran video porno, yang merupakan kejahatan dan perbuatan terlarang tersebut, telah menghamburkan uang yang jumlahnya tidak sedikit, dan uang tersebut menjadi keuntungan bagi pelaku bisnis video porno di internet.

Ia menyebut contoh video porno Yahya Zaini-Maria Eva telah diakses 19,6 juta kali oleh pengguna internet, dan jika sekali download dibutuhkan biaya minimal Rp1.000, maka para pengguna internet telah menghabiskan uang sedikitnya Rp19,6 miliar.

Berdasarkan pengamatannya, setiap situs porno yang berada di internet menyediakan antara 300 hingga 400 koleksi video yang bisa diakses para pengguna internet. Ada yang gratis, namun ada pula yang diperjualbelikan.

Menurut dia, ada beberapa motif yang melatarbelakangi pembuatan video porno oleh kalangan muda, di antaranya hanya sekedar iseng, karena perasaan cinta antara dua orang, adanya kamera tersembunyi, untuk tujuan komersial, dan untuk kejahatan.

"Kondisi sekarang sepertinya semakin parah, dan mulai ada indikasi motif pedofilia yaitu melibatkan anak-anak dalam pembuatan video porno," katanya.

Sebagai wujud kepedulian terhadap kondisi seperti itu, Seno beserta rekan-rekannya menggalakkan kampanye "Anak Muda Indonesia: Jangan Bugil di Depan Kamera" yang mulai dilakukan sejak April 2007 di seluruh wilayah Indonesia terutama di kota-kota besar.

Buku yang diterbitkan oleh penerbit Andi Offset Yogyakarta ini rencananya diluncurkan pada Minggu (26/8) malam di Yogyakarta.

Meski baru akan diluncurkan, buku itu telah beredar luas, dan kini akan memasuki cetakan kedua. Cetakan pertama habis 4.000 eksemplar. [TMA, Ant]

Sumber: Gatra.com

Hati-Hati Dengan Tulisan Sesat

Assalamu’alaikum wr.wb.,

Mengenai tulisan sesat:

Muhammad dan Kaum Cerdik Pandai Kristen

Oleh orang sesat bernama MOHAMAD GUNTUR ROMLI

Artikel ini dimuat di harian Kompas, ditulis oleh orang sesat dari JIL bernama MOHAMAD GUNTUR ROMLI.

Inti dari artikel ini adalah Nabi Muhammad SAW telah “disiapkan” menjadi Nabi atas kemauan Siti Khadijah dan orang lain.

Berarti kalau Khadijah tidak ada, Muhammad SAW akan kesulitan menjadi NABI ALLAH karena belum disiapkan “orang Kristen” bernama Khadijah.

Astagfirullah al adzim.

Astagfirullah al adzim.

Astagfirullah al adzim.

Beberapa kutipan:


**Khadijah dan timnya telah mengamati Muhammad sejak lama.**
Benar? Khadijah punya “tim” untuk menyiapkan Nabi? Hebat dong! Allah pasti merasa legah bahwa Nabi-Nya disiapkan oleh orang lain. Untung ada Khadijah untuk membantu Allah dalam tugas ini. Kalau tidak, Islam tidak punya Nabi, kan? Allah tidak sanggup mengangkat Nabi sendiri. Tidak sanggup mengajarkannya sendiri. Butuh bantuan dari orang Kristen untuk menyiapkan Nabi-Nya.

Kira-kira siapa yang menyiapkan Nabi Adam AS? Apakah Siti Hawa yang menyiapkannya supaya tugas Allah mengangkat Nabi menjadi mudah? Kasihan Allah kalau tidak ada yang menyiapkan Nabi Adam AS. Apakah Allah tidak sanggup melakukan tugas itu sendiri, tanpa dibantu manusia?

**dalam kata-kata Khadijah sendiri—"aku sangat ingin agar kamu (Muhammad) menjadi nabi bagi umatmu."**

Dari mana perkataan ini? Sumber tidak dikutip. Barangkali tidak perlu sumber, merekayasa sudah oke-oke saja. Mungkin si Penulis didatangi oleh “suara-suara yang mengaku dari Tuhan” yang menceritakan semua perkataan Khadijah selama menikah dengan Nabi Muhammad SAW.


**Adapun Khadijah dan Waraqah memiliki tujuan lain dengan pernikahan itu.**

Nabi Muhammad SAW dijadikan “alat” untuk mencapai aspirasi orang lain? Barangkali Allah tidak sanggup melawan kemauan mereka.

