Labels

alam (8) amal (100) anak (293) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (7) dakwah (84) dhuafa (18) for fun (12) Gene (218) guru (57) hadiths (10) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (53) indonesia (564) islam (546) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (351) kesehatan (96) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (48) my books (2) orang tua (7) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (497) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (10) pesantren (32) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (171) Sejarah (5) sekolah (74) shalat (7) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

10 April, 2006

Selesai Shalat Imam Menghadap Makmum

Sumber: Era Muslim

Assalamualaikum wr wb,

Ustadz, seringkali saya perhatikan dalam sebuah shalat berjamaah, imam membalikkan badan setelah selesai shalat ketika zikir. Terkadang diputar 90 derajat tapi kadang ada juga yang berputar 180 derajat menghadap kepada makmum. Kalau memang ada dasar syariahnya, berapa lamakah imam harus menggeser atau memutar tubuhnya, apakah begitu selesai salam langsung putar atau baca-baca dulu.

Bahkan saya perhatikan, begitu imam memutar arah, banyak jamaah yang bergeser dari barisannya pindah posisi.

Mohon dijelaskan praktek seperti ini, adakah tuntunannya dari hukum fiqihnya. Adakah dalil hadits yang memetintahkan hal itu? Mohon juga dijelaskan hikmah praktek ini.

Sebelumnya saya ucapkan terima kasih banyak atas ilmu yang ustadz berikan, semoga semakin berkah dan bisa berguna buat kami yang masih harus banyak belajar ini.

Wassalamu'alaikum Wr Wb

Muhaemin Yasalam

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Apa yang seringkali anda saksikan tentang imam shalat yang berputar posisi menghadap ke jamaah atau ke kanan atau ke kiri, semua memang ada dalil haditsnya. Semua merupakan rekaman para shahabat ketika ikut shalat berjamaah bersama Rasulullah SAW.

Beberapa di antara hadits yang menyebutkan tentang perbuatan Rasulullah SAW ketika selesai shalat kemudian menghadapkan wajahnya kepada makmum adalah hadits berikut ini:

عن سمرة رضي الله عنه قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا صلى صلاة أقبل علينا بوجهه - رواه البخاري

Dari Samurah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bila selesai shalat, beliau menghadapkan wajahnya kepada kami. (HR. Bukhari)

Terkadang beliau tidak sepenuhnya menghadap kepada makmum, melainkan hanya berputar 90 ke arah kanan, sehingga makmum ada di sisi kanan dan kiblat ada di sisi kiri beliau. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits berikut ini.

عن أنس رضي الله عنه قال: أكثر ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم ينصرف عن يمينه - رواه مسلم

Dari Anas ra berkata,"Seringkali aku melihat Rasulullah SAW berputar ke kanan (setelah shalat)." (HR. Muslim)

Namun terkadang beliau malah menghadap ke arah kiri 90 derajat, sehingga makmum ada di sisi kiri dan kiblat ada di sisi kanan, sebagaimana juga ada dalilnya berikut ini.

عن قصيبة بن هلب عن أبيه أنه صلى مع النبي صلى الله عليه وسلم فكان ينصرف عن شقيه - رواه أبو داود وابن ماجة والترمذي وقال حيث حسن

Dari Qushaibah bin Hulb dari ayahnya bahwa dia shalat bersama Nabi SAW, beliau berputar ke dua arah (kanan dan kiri). (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, At-Tirmizy)

Bahkan ada hadits yang menyebutkan beliau menghadap ke kanan dan ke kiri.

عن ابن مسعود رضي الله عنه قال: أكثر ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم ينصرف عن شمله - رواه البخاري ومسلم

Dari Ibnu Mas'ud ra berkata,"Seringkali aku melihat Rasulullah SAW berputar ke kiri (setelah shalat)." (HR. Bukhari dan Muslim)


Imam An-Nawawi dalam kitab Syarah Muslim menyebutkan bahwa dengan adanya beberapa dalil di atas, bisa disimpulkan bahwa memang terkadang beliau SAW selesai shalat menghadap ke belakang, terkadang menghadap ke samping kanan dan terkadang menghadap ke samping kiri.

Karena demikian rupa Rasulullah SAW melakukannya, maka buat kita hal itu menjadi teladan dan ikutan dalam ibadah shalat. Meski pun demikian, dari segi hukum tidak sampai kepada wajib, tetapi sunnah dan anjuran.

Jarak Antara Salam dan Bergeser

Adapun pertanyaan anda tentang berapa lama jarak antara salam dengan memutar tubuh menghadap ke belakang atau ke samping, kita juga menemukan beberapa hadits yang berbicara tentang itu. Yaitu sekedar beliau membaca istighfar tiga kali, lalu membaca lafadz Allahumma antassalam dan seterusnya, kemudian beliau segera merubah posisi atau bergeser atau berputar.

عن ثوبان كان رسول الله إذا انصرف من صلاته استغفر ثلاثا وقال: اللهم أنت السلام... - رواه مسلم

Dari Tsauban bahwa Rasulullah SAW bila selesai dari shalatnya, beliau bersitighfar tiga kali kemudian mengucapkan: Allahumma antas-salam." (HR. Muslim)

عن عائشة كان رسول الله إذا سلم لم يقعد إلا مقدار ما يقول: اللهم أنت السلام ومنك السلام تباركت ياذا الجلال والإكرام - رواه مسلم

Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bila salam (dari shalat) tidak duduk kecuali sekedar membaca: Allahumma antassalam wa minkassalam tabarakta ya dzal jalali wal ikram. (HR Muslim)

Hikmah Bergeser
Beberapa ulama mencoba menuliskan sisi lain dari apa yang beliau SAW lakukan. Di antaranya adalah apa yang ditulis oleh Ibn Qudamah di dalam kitab Al-Mughni jilid 1 halaman 561. Beliau mengatakan bahwa berubahnya arah duduk imam adalah untuk memastikan telah selesainya shalat itu bagi imam. Artinya agar makmum bisa memastikan bahwa imam telah benar-benar selesai dari shalatnya.

