Search This Blog
Labels
16 January, 2025
Cerita Pilu Santri Tewas Peluk Alquran Dalam Tragedi Kebakaran Ponpes di Pinrang
Assalamu’alaikum wr.wb. Seorang santri berusia 14 tahun tewas karena masuk ke kamarnya di lantai dua yang sedang kebakaran, untuk mengambil Al Quran. Mayatnya ditemukan dalam posisi sedang peluk Al Quran. Semoga almarhum masuk surga. Tetapi apakah cukup kalau kejadian ini hanya dicap “takdir Allah” lalu dilupakan saja?
Saya pernah menjadi kaget setelah melihat beberapa artikel berita tentang pesantren yang kebakaran. Setelah cari di Google, saya dapat 35 kasus pesantren yang kebakaran dalam 6 bulan sebelumnya (link di bawah). Kurang lebih terjadi satu kali setiap minggu, jadi saya menulis post di Facebook tentang perkara itu. Sepertinya, tidak ada pelatihan atau persiapan menghadapi kebakaran di kebanyakan pesantren. Tidak ada APAR di semua lantai, tidak ada selang panjang yang bisa menjangkau semua kamar, dan tidak ada pelatihan rutin bagi semua santri. (Mungkin banyak sekolah juga sama!)
Setelah melihat betapa seringnya terjadi kebakaran di pesantren, saya menjadi yakin, cepat atau lama akan ada korban jiwa, dan sayangnya, sekarang sudah terjadi. Saya baca kembali artikel saya dari 2023. Tulisan itu masih berlaku karena belum ada perubahan sama sekali. Nyawa anak dan santri begitu tidak penting di Indonesia, sehingga nyaris tidak ada orang dewasa, guru, ustadz, atau pejabat yang merasa anak dan santri perlu disiapkan menghadapi kebakaran. Lebih penting lagi bagi santri karena mereka tinggal di tempat belajarnya. Tetapi daripada pemerintah menciptakan program yang WAJIB, ditunggu kebakaran terjadi dulu, ditunggu anak mati secara sia-sia dulu, lalu hanya dikatakan, "Ini musibah dan ujian dari Allah. Kami tidak menyangka!!”
Saya tidak setuju dengan judul berita di atas. Ini BUKAN tragedi kebakaran yang tewaskan seorang anak. Tetapi ini adalah HASIL dari ketidakpedulian banyak orang dewasa yang tidak menyiapkan santri menghadapi kondisi berbahaya. Anak ini tidak tewas “karena ada kebakaran”, tetapi dia tewas karena guru agama dan orang dewasa di sekitarnya tidak menghargai nyawa dia, sehingga merasa terdorong untuk melindunginya lewat program pelatihan.
Betapa ruginya menjadi anak dan santri di Indonesia, yang nyawanya tidak punya nilai tinggi di mata banyak orang dewasa dan guru agama. Kasihan Rasulullah SAW dapat umat seperti kita. Kenapa kita tidak bisa lebih baik dari ini? Kenapa kita tidak bisa bersatu dan mengutamakan keselamatan anak dan santri sebagai prioritas yang tinggi? Pemerintah sedang membuat program yang utamakan makanan bergizi bagi santri dan anak sekolah. Sayangnya, nyawa seorang santri kalah penting dengan sepotong tempe! Program makanan bergizi menjadi prioritas tinggi, tetapi program pelatihan hadapi kebakaran agar nyawa santri bisa diselamatkan sama sekali tidak penting!
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
Cerita Pilu Santri Tewas Peluk Alquran Dalam Tragedi Kebakaran Ponpes di Pinrang, Terungkap Sosoknya
https://www.tribunnews.com
Daftar 35 Pesantren Yang Terbakar Dalam 6 Bulan Terakhir
https://genenetto.blogspot.com
09 January, 2025
Santri 12 Tahun Alami Pendarahan Otak Usai Dianiaya Teman Sekamar di Pondok Pesantren Nganjuk
Seorang anak berusia 12 tahun dihajar di pesantren, sampai alami perdarahan otak dan badannya lumpuh di sebelah kiri. Awalnya dia tidak berani mengaku ke orang tuanya, sehingga habis waktu berhari-hari di rumah sampai kondisinya menjadi buruk sekali. Semoga berita ini menjadi peringatan bagi orang tua yang anaknya masuk pesantren. Kalau anak minta izin pulang, karena sakit kepala atau sakit perut, sebaiknya dibuka bajunya dan mencari memar dan tanda-tanda kekerasan dulu. Bertanya secara mendalam tentang apa yang dia alami.
Kalau anak mengaku sakit kepala setelah “jatuh”, jangan percaya dulu. Bertanya terus, dan minta dia jujur. Bertanya apakah dipukul, dan tekankan orang tua tidak akan menjadi marah terhadap dia. Jangan biarkan anak beristirahat saja di rumah, dengan harapan “akan membaik sendiri”. Justru kalau habis dihajar di pesantren, istirahat di rumah malah berbahaya, karena kondisinya bisa menjadi lebih buruk. Kalau sudah alami perdarahan otak untuk beberapa hari, sampai koma, lebih sulit dibantu oleh dokter. Jadi orang tua harus segera dapat kebenaran, supaya bisa diobati lebih cepat.
Banyak anak yang alami kekerasan di pesantren dan sekolah TIDAK BERANI memberi tahu orang tuanya. Mereka takut akan dimarahi, atau malu, atau takut akan menimbulkan keributan. Jadi mereka akan berbohong, dan bilang tidak ada masalah. Orang tua harus selalu waspada.
-Gene Netto
Santri 12 Tahun Alami Pendarahan Otak Usai Dianiaya Teman Sekamar di Pondok Pesantren Nganjuk
11 Desember 2024 NGANJUK - Seorang santri, MKM (12) bernasib malang. Ia menjadi korban perundungan di Prambon, Nganjuk. Korban sempat tak berani berterus terang kepada keluarga atas kejadian yang menimpanya. Ia hanya mengeluh pusing saja dan sempat didiagnosis sakit tipes. Namun, berselang waktu, kondisinya makin memburuk. Akhirnya, korban mengaku kepada keluarga bahwa ia menjadi korban kekerasan fisik oleh rekan sesama santri. Korban sudah menjalani operasi kepala, tetapi tubuh bagian kirinya dilaporkan terasa seperti mengalami kelumpuhan.
https://mataraman.tribunnews.com
06 November, 2024
Diskusi Tentang Pencabulan Anak Di Berbagai Pesantren
Assalamu’alaikum wr.wb. Saya tidak bisa berikan perincian, karena perlu menjaga rahasia para korban. Info ini valid dan nyata, tanpa rekayasa. Intinya begini: Ada puluhan anak yang curhat (satu per satu, secara terpisah) dan menceritakan rahasia bahwa mereka pernah dicabuli di pesantren dulu, oleh ustadz atau santri senior, bertahun-tahun, sampai menjadi “terbiasa”. Ada yang kabur dari pesantren dan ada juga yang tahan sampai lulus.
Ketika ditanya apakah mereka mau lapor ke polisi, semuanya menolak. Alasannya ada beberapa.
1) Mereka dididik bahwa hukumnya haram kalau membuka aib ustadz.
2) Mereka dipaksa bersumpah akan jaga rahasia. Ingkari sumpah adalah dosa besar.
3) Mereka diancam. Kalau lapor akan dibunuh. Atau ibunya dibunuh. Juga ada pencabulan yang direkam. Kalau lapor, rekamannya akan disebarkan.
4) Setelah dialami beberapa tahun, ada yang merasa “senang” disodomi. Takutnya polisi anggap suka sama suka dan bukan tindakan kriminal.
5) Kalau lapor, orang tua akan diberi tahu bahwa anaknya homoseks.
6) Kalau lapor, nama baik pesantren jadi rusak, ditutup, semua ustadz dan santri dikeluarkan, uangnya hangus. Merugikan banyak orang.
7) Khusus perempuan, takutnya tidak bisa menikah nanti kalau ketahuan bukan perawan lagi.
Jumlah anak yang curhat seperti ini sudah ada puluhan, dari pesantren yang berbeda-beda. Mungkin ada lebih banyak korban, tetapi mereka masih takut bicara. Para orang tua tidak tahu anaknya pernah disodomi atau diperkosa bertahun-tahun, sampai akhirnya “menikmatinya”. Nama pelaku dan nama pesantren ketahuan dan bisa dilaporkan oleh para korban. Mungkin pencabulan masih berlangsung sekarang dengan santri baru. Tetapi semuanya masih rahasia.
Kalau semua santri dan mantan santri di seluruh Indonesia disurvei, kira-kira ada berapa puluh ribu (atau ratus ribu) anak yang pernah, atau masih, menjadi korban pencabulan? Dan siapa yang mau lakukan survei seperti itu, di saat banyak orang dewasa tidak mau hadapi masalah ini?
Jadi semua anak ini yang pernah curhat tidak mau lapor ke polisi, tidak mau dapat terapi dari psikolog, tidak mau keluarganya tahu, dan ingin lanjutkan kehidupan sampai menjadi dewasa dan menikah. Orang lain tidak boleh tahu bahwa mereka pernah disodomi atau diperkosa selama beberapa tahun (dan anak laki-laki diajarkan menjadi pelaku sodomi juga). Bantuan terapi trauma bagi mereka nol. Bagaimana kalau nanti yang laki-laki menjadi ustadz atau guru sekolah atau bapak tiri...?
