Labels

alam (8) amal (101) anak (294) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (7) dakwah (84) dhuafa (20) for fun (12) Gene (218) guru (57) hadiths (10) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (53) indonesia (563) islam (544) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (351) kesehatan (98) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (41) muallaf (48) my books (2) orang tua (6) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (497) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (10) pesantren (32) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (61) puasa (38) renungan (170) Sejarah (5) sekolah (74) shalat (7) sosial (323) tanya-jawab (14) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

11 October, 2012

Program Pendidikan Anti-Tawuran



 Berikut ini adalah ide-ide untuk membentuk sebuah program pendidikan baru untuk mengatasi masalah tawuran siswa antar sekolah. Diharapkan guru dan siswa bisa menjalankan sebagian dari ide ini secara mandiri tanpa perlu latihan atau bantuan dari pihak lain.
Semua ide dalam program ini tidak perlu dijalankan secara bersamaan, tapi sekolah bisa memilih satu ide dulu dan jalankan, lalu mencoba ide kedua, dan seterusnya. Program ini boleh disebarkan secara bebas untuk umum, dan akan di-update sewaktu-waktu. Kalau ada orang yang mempunyai ide baru yang ingin dimasukkan ke program ini, terutama ide yang berbasis program pendidikan, silahkan hubungi saya di email: genenetto@gmail.com.
Semoga bermanfaat,
-Gene Netto


1.   Gelang Karet Anti-Tawuran dan Anti-Bullying

Banyak anak suka pakai gelang karet yang lebar dengan berbagai macam logo dan pesan. Gelang karet ini bisa dijual atau dibagikan kepada semua siswa (harga hanya beberapa ribu saja, bisa dicari sponsor supaya gratis). Kepala sekolah bisa memberikan izin untuk gelang itu dipakai di sekolah setiap hari, dan bahkan bisa diwajibkan untuk sementara.
      Di pinggir gelang, ditulis pesan: Stop Tawuran. Stop Bullying. Menggunakan bahasa Inggris agar lebih menarik bagi siswa. Kalau bahasa terlalu formal, mungkin mereka tidak tertarik menggunakannya. Pesan yang mau ditulis juga bisa ditanyakan kepada siswa dulu, sebelum dibuat, agar mereka memilih kata-kata yang penting bagi mereka.
TUJUAN:  Dengan pemakaian gelang ini, siswa bisa menunjukkan secara visual bahwa mereka tidak mendukung tawuran dan bullying, dan siswa yang melakukan hal-hal itu bisa melihat bahwa perbuatan mereka tidak didukung oleh anak lain. Harga gelang karet seperti ini di bawah 5 ribu rupiah, dan dengan pesan jumlah seribu atau lebih, bisa dengan harga 2-3 ribu rupiah per gelang. (Bisa cek harga di internet, ada beberapa perusahaan yang menjualnya).

 

2.   Keping/Gelang Dengan Hitungan Hari, Minggu Atau Bulan

Siswa yang tawuran mungkin bisa dianggap “kecanduan”, setara dengan orang yang kecanduan alkohol atau narkoba. Di negara barat, ada organisasi bernama “Alcoholics Anonymous” (AA) untuk memberikan terapi kepada orang yang kecanduan alkohol, dan dinilai cukup berhasil. Mungkin sebagian dari program terapi mereka bisa digunakan juga untuk anak yang tawuran. Siswa dianggap “kecanduan tawuran”.
Dalam organisasi AA, member diberikan sebuah keping, dengan hitungan sekian hari, minggu, bulan atau tahun di atasnya. Ditukar setiap minggu/bulan oleh member pada saat bertemu pembina dalam kelompok diskusinya. Sistem yang sama bisa digunakan sebagai tanda yang jelas untuk setiap anak yang sudah tinggalkan tawuran untuk sekian hari dan minggu.
Setiap hari atau minggu, keping/gelang lama bisa ditukar dengan guru pembina. Di atas keping ada tulisan “1 hari”, “2 hari” dan sebagainya. Setelah 30 hari tanpa tawuran, diganti dengan keping/gelang mingguan. Misalnya, 4 minggu, 5 minggu tanpa tawuran. Kalau sudah mencapai 3 bulan, bisa pindah ke bulanan sistem bulanan.
Kalau seandainya ada anak yang mencapai 10 minggu, lalu ketahuan atau mengaku ikut tawuran lagi, maka di depan kelas atau seluruh sekolah, keping 10 minggu harus ditukar dengan keping baru “1 hari”, dan siswa itu harus mulai lagi dari bawah. Ditekankan bahwa semua usaha kemarin (10 minggu tanpa tawuran) sudah hilang, dan anak harus mulai berjuang lagi. Disemangatkan untuk melewati 10 minggu pada kesempatan baru ini.
Keping/gelang ini diberikan secara gratis oleh sekolah (hanya bisa didapatkan dari guru pembina) dan wajib dibawa ke sekolah setiap hari. Bisa dibuat dalam bentuk keping yang lepas (simpan di kantong), pin, gelang karet, kalung, atau yang lain.
TUJUAN: Sistem ini memberikan tanda yang jelas bagi setiap anak bahwa mereka merugikan diri sendiri dan akan kehilangan hasil dari usaha menahan diri kalau ikut tawuran 1 kali. Sistem ini perlu dijalankan sekaligus dengan pembinaan secara langsung agar siswa memahami arti dari perjuangan mereka meninggalkan tawuran.


3.   Psikolog Sekolah Fulltime

Setiap sekolah yang mengalami masalah tawuran secara serius (sudah bertahun-tahun) harus mempunyai psikolog profesional secara fulltime yang kerja di sekolah, dan bertemu dengan anak2 yang ketahuan ikut tawuran. Mungkin sebagian dari anak ini punya masalah sosial atau masalah keluarga yang sangat serius, dan perlu ditangani secara profesional. Tugas ini mungkin terlalu berat untuk seorang guru BK. Gaji untuk psikolog harus disediakan dari sekolah, pemda, pemerintah atau mungkin dari sponsor, atau mungkin juga dibebankan sebagian biayanya kepada orang tua.
Anak yang mengalami masalah di rumah dan datang ke sekolah dalam keadaan trauma dan stres tidak akan bisa menjadi tenang kalau ditekan lagi oleh pihak sekolah untuk “memperbaiki diri” tanpa ada yang memahami akar dari masalah yang dialami siswa itu. Siswa yang ketahuan ikut tawuran wajib ketemu psikolog 2-3 kali per minggu, dan setelah bulan pertama, psikolog bisa mengatur jadwal yang tepat sesuai kebutuhan.  
TUJUAN: Psikolog fulltime bisa melakukan analisis profesional terhadap setiap siswa, dan menentukan alasan mereka ikut tawuran. Kalau ada masalah sosial yang dialami, bisa ditangani secara profesional.