Sebab dengan mengubah arah duduk, imam akan meninggalkan arah kiblat, dan hal itu jelas akan membatalkan shalatnya.

Ada juga yang mengatakan bahwa dengan menggeser arah duduk ke belakang atau ke samping, berarti imam sudah yakin 100% bahwa rangkaian shalatnya sudah selesai seluruhnya dan terputus. Tidak sah lagi bila tiba-tiba teringat mau sujud sahwi atau kurang satu rakaat. Demikian disebutkan di dalam kitab Hasyiyatu Ibnu Qasim 'alar-Raudhah jilid 12 halaman 354-355.

Makmum Tidak Bergeser Kecuali Setelah Imam Bergeser

Apa yang anda perhatikan bahwa para makmum berpindah duduk setelah imam mengubah posisi, sesungguhnya berangkat dari sebuah hadits yang melarang makmum bergeser sebelum imam berubah posisi.

عن أنس قال صلى بنا رسول الله ذات يوم فلما قضى الصلاة أثبل علينا بوجهه فقال: أيها الناس إني إمامكم فلا تسبقوني بالركو ولا بالسجود ولا بالقيام ولا بالانصراف - رواه مسلم

Dari Anas ra berkata bahwa suatu hari Rasulullah SAW shalat mengimami kami, ketika selesai shalat beliau menghadapkan wajah kepada kami dan bersabda,"Wahai manusia, aku adalah imam kalian. Janganlah kalian mendahului aku dalam ruku,sujud, berdiri atau berpindah." (HR. Muslim)

Dengan landasan hadits ini maka di dalam kitab kitab Fatawa-nya jilid 22 halaman 505 Imam Ibnu Taymiyah mengatakan hendaknya makmum tidak berdiri pergi meninggalkan tempat shalat kecuali setelah imam berpindah atau menggeser arah duduknya dari arah kiblat.

Sehingga wajar bila anda menyaksikan bahwa para makmum berpindah posisi setelah imam berputar arah. Semua berangkat dari hadits ini.

Wallahu a'lam bishshawab wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ahmad Sarwat, Lc

Einstein's Quizz

Neighbours

This quiz was allegedly made up by Albert Einstein and according to him 98% will not solve it.
There is a row of five houses, each having a different colour. In these houses live five people of various nationalities. Each of them keeps a different animal, likes different drinks and smokes different cigarettes.

  1. Briton lives in red house.
  2. Swedish has a dog.
  3. Dane drinks tea.
  4. Green house is just left to the white house.
  5. Proprietor of green house drinks coffee.
  6. The one who smokes Pall Mall, has a bird.
  7. Proprietor of yellow house smokes Dunhill.
  8. Fellow from the central house drinks milk.
  9. Norwegian lives in the first house.
  10. Blend smoker lives next to cat lover.
  11. Horse breeder lives next to Dunhill smoker.
  12. Beer drinker smokes Blue Master cigarettes.
  13. German smokes Prince.
  14. Norwegian lives next to blue house.
  15. Blend smoker has a neighbour, who drinks water.

Question: Who has fish at home? (are you one of the 2% who can solve it?).

07 April, 2006

Bab 1 - Tentang Saya: Bagaimana Saya Bisa Menjadi Muslim Dan Kenapa Saya Menulis Buku Ini

Assalamu’alaikum wr.wb.Ini Bab Pertama dari buku saya Mencari Tuhan, Menemukan Allah.(Baru terbit dalam bahasa Inggris. Bahasa Indonesia belum keluar.)
Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
-Gene Netto

MENCARI TUHAN, MENEMUKAN ALLAH

DAFTAR ISI

1.         Tentang Saya: Bagaimana Saya Bisa Menjadi Muslim Dan Kenapa Saya Menulis Buku Ini
2.         Rangkaian Pengutusan Para Nabi
3.         Tanda dari Tuhan
4.         Para Pengikut Yesus
5.         Pengikut Yesus Dan Pengikut Muhammad Saw
6.         Kebenaran Islam
7.         Ini Yang Allah Katakan Mengenai Al Qur'an
8.         Sebuah Agama yang Logis
9.         Alasan Logis Kenapa Kita Tidak Bisa Melihat Tuhan
10.       Kebutuhan Spiritual Kita Dan Solusi Dari Allah
11.       Ini Pilihan Anda

*******

1.         TENTANG SAYA: BAGAIMANA SAYA BISA MENJADI MUSLIM

Saya mulai menulis bab ini karena saya sering kali harus mengulang cerita yang sama kepada orang-orang di Indonesia yang ingin tahu mengapa saya menjadi seorang Muslim. Setiap kali saya mengeluh karena harus selalu mengulang sejarah pribadi saya kepada setiap kenalan baru, teman-teman seraya bercanda menyarankan agar saya menulis saja sebuah buku tentang diri saya. Di saat yang sama, setiap kali murid-murid saya bertanya tentang pekerjaan apa yang saya inginkan selain menjadi guru Bahasa Inggris, maka saya selalu menjawab ingin menjadi seorang penulis karena saya memang senang membaca dan menulis sejak kecil.

Setiap orang yang bertemu dengan saya di Indonesia ingin mengetahui hal yang sama: bagaimana saya bisa masuk Islam? Saya telah tinggal di Indonesia sejak tahun 1995, dan karenanya sebagian besar perbincangan dilakukan dalam Bahasa Indonesia dan kadang dalam Bahasa Inggris dengan orang asing. Lalu, saya juga harus menjawab sederet pertanyaan lain tentang bagaimana saya belajar Bahasa Indonesia dan bisa tinggal di Indonesia.

