Oleh: Andre Vitchek, January 11, 2007
Lain hari, terjadi lagi kehilangan nyawa yang sesungguhnya tidak perlu: 16 orang terbunuh dan 16 orang masih hilang pada saat banjir dan longsor di Tahuna, sebuah pulau kecil dekat Sulawesi.Dengan kecepatan yang mengerikan,
Ruang lingkup bencana sebesar ini tidak pernah terjadi sebelumnya dan sungguh aneh jika kita menyepelekannya sekedarsebagai nasib jelek bangsa atau amarah Tuhan ataupun karena keganasan alam belaka. Sebagian besar faktor penyebab bencana ini harus dipersalahkan pada korupsi, inkompetensi atau sekedar ketidakacuhan dari kelompok elite yang sedang berkuasa dan para pejabat peemrintah. Adalah kemiskinan, minimnya proyek untuk kepentingan umum, dan kegemaran [para pejabat untuk ] mencuri yang membunuh ratusan ribu pria, wanita serta anak-anak
Sejak kudeta militer dalam tahun 1965 yang disponsori Amerika Serikat yang menjatuhkan Sukarno, dan menaikkan rezim militer yang sangat anti komunis, korup, dan pro pasar dari diktator
Sebagian dari bencana ini adalah buatan manusia; [dan] hampir semuanya malah bisa dicegah. Dalam penelusuran yang lebih cermat semakin jelas terlihat bahwa orang-orang mati karena hampir tidak ada upaya pencegahan, kurangnya pendidikan (Indonesia merupakan negara yang ketiga paling rendah prosentase GDP anggaran pendidikannya sesudah Equatorial Guinea dan Ecuador) dan suatu sistem ekonomi pro pasar yang buas yang membiarkan sekelompok kecil orang kaya untuk memperkaya dirinya sendiri di atas penderitaan orang banyak yang hidup d engan biaya kurang dari dua dollar sehari.
Kesimpulan yang dapat ditarik terhadap bagaimana berfungsinya masyarakat
[Kehidupan bernegara di]
Dimanapun dunia, bendungan dan dinding anti-tsunami dipandang sebagai pekerjaan umum dan justru perkataan -umum- yang telah hampir lenyap dari kamus mereka yang membuat keputusan di Indonesia.Keuntunga n berjangka pendek bagi sekelompok khusus orang diberikan prioritas yang lebih tinggi dari kemanfaatan berjangka panjang bagi seluruh bangsa. Keruntuhan moral dari bangsa ini terbayang dalam skala nilai, yaitu: orang korup tapi kaya memperoleh penghormatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang jujur tapi miskin.
Tenggelamnya kapal-kapal ferry bukanlah "karena angin kencang dan ombak"; kapal-kapal itu tenggelam karena penuh sesak oleh penumpang dan karena perawatan yang buruk. Semuanya bisa dijadikan uang, bahkan keselamatan ribuan penumpang. Perusahaan-perusahaan hanya ingat terhadap keuntungannya sendiri, sedangkan para pengawas dari pemerintah hanya memperhatikan uang suap belaka. Tenggelamnya kapal Senopati Nusantara dengan ratusan kurban dan disiarkan secara luas itu hanyalah salah satu dari ratusan kecelakaan laut yang terjadi setiap tahun di
Catatan keamanan dari industri penerbangan
Setelah mewawancarai pejabat penerbangan sipil lokal (nama yang bersangkutan jelas tidak mau disebutkan) wartawan Anda mengetahui bahwa sistem navigasi dari beberapa bandar udara Indonesia berada dalam keadaan yang amburadul, terutama bandar udara Makasar di Sulawesi dan Medan di Sumatra.Rata- rata, telah terjadi satu kecelakaan kereta api setiap enam hari di Indonesia, umumnya disebabkan karena kurangnya penjagaan pada 8000 lintasan kereta api. Sebagai perbandingan, kereta api
Walaupun kenyataan menunjukkan bahwa
Menurut The Financial Times, walaupun kepadatan yang luar biasa serta lalu lintas yang bagaikan merangkak ini, lebih dari 80 orang tewas setiap hari di jalan-jalan Indonesia, umumnya disebabkan oleh karena amat buruknya infrastruktur dan amat lemahnya penegakan hukum. Gempa bumi belaka tidaklah membunuh manusia. Faktor penyebab banyaknya jatuh korban adalah buruknya konstruksi rumah serta bangunan, bersamaan dengan kurangnya upaya preventif dan pendidikan preventif.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa
Pembabatan hutan secara tidak sah (illegal logging) dan penggundulan hutan merupakan alasan utama terjadinya tanah longsor. Semua orang tahu siapa yang bertanggung jawab terhadap terjadinya kebakaran hutan di Sumatera dan di tempat-tempat lain, tetapi para pejabat pemerintah enggan sekali melakukan penangkapan, oleh karena mereka yang bertanggung jawab terhadap penggundulan hutan tersebut biasanya kaya raya dan mempunyai koneksi dengan [pejabat] negara dimana bahkan keadilan bisa dijual.