Sepertinya akan sangat bermanfaat kalau semua santri dan mantan santri di seluruh Indonesia harus diminta mengisi formulir online dan jelaskan pengalaman mereka. Harus disebutkan nama pesantren, nama pelaku, apa yang dialami, dan tahun kejadiannya. Setelah datanya dikumpulkan, baru akan ketahuan masalah ini sebesar apa.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan.
1. HARUS ADA ATURAN BARU. Mungkin UU atau peraturan menteri atau presiden. Pihak ketiga BOLEH laporkan dugaan kasus pencabulan anak, tanpa korban harus hadir. Asal ada nama pelaku dan pesantren, lalu diserahkan ke polisi untuk menyelidiki sendiri.
2. HARUS ADA SURVEI NASIONAL. Mungkin dilakukan oleh KPAI atau KemenPPPA. Bebas, online, bisa dikerjakan dari HP atau komputer. Para korban isi formulir, laporkan kasus pencabulan yang lalu atau yang masih berlangsung.
3. PELATIHAN WAJIB SETIAP TAHUN. Di semua sekolah dan pesantren harus ada pelatihan anti-pencabulan di minggu pertama setiap tahun. Anak diajarkan tentang hal-hal yang tidak boleh dilakukan terhadap badan mereka, dan wajib segera lapor kalau dialami.
4. POSTER YANG WAJIB DIPASANG. Poster di semua sekolah dan pesantren, yang jelaskan bahaya pencabulan, berikan nama orang dan nomor yang bisa dihubungi. Termasuk nama orang di luar lingkungan pesantren.
5. ORANG TUA HARUS BERSATU. Mungkin hanya akan terjadi perubahan kalau 100 juta orang tua bersatu dan menuntut semua hal ini dilakukan, demi keselamatan semua anak bangsa. Terutama pelatihan dan poster. Orang tua bisa bicara langsung dengan kepala sekolah atau pengurus pesantren dan minta diperhatikan. Kalau semua orang tua bertanya setiap tahun, sepertinya para pengurus akan mendengar.
Ada yang punya saran lain? Sudah jelas ada banyak korban pencabulan yang tidak berani bicara di depan umum. Mereka merasa sendirian, jadi anggap lebih baik diam saja. Semua orang tidak tahu masalah ini seluas apa. Rasanya tidak cukup kalau kita yang dewasa diam semua, dan menunggu anak curhat satu per satu, dan abaikan puluhan ribu anak lain yang masih menderita. Apa yang bisa dilakukan? Dan siapa yang mau bertindak?
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
23 July, 2024
Kisah Nyata LGBT Dari Pesantren
[Kisah dari teman]: Kemarin di rumah ustadz ana yang punya ponpes. Katanya belum lama mengeluarkan belasan santri yang terlibat dalam kegiatan LGBT di asrama. Bukan bullying atau pemaksaan katanya, ada oknum yang menyebarkan. Jadi takut menyebar ke yang lain jadi semuanya diusut, ada belasan santri. Ada 2 ustadz dikeluarkan juga tapi entah kasus apa.
[Gene]: Assalamu’alaikum wr.wb. BELASAN?? Yakin tidak ada anak yang dipaksa? Jarang terjadi banyak anak bisa dibujuk untuk menjadi homoseks tanpa pemaksaan. Tapi yang melakukan pemeriksaan dari internal saja dan itu kurang tepat. KALAU ada ustadz yang terlibat, dan ancam santri, mungkin mereka akan rahasiakan nama ustadz itu karena takut. Butuh keahlian untuk memeriksa hal seperti itu. Makanya polisi pakai psikolog anak.
Tapi yang terpenting bagi pesantren adalah usaha "menjaga nama baik", bukan melindungi anak. Jadi sikap mereka, "Cukup kita saja yang tahu, cukup kita saja yang periksa". Dan itu keliru sekali. Kalau memang ada ustadz yang terlibat, sekarang orang itu bebas masuk pesantren lain dan mulai lagi. Dan pola seperti itu sudah berulang ribuan kali. Banyak ustadz dan kyai sangat minim ilmunya dalam persoalan pendidikan, psikologi, dan perlindungan anak, dan mereka tidak mau cari bantuan.
Yang periksa adalah ahli agama, bukan ahlinya psikologi anak atau ahli kriminal. Dikatakan “ada santri yang menularkan” merupakan pendapat ustadz saja. Psikolog dari polisi mungkin akan berikan pendapat lain setelah melakukan pemeriksaan. Jadi sebagian dari anak yang dikeluarkan itu mungkin merupakan korban sodomi. Jadi sangat mungkin pesantren menghukum anak yang tidak berdosa dan perlu bantuan sebagai korban. Beban trauma di dalam hatinya seperti apa? Dan para korban tidak dapat bantuan dari psikolog sekarang (karena dikeluarkan saja), jadi nanti mereka juga bisa menjadi pelaku. Jadi dengan cara mengeluarkan semua anak dan ustadz, tanpa investigasi yang benar, malah bisa dikatakan kyai itu “mencetak pedofil baru” di masa depan.
Seharusnya wajib laporkan kasus dan konsultasi dengan polisi, daripada periksa sendiri. Tapi urusan perlindungan anak tidak penting di Indonesia. Jadi tidak ada orang dewasa yang takut salah, dan mencari bantuan untuk menolong para korban (kalau ada). Dikatakan suka sama suka, kyai terima saja karena lebih mudah bagi pihak pesantren. Keluarkan semuanya, dan simsalabim, publik tidak tahu, nama baik pesantren dilindungi, kasus selesai.
Mungkin sekarang ada anak yang menangis di rumah karena sebenarnya dia korban yang disodomi, lalu dibuang oleh kyai yang dia hormati, dan dianggap anak busuk. Lalu dia jadi depresi sendiri di rumah, tanpa bantuan atau perlindungan dari siapapun. Padahal dia korban yang tidak dibantu oleh para ahli agama yang lebih semangat melindungi nama baik bisnis pesantren mereka, daripada melindungi anak Muslim. Kasus seperti itu wajib ditangani oleh orang yang punya keahlian, yaitu psikolog dan polisi. Buang anak yang merupakan korban adalah kejahatan terhadap anak tersebut dan dosa bagi kyai yang melakukannya.
Semoga bermanfaat sebagai renungan.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
04 March, 2024
Kematian Santri Di Kediri Masih Menjadi Berita Terus
Assalamu’alaikum wr.wb. Kematian seorang santri dalam pesantren (yang tidak terdaftar) di Kediri masih menjadi berita, beberapa hari setelah kejadiannya. Jenazah anak berusia 14 tahun dikembalikan kepada orang tuanya, dan setelah mereka melihat darah, memaksa untuk dibuka kain kafannya. Ternyata ada banyak luka lebam, sundutan rokok, bekas jeratan di leher, dan luka seperti tusukan. Empat anak lain menjadi tersangka, dan salah satunya adalah sepupu korban. Ada beberapa hal yang perlu dibahas.
1) Sangat disayangkan bahwa setelah korban hubungi ibunya dan minta dijemput secepatnya karena "ketakutan", sang ibu malah balas dengan pesan motivasi dan janjikan beli motor kalau dia "bertahan" sampai Lebaran. Terlalu banyak orang tua anggap apapun yang terjadi, anak harus dibujuk untuk bertahan di pesantren terus. Setelah terima jenazah, baru menyesal.
2) Seorang santri seharusnya punya beberapa jalur untuk minta pertolongan. Dibutuhkan orang dewasa dengan latar belakang psikologi atau pendidikan, baik di dalam maupun di luar pesantren, yang bisa terima laporan dan membantunya. Tugasnya sebagai "Advokat Anak" yang utamakan keselamatan dan kesejahteraan anak, bukan "nama baik pesantren".
3) Ketika santri tewas atau terluka berat, harus ada kewajiban lapor ke polisi, untuk dapat kepastian atas penyebab kematian atau luka tersebut. Seorang pengurus pesantren dilarang terima penjelasan dari anak lain bahwa "korbannya jatuh saja", dan wajib menunggu hasil dari investigasi polisi.
4) Dibutuhkan standarisasi untuk semua pesantren dalam hal "keselamatan anak". Semua orang dewasa harus diwajibkan dapat sertifikat setelah belajar mengutamakan keselamatan anak. Untuk bawa motor saja, wajib punya SIM. Untuk mengurus ratusan anak, seharusnya ada izin yang setara dan dilarang mengajar sebagai ustadz atau guru tanpa izin tersebut.
5) Harus ada kewajiban mendaftarkan pesantren dan rumah tahfidz, dan sanksi hukum kalau buka tanpa izin. Bis antar kota wajib punya izin, sopir wajib punya SIM khusus, walaupun penumpang hanya puluhan orang. Untuk mengurus ratusan atau ribuan anak, seharusnya diwajibkan punya izin juga.
Tanpa standarisasi sistem dengan fokus utama pada keselamatan anak, kematian santri akan terjadi terus. Dan pengurus pesantren akan bela diri dengan mengatakan, "Kami tidak tahu" dan "Kami tidak menyangka". Setiap santri yang tewas BUKAN takdir dalam artinya "Allah menghendaki". Seperti halnya anak yang tidak bisa berenang lalu tenggelam dalam acara sekolah juga bukan "takdir". Tetapi kematian itu adalah hasil dari KELALAIAN. Ada orang dewasa yang seharusnya lebih cerdas dan waspada tetapi bersikap santai saja.