Ada banyak masalah di Indonesia, seperti halnya di semua negara berkembang lainnya, dan banyak orang Indonesia tampak bingung ketika bertemu saya karena mereka tidak mengerti bagaimana saya bisa memilih untuk menjadi seorang Muslim dan kemudian juga memilih untuk tinggal di sini. Sebagian orang Indonesia mengatakan mereka telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk berusaha pindah keluar dari Indonesia agar dapat hidup nyaman di negara barat dengan standar hidup yang tinggi. Jadi, mengapa saya malah memilih untuk meninggalkan kehidupan yang nyaman di sana dan tinggal di Jakarta?

Alasannya sederhana. Sebagian kawan saya yang Muslim sering berkomentar bahwa cara saya memahami dan menjelaskan Islam sangat berbeda dengan apa yang pernah mereka dengar sebelumnya. Mereka lahir sudah dalam keadaan beragama Islam, sedangkan saya harus menghabiskan waktu 5 tahun untuk meneliti ajaran Islam supaya bisa memastikan bahwa Islam memang benar. Mereka hanya menerima apa yang dikatakan oleh orang tua mereka, sedangkan saya harus benar-benar mempertanyakan semuanya, menganalisis Islam dengan logika, dan selalu bertanya "Mengapa?" Namun, banyak Muslim Indonesia jujur mengakui bahwa mereka shalat hanya karena orang tuanya menyuruh mereka melakukannya. Mereka juga percaya bahwa Islam itu benar, tetapi mereka tidak pernah menghabiskan banyak waktu untuk menganalisis apa yang mereka lakukan atau mengapa mereka melakukan itu. Mereka hanya melakukannya. Jadi perbedaan cara pendekatan kami terhadap Islam membuat pemahaman saya tentang Islam jadi tampak sangat unik bagi mereka.

Pengalaman itu membuat saya merasa bahwa mungkin ada sebuah tugas penting yang perlu saya lakukan di Indonesia. Saya bisa berbahasa Indonesia dengan baik, mampu menyampaikan ide-ide saya, dan penjelasan saya tentang Islam tampaknya memiliki dampak yang kuat pada banyak orang yang lahir sebagai Muslim. Misalnya, seorang Muslim yang tidak melakukan shalat selama 30 tahun tiba-tiba mulai shalat lagi setelah satu kali bercakap-cakap dengan saya. Jadi saya memutuskan bahwa saya harus tinggal di sini, berusaha untuk mengembangkan komunitas Muslim yang ada di sini, dan bukan mencari kehidupan yang nyaman untuk diri saya sendiri di negara maju.

Dalam bab ini, saya akan menjelaskan bagaimana saya melalui sebuah proses untuk menjadi seorang Muslim. Namun, bab ini hanyalah untuk memenuhi keingintahuan mereka yang ingin tahu tentang latar belakang saya. Selanjutnya, sisa buku ini bukanlah tentang saya, melainkan tentang bagaimana saya menganalisis Islam dan Kristen hingga mencapai kesimpulan bahwa agama Kristen harus ditolak dan agama Islam harus diterima. Dalam buku ini, saya ingin menjelaskan mengapa saya menganggap agama Kristen tidak dapat diterima dari perspektif logis dan bagaimana saya belajar bahwa ternyata Islam adalah sebuah agama yang pada dasarnya bersifat logis dan seharusnya dapat membuat seseorang berpikiran terbuka serta menggunakan logika dan kecerdasannya untuk sampai pada kesimpulan bahwa Islam itu benar.

1.1.      Pada Awalnya

Saya lahir di kota Nelson, sebuah kota kecil di Pulau Selatan di Selandia Baru (dekat Australia). Pada waktu kecil, saya merasa kurang betah tinggal di Selandia Baru. Bapak saya lahir di Myanmar (Birma), keluarga saya beragama Katolik, dan ibu saya yang lahir di Selandia Baru berkulit putih. Jadi, ras saya campuran. Saya merasa saya ini “sama” seperti orang lain.Tapi saya juga ingat orang-orang sering kali bertanya tentang asal saya. Kakak dan adik saya bermata biru. Sedangkan mata dan rambut saya lebih gelap. Ini membuat saya tampak berbeda dari mereka. Saya selalu merasa bahwa saya bukan benar-benar orang kulit putih, tetapi juga bukan orang Asia. Mungkin karena saya berpikir tentang hal itu, saya jadi ingin belajar lebih banyak tentang dunia, bangsa, budaya dan agama yang berbeda-beda. Ini semua mungkin karena saya merasa bukanlah bagian dari itu semua.

Seiring dengan bertambahnya usia, saya mulai ingin mempelajari topik-topik yang serius: piramida, dinosaurus, peradaban kuno, politik global, perang, agama, bintang-bintang, dan juga alam semesta. Terkadang, saya memandang bintang-bintang dalam kesunyian malam dan memikirkan dari mana mereka berasal. Saat itu umur saya sekitar 10 atau 11 tahun dan sudah mulai ingin mengetahui segala sesuatu. Pada saat itu, saya adalah satu-satunya murid di kelas yang tertarik pada dinosaurus. Saya tidak mengerti mengapa teman-teman tidak tertarik, padahal dinosaurus itu asyik! Saya ingin tahu mengapa mereka menghilang. Pada dasarnya, saya adalah seorang anak kecil yang selalu penasaran terhadap segala sesuatu yang misterius dan rahasia yang belum terungkap.