Kasihan deh Allah. Allah terpaksa tunduk dengan kemauan sekelompok orang “Kristen”.

**maka di masa-masa itulah Khadijah, Waraqah, dan kaum cerdik pandai Kristen memiliki andil dalam menyiapkan proses kenabian Muhammad.**

Untung mereka ada. Allah pasti tidak sanggup angkat Nabi sendiri. Kenapa tidak ada untuk Nabi Adam AS ya? Seharusnya dia juga “disiapkan”. Waktu Allah ingin ajarkan nama benda-benda kepadanya, Adam AS bisa menjawab: “Tidak perlu. Saya sudah tahu semuanya. Saya sudah disiapkan oleh Hawa!”

**Khadijah bersama Waraqah telah membimbing Muhammad menelusuri tangga-tangga spiritualitas hingga mencapai puncak kenabian.**

Untung ada Khadijah. Nabi tidak bisa menjadi orang spiritual kalau tidak ada Khadijah. Bayangkan kalau Khadijah tidak ada: Muhammad SAW akan menjadi Nabi Allah tetapi tidak spiritual. Hanya tahu dunia saja. Untung Nabi “disiapkan”.

Kira-kira siapa yang membentuk sifat spiritual di dalam hati Nabi Adam AS? Nabi Isa AS? Nabi Ibrahim AS? Nabi Musa AS? Tidak ada Khadijah dan kaum “Kristen” untuk melakukan tugas itu. Apakah mereka tidak berhasil menjadi orang spiritual tanpa ada manusia yang “menyiapkan” mereka? Atau hanya Muhammad SAW sendiri yang tidak sanggup? Nabi yang lain bisa sendiri.

**maupun ketika Muhammad mulai didatangi "suara- suara" yang mengaku sebagai utusan Tuhan.**

Ohhhh…begitu. Saya kira itu Malaikat Jibril yang datang. Tenyata hanya suara suara yang mengaku, seperti MOHAMAD GUNTUR ROMLI yang mengakui diri sebagai seorang Muslim. Hanya pengakuan saja ya. Belum tentu benar. Harus ada orang lain yang menguji kebenarannya.

**Khadijah-lah yang menguji kualitas "suara" itu apakah berasal dari malaikat atau setan.**

Wah, coba kalau tidak ada Khadijah untuk “menguji kualitas suara” itu. Bisa jadi Nabi Muhammad SAW tidak percaya padanya dan tinggalkan suara2 itu. Berati Islam tidak pernah terwujud. Nabi tidak menjadi Nabi. Untung ada Khadijah ya. Seharusnya Khadijah yang menjadi Nabi kali ya, karena sepertinya dia lebih berilmu tentang semua persoalan kenabian!

**Jadi, kita bisa melihat bahwa Muhammad bukanlah nabi yang datang dari
dunia antah berantah. Kepribadian dan pengetahuannya telah dibentuk
oleh lingkungannya. Leluhurnya dikenal menaati prosedur dan ajaran
kenabian. Khadijah bersama komunitas memiliki pengaruh yang tak bisa
disanggah. Kenabian dan pewahyuan itu adalah hasil dari eksperimentasi
kolektif setelah melalui proses kreatif
yang sangat panjang.**

Oohhhhh beeeggiiiitttttuuuu…

Agama kita, agama Islam yang diwahyukan kepada Nabi Allah Muhammad SAW, bukan mutlak berasal dari Allah tetapi hanyalah HASIL EKSPERIMENTASI DARI ORANG KRISTEN YANG INGIN MEMBENTUK SEORANG NABI BARU BUAT KAUM MEREKA!!!!

Semoga Allah SWT. segera menyelamatkan nama baik Siti Khadijah dan Nabi Muhammad SAW dari kaum sesat JIL serta semua pikiran sesat mereka, dan juga penulis sesat bernama MOHAMAD GUNTUR ROMLI,.

Wallahu a’lam bish-shawab

Wassalamu’alaikum wr.wb.,

Gene Netto

Baca artikel sesatnya di Kompas

30 August, 2007

Siapakah Emaknya?

Selesai berlibur dari kampung, saya harus kembali kekota. Mengingat jalan tol yang juga padat, saya menyusuri jalan lama. Terasa mengantuk, saya singgah sebentar di sebuah restoran. Begitu memesan makanan, seorang anak lelaki berusia lebih kurang 12 tahun muncul di depan.