Hal yang sama terulang terus karena banyak orang dewasa menjadi pendidik tanpa memiliki ilmu perlindungan anak sebagai fondasi dari tugasnya. Untuk menghentikan kematian anak, harus ada standarisasi sistem dari pemerintah. Orang tua harus menuntut terus sampai berhasil. Kirim anak ke pesantren dan berharap tidak kembali sebagai jenazah bukan solusi.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
Santri asal Banyuwangi yang Tewas di Kediri Sempat Minta Tolong ke Ibunya: "Tolong Aku Takut Ma"
https://surabaya.kompas.com
Fakta-Fakta Santri Tewas di Kediri: 4 Senior Jadi Tersangka hingga Pesan Terakhir Minta Dijemput
https://www.kompas.tv
14 January, 2024
Santri Korban Pengeroyokan Belasan Temannya di Blitar Meninggal Dunia
Assalamu’alaikum wr.wb. Satu lagi santri Indonesia mati secara sia-sia. Dan kita hanya tahu apa yang terjadi karena sekarang orang tua lebih bebas laporkan perkara ke polisi. Hanya ada dua kemungkinan. 1) Banyak santri juga tewas di masa lalu, tapi berhasil ditutupi oleh pihak pesantren demi menjaga nama baik pesantren, jadi tidak dilaporkan ke polisi sehingga tidak ada data. 2) Santri di zaman ini jauh lebih sadis daripada santri di zaman dulu. Lebih suka pilihan yang mana? Setelah Penjajah Belanda dan Jepang berhasil diusir, siapa yang bisa melindungi anak Indonesia dari sebagian anak Indonesia yang lain, yang ternyata lebih sadis daripada prajurit Belanda dan Jepang? Berapa banyak anak harus tewas secara sia-sia sebagai korban kekerasan (atau anak SIAPA yang harus tewas?) sebelum terjadi perubahan dalam sistem pendidikan nasional?
Ada fokus yang berlebihan pada urusan administratif dan usaha "kontrol siswa" seperti: rambut laki-laki harus pendek, PR harus diselesaikan, jawaban siswa harus setara dengan pendapat guru, biaya ujian harus dibayar sebelum terima rapor, sepatu tidak boleh ada garis putih, seragam harus lengkap, harus diam dan taat pada guru, banyak hafalan di pesantren sebagai fokus utama, dan lain-lain. Yang dibutuhkan adalah fokus pada tanggung jawab pribadi untuk menjadi manusia mandiri, kemampuan berpikir secara logis, kemauan untuk utamakan diskusi di atas kekerasan, berakhlak tinggi, bermoral, dan siap membela kebenaran dan melawan ketidakadilan. Tetapi semua hal tersebut harus diajarkan secara aktif oleh para guru dan ustadz. Tanpa proses pendidikan, 80 juta anak Indonesia tidak akan bisa menemukan semua kemampuan itu sendiri. Jadi siapa yang mau mendidik anak Indonesia untuk menjadi manusia yang mulia?
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
Santri Korban Pengeroyokan Belasan Temannya di Blitar Meninggal Dunia
https://surabaya.kompas.com
09 January, 2024
Saran Untuk Mengatasi Masalah Pencabulan Terhadap Anak
Assalamu’alaikum wr.wb. Walaupun para orang tua dikasih tahu berkali-kali, hasilnya percuma. Info dari saya, dan sewaktu-waktu lihat berita, tidak membuat kebanyakan orang tua takut atau waspada. Selalu berprasangka baik, dan yakin anak mereka tidak mungkin menjadi korban. Tidak mungkin suami mereka, ipar mereka, bapak mereka, tetangga mereka, guru sekolah anak, guru ngaji anak, dll. akan melakukan kejahatan terhadap anak. Lalu ketika terjadi, semua orang tua mengatakan, "Kami tidak menyangka!"
Perlu dipahami juga, dari pengamatan saya terhadap puluhan ribu kasus pencabulan terhadap anak (saya ada link ke semua artikel beritanya), ketika seorang remaja atau pemuda laki-laki diajak ikut melakukan pemerkosaan bergilir terhadap seorang anak SMP atau SMA, jawaban mereka selalu IYA. Nol persen dari pelaku menolak dan berusaha selamatkan korban atau telfon polisi. Pelaku yang berusia 12-25 tahun menjadi mayoritas. Selalu setuju, dan menunggu kesempatan perkosa anak itu, setelah 5-8 teman mereka sudah selesai.
Jadi ini jelas sebuah masalah pendidikan dan budaya. Tetapi ketika saya berusaha bahas topik ini dalam sebuah grup guru online dengan 150 ribu anggota, saya dimarahi dan disuruh diam. Mereka tidak mau tahu, dan tidak mau cari korban di kelas masing-masing. Ketika saya bertemu Ketua KPAI untuk diskusi, dia mengaku kaget karena data saya (yang dikumpulkan dari berita saja) lebih lengkap dari berita mereka. Lalu dia jelaskan, semua polsek di seluruh Indonesia tidak wajib laporkan data kasus pencabulan ke pusat atau ke KPAI atau ke tempat lain. Jadi tidak ada yang punya data akurat dari seluruh negara, karena tidak ada UU yang wajibkan. Data saya pernah dipakai oleh Mendikbud dalam sebuah presentasi kepada kepala dinas pendidikan se-Indonesia. Hasilnya juga nol. Hanya diberitahu ada masalah. Tanpa ada tindakan nyata yang bisa menjadi solusi.
Menurut pendapat saya, perkara ini bisa mulai diatasi dari 4 tindakan saja.
1) Pelatihan dan pendidikan anti-pencabulan di sekolah sejak SD. Wajib. Anak diberi tahu bahwa orang lain dilarang menyentuh kemaluan mereka, dan siapapun yang memaksa dan menakuti mereka, wajib langsung dilaporkan ke orang tua atau guru. Belum pernah ada pelatihan nasional seperti ini.
Anak perempuan harus diajarkan untuk tidak percaya pada "kenalan baru" dari Facebook atau TikTok yang ajak mereka jalan-jalan.
Anak laki-laki harus diajarkan bahwa perempuan adalah manusia yang wajib disayangi dan dilindungi, dan bukan alat untuk "dipakai" oleh mereka.
2) Wajib dipasang poster di semua sekolah dan pesantren yang ingatkan anak tentang bahaya pencabulan, dan berikan nama orang dan nomor telfon yang bisa dihubungi untuk laporkan perkara. Dengan teks yang jelaskan mereka akan dilindungi dan dibantu.
3) Iklan TV yang ditayangkan secara rutin untuk ingatkan orang tua dan anak agar waspada dan tidak mudah percaya pada orang yang lain.
4) Latihan bela diri anti-pencabulan di sekolah, sejak SD kelas 5-6 sampai SMA, khusus untuk perempuan, dan laki-laki juga boleh ikut. Diajarkan pukul dan tendang saja (ilmu bela diri standar), dan khusus bagi perempuan, diajarkan untuk selalu tendang pria di kemaluan, mata, dsb. lalu melarikan diri apabila diserang. Banyak perempuan diam saja ketika mau diperkosa, karena tidak pernah diajarkan untuk bela diri.
Dan jangan bertanya kepada saya kenapa hal-hal seperti ini tidak disampaikan kepada pihak yang punya wewenang untuk bertindak. Saya sudah berusaha berkali-kali. Hasilnya selalu nol. Kebanyakan orang yang punya kemampuan bertindak sibuk dengan banyak urusan lain, dan keselamatan bagi 80 juta anak Indonesia tidak dianggap sebagai prioritas. Sekian dulu. Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
19 December, 2023
Santri di Jambi Disiksa Senior: Dipegangi, Dibekap, Perut-Kemaluan Diinjak Sampai Bengkak
Berita seperti ini makin sering muncul. Kita hanya tahu sebagian kecil dari kasus bullying yang terjadi di pesantren dan sekolah setelah menjadi berita. Yang tidak menjadi berita, berapa ribu kasus per bulan? Berapa banyak anak menderita tanpa sepengetahuan orang tuanya, tanpa kepedulian ustadz dan gurunya?
Yang perlu diperhatikan adalah beberapa hal yang penting:
1. Banyak anak tidak berani ceritakan kejadian kepada orang tua dan guru karena sudah diancam duluan. Kalau bicara, akan kena hukuman yang lebih keras.
2. Ada pesantren yang berpesan ke anak agar selalu "ceritakan yang baik" kepada orang tua, dan sembunyikan pengalaman buruk. Jadi pendidikan dari para ustadz itu membuat banyak santri makin menderita.
3. Dalam kebanyakan kasus, ada pelaku utama (bisa 1 anak atau beberapa) lalu ada anak-anak yang lain yang NONTON dan tidak bergerak untuk melindungi korban. Artinya, mereka tidak pernah diajarkan oleh ustadz dan guru untuk memiliki rasa kasih sayang terhadap manusia yang berada dalam kondisi lemah. Melihat korban disiksa, mereka tonton saja. Tidak berusaha menolong korban, tidak panggil ustadz, hanya diam saja. Anak-anak itu akan menjadi dewasa dan anggota masyarakat dan pemimpin di masa depan. Kualitas HATI NURANINYA bagaimana? Kenapa hanya "hafalan" dan "nilai ujian" yang penting, dan bukan akhlak yang mulia?
4. Terlalu banyak pesantren dan sekolah punya misi utama yang salah: Melindungi nama baik pesantren/sekolah. BUKAN mengutamakan kesejahteraan, keselamatan, kesehatan jasmani dan rohani, dan pendidikan akhlak yang mulia bagi para santri dan siswa. Nama baik dan kehormatan yang menjadi prioritas tertinggi.