4.   Kelas Parenting Yang Wajib Bagi Orang Tua

Mungkin sebagian dari siswa punya masalah yang cukup serius di rumah, dengan orang tua yang bersikap keras dan kejam terhadap anaknya. Oleh karena itu, siswa tidak menghargai diri sendiri, dan tidak bisa menghargai orang lain. Pemeriksaan terhadap orang tua perlu dilakukan oleh psikolog sekolah dan bila ada indikasi orang tua bermasalah, maka psikolog bisa memberikan rekomendasi terhadap Pemda atau sekolah agar orang tua itu diwajibkan mengikuti kelas “parenting” Ini bisa diwajibkan oleh pengadilan, pemda, atau kepala sekolah khusus untuk anak yang pernah ditangkap dan dipastikan pernah ikut tawuran. Kelas parenting bisa ditawarkan kepada orang tua untuk ikut secara sukarela, dan kalau mereka menolak, baru diwajibkan dengan sangsi bagi orang tua yang menolak (misalnya anak mereka tidak akan diterima di semua sekolah dalam wilayah yang sama, atau yang lain).
TUJUAN: Agar orang tua yang bermasalah paham bahwa perbuatan mereka di rumah mengganggu perkembangan psikologis anak, dan perlu diperbaiki agar anak bisa tinggalkan kebiasaan tawuran.  


5.   Poster Anti-Tawuran Yang Dibuat Oleh Siswa

Sekolah bisa menyediakan beberapa foto/gambar dan siswa akan menggunakannya untuk membuat poster sendiri (bisa ditempel saja). Siswa juga boleh membuat gambar sendiri kalau sanggup. Sekolah juga perlu menyediakan kertas, pencil berwarna, lem, kertas berwarna, dan hal-hal lain yang biasanya digunakan dalam kelas seni untuk membuat poster. Gambar memberikan dua skenario yang jelas, dan siswa harus tempelkan gambar dan membuat teks sendiri di poster
Gambar 1: sekelompok orang sedang tawuran.
Gambar 2: anak masuk penjara.
Dari dua gambar atau foto ini, siswa harus membuat desain dengan pesan visual bahwa akibat dari tawuran adalah penjara.
Gambar 3: siswa sedang belajar dan baca buku.
Gambar 4: orang dewasa yang menjadi pilot (atau profesi lain, seperti dokter, pengacara, prajurit, pembalap mobil, penyanyi, dsb.).
(atau) Gambar 5: orang dewasa yang punya isteri, anak, dan berdiri depan rumah dengan motor/mobil di sebelah (seperti iklan perumahan).
            Dari dua/tiga gambar ini, siswa harus membuat desain dengan pesan visual bahwa belajar punya akibat positif, bisa punya karir dan keluarga.
Di bagian atas atau bawah dari poster ini, siswa bisa menulis pesan sendiri, misalnya: PILIH SENDIRI MASA DEPAN KAMU! Dan poster menampilkan semua gambar sekaligus, agar kelihatan dua jalan yang jelas. Bisa ikut tawuran dan masuk penjara, atau belajar dan dapat masa depan yang baik. Pesan-pesan tambahan boleh diberikan oleh setiap siswa, dan dihias sesuai selera masing-masing. Siswa boleh membuat poster sendiri, atau berkelompok. Semua poster akan dipajang di sekitar kelas dan sekolah.
TUJUAN: Ini akan menjadi pesan visual terhadap semua siswa bahwa tawuran tidak didukung oleh komunitas sekolah.


6.   Program “Mentoring” (Guru Pembina Pribadi)

Setiap anak yang ketahuan pernah ikut tawuran, harus punya seorang “mentor” yaitu seorang guru pembina pribadi yang bertemu dengan siswa setiap hari, dan sangat mengenal siswa tersebut, menjadi lebih mirip dengan seorang abang daripada guru saja. Yang terpenting adalah pembinaan dilakukan setiap hari. Sebelum pulang sekolah, siswa wajib lapor kepada pembina/mentor. Siswa ditanyakan tentang rencananya untuk hari itu, mau ke mana, sama siapa, untuk apa, dan sebagainya. Ditanyakan apa mau tawuran pada hari itu atau tidak. Kalau ada orang lain yang mulai tawuran, apa dia mau ikut, atau kembali ke sekolah, atau masuk toko sebagai tempat perlindungan, dan sebagainya. Pembina harus menanam konsep bahwa tawuran adalah sebuah pilihan, yang semua akibatnya negatif. Kalau program keping/gelang dengan hitungan harian dijalankan, maka pembina bisa cek tentang jumlah hari/minggu siswa tidak mengikuti tawuran, dan bisa meyakinkan dia untuk mempertahankan prestasi yang baik itu.
Kalau jumlah siswa terlalu banyak, setiap guru pembina/mentor bisa diberikan 2 siswa untuk dibina. Kalau jumlah guru kurang, sekolah bisa minta tolong dari para orang tua, tetangga sekolah, para tokoh agama setempat yang punya waktu kosong di sore hari untuk menjadi pembina sukarelawan. Mereka bisa datang ke sekolah, atau siswa diwajibkan mampir ke rumah/tempat kerja mereka, dan dapat pembinaan sebelum pulang (cukup mengirim sms antara kepala sekolah dan orang dewasa itu untuk memastikan siswa langsung datang ke rumahnya setelah sekolah selesai).   
TUJUAN: Setiap anak yang suka tawuran akan dapat satu orang dewasa yang sangat akrab dengan mereka, dan membuat mereka berfikir dua kali agar tidak mengecewakan orang dewasa itu yang memperhatikan mereka secara khusus.


7.   Sistem Lapor Kepada Guru Dan Kepsek

Kalau ada siswa yang mengalami bullying, atau diajak berantem, atau dipaksakan mengikuti tawuran, bagaimana mereka bisa laporkan hal itu kepada guru dan kepala sekolah tanpa harus datang dan bicara sendiri? Mungkin ada banyak informasi yang disembunyikan dari para guru, karena siswa tidak percaya pada guru, atau tidak percaya guru akan bertindak untuk melindungi mereka. Mungkin sebagian siswa ingin lapor, tapi tidak mau ketahuan lapor oleh anak yang lain, karena takut akan dihajar kalau lapor ke guru. Kalau bisa kirim informasi secara rahasia lewat sms, telfon, twitter, atau email, mungkin para siswa akan menjadi lebih berani melaporkan masalah kepada guru. Jadi perlu dibentuk suatu sistem melaporkan informasi, bahkan secara anonymous (tanpa diketahui identitas), agar siswa tidak ketahuan bertemu guru atau kepala sekolah, agar aman dari kemarahan siswa lain.
TUJUAN: Memberikan kemudahan kepada siswa untuk menyampaikan informasi kepada guru dan kepala sekolah tanpa ketahuan siswa lain.