Seperti anak kecil lainnya, saya juga diajarkan tentang agama Kristen di Sekolah Minggu meskipun dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Ketika itu saya harus menghafal seluruh cerita standar dalam Alkitab; tentang Nabi Abraham, Nabi Musa, Nabi Nuh, dan Yesus. Saya selalu bingung bagaimana mungkin Nabi Nuh bisa memasukkan begitu banyak binatang ke dalam sebuah kapal. (Apakah semua binatang di seluruh dunia?). Ada banyak hal dalam agama Kristen yang membuat saya bingung. Tapi, kisah Nabi Nuh bukanlah teka-teki terbesar bagi saya. Ada hal lain yang lebih besar yang saya pikirkan.

Saya belajar tentang konsep Trinitas, yaitu konsep yang mengajarkan bahwa Tuhan itu adalah Yesus dan juga Roh Kudus. Tiga-tiganya terpisah, tetapi tiga-tiganya juga satu. Tiga tapi satu. Ketiganya adalah Tuhan, tapi hanya ada satu Tuhan. Tuhan menjadi seorang manusia yang bernama Yesus, dan manusia ini adalah anak Tuhan. Manusia ini wafat, tetapi Tuhan tidak bisa wafat. Tetapi manusia ini adalah Tuhan. Dia wafat. Tapi Tuhan tidak bisa wafat. Tetapi manusia ini adalah Tuhan. Berarti manusia ini wafat walaupun dia tidak bisa wafat. Dia hidup kekal, dan sekaligus tidak hidup kekal pada saat yang sama. Bagi saya, ini sangat membingungkan.

Saya juga bingung dengan peran pastor yang dengan mudahnya mengampuni dosa setiap orang tanpa membicarakannya terlebih dahulu dengan Tuhan. Bagaimana kalau pastor itu salah dan dosa saya belum diampuni? Apakah saya bisa mendapatkan bukti tertulis dari Tuhan yang menyatakan bahwa saya sudah terbebas dari dosa? Bagaimana kalau saya bertemu dengan Tuhan di Hari Akhir dan Dia menyatakan bahwa dosa saya belum diampuni? Kalau saya protes dan menyalahkan pastor yang meyakinkan bahwa saya tidak punya dosa lagi, mungkin Tuhan hanya akan bertanya satu hal saja, “Siapa yang menyuruh kamu percaya pada perkataan dia?” Siapa yang sanggup menyelamatkan saya kalau pastor itu ternyata keliru dan dosa saya tetap ada dan malah dihitung secara terperinci oleh Tuhan?

Saya mulai berpikir bagaimana cara mendapatkan sebuah jawaban yang gamblang atas semua pertanyaan mengenai agama yang mengganggu pikiran saya. Akhirnya, saya memutuskan bahwa saya harus berbicara empat mata dengan Tuhan! Hanya Tuhan yang bisa menjawab semua pertanyaan saya. Jadi, saya berdoa kepada Tuhan dan meminta-Nya untuk datang dan menampakkan Diri di kamar tidur saya, agar saya bisa melihat-Nya dengan mata kepala sendiri. Tapi tentu saja Dia tidak datang. Pada saat itu, saya mengambil kesimpulan bahwa Tuhan tidak datang karena Tuhan memang tidak ada! Oleh karena itu, hanya ada satu pilihan yang tersisa: saya harus menyatakan diri saya “ateis” dan tidak percaya pada Tuhan mana pun.

Saya terus melanjutkan sekolah dan menyembunyikan kenyataan bahwa saya tidak lagi percaya kepada Tuhan. Kalau ada yang bertanya apa agama saya, maka saya cukup menjawab “Katolik” supaya tidak perlu menjelaskan bahwa saya ateis. Selama masa SD, SMP, dan SMA, saya tidak menghabiskan banyak waktu mempelajari agama Kristen atau agama lain. Saya menganggap mempelajari agama hanya membuang-buang waktu saja karena Tuhan tidak nyata. Setelah lulus SMA, orang tua saya memutuskan untuk pindah ke Brisbane, Australia. Saya pun akhirnya memutuskan ikut bersama mereka.

1.2.      Belajar Islam

Di Brisbane, saya tiba-tiba memutuskan untuk masuk jurusan Psikologi di universitas, namun saya tidak diterima di jurusan itu. Sebagai pilihan kedua, saya ditawari untuk masuk ke Fakultas Kajian Asia dan Internasional (Faculty of Asian and International Studies). Saya diberi tahu bahwa saya dapat mengambil jurusan Kajian Asia selama 1 tahun, meningkatkan nilai saya, lalu mendaftar lagi ke jurusan Psikologi. Rencana ini tampaknya cukup bagus sehingga saya pun menerima tawaran itu.

Pada tahun pertama kuliah di Fakultas Kajian Asia, saya memilih Bahasa Indonesia dan saya mendapatkan nilai yang sangat baik dan termasuk yang paling tinggi. Saat kami diberi tahu bahwa ada 3 beasiswa untuk belajar di Indonesia, saya tidak mengikuti seleksi karena masih berniat pindah ke Fakultas Psikologi di akhir tahun. Tiga teman saya kemudian terpilih, tetapi salah satunya tiba-tiba menyatakan ada halangan dan mengundurkan diri. Proses seleksi dibuka lagi, tetapi sekarang hanya untuk satu orang. Ada seorang dosen yang memanggil saya ke kantornya dan bertanya kenapa saya tidak mengikuti seleksi beasiswa itu. Setelah saya jelaskan niat saya untuk pindah fakultas di akhir tahun pertama, dosen itu menyarankan agar saya melanjutkan kuliah Kajian Asia Modern dan mata kuliah Bahasa Indonesia karena menurutnya saya memiliki bakat di bidang itu. Berdasarkan sarannya, saya memutuskan untuk meneruskan kuliah di Fakultas Kajian Asia dan juga mengikuti proses seleksi untuk beasiswa belajar di Indonesia. Setelah proses seleksi selesai, saya dinyatakan lulus dan akan diberangkatkan ke Indonesia pada tahun berikutnya (1991). Sejak saat itu, saya pun menjadi lebih fokus dalam belajar karena telah mempunyai tujuan yang berbeda.

