Assalamu’alaikum wr.wb.,
Saya terima email ini dari seorang teman, dan saya minta izin untuk menyebarkannya tanpa menyebut nama pengirim atau nama perguruan yang dibicarakan.
Semoga memberikan wawasan kepada kita semua tentang kerusakan negara ini yang tidak mengenal batas, sehingga profesor dan dosen pun ikut melakukan korupsi dan merugikan anak bangsa. Maksud saya, ada banyak anak bangsa yang putus sekolah karena biaya tinggi, banyak sekolah yang tidak bisa diperbaiki karena keterbatasan dana, dan banyak guru yang menderita dari gaji yang rendah. Ternyata, sebagian profesor dan dosen, yang seharusnya memberikan contoh yang mendidik, malah ikut merampas uang negara untuk kepentingan diri sendiri.
Kapan bangsa ini akan sembuh dair penyakit korupsi?
Silahkan baca sendiri… (Telah di-edit sedikit.)
***********************************
Sejak Reformasi, tampak gerbong-gerbong korupsi berjamaah mulai bergerak dari Kepala-Kepala Daerah; selanjutnya Anggota DPR dan DPRD; tokoh-tokoh politik kagetan dan sekarang kelihatan gerbong yang mulai bergerak adalah gerbong pendidik alias guru....(semakin melengkapi mosaik korupsi berjamaah di Indonesia).
Korupsi berjamaah yang sedang berkembang saat ini dilakukan oleh beberapa Universitas di [Jawa Tengah]. Mereka menerima Hibah Kompetisi dari DepDiknas misalnya untuk pelatihan Dosen dan karyawan. Dana lumayan besar, dan seharusnya dilakukan beberapa hari. Tapi yang terjadi adalah 3 pelatihan yang seharusnya dilakukan selama 6 hari, semua dilakukan dalam 1 hari saja.
Lucunya....agar dokumentasi video dan fotonya nyata, maka setiap 2 jam spanduk dibelakang pembicara diganti 3 kali dengan judul dan tanggal yang berbeda dengan tanggal aktual pelaksanaannya.
Lucunya lagi.....sebagian besar dosen dan karyawan juga harus berganti kostum setiap 2 jam sekali.... (Saya pikir: dosen sekarang juga tidak mau kalah dengan peragawan ya?.....he he he he).
Lebih lucu lagi...pembicaranya juga 3 Profesor dan tidak terganggu dengan ganti-mengganti spanduk dan kostum itu.....he he he he. Profesor menyiapkan makalah untuk 1.5 jam pelatihan setebal buku Landasan Matematik Andy Hakim dengan font tulisan sekecil itu juga.
Sungguh-sungguh lucu setelah 6 jam, 3 pelatihan selesai, semua peserta (dosen dan karyawan Universitas) tertawa puas...(mungkin merasa sukses ngibulin DepDikNas... .he he he he..lucu ya...?)
Dari kasus ini, saya kira korupsi memang sulit diberantas dari bumi tercinta ini. Karena budaya kita (tut wuri han entek-entek i, kultus individu, yang atas selalu benar karena dengan ilmunya dia lebih dekat dengan Tuhan, lebih melihat kostum dari pada inti permasalahan dan banyak lagi.....) memang telah menyuburkan korupsi dan menjadikannya sebagai salah satu komponen budaya kita sebagai bangsa Indonesia.
[nama pengirim dihapus]
***********************************
Semoga bermanfaat sebagai renungan atas kedzholiman yang telah menguasaikan bangsa ini di semua lapisan masyarakat. Kalau kita mau mendapat bangsa yang benar2 bersih, mungkin kita harus angkat anak TK untuk mengisi semua jabatan dan posisi, karena siapa lagi selain anak TK yang bisa dipercayai bersih dari korupsi di negara mayoritas Muslim ini?
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene
Saya terima email yang serupa dari orang lain:
ReplyDeletePeristiwa yang mirip-mirip seperti ini juga pernah saya alami 3 tahun lalu, ketika Depsos mau adakan anwijzing (penjelasan) tentang pekerjaan yang ditenderkan. Kita disuruh bawa 2 baju ganti. Ketika kata pembukaan, katakanlah ketika itu tanggal 3 Oktober, maka sang pembawa acara dari Depsos mengatakan, "Baiklah bapak-bapak dan ibu-ibu, hari ini tanggal 7 Agustus kita buka acara anwijzing kita.... dst...dst,". Lalu dibuatlah foto-foto untuk tanda bukti. Lalu kita disuruh ganti baju untuk tender pekerjaan berikut yang tanggalnya juga sudah kelewat... Kita semua tertawa-tawa. Seperti main sinetron aja. Dan saya jadi salah satu figurannya ...hehe, jadi saya ikut terlibat penipuan juga...Semoga Allah mengampuni saya.
Indonesia.......Indonesia...
ReplyDeletehehe
slm,
Raf
Norak! Yang seperti ini kok dijadikan bahan tertawaan. habis ngibul masih ketawa-ketiwi? Amit-amit.
ReplyDelete