8.   Tatap Muka Antara Pelaku Tawuran Dan Orang Tua “Musuh”

CATATAN PENTING: Sangat penting untuk menyiapkan keamanan yang baik. Minta kehadiran polisi (beberapa orang), satpam, guru bela diri, guru pembina, dan orang dewasa lain yang mampu membantu menjaga keamanan. Karena semua anak ini kumpul di satu lokasi, perlu dipastikan semua bisa datang dan pulang dalam keadaan aman. Jumlah orang dewasa harus sama atau lebih dari jumlah anak yang hadir. Kalau jumlah anak banyak, program yang sama bisa dilakukan 2-3 kali dengan undang siswa yang berbeda pada setiap sesi.
Kumpulkan anak yang pernah ikut tawuran, dan orang tuanya dalam satu aula. Perlu anak dan orang tua dari 2 sekolah, sekolah A dan B. Dibuat dua baris. Anak dan orang tua dari sekolah A di sebelah kiri, sekolah B di sebelah kanan. Semua duduk dengan kursi masing-masing. Setiap pasangan orang tua dari sekolah A dikasih satu anak dari sekolah B. Orang tua dari sekolah B dikasih satu anak dari sekolah A. (Dalam kata lain, semua orang tua “tukar anak” untuk sementara).
Semua siswa harus duduk di depan orang tua dari anak yang lain, yang dianggap “musuh”. Orang tua bertanya kepada anak itu, “Tolong menjelaskan kenapa kamu ingin menganiaya anak saya?” Orang tua harus dibekali dengan daftar pertanyaan dari guru pembina/psikolog. Mereka bisa baca setiap pertanyaan, dan mendengarkan jawaban dari siswa itu. Orang tua bisa menambahkan pertanyaan2 sendiri. Guru pembina dan psikolog akan berjalan di antara mereka semua, ikut mendengar, dan memberikan sedikit pengarahan bila perlu. Orang tua diminta membawa foto keluarga, dan ditunjukkan kepada siswa itu, agar dia sadar bahwa anak yang diserang di jalan punya keluarga juga, dan akan sangat menderita kalau anak/saudara itu terluka. Sesi ini berlangsung untuk 1-2 jam. Bisa ditambahkan dengan sesi pembinaan secara global oleh psikolog sekolah bagi semua siswa.
Contoh pertanyaan yang diberikan kepada orang tua:
·         Tolong menjelaskan kenapa kamu ingin menganiaya anak saya?
·         Bagaimana perasaan kamu kalau seandainya teman kamu dianiaya di jalan?
·         Bagaimana kira-kira perasaan KAMI kalau anak kami yang dianiaya dan berdarah,  karena dihajar oleh kamu?
·         Apa yang kamu inginkan dalam masa depan kamu? Mau jadi apa?
·         Kalau kamu punya cita-cita, bagaimana bisa tercapai kalau kamu masuk penjara?
·         Kalau kamu punya cita-cita dan ingin menjadi [X], apakah anak kami tidak boleh punya cita-cita juga?
·         Bagaimana anak kami bisa menjadi [X] kalau dia kena bacok dari kamu di jalan?
·         Apa kamu senang kalau dibuat takut oleh orang lain?
·         Kenapa anak kami tidak boleh hidup tanpa merasa takut akan dibacok oleh kamu?
·         [Dan seterusnya.]
TUJUAN: Agar setiap siswa menjadi sadar bahwa anak lain yang dia serang di jalan punya orang tua, keluarga, cita-cita, dan sebagainya. Siswa harus berhenti melihat anak lain sebagai musuh, dan melihat mereka sebagai manusia yang juga disayangi keluarganya, yang punya hak untuk mendapatkan masa depan yang baik.


9.   Tempat Menulis Pendapat Secara Bebas

Bisa ditaruh sebuah papan hitam yang kosong di luar kelas, pada salah satu dinding. Disediakan kapur dan siswa dipersilahkan menulis pendapatnya secara bebas. Guru bisa mengarahkan siswa dengan minta komentar atas sebuah tema (misalnya, “Bagaimana pendapat kamu tentang tawuran?”) atau memberikan kebebasan mutlak terhadap siswa untuk menulis apa saja. Mungkin sebagian dari komentar akan tidak sopan, atau menghinakan, tapi kalau diberikan kebebasan, guru akan tahu pemikiran siswa yang sebenarnya. Mungkin mayoritas dari siswa merasa bahwa kelas mereka membosankan, dan malas masuk kelas, malas belajar karena tidak ada pelajaran yang menarik, dan oleh karena itu lebih senang mencari “hiburan” di jalan lewat tawuran. Kalau mengetahui itu, kepala sekolah bisa mengatur pelatihan bagi para guru agar mereka bisa membuat pelajaran yang lebih menarik. Mungkin ada terlalu banyak PR, mata pelajaran dan ujian, yang membuat siswa stres dan jenuh. Kalau hal itu diucapkan secara tertulis, maka sekolah bisa mencari suatu cara untuk mengurangi frekuensi PR dan ujian bila memungkinkan.  
TUJUAN: Memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk menulis pendapat secara bebas, dan melihatnya diterima dan ditanggapi oleh guru dan siswa lain.


10.       Menulis Kesan Pribadi (Jurnal)

Setiap siswa yang mengikuti tawuran bisa diwajibkan menulis pendapat dan kesannya setiap malam di dalam sebuah buku catatan (jurnal), dan harus diserahkan kepada guru pembina atau psikolog setiap hari. Kegiatan ini akan memaksakan mereka berfikir dan menulis tentang kehidupan mereka sehari-hari, dan menjelaskan apa yang menjadi beban bagi mereka. Mereka bisa membicarakan apa saja yang mereka kerjakan, atau alami, atau inginkan di masa depan. Guru pembina atau psikolog akan membalas dengan komentar dan pertanyaan dan ini akan membentuk dialog tertulis antara siswa dengan guru pembina. Kegiatan ini kalau dilakukan setiap hari akan mendorong anak untuk memikirkan apa yang mereka lakukan, kenapa, dan apa yang mereka inginkan. Karena dipaksa menulis, mereka akan perlu berfikir dan merenung dulu, untuk memilih kata-kata yang akan ditulis. Diharapkan ini akan meningkatkan kesadaran mereka terhadap kehidupan mereka dan masa depan. Juga mungkin akan menjadi ketahuan kalau mereka mengalami masalah-masalah pribadi yang perlu dibahas dengan psikolog.  
TUJUAN: Membuat siswa lebih menjelaskan dengan kata-kata sendiri kenapa mereka ikut tawuran, apa yang menjadi beban dalam kehidupan mereka, dan apa yang mereka inginkan di masa depan.


11.       Kelompok Diskusi

Siswa yang ikut tawuran diwajibkan kumpul dalam satu kelas dan bicara  dengan guru pembina atau psikolog setiap minggu, mungkin 1-2 kali. Mereka harus duduk bersama dan menjelaskan perasaan dan pemikiran mereka. Guru atau psikolog akan mengarahkan diskusi agar mereka menjadi terbuka untuk membahas kenapa mereka melakukan tawuran, dan apa yang mereka harapkan dari tindakan itu. Siswa diberikan pengarahan untuk memikirkan cara-cara lain untuk mencari tujuan yang sama. Kalau misalnya tawuran dianggap bagian dari prestasi sekolah, maka diarahkan untuk memikirkan lomba olahraga dan sebagainya yang juga bisa membawa prestasi buat sekolah, tapi dengan cara yang positif, dan membawa pujian dari orang tua dan masyarakat tanpa ada risiko mati atau masuk penjara.
TUJUAN: Kelompok diskusi akan menjadi forum terbuka bagi siswa untuk menyampaikan pendapatnya dan mendengarkan pendapat dari teman-teman yang lain. Belum tentu semuanya punya pendapat yang sama tentang penyebab tawuran.