Pesantren, sekolah, ustadz dan guru seperti itu boleh saja dicap "Gila Hormat". Para ustadz dan guru memaksa agar anak harus dihormati mereka. Apapun yang terjadi, seburuk apapun perilakunya, ustadz dan guru tetap wajib dihormati. Jadi pesantren dan sekolah juga wajib dihormati, karena nama baik ustadz dan guru berasal dari pekerjaan mereka di sana. Keselamatan anak? Tidak penting amat. Kalau anak alami bullying atau bahkan disiksa, cukup bilang takdir saja, minta maaf, dan minta perkara itu diselesaikan secara kekeluargaan, demi nama baik pesantren/sekolah! Demi kehormatan ustadz dan pesantren. Tidak perlu memikirkan penderitaan anak. Sudah menjadi "takdir" mereka.
Banyak pesantren dan sekolah sibuk menunjuk pada anak yang "berhasil" dan "sukses" dan menjadi orang besar. Kenapa? Karena mengangkat nama baik pesantren/sekolah yang merupakan tujuan utama para ustadz/guru (walaupun tidak diakui). Mereka tidak pernah mau tunjuk kepada anak yang "gagal" atau DO disebabkan mereka tidak tahan bullying yang terjadi di lingkungan itu. Kalau ada sebagian dari santri dan siswa yang gugur, cuek saja. Nama baik pesantren, ustadz, sekolah, dan guru yang merupakan prioritas tertinggi. Bukan keselamatan dan perlindungan bagi semua anak. Bukan masa depan yang baik dan mulai bagi semua anak. Cukup utamakan yang "berhasil" saja, dan abaikan yang menderita dan tidak berhasil. Sistem pendidikan ini tidak akan berubah kalau 100 juta orang tua diam terus. Harus ada persatuan dan kepedulian terhadap semua anak di pesantren dan sekolah.
Semoga bermanfaat bagi orang tua yang siap merenung.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
Santri di Jambi Disiksa Senior: Dipegangi, Dibekap, Perut-Kemaluan Diinjak
https://kumparan.com
18 December, 2023
Kenapa Banyak Guru Mau Atur Ukuran Rambut Anak Laki-laki?
Assalamu’alaikum wr.wb. Saya pernah diskusi dengan banyak guru tentang persoalan memotong rambut anak laki-laki secara paksa dengan cara jelek agar menimbulkan efek jera. Saya bertanya kenapa rambut anak laki-laki perlu dipotong oleh gurunya (tapi rambut perempuan tidak), lalu mereka menjawab. Setelah jawaban pertama itu dibuktikan salah, jawaban mereka berubah. Jawaban itu juga saya buktikan salah, jadi jawaban mereka berubah lagi. Dan hal yang sama terulang berkali-kali sampai saya mencatat semua jawaban mereka. Ini sebagian dari contohnya.
Rambut anak laki-laki harus dipotong secara paksa oleh gurunya, karena rambutnya harus pendek sejak usia 7 tahun dengan alasan:
• Tidak sopan kalau panjang
• Diminta oleh masyarakat
• Diminta oleh orang tua
• Ini masalah pendidikan (hanya untuk laki-laki)
• Ini masalah kerapian (hanya untuk laki-laki)
• Ini masalah kesehatan (hanya untuk laki-laki)
• Rambut panjang akan membuat kepala terasa berat dan panas (hanya untuk laki-laki)
• Harus mematuhi norma hukum masyarakat
• Ada aturan tidak tertulis di masyarakat
• Ada aturan tertulis di sekolah
• Harus belajar mematuhi aturan
• Guru terpaksa mengikuti aturan sekolah
• Aturan sekolah tidak boleh diubah atau dihapus
• Harus membentuk sikap dan perilaku
• Harus menjadi suatu pembiasaan
• Tidak bisa dapat pekerjaan kalau rambutnya panjang
• Mulai potong rambut di usia 18 tahun tidak bisa (harus sejak dini)
• Bahaya kalau bekerja di pabrik nanti
• Harus disiapkan kerja di pabrik atau perusahaan sejak usia 7 tahun
• Masyarakat menilai kompetensi seseorang dari ukuran rambutnya
• Dan seterusnya
Memaksa anak patuh pada "aturan" rambut tersebut memberikan rasa "berkuasa" kepada banyak guru, dan membuat mereka merasa "ditakuti dan dihormati" walaupun didapatkan secara terpaksa. Jadi mereka teruskan sistem itu karena inginkan siswa takut dan patuh terhadap guru dalam segala hal. Ini hanya salah satu caranya guru memaksakan kehendaknya terhadap anak, agar guru-guru itu merasa puas secara batin. Banyak sekali guru Indonesia "gila hormat". Kalau mengajar anak dengan sikap baik hati dan ramah, dan menjadi sahabat dan mitra bagi semua anak, sangat jelas para guru itu akan dihormati oleh hampir semua muridnya, tanpa perlu dipaksa. Tapi bagi banyak guru, "kemungkinan besar akan dihormati" nanti tidak cukup. Harus dipaksakan sejak awal!
Tidak ada hubungan antara ukuran rambut dan pendidikan. Kalau ada, perempuan akan bodoh semua (karena rambutnya panjang). Ini hanya kebiasaan nasional yang dilestarikan sejak keadaan Petrus (Pembunuhan Misterius) pada tahun 80-90an. (Sebelumnya, banyak siswa laki-laki punya rambut panjang, dan ada bukti dari foto-foto lama.) Tetapi banyak guru merasa urusan rambut siswa itu berikan mereka kesempatan untuk menunjukkan kekuasaannya, dan memaksa semua siswa taati dan hormati mereka.
Fungsi seorang guru BUKAN untuk abaikan pendapat orang tua dan anak, dan memaksa semua anak siap kerja di pabrik setelah usia SD. Kalau ada guru yang berpikir begitu, maka mereka sudah gagal memahami fungsinya menjadi guru. Para guru tidak tahu setiap anak akan kerja di mana pada masa depan. Saya sudah bicara langsung dengan banyak manajer, direktur, pemilik perusahaan, orang HRD, anggota DPR, Menteri, ribuan orang tua, dll. Ketika mereka komplain tentang kualitas SDM di Indonesia, tidak ada satupun yang menyatakan "banyak anak punya ukuran rambut 6cm jadi mustahil dapat pekerjaan." Tidak ada yang mengeluh bahwa rambut anak perlu dipotong secara paksa agar anak itu bisa menjadi karyawan berkualitas di kemudian hari.
Tetapi yang dijelaskan adalah begitu banyak anak yang tidak bisa menulis dengan baik, tidak bisa baca, tidak bisa memahami perintah dan petunjuk, tidak bisa kerja secara mandiri, malas, curang, tidak jujur, mencuri, dll. Sama sekali tidak ada yang membahas kesulitan mengatur ukuran rambut karyawan. Jadi kenapa begitu banyak guru sekolah merasa ada kewajiban besar memotong rambut anak secara paksa dengan cara jelek agar anak "siap kerja" dan menjadi bagian dari masyarakat? Para orang tua dan pemimpin di bidang pendidikan perlu bersatu untuk mengakhiri kebiasaan buruk ini.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
17 December, 2023
Anak Tidak Betah Di Pesantren, Apa Solusinya?
[Pertanyaan]: Assalamualaikum Pak. Minta masukannya. Anak saya sekarang kelas 2 tingkat SMA dipesantren. Dia dipesantren dari kelas 1 tingkat SMP. Awal kelas 2 dia kabur dari pesantren karena tidak betah. Tapi akhirnya mau balik setelah kita nasehati. Tapi kemarin, dia mengungkapkan ingin keluar lagi. Bagaimana saya menyikapinya? Soalnya saya merasa tanggung hanya 1,5 THN dia kelar. Terimakasih.
[Gene]: Wa alaikum salam wr.wb. Ada dua hal yang perlu dipikirkan.
Pertama, apa dia hanya tidak betah saja, atau apa ada perkara lain?
Kedua, kalau memang tidak betah, apa motivasi dari orang tua akan cukup?
Pertama. Mungkin dia alami bullying dari siswa lain? Atau apa ada perkara lain seperti (maaf) pencabulan? Sering terjadi ada anak yang alami bullying, penyiksaan, penindasan, sampai pencabulan, dan mereka takut jelaskan masalah itu kepada orang tuanya. Biasanya, anak sudah diancam agar tidak bercerita. Mungkin juga malu. Jadi anda perlu diskusi empat mata dengan dia dan bertanya secara langsung apa ada hal seperti bullying atau pencabulan. Minta dia bicara dengan jujur, janji tidak akan marah, tetapi akan bantu dia cari solusi dan dapat perlindungan.
Kedua. Kalau hanya tidak betah saja, karena ingin lebih banyak bermain, maka orang tua sudah coba nasihati dan kurang berhasil. Mungkin ada pihak lain seperti guru sekolah yang lama, atau sepupu yang lebih tua, paman, saudara yang lulus pesantren, dsb. yang bisa berikan masukan dan motivasi kepadanya.
Perlu ditekankan bahwa rasa kurang senang di saat ini akan dapat balasan puluhan tahun ketika nanti dia memiliki ilmu agama yang luas. Banyak orang akan bangga sekali terhadap dia, dan banyak hal yang terasa sulit bagi orang lain (seperti ngaji, shalat tahajjud, puasa sunnah, umrah, memahami fiqih dan tafsir, dll.) akan terasa mudah bagi dia karena sudah pernah belajar di pesantren. Jadi manfaatnya dan hikmahnya sangat luas dan belum bisa dia sadari di saat ini.
