Assalamu’alaikum wr.wb. Tahun kemarin ada pemuda Belanda yang masuk Islam setelah diskusi dengan saya. Kemarin dia kirim WA dan tanya panjang lebar tentang semua shalat sunnah karena tidak puas shalat 5 waktu saja, dan mau tambahkan. Saya jadi berpikir tentang begitu banyak orang yang dikasih nikmat yang besar dari Allah karena boleh lahir sebagai Muslim, tapi malah malas shalat 5 waktu, apalagi yang sunnah…
Ada yang bilang, "Dia muallaf, jadi Allah yang kasih dia hidayah, tapi saya tidak pernah pilih Islam sendiri!" Sungguh aneh komentar itu, tapi sangat umum diucapkan. Seorang muallaf "dipilih" setelah proses beberapa tahun mencari kebenaran. Sedangkan yang Muslim keturunan juga DIPILIH oleh Allah, dan malah DIUTAMAKAN karena dikasih kenikmatan lahir sebagai Muslim tanpa bersusah payah mencari kebenaran. Sebagai perumpamaan, ada orang yang dikasih banyak fasilitas dari negara karena jabatannya, dan ada anggota rakyat biasa yang sulit mendapat bantuan. Pemerintah utamakan pejabat. Masa orang yang prosesnya dapat bantuan sangat sulit dinilai "lebih utama"? Jadi jelas yang lahir sebagai Muslim sudah dikasih keutamaan, bukan yang muallaf.
Apa benar yang Muslim keturunan tidak memilih Islam? Padahal mereka baca syahaddat dalam setiap shalat? APA artinya kalau bukan "memilih Islam"? Dan kalau mau murtad, bisa saja setiap detik. Jadi tidak logis kalau ada Muslim keturunan yang mengatakan, "Saya tidak memilih Islam", karena 1) mereka bersyahaddat setiap hari, dan 2) mereka bebas tinggalkan Islam, tapi ternyata tidak mau.
Orang yang bilang mereka "tidak memilih Islam" karena lahir sebagai Muslim setara dengan orang yang lahir sebagai pangeran di istana. Lalu, malah mengeluh bahwa mereka "dikasih" kekayaan dan istana, dan dipaksa menjadi anggota kerajaan padahal bukan pilihan mereka. Tetapi setiap hari, mereka menikmati kehidupan itu dan tidak mau tinggalkan. Sedangkan "muallaf" setara dengan orang biasa yang menikah dengan pangeran, lalu tiba-tiba bisa merasakan nikmatnya menjadi anggota kerajaan dan tinggal di istana. Lebih nikmat lahir di istana, daripada baru masuk di usia dewasa setelah perjuangan yang sulit. Berarti yang Muslim dari lahir jelas diutamakan, jadi kenapa sebagian dari mereka abaikan shalat wajib? Masa orang yang masuk kerajaan dari luar (muallaf) lebih menghargai kerajaan itu (Islam) daripada orang yang lahir sebagai pangeran (Muslim keturunan)?
SHALAT! Dan jangan mencari-cari alasan untuk tidak shalat. Apalagi alasannya tidak logis seperti, "Saya tidak dipilih oleh Allah menjadi Muslim!" Mungkin malaikat gelengkan kepala melihat Muslim keturunan yang berani bicara seperti itu.
Semoga bermanfaat. Wa billahi taufiq wal hidayah.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
Search This Blog
Labels
alam
(8)
amal
(100)
anak
(299)
anak yatim
(118)
bilingual
(22)
bisnis dan pelayanan
(6)
budaya
(8)
dakwah
(87)
dhuafa
(18)
for fun
(12)
Gene
(222)
guru
(61)
hadiths
(9)
halal-haram
(24)
Hoax dan Rekayasa
(34)
hukum
(68)
hukum islam
(52)
indonesia
(570)
islam
(557)
jakarta
(34)
kekerasan terhadap anak
(357)
kesehatan
(97)
Kisah Dakwah
(10)
Kisah Sedekah
(11)
konsultasi
(11)
kontroversi
(5)
korupsi
(27)
KPK
(16)
Kristen
(14)
lingkungan
(19)
mohon bantuan
(40)
muallaf
(52)
my books
(2)
orang tua
(8)
palestina
(34)
pemerintah
(136)
Pemilu 2009
(63)
pendidikan
(503)
pengumuman
(27)
perang
(10)
perbandingan agama
(11)
pernikahan
(11)
pesantren
(34)
politik
(127)
Politik Indonesia
(53)
Progam Sosial
(60)
puasa
(38)
renungan
(179)
Sejarah
(5)
sekolah
(79)
shalat
(9)
sosial
(321)
tanya-jawab
(15)
taubat
(6)
umum
(13)
Virus Corona
(24)
15 August, 2023
Muallaf Mau Shalat Sunnah, Tapi Banyak Yang Muslim Dari Lahir Tinggalkan Shalat Wajib?