12.       Latihan Menahan Diri Pada Saat Dihinakan

Mungkin sebagian siswa cepat naik darah pada saat mereka berada di jalan dan diejek atau dihinakan siswa dari sekolah lain. Dengan guru pembina, setiap anak bisa diberikan latihan menahan diri pada saat dihinakan. (Saya pernah melakukan ini dengan anak yang berantem di kelas setiap hari karena dihinakan teman kelas, dan dia langsung berhenti).
Dibutuhkan guru pembina yang sangat sanggup menahan diri dan dijamin tidak akan naik darah kalau dihinakan siswa. Dimulai dulu secara perorangan dengan satu anak di kelas kosong. Diberikan tantangan: Siswa akan dapat yang sekian banyak uang (misalnya 100.000 rupiah) kalau bisa membuat guru naik darah dan emosi. Dipersilahkan menggunakan kata-kata yang paling kasar dan menghinakan, dengan jaminan tidak akan kena sangsi apapun dan tidak akan dipukul oleh guru. Bisa juga membuat perjanjian itu di depan guru lain sebagai saksi.
Lalu siswa itu dipersilahkan menghinakan guru, dengan kata-kata kasar apapun, dan harus bisa membuat guru naik darah untuk menang uangnya. Pada saat disebut “anjing”, “bangsat”, “guru goblok” dan sebagainya, guru cukup senyum saja dan menunggu siswa kehabisan kata. Kalau siswa sudah kehabisan ide, ditantang untuk teruskan dengan penghinaan yang lain karena guru belum marah (guru masih senyum saja dan tidak terpengaruh).
Setelah siswa menyerah, guru pembina bisa menjelaskan bahwa kita tidak harus naik darah secara automatis pada saat dihinakan orang lain. Kita MEMILIH untuk menjadi marah, dan itu tidak wajib. Lalu guru dan siswa bisa ulangi aktivitas itu sekali lagi, tapi secara bergantian. Siswa menghinakan guru, guru membalas (dengan tetap senyum), siswa menghinakan lagi, guru menghinakan lagi, dan seterusnya untuk 1-2 minit saja. Kondisi siswa perlu dipantau (mencari tanda kemarahan di mukanya) dan kalau kelihatan mulai naik darah, langsung berhenti dan suruh tenang dulu. Bisa diulangi lagi pada besok hari, sampai siswa berhasil melakukan aktivitas itu tanpa naik darah.
Kalau setiap siswa sudah berhasil secara perorangan dan tidak naik darah pada saat mendengarkan kata-kata yang menghinakan, bisa dilakukan lagi dengan 2-3 siswa sekaligus. Diberikan tantangan yang sama: membuat guru pembina naik darah dan menang 100.000. Lalu dilakukan secara bergantian dengan kelompok kecil itu.
Kalau dengan kelompok kecil sudah bisa, dicoba lagi dengan 5-10 anak secara bersamaan dengan cara yang sama. Dalam setiap pertemuan, ditekankan bahwa kita harus memilih untuk naik darah kalau dihinakan orang lain. Kita juga bisa memilih untuk tidak peduli pada ucapan orang itu. Orang yang bicara itu bukan teman kita, jadi buat apa peduli pada pendapat dia? Abaikan saja, dan tinggalkan. Kita tahu bahwa kita bukan orang “goblok” jadi kalau kita percaya diri, tidak perlu peduli kalau orang lain mengatakan kita goblok. Itu hanya pendapat dia, padahal dia tidak tahu apa-apa.
Juga diajarkan kepada siswa bahwa orang yang menghinakan mereka itu justru ingin melihat mereka naik darah dan perang di jalan. Anak itu berhasil “mengontrol perbuatan siswa” lewat penghinaan, jadi kata-kata penghinaan itu sama dengan “perintah menyerang”. Bisa ditanyakan apakah siswa mau nurut dengan kemauan anak dari sekolah lain? Atau mau mengatur diri sendiri, tanpa bisa diperintahkan untuk melakukan apa saja oleh anak lain? Kalau siswa dihinakan, lalu langsung naik darah dan tawuran, berarti siswa berada di bahwa kendali anak itu. Mau seperti itu? Atau lebih baik abaikan anak-anak itu saja?
TUJUAN: Membuat siswa sadar bahwa mereka bisa mendengarkan kata-kata yang menghinakan dan tidak perlu menjadi marah atau menyerang. Siswa yang sudah berhasil dalam latihan ini tidak akan sensitif dan cepat marah kalau dihinakan orang lain, dan punya kemampuan untuk mengendalikan diri.


13.       Poster/Video Menolak Anak Tawuran Dalam Semua Tim

Poster/Video bisa dibuat oleh siswa laki-laki, dari semua tim, kelompok olahraga, dan organisasi. Kalau ikut tawuran, tidak akan diterima di tim futsal, tim basket, band, dll. Menekankan bahwa tidak ada siswa yang lain yang mau berteman dengan anak yang memilih untuk ikut tawuran. Bentuk pernyataan bisa bervariasi.
·         Poster. Anak laki tempelkan foto tim atau kelompok, dan menulis pernyataan bahwa tidak akan terima siswa yang ikut tawuran. (Mungkin ditambah dengan komentar anti-bullying and anti kekerasan sekaligus).
·         Video. Setiap tim dan kelompok siswa direkam membuat pesan anti-tawuran. Cukup menggunakan kamera digital. Cari siswa atau guru IT yang bisa editing film (ada programnya). Minta semua rekaman dijadikan satu video singkat. Misalnya dengan 20-30 adegan singkat berdurasi puluhan detik saja, yang isinya pernyataan “Tidak menerima siswa yang ikut tawuran di dalam semua tim”. Film di-upload ke YouTube, dan disebarkan lewat email, Facebook dan Twitter.
·         Lisan. Diumumkan di depan sekolah, atau di depan kelas. Semua anggota dari setiap tim dan organisasi bisa diminta maju dan menjelaskan secara lisan bahwa mereka tidak ingin terima siswa yang ikut tawuran dalam tim mereka, karena anak tawuran bersikap kejam dan siap menganiaya anak lain di jalan. Jadi kalau mau bergabung dengan tim atau organisasi, harus bersikap jantan dan dewasa, dan tinggalkan tawuran, dsb.
TUJUAN: Membuat siswa yang ikut tawuran memilih antara semua tim, organisasi, dan komunitas sekolah, atau perang di jalan. Jadi kalau mereka mengatakan tawuran dilakukan untuk menjaga kehormatan sekolah, maka siswa yang lain bisa menolak persepsi itu. Kehormatan sekolah dijaga lewat prestasi di bidang akademik dan olahraga, bukan lewat perang di jalan.