Jelaskan bahwa banyak hal dalam kehidupan kita ini butuh perjuangan, dan seringkali proses perjuangan itu kurang enak atau tidak mudah, tapi hasilnya sangat penting. Mau jadi dokter, pengacara, ilmuwan, dosen, guru, dll. tidak mudah juga dan butuh perjuangan bertahun-tahun. Selain itu, dia bisa dikasih contoh perang yang dialami oleh Rasulullah SAW, yang membawa banyak kesulitan. Atau perang kemerdekaan Indonesia. Atau usaha orang naik haji di zaman dulu, naik kapal dan onta berbulan-bulan. Atau saudara yang kuliah di luar negeri, jauh dari keluarga. Atau pemain bola yang latihan setiap hari selama 10 tahun untuk masuk tim profesional. Dan ada banyak contoh lain.
Jadi kalau nasehat dari orang tua tidak cukup, coba cari pihak lain yang mungkin akan didengarkan oleh anak itu. Tapi sebelumnya, pastikan dulu tidak ada kasus bullying atau pencabulan yang mengganggu hatinya. Perlu mencari alasan yang benar tentang kenapa dia tidak betah di pesantren, lalu berusaha mencari orang yang bisa berikan motivasi, dan juga perlu mencari caranya untuk mengurangi beban yang dia rasakan di saat ini, sehingga bisa fokus pada masa depan. Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
12 December, 2023
Santri Kuningan Tewas Setelah Dikeroyok dan Dikunci di Gudang
Assalamu’alaikum wr.wb. Sekali lagi, seorang santri tewas di pesantren, setelah dihajar berjam-jam oleh belasan santri lain, lalu ditinggalkan di dalam gudang. Setelah ditemukan di pagi hari dengan badan penuh lebam, dibawa ke rumah sakit, dioperasi, tapi besoknya meninggal dunia.
Berapa persen dari santri alami bullying dan kekerasan? Berapa banyak kasus ditutupi demi menjaga nama baik pesantren, sehingga orang tua tidak tahu? Berapa banyak santri tidak pernah diajarkan untuk merasakan kasih sayang terhadap manusia lain, dan anggap "akhlak" hanya sebuah kata yang berada di kamus saja, dan tidak menjadi prioritas pendidikan di dalam pesantren? Berapa banyak santri punya hafalan yang banyak, tapi hatinya buruk? Dibutuhkan sistem yang utamakan akhlak yang mulia sebelum fokus pada hafalan dan ritual ibadah. Dibutuhkan pengawasan yang lebih kuat terhadap santri yang ketahuan menjadi sasaran bullying dari santri lain, sebelum dipukul, dan sebelum dibunuh. Siapa yang bisa melindungi para santri kalau puluhan ribu ustadz dan kyai hanya menunggu santri tewas, lalu mengatakan, "Kami tidak menyangka"?
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
Kronologi Santri Kuningan Tewas, Dikeroyok-Dikunci di Gudang
https://www.detik.com
28 November, 2023
Santri Terluka Dan Tewas Terus, Kenapa Tidak Terjadi Perubahan Sistem?
Assalamu’alaikum wr.wb. Orang tua di Pidie, Aceh, diberitahu anaknya "sakit". Ketika datang ke pesantren, diminta "tunggu dulu" karena ustadz sibuk dengan pengajian. Setelah akhirnya diantar ke anaknya, mereka dapat anak yang setengah sadar, mata melotot, dan tidak mengenal orang tuanya. Telah dibiarkan berbaring di tengah muntahan yang kering di kasurnya. Orang tua ambil secara paksa. Hasil MRI, perdarahan di otak. Seorang ustadz datang dan mengaku anaknya dipukuli. Tetapi, pernyataan itu segera dicabut kembali, dan orang tua diminta selesaikan kasusnya secara kekeluargaan!!
Ini kondisi NORMAL di seluruh Indonesia. Santri menjadi korban, pesantren bersikap santai dan kurang perhatikan, dan orang tua korban diminta jangan lapor ke polisi. Yang terpenting adalah nama baik kyai dan pesantren. Keselamatan anak?? Siapa yang perlu peduli? Santri belum mati, belum menjadi masalah. Santri sudah mati, belum menjadi masalah. Sebutkan saja, "takdir". Tidak mungkin para ustadz lalai...
Berapa ribu santri telah mati dalam puluhan tahun terakhir, tanpa menjadi berita, tanpa ada yang bertanggung jawab? Kenapa ribuan pemuka agama, pemimpin negara, dan ahli pendidikan tidak bersatu untuk memaksa terjadi "perubahan sistem"? Dibutuhkan aturan baku untuk semua pesantren, yang utamakan keselamatan anak. Polisi, pilot, dokter dll. bisa kerja dengan aturan baku. Kenapa ustadz dan pesantren tidak? Misalnya, wajib lapor apabila santri sakit. Wajib lapor kasus pemukulan agar korban diperiksa oleh dokter. Telfon darurat yang terhubung ke puskesmas dan polsek, agar semua santri bisa laporkan kondisi santri yang memprihatinkan, tanpa "izin" ke ustadz dulu. Dan banyak hal lain yang bisa diwajibkan, kalau ada yang mau peduli. Kenapa ribuan pemimpin agama dan pemimpin negara siap membiarkan anak Muslim mati dan terluka terus di dalam pesantren, tanpa melakukan perubahan sistem?
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
Dugaan Penganiayaan Santri di Pidie, Orang Tua Korban Lapor Polisi
https://www.habaaceh.id
Santri di Pidie Diduga Jadi Korban Bully, Alami Pendarahan di Kepala, Kasus Kini Ditangani Polisi
https://aceh.tribunnews.com
02 October, 2023
Pelajar Dan Santri Sering Tenggelam, Kenapa Sulit Diatasi?
Assalamu’alaikum wr.wb. Ada berita tentang 3 santri yang tenggelam di pantai, di Enrekang, Sulawesi Selatan, saat ikuti acara pesantren. Jumlah anak 122 orang, tapi tidak disebutkan jumlah orang dewasa. Dalam kasus serupa, jumlah orang dewasa mungkin hanya 2-3 orang saja, dan belum tentu bisa berenang. Kalau mau bawa 50-100 anak ke tempat wisata, kolam renang, atau pantai dalam rangka kegiatan sekolah atau pesantren, seharusnya ada "persiapan" yang wajib dilakukan sebelumnya.
Jumlah orang dewasa harus cukup untuk awasi semua anak. Harus ada dewasa yang mengerti P3K, kompresi jantung dan nafas buatan. Di pantai (atau sungai), harus bertanya dulu ke orang lokal apakah aman berenang di situ pada waktu itu. (Tidak cukup dikatakan aman sebulan sebelumnya pada waktu survei.) Harus ada perahu penyelamat yang siap dipakai. Harus ada beberapa rompi pelampung. Harus ada petugas lifeguard, atau orang dewasa yang bisa berenang dan berdiri di pantai untuk mengawasi semua anak. Harus tahu lokasi puskesmas atau rumah sakit terdekat, dan tahu jalannya.
Tetapi persiapan seperti itu jarang dilakukan. Jadi setelah beberapa anak tenggelam, semua guru dan ustadz hanya berkomentar: "Kami tidak menyangka. Ini takdir Allah." Tidak pernah ada yang mengatakan: "Kami sangat lalai, seharusnya melakukan persiapan yang benar!" Anak dititip ke sekolah dan pesantren untuk menuntut ilmu tetapi beberapa anak dikembalikan sebagai jenazah. Dan guru dan ustadz yang "tidak menyangka" tidak pernah ditanya tentang KENAPA mereka tidak sanggup menggunakan akal sehat dan menyangka sebelum ada anak yang tewas. Selama para orang tua tidak menuntut tanggung jawab dari guru dan ustadz, berita tentang anak tenggelam akan muncul terus. Kalau anak anda mau dibawa ke salah satu lokasi tersebut berserta 100 anak lain, sebaiknya anda tidak izinkan tanpa tanya dulu apa guru dan ustadz sanggup "menyangka" dan sudah melakukan persiapan yang benar.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
3 Santri Ponpes Imam Asy-Syafii Tewas Tenggelam di Pantai Lowita Pinrang
https://www.beritasatu.com
04 September, 2023
Sekali Lagi Santri Dihajar Sampai Tewas Di Pesantren
Assalamu’alaikum wr.wb. Sekali lagi, seorang santri tewas di dalam pesantren. Sekali lagi, pihak pesantren berusaha menutupi kejadiannya. Ketika akhirnya diperiksa di rumah sakit di Lamongan, Jawa Timur, ternyata ada banyak lebam di kepala dan badan korban. Lalu muncul dugaan anak itu sudah tewas 24 jam SEBELUM dibawa ke rumah sakit!
Di sebagian pesantren, prioritas nomor satunya adalah keselamatan nama baik pesantren. Keselamatan anak? Nomor dua saja! Setiap kali seorang santri dihajar sampai mati, tidak ada pihak yang bisa menjelaskan kenapa begitu banyak anak Muslim bisa punya jiwa yang sadis. Tidak ada penjelasan tentang kenapa banyak bullying terjadi di lingkungan pendidikan agama, atau kenapa para ustadz tidak sanggup mengatasinya. Dan setiap kali seorang santri tewas, 100% dari orang tua korban selalu menyatakan, "Kami tidak menyangka!"