Pada suatu hari, Klub Indonesia di kampus mengundang seluruh mahasiswa Australia yang belajar tentang Indonesia, dan juga seluruh mahasiswa Indonesia yang ada di kampus untuk datang ke sebuah acara barbeque. Ada seorang mahasiswa dari Indonesia yang mengajak saya ngobrol. Dia bertanya apakah saya belajar tentang Indonesia dan saya jawab ya. Kemudian, tiba-tiba saja dia bertanya apakah saya juga belajar tentang agama Islam. Saya menjawab, tentu saja, kami harus mempelajari dasar-dasar semua agama di Asia termasuk agama Islam dalam salah satu mata kuliah kami.

Lalu dia benar-benar membuat saya terkejut dengan bertanya, “Apakah kamu sudah tahu bahwa di dalam Islam hanya Tuhan yang bisa mengampuni dosa? Tidak ada pendeta atau pastor yang bisa mengampuni dosa manusia!” Saya tidak tahu harus berkata apa. Saya masih ingat, saya duduk di situ, seketika terpaku seperti sebuah patung dengan hotdog yang baru saja saya gigit, tertahan di bibir. Saya begitu terkesima. Waktu seolah terhenti untuk beberapa saat. Kemudian saya menyadari bahwa inilah jawaban yang saya cari selama 10 tahun. Di dalam Islam, hanya Tuhan yang berhak mengampuni dosa. Saya mulai berpikir: apakah mungkin ada suatu agama yang didasarkan pada logika? Adakah Islam mengandung ajaran-ajaran yang dapat dianalisis secara kritis tanpa menimbulkan kebingungan, dan dapat menjawab sejumlah pertanyaan saya selama ini? Apakah mungkin sebuah agama yang pernah saya tolak sebenarnya mengandung kebenaran yang mutlak? Apakah mungkin ada satu agama yang benar di dunia ini?

Sejak saat itu, saya mulai mempelajari dan menganalisa agama Islam secara mendalam. Saya mulai membaca buku dan mencari teman dari Indonesia yang beragama Islam. Secara perlahan, saya mulai memperluas pengetahuan saya tentang Islam dengan bertanya, berpikir, membaca, dan terus mencari jawaban. Tujuan utama saya adalah untuk mencari tahu apakah Islam benar-benar masuk akal atau tidak.

Pada tahun 1991, saya berangkat ke Indonesia untuk mengikuti program beasiswa. Saya belajar di sebuah universitas Katolik swasta di pusat kota Jakarta. Selama 6 bulan di sana, semua teman saya adalah orang Islam. Saya melihat mereka melakukan shalat, dan saya mulai bertanya lebih jauh mengenai agama Islam. Saya ingin tahu apa yang mereka lakukan, mengapa, dan apa yang mereka yakini sebagai orang Islam.

Setelah 6 bulan tinggal di Jakarta dan kembali ke Brisbane, ternyata saya menjadi salah satu mahasiswa yang paling lancar berbahasa Indonesia di kampus. Oleh karena itu, saya sering kali bergaul dengan orang-orang Muslim dari Indonesia. Saya tidak aktif mempelajari Islam secara rutin, namun saat itu saya sudah mulai merasa tertarik. Kapan pun kami harus menulis makalah, saya selalu mencari topik yang ada hubungannya dengan Islam. Biasanya ada satu topik pilihan tentang Islam dalam daftar yang diberikan. Untuk menulis makalah tersebut, saya harus membaca belasan buku dan artikel tentang aspek-aspek Islam di Indonesia. Semakin sering saya baca, semakin mampu saya berpikir secara mendalam tentang Islam.

Meskipun saya dapat melihat banyak aspek positif dalam Islam, diam-diam saya juga mencari titik kelemahannya yang fatal dan jelas. Saya yakin, cepat atau lambat saya akan menemukan sesuatu yang dapat meyakinkan saya bahwa Islam itu tidak benar. Saya merasa yakin bahwa pasti ada sesuatu yang salah dengan Islam, dan saya ingin menemukannya.

Setelah menyelesaikan kuliah Bachelor of Arts (BA) pada tahun 1993, saya mengambil kuliah tambahan Graduate Diploma of Education (GDipEd) pada tahun 1994 di Fakultas Pendidikan karena saya bermaksud menjadi seorang guru bahasa dan sejarah. Pada saat yang sama, saya juga mengikuti seleksi untuk mendapatkan beasiswa baru. Beasiswa ini hanya akan diberikan untuk satu orang selama satu tahun penuh di Indonesia. Saya memenangkan beasiswa itu, dan saya kembali kuliah di Jakarta pada tahun 1995. Kali ini di Universitas Indonesia. Sekali lagi, saya menghabiskan waktu saya di Indonesia dengan teman-teman Muslim dan memperhatikan apa yang mereka lakukan.

Malam hari pada bulan Februari tahun 1995, saya duduk seorang diri di lantai menonton shalat Tarawih yang ditayangkan TV secara langsung dari Makkah. (Shalat Tarawih adalah shalat tidak wajib yang dilakukan pada malam hari selama bulan puasa Ramadan, dan dapat berlangsung selama 2 jam). Saya mendengarkan pembawa acara yang berbicara dalam Bahasa Indonesia. Dia menyatakan bahwa pada tahun itu diperkirakan ada sekitar 3 juta orang di Masjidil-Haram dan wilayah sekitarnya (yang terdiri dari lapangan yang ada di luar masjid, jalan-jalan, dan bahkan lobi-lobi hotel). Semua orang itu sedang melakukan shalat bersama. Sekitar 3 juta orang melakukan gerakan yang sama, menghadap ke arah yang sama, mengikuti pemimpin yang sama, berdoa dalam bahasa yang sama, dengan ucapan yang sama, pada saat yang sama, dan berdoa kepada Tuhan yang sama. Saya berpikir: mana ada hal seperti ini di negara Barat? Jumlah orang yang berkumpul untuk menyaksikan pertandingan bola yang paling hebat sekalipun di dunia ini paling-paling hanya sekitar seratus ribuan. Tapi sekarang saya melihat tiga juta orang yang berkumpul di dalam dan di sekitar sebuah bangunan, melakukan hal yang sama, pada waktu yang sama, dan semuanya melakukan gerakan-gerakan secara bersamaan. Ini sungguh sebuah pemandangan yang tidak ada tandingannya. Sampai sekarang, saya masih belum menemukan kejadian serupa itu di dunia Barat.