"Abang mau beli kue?" Katanya sambil tersenyum. Tangannya segera menyelak daun pisang yang menjadi penutup bakul kue jajanannya. "Tidak Dik, Abang sudah pesan makanan," jawab saya ringkas. dia berlalu.

Begitu pesanan tiba, saya langsung menikmatinya. Lebih kurang 20 menit kemudian saya melihat anak tadi menghampiri pelanggan lain, sepasang suami istri sepertinya. Mereka juga menolak, dia berlalu begitu saja.

"Abang sudah makan, tak mau beli kue saya?" tanyanya tenang ketika menghampiri meja saya.

"Abang baru selesai makan Dik, masih kenyang nih," kata saya sambil menepuk-nepuk perut. Dia pergi, tapi cuma di sekitar restoran. Sampai di situ dia meletakkan bakulnya yang masih penuh. Setiap yang lalu dia tanya, "Tak mau beli kue saya Bang, Pak... Kakak atau Ibu." Molek budi bahasanya.

Pemilik restoran itupun tak melarang dia keluar masuk restorannya menemui pelanggan. Sambil memperhatikan, terbersit rasa kagum dan kasihan di hati saya melihat betapa gigihnya dia berusaha. Tidak nampak keluh kesah atau tanda-tanda putus asa dalam dirinya, sekalipun orang yang ditemuinya enggan membeli kuenya.

Setelah membayar harga makanan dan minuman, saya terus pergi ke mobil. Anak itu saya lihat berada agak jauh di deretan kedai yang sama. Saya buka pintu, membetulkan duduk dan menutup pintu. Belum sempat saya menghidupkan mesin, anak tadi berdiri di tepi mobil. Dia menghadiahkan sebuah senyuman. Saya turunkan kaca jendela. Membalas senyumannya.

"Abang sudah kenyang, tapi mungkin Abang perlukan kue saya untuk adik- adik, Ibu atau Ayah abang," katanya sopan sekali sambil tersenyum.

Sekali lagi dia memamerkan kue dalam bakul dengan menyelak daun pisang penutupnya.

Saya tatap wajahnya, bersih dan bersahaja. Terpantul perasaan kasihan di hati. Lantas saya buka dompet, dan mengulurkan selembar uang Rp

20.000,- padanya. "Ambil ini Dik! Abang sedekah... Tak usah Abang beli kue itu." Saya berkata ikhlas karena perasaan kasihan meningkat mendadak. Anak itu menerima uang tersebut, lantas mengucapkan terima kasih terus berjalan kembali ke kaki lima deretan kedai. Saya gembira dapat membantunya.

Setelah mesin mobil saya hidupkan. Saya memundurkan. Alangkah terperanjatnya saya melihat anak itu mengulurkan Rp 20.000,- pemberian saya itu kepada seorang pengemis yang buta kedua-dua matanya. Saya terkejut, saya hentikan mobil, memanggil anak itu. "Kenapa Bang, mau beli kue kah?" tanyanya.

"Kenapa Adik berikan duit Abang tadi pada pengemis itu? Duit itu Abang berikan ke Adik!" kata saya tanpa menjawab pertanyaannya.

"Bang, saya tak bisa ambil duit itu. Emak marah kalau dia tahu saya mengemis. Kata emak kita mesti bekerja mencari nafkah karena Allah.

Kalau dia tahu saya bawa duit sebanyak itu pulang, sedangkan jualan masih banyak, Mak pasti marah. Kata Mak mengemis kerja orang yang tak berupaya, saya masih kuat Bang!" katanya begitu lancar. Saya heran sekaligus kagum dengan pegangan hidup anak itu. Tanpa banyak soal saya terus bertanya berapa harga semua kue dalam bakul itu.

"Abang mau beli semua kah?" dia bertanya dan saya cuma mengangguk.

Lidah saya kelu mau berkata. "Rp 25.000,- saja Bang...." Selepas dia memasukkan satu persatu kuenya ke dalam plastik, saya ulurkan Rp 25.000,-. Dia mengucapkan terima kasih dan terus pergi. Saya perhatikan dia hingga hilang dari pandangan.