14.       Poster/Video Menolak Anak Tawuran Sebagai Pacar

Program ini bukan untuk promosikan pacaran, tapi kalau dinilai tidak cocok dengan budaya sekolah, bisa ditinggalkan. Merupakan kenyataan bahwa sebagian dari siswa ingin punya pacar atau sudah punya pacar. Keinginan ini mungkin bisa dimanfaatkan untuk mengubah perilakunya. Kumpulkan para perempuan (dianggap “calon pacar”), dan membantu mereka membuat pernyataan bahwa cowok yang ikut tawuran tidak layak menjadi pacar mereka. Bentuk pernyataan bisa bervariasi.
Siswa bisa membuat poster, atau merekam pesan visual, dijadikan video, upload ke YouTube, sebarkan lewat email, Facebook, Twitter, dll. Juga bisa dilakukan secara lisan di depan kelas, atau di depan sekolah. Perempuan yang sudah ketahuan pacaran dengan anak yang ikut tawuran bisa diminta memberikan pilihan kepada pacarnya: tinggalkan tawuran atau tinggalkan pacar, dan dibiarkan pilih sendiri. Mana yang lebih diinginkan?
TUJUAN: Manfaatkan keinginan siswa untuk dapat pacar, dan yakinkan mereka bahwa anak yang ikut tawuran akan kesulitan dapat pacar karena sifat anak yang melakukan tawuran tidak disenangi perempuan.


15.       Lukisan Dinding (Mural)

Siswa yang ikut tawuran bisa kerja sama untuk membuat sebuah lukisan dinding (mural) di tembok sekolah, dengan tema anti-kekerasan. Siswa harus kerja kelompok, bisa dari satu sekolah, atau dipadu antara dua sekolah, misalnya 2 anak dari sekolah A, 2 dari sekolah B. Dibina oleh guru kesenian, dan guru pembina lain. Bisa minta bantuan kepada seniman dari masyarakat setempat untuk datang dan bantu secara sukarelawan untuk memberikan masukan dan ide kepada siswa, dan bantu mereka membuat desain yang menarik. Setiap kelompok siswa diberikan lokasi yang berbeda untuk membuat lukisannya. Setiap semester atau setiap tahun, bisa dibuat lukisan yang baru.
TUJUAN: Agar siswa yang ikut tawuran membuat pesan visual yang menolak tawuran dan kekerasan. Mereka akan melihatnya setiap hari dan mengenalnya sebagai usaha mereka yang positif.


16.       Latihan Bela Diri

Dalam latihan bela diri seperti Silat, Karate, Tai Kwon Do dan lain-lain, semua murid diajarkan untuk mengendalikan diri, percaya diri, membela kebenaran, melindungi orang lemah yang tidak sanggup membela diri, menjadi sehat secara jasmani dan rohani, dan sebagainya.
Murid bela diri diajarkan untuk MELAWAN orang jahat (seperti preman, perampok), dan bukan untuk MENJADI orang jahat. Kalau siswa sudah ketahuan ikut tawuran, bisa diwajibkan mengikuti kelas bela diri di sekolah atau di wilayah terdekat, dan pelatihnya akan diberikan permintaan dari pihak sekolah agar lebih memperhatikan perkembangan moral dan akhlak murid-murid itu. Dengan mengikuti kelas bela diri, siswa akan belajar untuk tanggung jawab, dan belajar bahwa orang kuat justru bisa menahan diri ketika marah atau tersinggung.
Bisa dibuat perjanjian khusus bahwa kalau siswa itu ketahuan ikut tawuran lagi, maka dalam latihan bela diri yang berikut, dia harus fight dengan pelatihnya. Semua pelatih bisa mengalahkan murid baru secara mudah, dan murid akan kena pukulan dan tendangan dan akan cepat merasa capek (juga mungkin dia merasa takut fight sama pelatihnya, jadi sudah gugup dari awalnya). Murid itu tidak akan punya pilihan selain menyerah dan mengakui kelemahannya. Setelah itu pelatih dan juga guru pembina di sekolah akan memberikan masukan bahwa sebenarnya dia bukan orang jagoan, dan menyerang anak di jalan tidak akan membuatnya jagoan. Melawan satu pelatih saja tidak bisa, jadi lempar batu di jalan tidak akan menjadikan dia orang hebat.
TUJUAN: Memberikan pelajaran kepada siswa agar kekuatan fisik dan ilmu bela diri digunakan untuk melindungi dan bukan menganiaya. Kalau mau dapat prestasi sebagai orang kuat maka bisa dicari secara baik dalam pertandingan bela diri.


17.       Membuat Kartun Dengan Tema Anti-Tawuran

Siswa bisa membuat kartun atau poster dengan tema anti-tawuran. Semua kartun dan poster dipasang di sekitar sekolah, di dalam dan di luar kelas. Ini akan menjadi tanda visual bahwa semua siswa yang lain tidak mendukung tawuran. Bisa dibuat kartun yang berseri, sehingga setiap minggu ada yang baru untuk dibaca. Bisa juga disebarkan lewat internet agar dibaca lebih luas. Gambar untuk kartun bisa dibuat oleh siswa seni yang punya kemampuan, dan diberikan pasangan anak tawuran yang bisa membantu membuat skenario dan teks, dengan pembinan dari guru pembina atau psikolog. Tema dalam kartun harus selalu anti-kekerasan, dan menunjukkan hasil yang buruk dari tawuran.
TUJUAN: Melibatkan siswa dalam tindakan positif yang memberikan pesan visual anti-tawuran.


Ide-ide Lain

18.       Electronic Tagging (Gelang Kaki Elektronik)

Di Amerika, “electronic tagging” (sebuah gelang karet dengan chip GPS di dalamnya) digunakan untuk orang yang tidak perlu dipenjarakan, tapi masih perlu diketahui lokasinya. Misalnya, untuk kriminal kelas kecil, atau kriminal yang sedang direhabilitasi, dan sebagainya. Harga untuk memasang “electronic tag” di pergelangan kaki hanya perlu biasa operasional US$1 per hari (biaya per orang), dan biaya ini bisa dibebankan terhadap orang tua. (Saya tidak tahu biaya total untuk memasang seluruh sistemnya, tapi ini perlu dibeli oleh Polisi atau Pemda, dan dipakai untuk seluruh kota). Tag ini, seperti gelang karet besar yang menggunakan sistem GPS seperti HP, dan lokasi siswa akan ketahuan 24 jam. Kalau beberapa siswa berkumpul di satu jalan, maka akan ketahuan langsung, dan polisi bisa dikirim ke lokasi itu dengan cepat. Gelang ini bisa dipasang untuk 6 bulan atau 1 tahun bagi setiap siswa yang ketahuan ikut tawuran, dan hanya dilepaskan setelah terbukti mereka tidak berada di lokasi tawuran selama masa itu. Dengan gelang ini, mereka masih bisa bersekolah, tapi tidak bisa menyembunyikan lokasinya. Gelang ini tahan air, jadi bisa dipakai pada saat mandi, dan kalau ada usaha melepaskannya, akan bunyikan alarm. Siswa yang coba melepaskannya bisa kena sangsi yang lebih berat seperti penjara.
TUJUAN: Agar lokasi siswa yang ikut tawuran diketahui 24 jam. Dengan itu, mereka tidak akan bisa berkumpul untuk melakukan tawuran.
  


19.       Terapi Meditasi

Ada orang yang percaya bahwa terapi meditasi atau yoga bisa membantu sebagian orang menjadi lebih tenang. Bisa diwajibkan bagi siswa yang ketahuan punya kesulitan mengatasi keadaan emosionalnya. Kegiatan ini bisa dilakukan berkelompok, atau secara individu dengan seorang pelatih. Terapi ini bisa diwajibkan oleh pihak sekolah, atau pengadilan, dan biaya dibebankan ke orang tua. Anak bisa diajarkan untuk meditasi sendiri di rumah, dan bisa ditanyakan oleh guru pembina atau psikolog untuk memastikan mereka melakukannya dan apa yang mereka rasakan sebagai hasilnya. Diutamakan bahwa siswa harus mulai bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, dan menjadi marah terhadap siswa lain adalah sebuah pilihan yang bisa dilawan.  
TUJUAN: Membuat siswa lebih tenang dalam kehidupan sehari-hari agar niat berperang di jalan berkurang.