Saya mulai berpikir tentang berapa banyak orang yang bisa berkumpul di satu bangunan untuk mendengarkan Paus bicara. Saya mulai bayangkan apakah mungkin semuanya bisa memahami kata-kata yang diucapkan Paus karena tidak ada satu bahasa pun yang mempersatukan orang Kristen dari seluruh dunia. Tidak ada satu kejadian pun di dalam agama Kristen yang dapat menandingi kejadian yang saya saksikan di Makkah.

1.3.      Menjadi Seorang Muslim

Selama satu tahun itu saya tinggal di Jakarta dan terus mempelajari agama Islam dengan pelan dan tidak secara formal, melainkan dengan memperhatikan segala sesuatu yang terjadi di sekitar saya. Kalau ada ceramah agama di TV, maka saya akan mendengarkan dan memikirkan apa yang disampaikan penceramahnya. Tidak ada satu pun hal pokok dalam isi ceramah-ceramah itu yang dapat saya anggap keliru, sehingga pada akhir tahun 1995, saya sudah merasa semakin sulit untuk menolak agama Islam. Saya sudah terus-menerus mencari kelemahan dalam ajaran dasar Islam dari sudut pandang logika, namun, saya tidak dapat menemukan titik kelemahan itu. Semua yang ada di dalam Islam tampaknya begitu jelas, logis, dan tak pelak lagi memang didasarkan pada kecerdasan manusia.

Akhirnya saya merasa tidak bisa terus menyangkal apa yang telah saya pelajari tentang Islam sehingga saya tidak lagi mempunyai pilihan lain: saya harus menjadi seorang Muslim. Akan tetapi, bagaimana dengan masa depan saya? Kuliah saya di Universitas Indonesia hampir usai. Saya harus kembali ke Australia dan mengajar di sekolah di sana. Bagaimana saya bisa mempelajari agama Islam jika tinggal di sana? Dari mana saya bisa mendapatkan guru agama? Di mana saya bisa shalat? Ada berapa masjid di Brisbane? Sepertinya saya akan sulit hidup sebagai orang Islam kalau harus tinggal di sana. Semakin saya berpikir, semakin jelas bahwa tinggal di Indonesia akan menjadi pilihan yang lebih baik supaya saya bisa berada di antara orang-orang Islam. Akhirnya saya mengambil keputusan untuk masuk Islam dan menetap di Indonesia untuk sementara agar saya lebih mudah belajar tentang Islam.

Pada bulan Februari tahun 1996, saya mengucapkan syahadat dan menjadi seorang Muslim secara resmi. Keluarga saya sudah pasti menganggap saya “sudah gila” tetapi mereka tetap bersikap baik kepada saya dan tidak pernah memberikan komentar buruk tentang Islam di depan saya. Saya masih diterima secara baik oleh keluarga saya, dan ini sangat berbeda dengan cerita yang sering kali saya dengar di Indonesia tentang sebagian orang Kristen yang masuk Islam. Mereka dipukuli, diusir dari rumah dan tidak dianggap sebagai bagian dari keluarga mereka lagi.

Meskipun keluarga saya tetap ramah pada saya, dan saya bisa dengan mudah pindah kembali ke Australia, saya masih merasa lebih nyaman tinggal di antara umat Islam lainnya dan mendapat kesempatan untuk belajar pada guru saya setiap minggu. Jadi, saya memutuskan untuk tinggal di Indonesia dan sampai sekarang pun, saya masih tinggal dan bekerja di sini sejak tahun 1995. Pernah beberapa kali saya mempertimbangkan untuk pindah ke negara lain. Tetapi setiap kali saya memutuskan untuk pindah negara, selalu terjadi sesuatu yang mengubah pikiran saya, yang akhirnya membuat saya memutuskan untuk tetap tinggal di sini saja.

1.4.      Apa Tujuan Saya Menulis Buku Ini?

            Mungkin alasan paling kuat mengapa saya terdorong menulis buku ini adalah karena saya ingin menjelaskan beberapa unsur dalam agama Kristen dan Islam yang telah saya coba pahami selama bertahun-tahun ini, dan saya berharap bahwa informasi ini dapat berguna untuk berbagai kalangan. Saat masih kecil, saya merasa sulit percaya pada ajaran Kristen, karena menurut saya ajarannya sangat tidak logis. Karena alasan itulah, saya kemudian tidak bisa lagi mempercayai agama apa pun dan juga tidak percaya pada Tuhan Yang Maha Esa. Saya sering berjumpa dengan orang yang mengalami masalah serupa, dan tampak jelas bahwa mereka pernah atau bahkan masih mengalami proses pemikiran seperti yang dulu pernah saya alami. Karena itulah, saya berharap buku ini dapat membantu mereka menemukan jawaban-jawaban yang mereka cari selama hidupnya. Saya yakin bahwa mereka akan dapat menemukan jawaban-jawaban yang memuaskan itu dalam agama Islam.