Dalam perjalanan, baru saya terpikir untuk bertanya statusnya. Anak yatim kah? Siapakah wanita berhati mulia yang melahirkan dan mendidiknya? Terus terang saya katakan, saya beli kuenya bukan lagi atas dasar kasihan, tetapi rasa kagum dengan sikapnya yang dapat menjadikan kerjanya suatu penghormatan. Sesungguhnya saya kagum dengan sikap anak itu. Dia menyadarkan saya, siapa kita sebenarnya.

Sumber: Suara Merdeka

23 August, 2007

Mengadopsi Binatang

Assalamu’alaikum wr.wb.,

Lagi browsing, saya ketemu website yang tawarkan kesempatan untuk mengadopsi binatang yang terancam (hampir musnah). Anak dan sekolah diajak untuk memilih sebuah binatang dan bantu memeliharanya lewat sumbangan.

Saya lihat ini sebagai sesuatu yang positif yang bisa dilakukan anak sekolah di Indonesia, kalau mampu tentu saja (di Jakarta ada ribuan sekolah swasta, dan siswanya tergolong mampu).

Bayangkan kalau ada program baru dari Diknas dan Departemen Lingkungan, yang mengajak setiap sekolah mengumpulkan uang untuk menyelamatkan satu ekor orangutan (sebagai contoh).

Kalau setiap sekolah mengadopsi satu ekor, dan berusaha untuk mencari dana untuk binatang itu, jumlah orangutan yang bisa diselamatkan akan meningkat, Insya Allah. Bisa juga membantu badak, macan, kura-kura laut dsb.

Yang terpenting dari program tersebut adalah membuat anak sadar bahwa mereka bisa bertindak untuk memperbaiki bangsa ini. Dana bisa dikelola secara profesional oleh WWF supaya tidak masuk ke tabungan negara. Laporan tentang bintang yang dibantu bisa di-update terus di Website WWF, sehingga anak Indonesia menjadi terbiasa membaca dan peduli dengan nasib satwa di bangsa ini.

Setiap sekolah akan mendapat data dan foto dari binatang yang mereka bantu, dan ini bisa dipajang di sekolah. Bisa menjadi proyek di kelas untuk menjelaskan nasib orangutan yang diselamatkan anak dari sekolah tersebut, dan bandingkan dengan binatang yang lain yang tidak dibantu.

Setuju? Bagaimana cara menyampaikan ini kepada pemerintah? (Lebih sulit lagi, bagaimana caranya membuat pemerintah peduli dan tidak sekedar setuju secara lisan saja tanpa bertindak?)

Wassalamu’alaikum wr.wb.,

Gene

Contoh:

Adopt an Animal (lihat di bagian bawah)

22 August, 2007

Apakah Pakaian Dari Cina Juga Mengandung Formalin (Formaldehyde)?

Pemerintah di Selandia Baru (New Zealand) sedang memeriksa pakaian yang diimpor dari Cina, setelah acara televisi “Target TV” mengumumkan kepada masyarakat bahwa pakaian anak yang diimpor dari Cina mengandung 900 KALI LIPAT jumlah formalin yang telah ditentukan “aman” oleh PBB.

(Formalin ditambahkan pada pakaian supaya menjadi anti-lumut)

Bagaimana dengan pakaian anak kita di Indonesia yang hampir seluruhnya diimpor dari Cina? Kapan pemerintah akan melakukan pemeriksaan di sini juga?

Formalin bisa menyebabkan gangguan kulit dan juga kanker.

NZ probes China clothing scare

New Zealand's government is investigating claims that clothes imported from China contain dangerous levels of formaldehyde.

The government acted after the Target TV programme claimed that fabrics in children's clothes contained 900 times the UN's safe level of the chemical.

Formaldehyde, used to stop mildew, can also cause skin irritations and cancer.

The discovery is the latest in a series of safety scares involving Chinese exports of goods such as toys and food.

'Made in China' under threat

"We are very concerned about this issue and if action needs to taken, we will act very quickly," said New Zealand's Ministry of Consumer Affairs spokeswoman Liz MacPherson.

"We can recall products, we can ban them and we can establish mandatory safety standards and obviously we'll be considering all of those options," she told reporters.

Earlier this month toy maker Mattel recently recalled millions of Chinese-made toys because of concerns about the use of toxic lead paints and strong magnets.

Questions have also been asked about the safety of other products, such as tyres, toothpaste and various foodstuffs.

Chinese officials have said the world should have more faith in the Made in China label.