02 August, 2023
Kenapa Anak Harus Patuh?
[Pertanyaan]: Assalamu’alaikum. Anak zaman dulu selalu patuh, sehingga enak diajar dan mudah diatur. Sekarang banyak anak tidak patuh, jadi banyak orang tua dan guru komplain. Bukannya anak yang patuh lebih baik?
[Gene]: Wa alaikum salam wr.wb. Dulu, kebanyakan anak memang patuh pada orang tua, guru, dan kepala sekolah. Ketika dewasa, patuh pada bupati, walikota dan pemerintah. Patuh pada perintah pilih Golkar. Patuh pada atasan yang suruh korupsi berjemaah. Patuh pada bos yang suruh kerja berjam-jam dengan gaji yang buruk. Anak zaman dulu patuh terus, dan ketika menjadi dewasa, berharap anaknya patuh juga.
Dan oleh karena itu, ketika negara lain sudah maju dan bisa kirim robot penjelajah ke planet Mars, rakyat Indonesia masih diajarkan untuk patuh. Ada pilihan ABCD dalam ujian daripada boleh menulis jawaban sendiri. "Jawaban yang benar" sudah dimiliki guru! Ditanya, "Ikan tinggal di mana?" lalu hanya jawaban "laut" yang diterima (sungai dan kolam dinilai salah). Patuh saja. Tetapi mungkin sikap itu yang perlu dipikirkan kembali, kalau mau maju.
Hampir semua perubahan besar di dunia berasal dari orang yang tidak patuh. Semua Nabi Allah tidak patuh pada kemauan masyarakatnya. Sukarno tidak patuh pada Belanda. Nelson Mandela di Afrika Selatan tidak patuh pada sistem Apartheid dan masuk penjara 27 tahun. Martin Luther King di Amerika tidak patuh pada aturan diskriminasi dan berjuang untuk dapat hak sipil.
Ilmuwan Alan Turing tidak patuh ketika dikatakan mesin Enigma yang dipakai Nazi untuk ciptakan kode rahasia tidak bisa dipecahkan. Turing menciptakan komputer pertama di dunia, pecahkan kode rahasia Jerman, dan akhiri Perang Dunia II lebih cepat. Bill Gates tidak patuh ketika dikatakan hanya sedikit orang yang mau pakai komputer, karena sulit dipahami, sulit dipakai, dan tidak bisa jual. Gates menciptakan Operating System (OS) dan mengubah dunia dengan Microsoft.
Steve Jobs tidak patuh ketika dikatakan rakyat tidak mau pakai "komputer pribadi" di rumah. Dia mengubah dunia dengan menciptakan komputer Apple, iPhone dan iPad. Sekarang kita pakai komputer di luar kantor terus, bahkan bawa komputer kecil (yaitu HP) sepanjang hari. Dan ada banyak contoh yang lain.
Kadang, anak harus "patuh". Misalnya, disuruh makan, mandi, shalat, jangan pukul adiknya, jangan main korek api, dsb. Tapi itu "patuh" di mana orang tua punya tugas "mendidik, mengawasi, dan meluruskan". Anak harus patuh karena orang tua lebih tahu. Tetapi ada bedanya antara 1) patuh karena disuruh berbuat yang baik dan benar, dan 2) patuh karena orang tua, guru, pemerintah, atau pihak lain malas menerima pendapat yang berbeda.
Dalam seratus tahun terakhir, ada ribuan manusia yang tidak mau patuh karena mereka ingin memperbaiki dunia. Di Indonesia, banyak orang tua dan guru malah berharap anak selalu patuh, tidak banyak bertanya, dan tidak berani berbeda pendapat, hanya supaya lebih mudah diatur. Hasilnya, anak dikasih ujian ABCD karena hanya guru yang boleh tahu jawaban yang "benar", dan anak harus PATUH.
100. Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang YANG TIDAK MEMPERGUNAKAN AKALNYA.