20.       Terapi Pijit

Ada orang yang percaya bahwa pijit di leher dan punggung bisa mengurangi stress dan membantu orang menjadi lebih santai, tenang dan segar. Mungkin terapi pijit seperti itu akan bermanfaat untuk sebagian siswa untuk membuat mereka lebih tenang di dalam sekolah, dan membantu mereka tidur lebih cepat dan dalam kondisi yang lebih baik. Sekolah bisa mencari seorang ahli pijit dengan skil yang tinggi, dan bayar untuk menyediakan pijit di sekolah bagi siswa yang ikut tawuran. Bila dana kurang, bisa dicari bantuan dari orang tua atau sponsor lain.
TUJUAN: Membuat siswa lebih tenang dalam kehidupan sehari-hari agar niat berperang di jalan berkurang.


21.       Kesimpulan

Program pendidikan anti-tawuran ini berisi ide-ide yang mungkin bermanfaat kalau dijalankan oleh sekolah-sekolah yang mengalami masalah tawuran siswa antar sekolah. Sebaiknya dilakukan koordinasi antara guru dan kepala sekolah dalam kedua sekolah yang bermasalah (kalau sering terjadi perang antara dua sekolah yang sama) agar masalah ini ditangani secara bersamaan dan komprehensif.
Semua ide dalam program ini tidak perlu dijalankan secara bersamaan, tapi sekolah bisa memilih satu ide dulu dan jalankan, lalu mencoba ide kedua, dan seterusnya. Program ini disebarkan untuk umum, dan akan di-update sewaktu-waktu. Kalau ada orang yang mempunyai ide baru yang ingin dimasukkan ke program ini, terutama ide yang berbasis program pendidikan, silahkan hubungi saya di email: genenetto@gmail.com.

Semoga bermanfaat.
-Gene Netto

09 October, 2012

Taliban Tembak Anak yang Bicara Menentang Mereka



Anak perempuan ini ditembak di kepala oleh Taliban hanya karena menulis blog yang mengritik mereka.

Taliban Tembak Anak yang Bicara Menentang Mereka
Selasa, 09 Oktober 2012, 22:05 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, Seorang remaja, aktivis hak anak Pakistan ditembak di kepala pada Selasa (9/10) dalam upaya pembunuhan ketika ia naik bus sekolah. Penembakan terjadi saat bus melintas di bekas kantong pertahanan Talibat, Swat, bunyi keterangan pejabat. Malala Yousafzai, 14, langsung dilarikan ke rumah sakit lokal di kota Peshawar untuk perawatan lebih lanjut. Beruntung dokter mengatakan si bocah telah bebas dari bahaya. Satu kawan gadis tersebut, menurut polisi, juga terluka.

Gadis itu istimewa untuk remaja seusianya. Ia pernah memenangkan penghargaan atas tulisan lewat sebuah blog di BBC tahun lalu yang menyoroti kekejaman Taliban. Tulisan itu menyoal insiden pembakaran gadis-gadis oleh militan yang dipimpin ulama Maulana Fazlullah dan aksi teror Taliban terhadap penduduk lembah. Dia juga menerima penghargaan perdamaian nasional pertama kalinya dari pemerintah Pakistan tahun lalu dan dinominasikan dalam  International Children's Peace Prize oleh grup advokasi KidsRights Foundation pada  2011.

06 October, 2012

Kenapa Khutbah Jumat Tidak Membahas Realita Dari Kehidupan?



Assalamu’alaikum wr.wb.,
Teman2, minggu kemarin ada banyak sekali berita tentang anak yang tawuran, yang membunuh anak dari sekolah lain dengan sikap kejam. Berita itu masuk semua media, saya dan pakar pendidikan yang lain membahasnya, polisi bicara, pemda bicara, psikolog bicara. Ini menjadi topik yang sangat besar dan dibahas secara luas. Lalu pada jumat kemarin, saya ikut shalat jumat seperti biasa. Dari melihat semua yang sedang terjadi dalam minggu itu (dua anak di Jakarta tewas dalam tawuran), saya kira mungkin khatib akan manfaatkan kesempatan itu untuk membahas akhlak seorang anak Muslim, peran orang tua dalam mendidik anaknya dan sebagainya. Ternyata saya salah. Temanya untuk khutbah minggu kemarin? Hikmah Ibadah Haji!

Ternyata, ibadah haji adalah salah satu dari rukun Islam yang wajib bagi mereka yg mampu. Rugilah kalau tidak haji katanya. Balasan haji yang mabrur adalah sorga. Dan begitu seterusnya. Lebih dari 50% jemaah begitu terpesona dan tertarik, mereka menundukkan kepala dan hampir tidur (atau tidur benaran). Anak-anak di lantai atas lebih senang ngobrol dan bercanda sama teman-temannya, daripada mendengarkan semua info yang sama lagi.  

Khatib tidak membahas akhlak Nabi atau bagaimana caranya Nabi membina anak. Tidak membahas peran orang tua dan anggota masyarakat lain dalam membina generasi mendatang dengan akhlak yang baik. Seorang bapak perlu memberikan kasih sayang terhadap anak laki-laki. Kalau sering dipukul, dihardik, diremehkan, disalahkan dsb. maka anak bisa merasa stres dan trauma, masuk sekolah dalam keadaan tidak bahagia, dan cepat cari kesempatan ribut. Tapi siapa yang akan mengingatkan para bapak tentang tugas mereka sebagai pembina anggota ummat Islam untuk masa depan?

04 October, 2012

Mohon Bantuan Untuk Anak Yatim di Desa Purwadana, Karawang



Assalamu'alaikum wr.wb., 
Teman2, di Desa Purwadana, Karawang, ada kabar dari teman saya Ust Muhtadin dari MUI Karawang bahwa mereka ingin bagikan daging qurban kepada anak yatim dan jompo di sana pada saat Idul Adha. Kalau ada keinginan untuk membantu mereka, sedekah dan bantuan lain bisa disalurkan langsung ke rekening di sana. Kalau ada yang mau titip sapi atau kambing di sana juga boleh.  

Bantuan bisa disalurkan lewat rekening ini:

Bank: BNI
No. Rekening: 0216248507
Atas nama: BAZ
Kota: Karawang
Cabang: BNI Karawang

Di desa Purwadana ini, ada:        
173 anak yatim
162 orang jompo

Bantuan sewaktu-waktu dan bantuan secara rutin juga sangat dibutuhkan di desa Purwadana, karena selama ini tidak ada banyak donator tetap untuk anak yatim dan jompo di sana. Jadi bantuan yang lain juga bisa disalurkan lewat rekening yang sama. Terima kasih kalau ada yang bisa membantu. Semoga bantuannya segera dibalas oleh Allah SWT.
Ust. Muhtadin bisa dihubungi langsung lewat nomor HP: 081310202278 atau 087741722276 kalau ada yang perlu informasi lebih dalam.