Demikian banyak bentuk penyelesaian terhadap masalah-masalah ini, termasuk penegakan hukum, inspeksi dan upaya untuk mencari nafkah alternatif bagi masyarakat yang sedemikian putus asanya, sehingga mereka secara harfiah terpaksa ikut serta menggali lubang kuburnya sendiri dengan menghancurkan lingkungan, yang selanjutnya menghancurkan seluruh masyarakat itu sendiri.Namun hampir tidak ada yang dilakukan sama sekali, oleh karena pembabatan hutan secara tidak sah merupakan bisnis raksasa dan sangat menguntungkan, yang dapat mengisi demikian banyak telapak tangan yang menunggunya dengan sukacita.
Bulan lalu, beberapa puluh orang terbunuh kaena tanah longsor dan banjir bandang di bagian utara pulau
Gelombang raksasa, yang terkenal sebagai tsunami, telah menewaskan lebih dari 126.000 orang di provinsi Aceh pada bulan Desember 2004. Bukan saja reaksi dari pemerintah
Dalam suatu kasus menyolok tentang perampasan tanah oleh pemerintah, banyak korban dihambat pulang ke tanahnya sendiri, sedangkan anak-anak dipisahkan secara paksa dari orang tuanya (karena kehilangan sertifikat kelahiran) dan'diadopsi' oleh organisasi-organisa si keagamaan; beberapa di antaranya menjadi korban perdagangan manusia (human traficking). Lebih dari dua tahun setelah terjadinya tragedi yang menghancur-luluhkan Aceh ini, ratusan ribu orang masih tinggal di rumah-rumah darurat. Masih banyak korban tsunami lainnya, yang menghantam pantai Jawa selatan pada tanggal 17 Juli 2006 yang masih menunggu bantuan yang berarti. Menurut angka-angka resmi, sebanyak 600 orang tewas, namun angka yang sebenarnya hampir pasti jauh lebih tinggi.
Pejabat-pejabat Indonesi telah menerima peringatan dini dari Jepang namun tidak mau bertindak, kemudian mengatakan bahwa tidak banyak yang dapat diperbuat karena daerah tersebut tidak dilengkapi dengan sirene atau pengeras suara.
Banyak lagi kejadian seperti itu, tapi daftar lengkap akan memenerlukan banyak sekali halaman
Hampir di semua negara, dua bencana yang terjadi baru-baru ini - peristiwa tenggelam yang mengerikan dari kapan 'Satria Nusantara" dan 'hilang'-nya pesawat Boeing 737 Adam Air dengan 102 penumpang - sudah lebih dari cukup untuk memaksa menteri kabinet untuk mengundurkan diri. Di Indonesia, kedua tragedi ini dipandang (atau ditampilkan) hanya sebagai suatu nasib buruk lainnya belaka tanpa meminta pertanggungjawaban atau akuntabiltas siapa pun juga.
Pers dan media
Sejak Desember 2004, Indonesia telah kehilangan sekitar 200 ribu orang rakyatnya dalam berbagai bencana, tidak termasuk kecelakaan kenderaan bermotor di jalan raya dan konflik bersenjata yang terjadi di seluruh kepulauan Indonesia. Jumlah itu lebih besar dari jumlah korban di Irak pada saat yang sama, juga lebih besar dari korban yang jatuh di Sri Langka atau di
Sungguh, banyak orang
Suatu penglihatan sekilas di sekitar
Dalam kalimat sederhana, korupsi adalah pencurian dari publik. Tetapi jika korban yang harus dibayar harus dihitung dengan hilangnya ratusan ribu nyawa, ia menjadi pembunuhan
Andre Vitchek adalah Novelis, jurnalis, produser film, salah seorang pendiri dari Mainstay Press (www.mainstaypress . org), Senior Fellow pada Oakland Institute (www.oaklandinstitute.org < http://te.org/>). Saat ini ia tinggal dan bekerja di Asia Tenggara dan bisa dihubungi pada alamat email andre-wcn@usa.net. Naskah aslinya berjudul "Indonesia: Natural Disasters or Mass Murder?", dimuat dalam International Herald Tribune dan The Financial Times, 12 Februari 2007, dikirimkan via e-mail oleh Duta Besar RI di Ceko,
(
Baca Versi Bahasa Inggris (Original) di sini:
No comments:
Post a Comment