"Although recalls are necessary, it is unfair to decide that all products made in China are unqualified," Li Changjiang, director of the General Administration of Quality Supervision, Inspection and Quarantine is quoted as telling the Associated Press.

Mr Li said he believed there was a "new trend in trade protectionism".

That has been dismissed by European Union trade commissioner Peter Mandelson.

Story from BBC NEWS:
http://news.bbc.co.uk/go/pr/fr/-/2/hi/asia-pacific/6956764.stm

Published: 2007/08/21 12:54:14 GMT

© BBC MMVII

Mainan Cina di RI Mengandung Timbal 4x Lipat di Atas Normal

Rabu, 22/08/2007 12:29 WIB


Nurul Qomariyah - detikfinance

Jakarta - Awasi mainan anak-anak Anda! Hasil uji coba yang dilakukan Sucofindo atas mainan Cina yang beredar di Indonesia sangat mengagetkan, karena mengandung logam timbal berbahaya 4 kali lipat diatas ambang batas normal.

Hasil uji itu diketahui setelah Asosiasi Penggiat Mainan Edukatif dan Tradisional Indonesia (APMETI) dengan inisiatif sendiri melakukan uji coba sebuah mainan mobil-mobilan dari Cina.

Satu sampel mobil-mobilan Cina dikirimkan ke Sucofindo pada 8 Agustus lalu. Pada 20 Agustus, hasil tes Sucofindo sudah keluar. Hasil tesnya sangat mengejutkan Ketua APMETI Dhanang Sasongko.

Dalam laporan yang dikeluarkan Sucofindo bernomor 0250195, diketahui bahwa mainan mobil-mobilan Cina itu mengandung timbal hingga 353 miligram per kilogram berat mobil.

Kandungan timbal dalam mainan Cina itu berarti hampir 4 kali lipat dari ambang batas yang direkomendasikan oleh Badan Standardisasi Mainan Dunia (IN71), sebesar 90 miligram per kilogram.

"Ini sangat berbahaya bagi anak-anak karena jika bercampur dengan air liur atau udara panas bisa menjadi racun," jelas Dhanang dalam perbincangannya dengan detikFinance, Rabu (22/8/2007).

Dhanang mengaku pihaknya berinisiatif untuk menguji coba mainan Cina itu sendiri menyusul penarikan mainan Cina oleh Mattel.

"Kandungan timbal dari mainan Cina itu diluar perkiraan saya, karena ternyata kandungan timbal 4 kali lipat diatas ambang batas normal," ujar Dhanang prihatin.

Timbal merupakan logam berat berbahaya yang bisa menyebabkan kanker. Logam ini dapat menyebabkan berbagai dampak kesehatan terutama pada anak-anak kecil. Timbal juga bisa merusak sistem syaraf dan masalah pencernaan.

Sumber timbal yang juga populer adalah asap knalpot kendaraan, seperti yang terjadi di Jakarta. (qom/ddn)

Sumber: Detik Finance

21 August, 2007

Tolong Informasikan Tentang Ustadz & Ustadzah Yang Menerima Undangan Ceramah

Assalamu’alaikum wr.wb.,

Saya ingin membuat database Ustadz yang menerima undangan ceramah di Blog saya. Seringkali ada pengajian yang ingin mengundang Ustadz baru tapi barangkali kesulitan mencari info tentang Ustadz yang bersedia menerima undangan.

Kalau ada teman yang ingin tambahkan nama ustadz buat daftar saya ini, silahkan kirim email kepada saya dengan memberikan informasi seperti ini. (Izin dulu kepada Ustadznya). Tolong juga kalau ada Ustadzah yang baik, karena sepertinya Ustadzah lebih sulit dicari untuk menerima undangan ceramah.

Terima kasih atas bantuannya.

Wassalamu’alaikum wr.wb.,

Gene

C2NN - Care 2 News Network

http://www.care2.com/news/

Berita yang ingin diangkat oleh anggota Care2.

19 August, 2007

DECLARATION OF INDEPENDENCE FROM THE TYRANNY OF BUSH


The text below is taken from the original US Declaration of Independence. In it, the American founding fathers explained why they wanted to be free from the tyranny of the British. I was surprised at how easy it was to remove the words about the British and replace them with words about George Bush and his “War on Terror”. Some paragraphs were deleted because they were not relevant to the current situation.

The words with a normal font are the original words from the Declaration of Independence. The words in bold font have been added to match current issues.

