“Hari Anak Nasional menjadi pengingat penting bagi semua elemen masyarakat bahwa anak-anak adalah aset bangsa yang harus dihargai, dilindungi, dan diberdayakan.”
Assalamu’alaikum wr.wb. Ketika membaca kalimat itu, saya tidak tahu apa seharusnya ketawa atau menangis. Anak adalah aset bangsa? Jadi seharusnya ada “nilainya”! Saya baca berita tentang anak setiap hari karena ingin memahami kondisi yang nyata. Kita hanya bisa memperbaiki suatu masalah kalau memahaminya. Pertanyaan saya: Anak Indonesia hidup dalam kondisi apa sekarang? Aman? Sehat? Sejahtera? Cerdas? Bahagia?
Setiap hari, ada berita tentang anak yang dicabuli, diperkosa, diperkosa bergilir, dan disodomi. Mayoritas dari pelakunya adalah pria dewasa yang dekat, seperti bapak kandung, bapak tiri, guru ngaji, ustadz, guru sekolah, guru les, kakek, tetangga, atau pendeta. Ada banyak pelaku yang remaja, seperti senior di sekolah atau pesantren, tetangga, teman Facebook, kenalan medsos, dll.
Anak SMP bisa diperkosa bergilir oleh 6 sampai 14 anak remaja. Dari ribuan kasus, belum pernah ada anak laki-laki yang selamatkan korban. Dari ribuan laki-laki usia 12-19 tahun yang diajak perkosa anak perempuan, 100% setuju. Untuk mengatasinya, guru dan orang tua harus membahas pemerkosaan, dan mendidik anak laki-laki untuk menjadi satria yang melindungi perempuan. Daripada ikut memperkosanya!
Banyak anak dicabuli oleh guru ngaji, guru sekolah, atau ustadz di pesantren. Anak tidak paham ada bahaya. Solusinya sederhana: “Pelatihan Anti-Pencabulan”. Dibuat poster yang wajib dipasang di sekolah dan pesantren, yang jelaskan arti pencabulan dan cara lapor. Orang tua juga harus diajarkan cara membahas pencabulan. Anak harus dididik bahwa badannya tidak boleh disentuh secara paksa, dan kalau terjadi, mereka harus melawan, lari, dan lapor.
Film pornografi banyak. Sebagian anak mulai nonton dari usia 12 tahun. Banyak orang tua tidak mau membahasnya. (Seringkali, bapak punya koleksi sendiri!) Karena tidak bisa diskusi dengan orang tua, anak bertanya kepada teman, lalu dikasih info situs, atau dikasih beberapa video.
Selalu ada berita tawuran. Di berapa banyak negara ada budaya anak ingin membunuh anak lain disebabkan dosa “sekolahnya beda”? Di negara tetangga tidak ada. Kenapa umum di sini? Kenapa belum ada solusi? Kenapa banyak anak laki-laki menjadi sadis?
Katanya, IQ rata-rata rakyat Indonesia adalah 78, ranking 130 di dunia. Jelas ada kegagalan dalam sistem pendidikan. Banyak guru kurang pandai “mendidik”. Merasa setara sersan di tentara. Dapat calon prajurit, harus teriak dan tegas agar mereka “diam dan taat”. Sersan (guru/pemimpin) berkuasa dan wajib ditaati, walaupun salah. Banyak anak anggap sekolah sama dengan penjara. Masuk penjara 12 tahun, lalu cari pekerjaan dengan saingan ribuan orang setiap 1 lowongan? Kenapa hasil pendidikan adalah jutaan anak bodoh yang tidak bisa dapat pekerjaan?
Banyak anak DO karena tidak sanggup beli seragam dll. Biaya “sekolah gratis” ternyata sangat mahal. Dianggap lebih baik anak kerja dan hasilkan uang, daripada keluarkan uang untuk sekolah. Di saat yang sama, para bapak membuang Rp. 2.619 Triliun per tahun untuk rokok! (Data 2024.) Sekolah mahal, tetapi rokok wajib? Pemerintah diam karena terima pajaknya. Lalu habiskan uang untuk BPJS bagi perokok yang kena kanker. Gali lubang, tutup lubang.