Saya berharap buku ini akan berguna untuk berbagai kalangan. Pertama, bagi orang-orang yang lahir sebagai Muslim dan tidak tahu banyak tentang agama Kristen. Sebagian Muslim mengalami kesulitan untuk menjelaskan mengapa ajaran Kristen ditolak dalam Islam, jadi saya ingin memberikan penjelasan tentang hal ini. Kedua, bagi orang Muslim yang tidak taat dan mungkin sedang berpikir untuk pindah agama menjadi orang Kristen. Semoga penjelasan yang diberikan di sini dapat menjelaskan mengapa mereka harus mempelajari Islam lebih dalam, dan bukan mencari agama lain. Ketiga, untuk mantan pemeluk Kristen yang sedang mempertimbangkan untuk masuk Islam tapi masih tidak yakin dengan persamaan dan perbedaan antara kedua agama ini. Keempat, untuk mantan pemeluk Kristen yang telah meninggalkan Gereja, tidak mengikuti agama apa pun, tapi masih ingin memiliki hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Banyak orang mungkin tidak tahu bahwa orang Muslim menerima agama Islam sebagai kelanjutan dari agama Kristen dan Yahudi, dan bahwa Muhammad SAW adalah Nabi yang menggantikan Yesus, Nabi yang melanjutkan ajaran Nabi-Nabi sebelumnya, dan Nabi Terakhir yang diutus oleh Tuhan.

Saya pernah bertemu beberapa Muslim yang merasa ragu akan agama mereka sendiri, sebagai akibat dari kurangnya pendidikan agama di masa kecil. Sebagian dari mereka mungkin mengerjakan shalat hanya ketika merasa ingin saja (meskipun wajib hukumnya bagi setiap Muslim untuk mengerjakan shalat lima waktu). Sebagian lagi mungkin tidak mengerjakan shalat sama sekali. Yang lainnya mungkin merasa dirinya adalah ateis yang tidak lagi percaya pada Tuhan, meskipun masih mengaku sebagai Muslim di depan orang lain. Dan sebagian yang lain lagi, boleh jadi justru tertarik untuk mempelajari agama Kristen. Saya pikir penyebab utama mengapa ada orang-orang yang hidup dalam kondisi seperti ini pada dasarnya sama: mereka tidak begitu memahami Islam karena tidak memperoleh pendidikan agama yang baik, atau mungkin orang tua mereka kurang taat dalam menjalankan ajaran agama, sehingga mereka tidak pernah mendapatkan pemahaman yang baik tentang Islam.

Saat saya berjumpa dengan Muslim seperti itu, tampak jelaslah bahwa mereka memang tidak begitu mengenal Islam atau Kristen, dan karenanya mereka tertarik untuk mengetahui analisis saya mengenai kedua agama ini. Saya berharap, setelah membaca buku ini mereka akan merasa lebih percaya diri untuk tetap memeluk agama Islam, dan akan mulai mencari pengetahuan yang lebih dalam lagi mengenai Islam dari sumber-sumber lainnya.

Saya berharap bahwa mantan pemeluk Kristen yang telah meninggalkan Gereja namun masih percaya pada Tuhan akan menemukan beberapa pemikiran baru di buku ini, yang dapat mendorong mereka untuk mempelajari Islam dengan pikiran terbuka. Begitu mereka belajar lebih banyak tentang Islam, dan memahami bahwa Islam adalah versi terbaru dari agama yang sama yang diturunkan kepada Yesus, Musa, Abraham (dan semua Nabi Allah lainnya) maka saya berharap mereka bisa memiliki pemahaman yang lebih baik tentang cara orang Islam berhubungan dengan Tuhan yang Maha Esa. Jika seorang mantan pemeluk Kristen membaca buku ini dan menjadi lebih tertarik pada Islam, maka saya berharap bahwa ia akan menindaklanjuti dengan membaca lebih banyak buku lain yang menjelaskan Islam secara rinci. Karena ajaran dasar Islam sudah banyak tersedia dari sumber lain, maka saya sengaja tidak memasukkan informasi mendasar tentang Islam dalam buku ini.

Satu hal yang ingin saya tekankan di sini adalah bahwa buku ini tidak dimaksudkan untuk menghina umat Kristen atau agama Kristen. Meskipun umat Kristen mungkin akan tidak suka dengan apa pun yang saya katakan tentang agama mereka, saya sudah berusaha untuk memberikan pendapat akademis dan bukan pendapat emosional. Sebagai seorang Muslim, saya yakin tidak ada manfaat yang bisa diperoleh dari menghina agama orang lain, dan Allah juga melarang kita untuk melakukan hal itu sebagaimana disebutkan di dalam firman-Nya:

108. Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.
(QS. Al-An’am 6:108)

            Mohoni dipahami bahwa bukanlah tujuan saya untuk menjelaskan segala sesuatunya mengenai Kristen ataupun Islam di dalam buku ini. Selama bertahun-tahun membaca dan melakukan penelitian, saya memikirkan cara membuat perbandingan yang jelas antara kedua agama ini agar dapat dipahami oleh orang awam. Dan sebagai hasilnya, pada halaman-halaman berikut, saya telah menyusun beberapa elemen yang saya pikir dapat bermanfaat bagi mereka yang sedang mencoba memahami kedua agama ini dengan cara yang logis. Karena niat saya adalah untuk fokus hanya pada dua agama, dan menjelaskan mengapa orang Muslim tidak menerima agama Kristen, maka ada topik-topik tertentu yang saya putuskan untuk tidak dibahas sama sekali (agar buku ini tidak menjadi terlalu tebal). Sebagai contoh, tidak ada bab yang menjelaskan keberadaan Tuhan, karena saya berasumsi bahwa seluruh pembaca telah mengenal konsep dasar monoteisme, seperti Tuhan Yang Maha Kuasa, Nabi-Nabi, Kitab-Kitab Suci, para malaikat, Surga, Neraka, Hari Akhir, dan sebagainya.