*********

DECLARATION OF INDEPENDENCE FROM THE TYRANNY OF BUSH

When in the Course of human events it becomes necessary for one people to stand up to a tyrant and a war criminal and dissolve the political bands which have connected their two governments, a decent respect to the opinions of mankind requires that they should declare the causes which impel them to the separation.

We hold these truths to be self-evident, that all men are created equal, that they are endowed by their Creator with certain unalienable Rights, that among these are Life, Liberty and the freedom from being bombed by an Aggressive State that launches Wars of Terror against largely civilian populations with impunity.

Whenever any Form of Government becomes destructive of these ends, it is the Right of the People of the world to oppose such a destructive government for the benefit of humanity.

The history of the Bush Administration is a history of repeated injuries and usurpations against foreign states, all having in direct object the establishment of an absolute Tyranny over these States. To prove this, let Facts be submitted to a candid world and let them look no further than Iraq.

Bush has refused his Assent to Laws, the most wholesome and necessary for the public good.

Bush has threatened to use his veto power repeatedly, against any group that opposes with manly firmness his invasions on the rights of the people.

Bush has obstructed the Administration of Justice by refusing his Assent to Laws that will allow the application of the Geneva Conventions for Prisoners of War held in Guantanamo Bay and other secret prisons.

Bush has made Judges dependent on his Will alone for the application of habeas corpus.

Bush has erected a multitude of New Offices, such as the Department of Homeland Security, and sent hither swarms of Officers to harass innocent civilians and eat out their substance.

Bush has kept among us (the citizens of the world), in times of peace, Standing Armies without the Consent of the common people.

Bush is quartering large bodies of armed troops among the innocent civilians of Iraq:

Bush is protecting those soldiers, by a mock Trial from punishment for any Murders or torture which they should commit on the Inhabitants of their prisons in Iraq, Afghanistan, Guantanamo Bay, and other secret locations:

Bush is depriving people in many cases, of the benefit of Trial by Jury:

Bush is transporting innocent civilians and alleged criminals beyond Seas to be tried for pretended offences without ever being presented evidence of their crimes:

Bush abolished the existing government in Iraq, establishing therein an Arbitrary government, so as to render it at once an example and fit instrument for introducing the same absolute rule into other middle eastern states.

Bush took away their Charters, abolishing their most valuable Laws and altering fundamentally the Forms of their Government:

Bush suspended their right to self determination, and declared himself invested with power to pre-emptively strike against any state in all cases whatsoever.

Bush has burnt the towns, and destroyed the lives of the people in Iraq and Afghanistan, with the new goal of attacking the sovereign state of Iran.

Bush is at this time transporting large Armies of US soldiers to complete the works of death, desolation, and tyranny, already begun with circumstances of Shock and Awe in Baghdad scarcely paralleled in the most barbarous ages, and totally unworthy the Head of a civilized nation.

In every stage of these Oppressions the people of the world have Petitioned for Redress in the most humble terms to the United Nations: Our repeated Petitions have been answered only by repeated injury and threats of a veto. A President, whose character is thus marked by every act which may define a Tyrant, is unfit to be the ruler of a free people.

Nor have We been wanting in attentions to our American brethren. We have warned them from time to time of attempts by their own elected legislature to extend an unwarrantable jurisdiction over innocent civilians. We have appealed to their native justice and magnanimity, and we have conjured them by the ties of our common kindred as human beings. They too have been deaf to the voice of justice and of consanguinity. We must, therefore, acquiesce in the necessity, which denounces our Separation, and hold them, as we hold the rest of mankind, Enemies in War, in Peace Friends.

We, therefore, the Representatives of the innocent civilians of the world, in General Congress, Assembled, appealing to the Supreme Judge of the world for the rectitude of our intentions, do, in the Name, and by Authority of the good People of the world solemnly publish and declare, That we in the Non-Aligned Countries are, and of Right ought to be Free and Independent States, that we are Absolved from all Allegiance to George Bush and his “War on Terror”, and that all political connection between us and the Bush Administration, is and ought to be totally dissolved; and that as Free and Independent States, we have full Power to determine our own political affairs, contract Alliances, establish Commerce, and to do all other Acts and Things which Independent States may of right do without interference from Bush the Tyrant and his collaborators. — And for the support of this Declaration, with a firm reliance on the protection of Almighty God, we mutually pledge to each other our Lives, our Fortunes and our sacred Honor.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...