(QS. Yunus 10:100)
Allah wajibkan kita pakai akal untuk mencari ilmu. Tapi banyak guru dan orang tua tidak suka kalau anak pakai akalnya. Jadi untuk apa Allah kasih kita akal? Kita harus menunggu berapa lama sampai orang tua dan guru siap berubah, dan penemuan dan kemajuan terbaik di dunia bisa berasal dari Indonesia? Atau apakah anda lebih mau dapat anak yang "patuh" saja selama seratus tahun lagi? Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
[Gene]: Wa alaikum salam wr.wb. Dulu, kebanyakan anak memang patuh pada orang tua, guru, dan kepala sekolah. Ketika dewasa, patuh pada bupati, walikota dan pemerintah. Patuh pada perintah pilih Golkar. Patuh pada atasan yang suruh korupsi berjemaah. Patuh pada bos yang suruh kerja berjam-jam dengan gaji yang buruk. Anak zaman dulu patuh terus, dan ketika menjadi dewasa, berharap anaknya patuh juga.
Dan oleh karena itu, ketika negara lain sudah maju dan bisa kirim robot penjelajah ke planet Mars, rakyat Indonesia masih diajarkan untuk patuh. Ada pilihan ABCD dalam ujian daripada boleh menulis jawaban sendiri. "Jawaban yang benar" sudah dimiliki guru! Ditanya, "Ikan tinggal di mana?" lalu hanya jawaban "laut" yang diterima (sungai dan kolam dinilai salah). Patuh saja. Tetapi mungkin sikap itu yang perlu dipikirkan kembali, kalau mau maju.
Hampir semua perubahan besar di dunia berasal dari orang yang tidak patuh. Semua Nabi Allah tidak patuh pada kemauan masyarakatnya. Sukarno tidak patuh pada Belanda. Nelson Mandela di Afrika Selatan tidak patuh pada sistem Apartheid dan masuk penjara 27 tahun. Martin Luther King di Amerika tidak patuh pada aturan diskriminasi dan berjuang untuk dapat hak sipil.
Ilmuwan Alan Turing tidak patuh ketika dikatakan mesin Enigma yang dipakai Nazi untuk ciptakan kode rahasia tidak bisa dipecahkan. Turing menciptakan komputer pertama di dunia, pecahkan kode rahasia Jerman, dan akhiri Perang Dunia II lebih cepat. Bill Gates tidak patuh ketika dikatakan hanya sedikit orang yang mau pakai komputer, karena sulit dipahami, sulit dipakai, dan tidak bisa jual. Gates menciptakan Operating System (OS) dan mengubah dunia dengan Microsoft.
Steve Jobs tidak patuh ketika dikatakan rakyat tidak mau pakai "komputer pribadi" di rumah. Dia mengubah dunia dengan menciptakan komputer Apple, iPhone dan iPad. Sekarang kita pakai komputer di luar kantor terus, bahkan bawa komputer kecil (yaitu HP) sepanjang hari. Dan ada banyak contoh yang lain.
Kadang, anak harus "patuh". Misalnya, disuruh makan, mandi, shalat, jangan pukul adiknya, jangan main korek api, dsb. Tapi itu "patuh" di mana orang tua punya tugas "mendidik, mengawasi, dan meluruskan". Anak harus patuh karena orang tua lebih tahu. Tetapi ada bedanya antara 1) patuh karena disuruh berbuat yang baik dan benar, dan 2) patuh karena orang tua, guru, pemerintah, atau pihak lain malas menerima pendapat yang berbeda.
Dalam seratus tahun terakhir, ada ribuan manusia yang tidak mau patuh karena mereka ingin memperbaiki dunia. Di Indonesia, banyak orang tua dan guru malah berharap anak selalu patuh, tidak banyak bertanya, dan tidak berani berbeda pendapat, hanya supaya lebih mudah diatur. Hasilnya, anak dikasih ujian ABCD karena hanya guru yang boleh tahu jawaban yang "benar", dan anak harus PATUH.
100. Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang YANG TIDAK MEMPERGUNAKAN AKALNYA.
(QS. Yunus 10:100)
Allah wajibkan kita pakai akal untuk mencari ilmu. Tapi banyak guru dan orang tua tidak suka kalau anak pakai akalnya. Jadi untuk apa Allah kasih kita akal? Kita harus menunggu berapa lama sampai orang tua dan guru siap berubah, dan penemuan dan kemajuan terbaik di dunia bisa berasal dari Indonesia? Atau apakah anda lebih mau dapat anak yang "patuh" saja selama seratus tahun lagi? Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
Subscribe to:
Posts (Atom)