02 October, 2012

Perubahan Kurikulum Yang Dibutuhkan

Assalamu’alaikum wr.wb.,
Teman-teman, ada kabar baru bahwa tahun depan kurikulum nasional akan diubah lagi. Dari dulu saya punya pendapat bahwa kurikulum di Indonesia perlu diubah, tapi mungkin tidak dengan cara yang dipikirkan kebanyakan orang. Masih menjadi kenyataan bahwa mayoritas dari warga Indonesia putus sekolah pada tingkat SD. Jadi karena itu masih sebuah kenyataan, fungsi SD sebaiknya diubah. Perlu dipikirkan skil dan ciri-ciri yang paling dasar dan paling penting yang perlu dimiliki orang dewasa yang harus mencari pekerjaan dan menjadi anggota masyarakat di sini. Setelah ditentukan skil dan ciri-ciri itu (life skills), harus diberikan sebanyak mungkin terhadap siswa SD dengan perkiraan mereka akan mulai kerja setelah lulus SD dan tidak akan kembali untuk belajar lagi.

Kalau ternyata kembali, bisa dianggap sebagai “bonus” dan hal yang sama terulang lagi di tingkat SMP. Kalau putus sekolah setelah SMP, maka skil dan cara berpikir yang penting sudah diberikan, dan mereka bisa kerja dan menjadi anggota masyarakat yang baik dan berkualitas. Kalau mereka kembali lagi untuk SMA, maka itu adalah bonus kedua. Jadi di tingkat SMA, hal yang sama terulang lagi, dengan asumsi mereka akan cari kerja setelah lulus SMA. (Sistem ini perlu diteruskan sampai menjadi kenyataan bahwa mayoritas dari penduduk Indonesia lulus SMA, dan saat itu, kurikulum bisa diubah lagi kalau perlu).

Di kelas 2 dan 3 SMA, perlu disortir semua siswa, dan ditentukan mana yang akan kuliah, dan mana yang akan kerja. Diutamakan skil untuk kerja, dan ditekankan ciri-ciri seorang anggota masyarakat yang berakhlak baik dan bermanfaat. Untuk anak yang diperkirakan akan bisa kuliah, karena orang tua sanggup bayar, atau karena mau cari beasiswa, bisa diberikan kelas2 tambahan atau bahan tambahan yang akan menyiapkan mereka untuk kuliah. Anak yang tidak akan kuliah tidak perlu kelas dan bahan tambahan itu. Jumlah anak yang kuliah di Indonesia masih sekitar 7% saja, jadi sebuah program pendidikan yang mengarah ke program universitas dan memberikan ilmu teori saja, sangat merugikan 93% dari anak bangsa yang perlu mencari pekerjaan setelah keluar dari SMA.

Untuk anak2 SMA yang mayoritas, program pendidikan yang mengarah ke dunia nyata, akan diutamakan (seperti di SD dan SMP). Ini akan menjadikan mereka anggota masyarakat yang baik dan berkualitas, yang sanggup mencari pekerjaan, atau bahkan menciptakan lapangan kerja baru secara kreatif, bukan asal menjadi karyawan.

Semua skil yang perlu diberikan sejak SD bisa dibahas secara luas dulu, dan dibutuhkan penelitian untuk menentukan apa yang paling penting. Sebagai contoh saja, anak yang diperkirakan tidak akan  kembali setelah SD harus dipastikan bisa membaca dan menulis dengan lancar dan punya kemampuan untuk mengurus diri sendiri, misalnya dengan mengerti cara isi formulir, bisa daftar untuk suatu program, mampu menganalisa dan membedakan antara program dan ide yang bermanfaat dan yang tidak, dan sebagainya.

Yang paling penting dari semuanya adalah kemampuan untuk belajar dan berpikir secara mandiri. Siswa harus diajarkan caranya untuk menuntut suatu ilmu baru, tanpa selalu bisa bertanya kepada orang lain (misalnya, cara menamam jamur organik). Siswa harus mengerti di mana ilmu bisa dicari (buku, internet, departemen pemerintah atau pemda, seminar dan workshop, eksperimen sendiri, orang yang kerja di bidang itu), dan harus mengerti cara mempelajari dan mencatat ilmu baru itu sampai mendapatkan keahlian sendiri.

Mereka harus bisa berpikir secara kreatif, dengan diajarkan untuk menganalisa suatu masalah, dan mencari solusi baru yang kreatif, bukan asal memberikan jawaban yang diinginkan guru dalam ujian pilihan ganda. Lebih baik semua ujian diubah agar siswa selalu bisa menulis jawaban sendiri, dan bukan memilih dari jawaban2 yang sudah ditentukan guru. (Memang makan waktu lebih lama untuk periksa ujian, tapi di jangka panjang lebih baik bagi siswa dan masyarakat).

Siswa harus diajarkan skil untuk bekerja secara mandiri dan juga bekerja sama dengan baik dalam kelompok. Dalam kelompok, siswa harus dapat giliran menjadi pemimpin dan belajar dasar2 kepemimpinan, dan juga dapat giliran menjadi anggota tim (atau pengikut) dan menjalankan pentunjuk dari pemimpin. Mereka harus diajarkan untuk berdiskusi dan bernegosiasi secara baik, dan sanggup berbeda pendapat tanpa ribut atau selalu mau benar sendiri. Mereka harus bisa berpikir secara logis, dan sanggup menganalisa suatu masalah secara logis untuk mencari akar permasalahannya. Contoh2 soal yang bisa membangun pemikiran seperti itu sudah ada, dan tinggal dijadikan bahan dasar di tingkat SD.

Siswa harus belajar untuk berdemokrasi, dan memutuskan perkara secara bersama, sehingga nanti sebagai anggota masyarakat mereka sanggup ikuti diskusi urusan penting di tingkat RT, kecamatan, kabupaten, dalam organisasi kerja dsb. dan bisa bersuara secara sehat dan logis dalam menentukan kebijakaan yang bermanfaat bagi semua. Siswa harus mengerti bahwa suara mereka juga penting, dan asal mengikuti kemauan orang lain tanpa berpikir sendiri adalah hal yang seringkali tidak baik di masa depan.

Siswa harus sanggup melihat kesempatan kerja yang baru, dan membangun suatu usaha dari nol dengan mengerti caranya mendapatkan modal yang minimal untuk menjalankan bisnis itu. Intinya, siswa SD harus bisa menjadi pengusaha atau entrepreneur tingkat kecil, agar mengerti cara membangun suatu usaha dan bantu orang tuanya dalam membangun bisnis kecil. Mereka harus mengerti dasar ekonomi mikro seperti konsep supply and demand (permintaan dan ketersediaan) agar tahu caranya membangun suatu usaha kecil yang sehat dan menghasilkan profit. Anak bisa belajar untuk langsung membuat makanan ringan dan minuman (misalnya), dan menjualnya di luar sekolah. Bisa dikerjakan secara kelompok dulu, lalu secara mandiri pada tingkat Kelas 6.