Dan banyak orang tua lain bersikap, "Bukan anak saya, bukan di pesantren anak saya, jadi bukan masalah saya!" Kematian seorang anak Muslim di lingkungan pendidikan Islam bisa berlalu begitu saja, seperti seekor semut yang berlalu di dapur: Tidak diperhatikan dan tidak dipedulikan. Dan tidak ada yang mau membahas faktanya bahwa di sebagian pesantren, ketika pengurus ketemu anak yang sekarat, pemikiran pertama mereka adalah, "Bagaimana kita bisa melindungi nama baik pesantren?" Anak siapa yang harus tewas di pesantren sebelum sistem yang berlaku bisa dikaji kembali?
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
Siswa MTs di Lamongan Meninggal Diduga Dianiaya, Luka di Kepala & Anus
https://www.cnnindonesia.com
21 March, 2023
Kenapa Banyak Guru Agama Hanya Paham Agama?
[Komentar]: Anak saya salah satu dari ribuan anak yang dididik dengan disiplin yang menyakiti fisiknya. Dia bertanya2, ''Kenapa ya bunda, guru ngaji kok melakukan itu?'' sambil dia menahan tangis. Saya belum bisa menjawabnya. Anda bisa bantu saya memberi jawaban? Please... Terima kasih sebelumnya.
[Gene]: Assalamu’alaikum wr.wb. Jawabannya sederhana Bu. Karena guru agama itu hanya belajar agama, tapi mohon maaf, tidak belajar ilmu dunia yang lain seperti ilmu pendidikan atau ilmu psikologi anak. Dia merasa puas karena paham agama, jadi bagi dia, ilmu pendidikan dan psikologi anak tidak dibutuhkan. Kalau bisa, cari guru lain yang lembut dan lebih mengerti cara mendidik anak.
Kalau belum ada guru baru, minta anak anda bersabar dan ambil pelajaran. Ketika dia menjadi dewasa, harus ada usaha untuk belajar ilmu agama terus dan ilmu itu harus menjadi bagian dari pekerjaannya. Di zaman Rasulullah SAW, tidak ada "guru ngaji". Hanya ada pedagang, petani, peternak, wiraswasta, tukang, dll. Dan semua orang itu bisa menjadi sahabat Nabi dan menuntut ilmu agama secara tinggi, tapi dilakukan DI LUAR jam kerjanya. Mereka tidak menjadikan agama sebagai pekerjaan tetap. Sebaliknya, agama menjadi fondasi dan sekaligus pelengkap dalam semua pekerjaan mereka.
Menjadi guru ngaji atau ustadz yang ahli agama tidak salah, tapi kalau hanya mau pedulikan ilmu itu, dan abaikan yang lain, maka itu kurang tepat dan tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat. Coba mendidik anak anda bahwa ilmu dunia merupakan dasar dari kehidupan karena ada nafkah hidup dari situ. Tapi ilmu agama harus dipadukan dengan ilmu dunia dalam suatu pekerjaan. Umat Islam harus menjadi kaum yang menghidupkan ajaran agama Islam dalam semua pekerjaan dan kegiatan. Justru karena banyak orang tidak melakukannya, orang yang bergelar Haji tidak malu melakukan korupsi. Bagi mereka, urusan agama sebatas ritual shalat, dan ajaran agama tidak menjadi bagian dari pekerjaan mereka.
Coba ajak anak anda untuk merasa "kasihan" sama guru agama itu, dan ambil pelajaran agar bisa menjadi lebih baik dari dia. Boleh kerja sebagai guru, petani, sopir, tukang, satpam, insinyur, dokter, atau akuntan tapi sekaligus juga harus punya ilmu agama yang luas, bisa hidupkan ajaran agama dalam pekerjaannya, dan bisa menjadi contoh orang Muslim yang mulia bagi yang lain!! Dan kalaupun mau menjadi ustadz atau guru ngaji, juga bisa menjadi ahli pendidikan, ahli psikologi, ahli parenting, ahli wiraswasta, ahli komunikasi, dll. Jangan sampai merasa puas sebagai "guru ngaji" saja dan abaikan ilmu2 yang lain. Allah melimpahkan ilmu yang luas di depan kakinya umat Islam. Tinggal kita ambil saja dan pakai kalau jelas ada manfaatnya. Kenapa mau ditolak?
Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
12 January, 2023
Daftar 35 Pesantren Yang Terbakar Dalam 6 Bulan Terakhir
Assalamu’alaikum wr.wb. Dalam satu bulan, saya lihat dua berita kebakaran di pesantren, jadi saya cari info "pesantren terbakar" di Google, dan sangat kaget dapat hasil di bawah ini. Hampir setiap minggu ada pesantren yang terbakar. Alhamdulillah, tidak ada korban jiwa. Jadi hanya ada banyak bangunan dan Al Quran yang terbakar.
Setiap pesantren perlu diwajibkan menyediakan selang air dan APAR (Alat Pemadam Api Ringan). Tidak ada berita, "Api dipadamkan oleh santri pakai APAR." Artinya, di banyak pesantren mungkin tidak ada APAR atau selang, dan juga tidak ada pelatihan. Jadi daripada melakukan persiapan, ditunggu kebakaran terjadi lalu dikatakan, "Ini musibah dan ujian dari Allah."
Dibutuhkan PELATIHAN bagi semua santri setiap tahun. Kalau anak anda berada di pesantren, tolong bagikan info berita ini dengan para pengurus. Sarankan mereka panggil Dinas Pemadam Kebakaran untuk berikan pelatihan dan jelaskan tempat terbaik untuk AKAR dan selang. Jangan sampai ada berita santri terbakar hidup-hidup, lalu para ustadz hanya menyatakan, "Kami tidak menyangka!"
Di bawah ini adalah hasil pencarian dari 6 bulan terakhir, dengan lokasi, tanggal, dan link berita. Coba baca dan merenung. Mau menunggu kebakaran terjadi di pesantren anak anda, atau mau bertindak sekarang? Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
1. Bogor 10 Januari 2023
Charger Hp Diduga Jadi Penyebab Ponpes di Jasinga Bogor Kebakaran
https://bogordaily.net/2023/01/chager-hp-diduga-jadi-penyebab-ponpes-di-jasinga-bogor-kebakaran/
2. Depok 4 Januari 2023
Pondok Pesantren di Duren Seribu Depok Hangus Terbakar, Ini Kondisi Santrinya
https://depok.hallo.id/depok-raya/pr-446437509/pondok-pesantren-di-duren-seribu-depok-hangus-terbakar-ini-kondisi-santrinya
3. Sukabumi 3 Januari 2023
Pondok Pesantren di Sukabumi Terbakar, Santri Berhamburan dan Berteriak Memanggil Ustaz
https://bandung.kompas.com/read/2023/01/04/104423578/pondok-pesantren-di-sukabumi-terbakar-santri-berhamburan-dan-berteriak
4. Serang, Banten 30 Desember 2022
Pondok Pesantren di Cikande Terbakar, 1 Orang Luka-luka
https://www.bantennews.co.id/pondok-pesantren-di-cikande-terbakar-1-orang-luka-luka/
5. Banjarbaru, Kalimantan Selatan 24 Desember 2022
Kebakaran di Ponpes Al Falah Kota Banjarbaru, Santri Berhasil Kuasai Api
https://banjarmasin.tribunnews.com/2022/12/24/kebakaran-di-ponpes-al-falah-kota-banjarbaru-santri-berhasil-kuasai-api
6. Surabaya 18 Desember 2022
Kebakaran di Ponpes Inabah Semampir Diduga Gara-gara Ada Santri Bakar Sarung
https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2022/kebakaran-di-ponpes-inabah-semampir-diduga-gara-gara-ada-santri-bakar-sarung/
7. Bogor 13 December 2022
Gegara Ngecas Hp, Pondok Pesantren di Leuwisadeng Kebakaran
https://www.metropolitan.id/2022/12/gegara-ngecas-hp-pondok-pesantren-di-leuwisadeng-kebakaran/
8. Pondok Gede, Bekasi 8 Desember 2022
Akibat Korsleting Listrik, Bangunan Pondok Pesantren di Pondok Gede Hangus Terbakar
https://depok.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-096084937/akibat-korsleting-listrik-bangunan-pondok-pesantren-di-pondok-gede-hangus-terbakar
9. Kuta Alam, Banda Aceh 3 Desember 2022
Satu Unit Ruko di Kompleks Pesantren Darul Ulum, Banda Aceh Ludes Terbakar
https://aceh.tribunnews.com/2022/12/03/satu-unit-ruko-di-kompleks-pesantren-darul-ulum-banda-aceh-ludes-terbakar
10. Jakarta Selatan 25 November 2022
Asrama Ponpes di Ulujami Jaksel Kebakaran, Tak Ada Korban Jiwa
https://news.detik.com/berita/d-6426246/asrama-ponpes-di-ulujami-jaksel-kebakaran-tak-ada-korban-jiwa
11. Aceh Selatan 22 November 2022
Rumah Dinas Pimpinan Ponpes Darussalam Aceh Selatan Terbakar
https://prohaba.tribunnews.com/2022/11/24/rumah-dinas-pimpinan-ponpes-darussalam-aceh-selatan-terbakar