1.5.      Semua Manusia Punya Potensi Berperilaku Baik ataupun Buruk

            Setelah menjadi Muslim selama bertahun-tahun, dengan jujur saya katakan bahwa ini adalah pengalaman menarik yang memiliki berbagai sisi baik dan buruk. Saya telah melihat orang-orang yang berperilaku dengan cara mulia, karena mereka adalah Muslim. Tapi saya juga melihat Muslim lain yang tidak peduli jika perilaku negatif mereka bertentangan dengan ajaran Islam. Saya telah melihat Muslim yang baik, peduli, jujur, tulus, murah hati dan penuh kasih, dan juga Muslim yang sebaliknya (orang yang berperilaku sangat buruk). Kita bisa menemukan kondisi ini dalam setiap komunitas umat beragama karena setiap manusia dapat memilih untuk berperilaku dengan cara apa pun yang mereka sukai, terlepas dari apa ajaran agama mereka. Tapi dalam kasus Islam, tampaknya peran media modern menjadikan sulit bagi semua orang untuk melihat sisi positif Islam karena hanya kebencian, kematian, dan kehancuran disajikan kepada publik ketika media membahas perilaku sebagian orang Muslim. Tentu saja, memang ada orang Muslim yang melakukan tindakan kekerasan, tapi kekerasan tidak hanya dilakukan oleh orang Muslim, dan kebaikan yang dilakukan orang Muslim yang baik biasanya tidak menjadi berita karena berita tidaklah menjadi sensasional jika tidak ada yang meninggal atau meledak! Jadi, tindakan negatif sebagian Muslim yang muncul di berita tidaklah mewakili mayoritas Muslim yang menjalani kehidupan yang damai dalam keseharian mereka, dengan pergi ke sekolah, bekerja, menikah, membesarkan anak-anak, dan menyembah Tuhan dengan cara yang mereka yakini.

Akan tetapi, jika orang Muslim menganggap dirinya sebagai “penjual” dan produk yang mereka “jual” adalah Islam, maka akan tampak bahwa banyak orang lain tidak ingin “membeli” apa yang “dijual” oleh Muslim tersebut. Dengan kata lain, orang Muslim sering kali gagal “memasarkan” Islam agar agama ini dapat diterima dengan mudah oleh orang lain. Kalau ada orang Barat yang ingin berdebat dengan saya tentang kebenaran Islam, maka dia hanya perlu menuding berbagai masalah di Indonesia (seperti korupsi) dan berkata, “Bukankah hal itu membuktikan bahwa agama anda tidak baik?” Tentu saja yang dia komentari itu adalah perbuatan manusia, dan bukan ajaran Islam. Tetapi untuk meyakinkannya tidaklah mudah karena pertanyaan berikutnya adalah: "Jika perilaku itu memang dilarang dalam agama Anda, maka mengapa hal itu begitu umum dilakukan?"

Jawabannya adalah bahwa apa pun yang diperintahkan oleh Tuhan, tidak akan dipatuhi oleh kebanyakan manusia. Contoh terbaik adalah Nabi Adam, yang hanya dilarang melakukan satu hal saja: makan buah terlarang. Tapi coba tebak apa yang Adam lakukan? Ya, benar! Meski diberi satu larangan saja, Adam, seorang Nabi Allah, toh melanggarnya! Kita tidak berbeda dengan Adam. Tapi banyak orang di era modern ini cepat menghakimi Islam berdasarkan perilaku sebagian pengikutnya, sehingga "Islam" mendapatkan reputasi buruk, karena banyak Muslim yang berperilaku buruk. Padahal banyak juga orang Kristen, Hindu, Budha, Yahudi, dan pengikut agama-agama lain yang juga berperilaku buruk dan tidak mengikuti ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Pada dasarnya, setiap orang dengan agama apa pun mungkin saja berperilaku dengan cara yang negatif. Tetapi media modern tampaknya lebih senang menyoroti contoh-contoh negatif dari orang Muslim, tanpa memperhatikan bahwa pengikut agama-agama lain mungkin berperilaku sama buruknya atau bahkan lebih buruk.

Jadi menurut saya, sebagai orang Muslim kita memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan Islam dengan cara terbaik agar dapat lebih mudah dipahami oleh orang yang ingin tahu tentang Islam. Cara termudah bagi kita untuk melakukan tugas itu adalah dengan menunjukkan Islam melalui perilaku kita. Jika kita dapat melakukan strategi ini, maka orang lain mungkin akan mulai memandang Islam dengan cara yang lebih baik karena mereka melihat kebenaran Islam melalui tindakan-tindakan kita. Setelah itu, kita perlu menjelaskan dengan gamblang mengapa kita meyakini Islam, dan bagaimana Islam memandang agama lain, khususnya agama Kristen sebagai agama monoteisme terdekat dengan Islam. Agar dapat melakukan tugas itu, seorang Muslim harus memahami masalah-masalah yang berkaitan dengan agama Kristen dari sudut pandang agama Islam sehingga sanggup berbincang dengan cara yang konstruktif tentang kedua agama itu. Jika kita berhasil dalam “memasarkan” agama Islam dengan cara ini, maka mudah-mudahan jumlah musuh Islam akan berkurang dan jumlah penganut Islam akan bertambah.

Dalam bab-bab berikut ini saya akan berusaha menjelaskan sejelas-jelasnya tentang bagaimana agama Islam memandang agama Kristen dan kemudian menjelaskan mengapa orang Muslim meyakini Islam sebagai satu-satunya agama yang benar di sisi Tuhan. Saya harap Anda dapat ikut merasakan perjalanan yang mencerahkan ini! Mari kita mulai.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...