Setiap hari ada anak yang tenggelam. Misalnya, puluhan anak dibawa ke kolam renang oleh guru yang tidak bisa berenang. Ketika anak tenggelam, petugas membawanya ke puskesmas. Tidak bernafas selama 15 menit. Mati. Petugas dan guru tidak diwajibkan belajar Resusitasi Jantung Paru (RJP, atau CPR). Anak tewas adalah “takdir Allah”, bukan kelalaian. Banyak anak juga tenggelam di tempat lain seperti sungai, pantai, atau saluran irigasi, tetapi tidak ada pelatihan yang membuat mereka waspada.
Di kebanyakan desa, tidak ada taman baca. Anak butuh akses pada buku agar menjadi terbiasa membaca. Tempat bermain juga terbatas dan biasanya rusak. Ketika ada dana, daripada mendirikan taman baca dan taman bermain untuk mencerdaskan anak, malah jalannya diaspal.
Perlu puluhan contoh lain? Untuk apa ada perayaan “Hari Anak Nasional”? Kalau hasilnya adalah cermin dari usaha, terkesan banyak sistem yang terkait dengan anak mengalami kegagalan. Jadi apa yang dirayakan? Kalau ini di Jepang, mungkin banyak pejabat akan bunuh diri (atau mundur) sebagai bentuk tanggung jawab. Tetapi di sini malah menjadi perayaan. Banyak orang tepuk punggung sendiri, dan membahas keberhasilannya yang tidak dirasakan oleh anak.
Ada 80 juta anak yang butuh masa depan yang baik. Tetapi yang disediakan bagi mereka hanyalah sistem penuh kegagalan dan kesulitan. Banyak orang tua gagal mendidik anaknya karena tidak pernah dilatih menjadi orang tua. Kenapa tidak ada kelas parenting di SMP, SMA, dan universitas? Ada 60 juta orang tua yang merasa lemah karena “sendirian”. Jadi mereka hanya bisa terima yang disediakan, dan anggap anak mereka tidak berhak mendapat yang lebih baik.
Semua orang dewasa perlu bangun dari dunia mimpi. Semua masalah tersebut bisa diatasi. Tetapi harus ada kemauan untuk bersatu, dan mewujudkan program pendidikan, sosial, dan agama yang berkualitas. Hanya dengan itu bisa muncul harapan Indonesia Emas bagi semua anak bangsa!
Semoga bermanfaat sebagai renungan. Mohon maaf kalau kurang berkenan.
Wa billahi taufiq wal hidayah,
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
Pages
▼
Labels
alam
(8)
amal
(97)
anak
(308)
anak yatim
(116)
bilingual
(22)
bisnis dan pelayanan
(6)
budaya
(8)
dakwah
(87)
dhuafa
(18)
for fun
(12)
Gene
(222)
guru
(62)
hadiths
(9)
halal-haram
(24)
Hoax dan Rekayasa
(34)
hukum
(68)
hukum islam
(51)
indonesia
(576)
islam
(557)
jakarta
(34)
kekerasan terhadap anak
(363)
kesehatan
(97)
Kisah Dakwah
(11)
Kisah Sedekah
(11)
konsultasi
(13)
kontroversi
(5)
korupsi
(27)
KPK
(16)
Kristen
(14)
lingkungan
(19)
mohon bantuan
(40)
muallaf
(53)
my books
(2)
orang tua
(10)
palestina
(34)
pemerintah
(137)
Pemilu 2009
(63)
pendidikan
(509)
pengumuman
(27)
perang
(10)
perbandingan agama
(11)
pernikahan
(11)
pesantren
(40)
politik
(127)
Politik Indonesia
(53)
Progam Sosial
(60)
puasa
(37)
renungan
(181)
Sejarah
(5)
sekolah
(83)
shalat
(10)
sosial
(321)
tanya-jawab
(15)
taubat
(6)
umum
(13)
Virus Corona
(24)
No comments:
Post a Comment