12. Indragiri Hilir, Riau 19 November 2022
Tabung Gas Meledak, Ponpes Daarul Ishlah di Inhil Terbakar
https://www.indragirione.com/2022/11/tabung-gas-meledak-ponpes-daarul-ishlah-di-inhil-terbakar
13. Lampung 15 November 2022
Kebakaran Ruang Kontrol CCTV dan IT Ponpes Darul Huffaz Diduga karena Korsleting Listrik
https://lampung.tribunnews.com/2022/11/18/kebakaran-ruang-kontrol-cctv-dan-it-ponpes-darul-huffaz-diduga-karena-korsleting-listrik
14. Semarang 11 November 2022
Pondok Pesantren di Gunungpati Semarang Hangus Terbakar, Diduga karena Puntung Rokok Belum Dimatikan
https://regional.kompas.com/read/2022/11/11/170041878/pondok-pesantren-di-gunungpati-semarang-hangus-terbakar-diduga-karena
15. Kudus, Jawa Tengah 04 November 2022
Lilin Terjatuh, Kamar Santri Ponpes Rohmatul Ummah Kudus Terbakar
https://www.murianews.com/2022/11/05/330424/lilin-terjatuh-kamar-santri-ponpes-rohmatul-ummah-kudus-terbakar
16. Magelang 01 November 2022
Kebakaran di Pesantren Al Hidayat Kedunglumpang, Kakankemenag Sampaikan Keprihatinan
https://jateng.kemenag.go.id/2022/11/kebakaran-di-pesantren-al-hidayat-kedunglumpang-kakankemenag-sampaikan-keprihatinan/
17. Cilacap 30 Oktober 2022
Gudang Ponpes Terbakar di Majenang Cilacap, Basirun Melihat Asap di Lantai Dua, Diduga Korsleting
https://jateng.tribunnews.com/2022/10/30/gudang-ponpes-terbakar-di-majenang-cilacap-basirun-melihat-asap-di-lantai-dua-diduga-korsleting
18. Sanggau, Kalimantan Barat 22 Oktober 2022
Asrama Putri Pondok Pesantren di Sanggau Terbakar
https://kabar.sanggau.go.id/2022/10/26/asrama-putri-pondok-pesantren-di-sanggau-terbakar/
19. Luwu Utara (Lutra), Sulawesi Selatan 21 Oktober 2022
Kronologi 5 Asrama Ponpes Balebo Lutra Hangus Terbakar saat Santri Tertidur
https://www.detik.com/sulsel/berita/d-6362012/kronologi-5-asrama-ponpes-balebo-lutra-hangus-terbakar-saat-santri-tertidur
20. Lampung 19 Oktober 2022
Innalillahi, Pesantren Madinatul Ilmi Pringsewu Lampung Terbakar
https://www.nu.or.id/daerah/innalillahi-pesantren-madinatul-ilmi-pringsewu-lampung-terbakar-PrIZg
21. Jombang 16 Oktober 2022
Diduga Korsleting Listrik, Asrama Bambu Santri Ludes Terbakar
https://radarjombang.jawapos.com/hukum/peristiwa/18/10/2022/diduga-korsleting-listrik-asrama-bambu-santri-ludes-terbakar/
22. Bogor 14 Oktober 2022
Pondok Pesantren Yatim Piatu di Citeureup Kebakaran, Pakaian hingga Kitab Ludes Terbakar
https://depok.tribunnews.com/2022/10/14/pondok-pesantren-yatim-piatu-di-citeureup-kebakaran-pakaian-hingga-kitab-ludes-terbakar
23. Kampar, Riau 13 Oktober 2022
Kebakaran di Pondok Pesantren Umar Bin Khattab, Tak Ada Korban Jiwa
https://riaupos.jawapos.com/kampar/13/10/2022/284872/kebakaran-di-pondok-pesantren-umar-bin-khattab-tak-ada-korban-jiwa.html
24. Magelang 27 September 2022
Diduga Konsleting Listrik, Pondok Pesantren Terbakar di Payaman
https://wartamagelang.com/diduga-konsleting-listrik-pondok-pesantren-terbakar-di-payaman.html
25. Padang Pariaman 26 September 2022
Kebakaran di Ponpes Nurul Yaqin Padang Pariaman
https://katasumbar.com/kebakaran-di-ponpes-nurul-yaqin-padang-pariaman-2-sepeda-motor-hangus/
26. Pandeglang 17 September 2022
Pondok Pesantren di Pandeglang Terbakar, Diduga Akibat Korsleting Listrik
https://news.detik.com/berita/d-6297798/pondok-pesantren-di-pandeglang-terbakar-diduga-akibat-korsleting-listrik
27. Serang, Banten 06 September 2022
Saat Kebakaran Membakar Ponpes Ibdatul Falah, Santri Sedang Tertidur
https://banten.jpnn.com/banten-terkini/745/saat-kebakaran-membakar-ponpes-ibdatul-falah-santri-sedang-tertidur
28. Bogor 29 Augustus 2022
Pondok Pesantren di Bogor Kebakaran, Diduga Akibat Korsleting
https://news.detik.com/berita/d-6261553/pondok-pesantren-di-bogor-kebakaran-diduga-akibat-korsleting
29. Bima, NTB 28 Augustus 2022
Ponpes Al Madinah di Bima Terbakar, Diduga akibat Korsleting Pemanas Air
https://regional.kompas.com/read/2022/08/28/220745378/ponpes-al-madinah-di-bima-terbakar-diduga-akibat-korsleting-pemanas-air?page=all
30. Klaten, Jawa Tengah 28 Augustus 2022
Kebakaran Hanguskan Dapur Pesantren Al Muttaqin Pancasila Sakti Klaten
https://www.detik.com/jateng/berita/d-6259297/kebakaran-hanguskan-dapur-pesantren-al-muttaqin-pancasila-sakti-klaten
31. Banyuasin, Sumatera Selatan 26 Augustus 2022
Pesantren di Banyuasin Hangus Terbakar, Diduga Dipicu Korsleting
https://news.detik.com/berita/d-5697404/pesantren-di-banyuasin-hangus-terbakar-diduga-dipicu-korsleting
32. Lampung 20 Augustus 2022
Dua Bangunan Ponpes di Bandar Lampung Terbakar, Diduga Karena Sampah yang Dibakar Santri
https://lampung.tribunnews.com/2022/08/20/dua-bangunan-ponpes-di-bandar-lampung-terbakar-diduga-karena-sampah-yang-dibakar-santri
33. Banda Aceh 20 Augustus 2022
Rumah Pimpinan Pesantren di Banda Aceh Ludes Terbakar, Diduga akibat Korsleting Listrik
https://aceh.inews.id/berita/rumah-pimpinan-pesantren-di-banda-aceh-ludes-terbakar-diduga-akibat-korsleting-listrik
34. Aceh Tenggara 01 Augustus 2022
Lompat dari Gedung saat Asrama Terbakar, Sejumlah Santri Ponpes Darul Azhar Alami Luka Terkilir
https://www.ajnn.net/news/lompat-dari-gedung-saat-asrama-terbakar-sejumlah-santri-ponpes-darul-azhar-alami-luka-terkilir/index.html
35. Kediri 01 Augustus 2022
Gudang Ponpes Mambaul Hisan di Ngadiluwih Dilalap Api
https://radarkediri.jawapos.com/peristiwa/01/08/2022/gudang-ponpes-mambaul-hisan-di-ngadiluwih-dilalap-api/
19 November, 2022
Kenapa "Murid Tenggelam" Harus Menjadi Berita Normal Di Indonesia?
Assalamu’alaikum wr.wb. Berita tentang anak yang tewas dalam kegiatan sekolah bisa dipandang dengan dua cara berbeda. Pertama, ada padangan "biasa" dari kebanyakan guru, ustadz, dan masyarakat Muslim: Salah sendiri, kenapa santri itu main ke tengah ombak? Padangan kedua, dari orang yang perhatikan ilmu pendidikan: Kenapa 100 anak dibawa ke tempat berbahaya, tanpa ditentukan aman, tanpa pengawasan yang cukup, tanpa daftar larangan dan sanksi?
Kebanyakan orang hanya salahkan korban, lalu lupakan beritanya. Oleh karena itu, terjadi terus, tanpa perubahan. (Anaknya orang lain yang tewas, bukan anak saya, kenapa perlu dipikirkan? Takdir!) Tetapi dari padangan berbeda, berbasis ilmu pendidikan, kegiatan itu sendiri bisa salah dari awalnya. Lokasi harus ditentukan aman. Kalau ada bahaya, misalnya di pinggir laut, harus ada aturan jelas. Misalnya: Main ke tengah ombak tanpa izin, otomatis dikeluarkan dari pesantren!
Jumlah anak berapa? Jumlah pengawas dewasa berapa? Kalau di pinggir laut, apa ada kapal kecil yang bisa langsung digunakan untuk selamatkan anak? Apa ada pelampung? Apa semua anak bisa berenang? Apa ada orang lokal yang bisa jelaskan lokasi aman? Kalau ustadz dan guru peduli pada keselamatan anak sebagai prioritas, seharusnya jarang ada anak yang tewas dalam kegiatan sekolah. Tapi keselamatan anak belum menjadi prioritas. Jadi persiapan hadapi kondisi darurat adalah NOL.
Mohon maaf, tapi banyak orang yang bertugas mendidik anak tidak punya ilmu pendidikan yang baik. Hasilnya, anak Muslim tewas terus. Dan rakyat tidak mau tahu, selama anak mereka aman. Yang tewas itu takdir Allah, musibah, dan sama sekali bukan kelalaian orang dewasa. Jadi tidak ada yang perlu bertanggung jawab, tidak perlu terjadi perubahan, tidak perlu SOP nasional untuk kegiatan di luar sekolah. Bagaimana kondisi ini bisa berubah kalau 100 juta orang tua Muslim belum mau bersatu untuk pedulikan anaknya orang lain?