Mereka harus mengerti tentang pengurusan stok barang, jangka waktu yang perlu ditunggu sampai modal kembali, bagaimana memutar uang ke dalam usaha untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi dan sebagainya. Juga perlu belajar dasar2 akutansi seperti pembukuan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran. Kalau orang tua sudah memiliki suatu usaha (seperti warung) siswa bisa langsung praktekkan di rumah dan membantu orang tua mencatat profit atau kerugian.

Sebagai anggota masyarakat (siswa harus dianggap “calon orang dewasa”), mereka harus bisa menerima pendapat orang lain, walaupun tidak selalu setuju, dengan lapang dada, dan tanpa menjadi emosi. Harus bisa kerja dengan orang yang tidak disukai secara pribadi. Harus bisa hidup secara rukun dengan orang dari agama dan budaya yang lain. Harus bisa memperhatikan tetangga, dan tidak semata-mata utamakan diri sendiri dalam semua urusan. Harus bisa memperhatikan dan memperdulikan jompo, janda dan anak miskin di lingkungan mereka. Harus bisa memikirkan lingkungan yang sehat, dan tidak membuang sampah secara sembarangan. Harus bisa berhenti merokok, atau tidak mulai, atau minimal tidak merokok di dekat orang lain yang mungkin terganggu. Harus bisa sabar untuk antrian di semua lokasi yang memerlukannya, dan sabar untuk tidak melewati lampu merah. Harus bisa bicara secara jujur, dengan kata-kata yang baik dan mulia. Harus bisa menahan diri dari melanggar hukum pada skala besar dan kecil, dan membentuk masyarakat yang taat hukum. Harus menjadi terbiasa membaca sebanyak mungkin setiap minggu, dengan membentuk rumah baca di komunitas masing2, dan utamakan hobi membaca di atas hobi nonton sinetron. Dan seterusnya.

Siswa juga perlu diberikan dasar-dasar P3K agar bisa membantu orang yang mengalami kecelakaan (dokter dan rumah sakit seringkali jauh). Saya sering bertemu orang dewasa yang tidak mengerti bedanya antara tangan yang keseleo atau patah. CPR (resusitasi jantung paru-paru) bisa dipelajari di tingkat SD, untuk bantu orang yang tidak bernafas (serangan jantung, tenggelam, jatuh, dsb). Cara tangani orang yang berdarah penting sekali, dan banyak terjadi kesalahan fatal di sini, misalnya, suatu benda yang menusuk ke dalam tubuh korban ditarik keluar, dan hasilnya adalah perdarahan tambah parah dan pasien wafat sebelum sampai rumah sakit. (Seharusnya dibiarkan di dalam badan, dan dokter yang mencabut dengan hati-hati). Banyak orang kena penyakit menular seperti TBC dan menyebarkan lagi karena tidak paham (atau tidak peduli) terhadap apa yang harus mereka lakukan untuk menjaga keluarga dan tetangga dari penyakit. 

Kalau kurikulum SD dan SMP diubah untuk mengutamakan hal-hal seperti ini, maka kenyataan bahwa mayoritas warga Indonesia masih putus sekolah pada tingkat SD tidak akan menjadi beban seumur hidup bagi orang itu. Mereka akan sanggup mencari pekerjaan yang baik, dan mungkin juga membuat pekerjaan sendiri karena sudah terlatih menjadi entrepreneur di dalam sekolah. Mereka akan bisa menjadi anggota masyarakat yang berakhlak baik dan produktif dan bisa menambahkan ilmu sendiri dengan cara baca buku, dan banyak diskusi dengan orang lain.

Di tingkat SMA, jumlah pelajaran juga perlu dikurangi. Pernah ada siswa saya di kelas 3 SMA yang menunjukkan daftar 23 mata pelajaran kepada saya dan ternyata itu semua kelas dia di sekolah. Sedangkan di Australia dan Selandia Baru, siswa di kelas 3 SMA hanya mengikuti 5-6 mata pelajaran saja. Kenapa Indonesia bisa 23, dan semuanya berikan PR dan ujian kepada siswa?

Di tingkat kuliah, juga perlu perubahan. Empat tahun termasuk skripsi tidak perlu. Di banyak negara maju, tidak ada tahun keempat dan tidak ada skripsi. Di universitas saya di Australia, kalau sudah kumpulkan 24 SKS (1 SKS per mata kuliah) maka lulus secara automatis dengan gelar Bachelor of Arts (atau yang lain) dan sudah cukup untuk lamar kerja. Kalau diterapkan di sini, maka orang tua bisa hemat biaya satu tahun, mahasiswa tidak akan dibuat pusing dengan belajar cara membuat skripsi, dan bisa lebih cepat mencari pekerjaan (atau lebih baik menciptakan pekerjaan). Bagi saya terkesan aneh bahwa syarat untuk lulus kuliah di tingkat paling rendah (S1) lebih sulit di sini daripada di negara maju seperti Australia. Seharusnya terbalik.

Sekian saja. Semoga bermanfaat bagi teman2 yang peduli pada dunia pendidikan dan masa depan bangsa. Ini termasuk yang paling minimal yang bisa dilaksanakan, dan saya tidak paham kenapa belum dilakukan puluhan tahun yang lalu.
Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto

Ratusan Video Tawuran Pelajar di YouTube



Assalamu’alaikum wr.wb.,
Minggu kemarin saya carikan video tawuran pelajar di YouTube dengan menggunakan kata kunci “tawuran” dan juga cari lewat Google. Ternyata saya salah. Kebanyakan video tawuran pelajar justru diambil oleh anak2 itu sendiri, dan tidak menggunakan kata “tawuran” dalam judulnya, jadi tidak keluar dalam Google search. Setelah saya mulai mengikuit links di sebelah kanan di YouTube, baru ketahuan bahwa ada ratusan video lain, yang dibuat oleh anak sekolah itu sendiri, dan diupload untuk ditonton ramai2 oleh mereka. Sebagian dari video itu sudah ditonton puluhan ribu kali (padahal jumlah anak yang ikut tawuran hanya sekian puluh).
Judul video menggunakan nama sekolah, atau nama geng, atau kode khusus yang digunakan oleh anak sekolah untuk menunjukkan sekolahnya. Berikut ini beberapa contoh saja, dan ini HANYA dari tahun 2012.
Setelah melihat semua video ini, saya ada 3 pertanyaan.
1.      Anak ini punya orang tua seperti apa? Mungkin pada saat anak ini pulang, orang tuanya (kalau ada di rumah) hanya bertanya apa sudah makan, sudah shalat, dan apakah ada PR. Kemungkinan besar orang tua tidak sadar anak2 mereka mengikuti kegiatan seperti ini sebelum pulang. Tapi kenapa tidak sadar? Apa mereka tidak terbiasa bicara dengan anaknya secara terbuka?
2.      Anak ini akan menjadi orang tua seperti apa nanti ketika menjadi dewasa? Kalau masa muda mereka dihabiskan dengan bersikap begitu kejam terhadap manusia lain yang seusia, bagaimana mereka bisa membina anak mereka sendiri dengan sikap lembut, mulia dan bijaksana?
3.      Kenapa baru sekarang Kemendikbud, Pemda, Polisi, masyarakat dan media mau memperhatikan masalah ini?

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...