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
Santri Ponpes Al-Mukmin yang Hanyut di Pantai Seruni Ditemukan Tewas
Jumat, 18 Nov 2022 Gunungkidul - Santri M. Yuski Fahimudin (18) ditemukan meninggal dunia tidak jauh dari lokasi kejadian. Rombongan 100 orang dari Pondok Pesantren Al-Mukmin Sukoharjo menginap di Pantai Seruni. "Korban bersama empat temannya sudah berulang kali diingatkan agar jangan terlalu ke tengah tapi dihiraukan."
https://www.detik.com
14 November, 2022
Santri Asal Tasikmalaya Didenda Rp 37 Juta oleh Pesantren
Assalamu’alaikum wr.wb. Pendapat saya mungkin kurang enak didengar, tapi insya Allah ada manfaatnya. Terlalu banyak "pesantren" tidak punya ahli di dalamnya yang mengerti pendidikan anak, apalagi psikologi anak. Apabila seorang anak sering kabur, tentu saja ada masalah. Bisa jadi masalah dengan tempat belajar, dengan kepribadian anak itu, dengan orang tuanya, dll. Jadi pesantren cukup keluarkan anak itu karena terbukti tidak cocok menjadi santri. Dalam kasus ini tidak. Dipaksa (dibujuk) kembali terus-terusan, sehingga akhirnya hilang 2 tahun, tapi masih dihitung "santri", bukan murid DO. Dan karena fakta itu, orang tua didenda biaya 50 ribu per hari, tanpa sebab. Hasilnya adalah denda 37 juta.
Ahli pendidikan akan lihat bahwa anak itu tidak cocok menjadi santri. Daripada dipaksa terus, tanpa dasar pendidikan atau psikologi anak, lebih baik dipulangkan saja. Berarti tidak akan ada berita ini. Sebagian pesantren terkesan tidak cukup peduli untuk melibatkan ahli pendidikan, ahli psikologi anak, ahli gizi, dll. Jadi sikapnya adalah "asal menaruh anak di asrama", cari "ustadz", lalu simsalabim menjadi "pesantren". Sebagian tidak terdaftar, dan sebagian lain terdaftar tapi kontrol terhadap "kualitas" dari proses pendidikan (selain agama) kurang diperhatikan. Ada anak, ada makanan, ada ustadz, lanjut saja!
Semoga pesantren sedang dan kecil bisa diperiksa kembali oleh Kemenag, dan Kemdikbud juga. Anak bangsa Indonesia dijadikan semacam "kelinci percobaan" karena tidak ada yang bisa tentukan hasil dari proses pendidikan itu 10-20 tahun mendatang. Sistem mendidik anak Muslim seharusnya jelas. Dan tidak cukup "disuruh ngaji" saja, tanpa memikirkan kondisi psikologis, kesehatan, gizi, dll. (yang sudah umum dilakukan di pesantren besar). Anak Muslim layak dikasih perhatikan yang lebih berkualitas dari kita. Semoga bermanfaat sebagai renungan.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
Santri Asal Tasikmalaya Didenda Rp 37 Juta oleh Pesantren, Pengasuh Ponpes: Sejak Awal Ada Kesepakatan dengan Orangtua
https://bandung.kompas.com
13 September, 2022
Apa Kematian Anak di Pesantren Hanya Perkara Kriminal Biasa?
Assalamu’alaikum wr.wb. Dalam 1 bulan terakhir, ada 3 kasus kematian santri di 3 pesantren. Ada komentar bahwa pihak pesantren tidak perlu disalahkan. Pembunuhan itu hanya perkara kriminal yang jarang terjadi di pesantren, jadi diserahkan ke polisi, dan tidak perlu dibahas lagi. Jangan sampai merasa "ada masalah di pesantren". Tapi apa pendapat itu masuk akal?
Pendapat tersebut ibaratnya hanya melihat tanah beberapa langkah di depan kakinya, dan menganggap "jalannya lancar". Dalam kasus terbaru di Gontor, ada bukti bahwa kasus pembunuhan itu ditutupi, dan ada ustadz, santri, dan dokter yang siap berbohong demi menjaga nama baik pesantren. Kita hanya tahu santri itu dibunuh karena kebohongan mereka dibongkar secara paksa.
Jadi kita perlu berpikir secara luas dan bertanya secara serius: Selama puluhan tahun terakhir ini, apakah ada kasus-kasus lain di mana santri mati di pesantren? Lalu mayat diserahkan ke keluarga dan dinyatakan "sakit" atau "kelelahan", dan dikuburkan tanpa curiga? Siapa yang mau selidiki kemungkinan itu? Siapa yang mau mencari saksi dan kumpulkan bukti? Siapa yang mau ajak mantan santri buka mulut, bongkar kebohongan lama, dan "melawan" pesantren?
Selain kematian santri (yang mungkin saja pembunuhan), apakah ada kasus kekerasan lain yang ditutupi? Apa ada kasus pencabulan terhadap santri dari ustadz, atau dari santri lain, yang ditutupi juga? Menteri Agama mengatakan "tidak bisa intervensi" terlalu jauh ke dalam urusan pesantren. Jadi apa fungsinya pemerintah kalau 4 juta anak bisa dibiarkan tinggal di 31 ribu pesantren, dengan risiko menjadi korban kekerasan atau pencabulan, yang bisa ditutupi dengan sangat mudah?
Ketika (akhirnya) Gereja Katolik mulai mencari korban pencabulan, ditemukan ratusan ribu korban (yang sudah dewasa). Ketika Pramuka Amerika mulai mencari korban pencabulan, ditemukan 60 ribu korban di Amerika saja, dan Pramuka Amerika menjadi bangkrut. Gereja Katolik dan Pramuka Amerika dipaksa bayar ganti rugi puluhan milyar dolar kepada para korban.
Pertanyaan serius: Berapa banyak santri pernah menjadi korban pembunuhan, kekerasan, atau pencabulan dalam 50 tahun terakhir, dan sekarang ada saksi atau korban yang masih hidup, dan ingin bicara, tapi tidak ada yang mau bertanya kepada mereka? Siapa yang mau melindungi 80 juta anak Indonesia kalau sikap pemerintah dan banyak orang Muslim adalah, "Apa boleh buat?!" Kalau ada investigasi nasional terhadap semua pesantren, seperti yang dilakukan di Amerika terhadap Pramuka, berapa puluh ribu santri akan maju dan siap berbicara? Apakah ada yang berani bertanya?
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
07 September, 2022
Satu Anak Lagi Tewas Di Pesantren?
Assalamu’alaikum wr.wb. Dalam 1 bulan, ada 3 buah berita tentang anak yang tewas di pesantren setelah menjadi korban kekerasan. Semua pesantren punya kesempatan utamakan santri, atau utamakan "nama baik pesantren". Sayangnya, sering terbukti mereka memilih untuk utamakan pesantren. Dalam kasus terbaru, orang tua diberitahu anaknya wafat karena kelelahan. Tapi akhirnya, terpaksa mengaku anak itu dihajar sampai mati. Perinciannya belum ketahuan karena ditutupi oleh pesantren. Ketika sebuah lembaga menutupi kasus pembunuhan atau pencabulan, seharusnya ada konsekuensi hukum, dan tidak cukup minta maaf saja!
Dulu, di mancanegara, ada lembaga besar yang melakukan hal serupa: Gereja Katolik! Selama 100 tahun, mungkin ada ratusan ribu anak yang dicabuli oleh pastor, lalu Gereja sembunyikan kenyataan itu, demi menjaga nama baik Gereja. Hasilnya, Gereja dipermalukan di depan umum sekarang dengan banyak kasus yang masuk pengadilan, dan juga rugi milyaran dolar yang dibayar kepada korban. Jumlah korban secara keseluruhan tidak ketahuan. Tidak ada data yang akurat. Pramuka Amerika juga sama, dengan jumlah 60 ribu anak yang lapor sendiri sebagai korban. Hasilnya, organisasi Pramuka Amerika dinyatakan bangkrut setelah dipaksa bayar ganti rugi ke para korban!
Perlu dipertanyakan berapa banyak santri yang menjadi korban kekerasan atau pencabulan dalam 50 tahun terakhir, dan masih hidup? Mungkin banyak yang sudah wafat, jadi rahasia yang merusak kehidupan mereka dibawa ke kuburan, demi menjaga nama baik pesantren. Tapi di saat ini, ada 4,3 juta santri yang belajar di 31 ribu pesantren. Berapa persen dari mereka yang menjadi korban, dan tidak ada pihak yang mencari infonya atau berusaha melindunginya?
Pemerintah (kalau mau peduli) bisa wajibkan program pendidikan anti kekerasan dan anti pencabulan setiap tahun. Poster bisa dipasang dengan info orang di luar panti (misalnya RW atau polisi) yang bisa dihubungi. Tapi ada santri yang mengaku bahwa ada budaya "hukuman bagi pelapor". Jadi perlu ada tindakan dari pemerintah dan para ustadz untuk mengubah pola pikir semua santri, sehingga akhlak menjadi salah satu pelajaran utama. Tidak cukup fokus pada hafalan dan fiqih kalau sudah terbukti ada sekian persen dari santri (dan ustadz) yang siap melakukan kejahatan terhadap anak kecil. Harus ada yang maju dan bertindak untuk melindungi 4 juta santri, sebelum kematian santri di pesantren menjadi berita harian.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
Temukan Dugaan Penganiayaan hingga Santrinya Meninggal, Pondok Gontor Minta Maaf
https://surabaya.kompas.com