Search This Blog

Labels

alam (8) amal (100) anak (299) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (8) dakwah (87) dhuafa (18) for fun (12) Gene (222) guru (61) hadiths (9) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (52) indonesia (570) islam (556) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (357) kesehatan (97) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (52) my books (2) orang tua (8) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (503) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (11) pesantren (34) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (178) Sejarah (5) sekolah (79) shalat (9) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

16 September, 2011

Tak Mampu Beli Seragam Baru, Siswa Miskin "Dijemur"

Zaman dulu, Nabi Muhammad SAW menjahit gamisnya sendiri kalau sobek. Kalau menjadi murid sekolah di sini, mungkin Nabi juga kena hukuman jemur karena tidak pakai gamis baru.
Sejak kapan siswa menjadi pandai kalau memakai seragam baru?
Sungguh pemikiran sebagian guru dan kepala sekolah di sini sangat jauh dari nilai2 pendidikan yang mulia, dan hanya berfokus pada kulit semata. Sudah kelihatan dari dulu dengan fokus ke nilai UN, dan bukan ke substansi ilmunya. Sekarang lebih kelihatan lagi. Seragam (“kulit”) lebih utama daripada ilmu.
Kasihan sekali anak bangsa ini. 
Wassalam,
Gene

Tak Mampu Beli Seragam Baru, Siswa Miskin "Dijemur"

Inggried | Kamis, 15 September 2011 | 10:48 WIB
SURABAYA, KOMPAS.com - Fitri Ayu Prasetyo, siswi kelas II SMPN 37 Surabaya, benar-benar tak mampu membeli seragam sekolah baru yang dilengkapi dengan badge dan logo sekolahnya. Ia pun dihukum berdiri di tengah ratusan peserta upacara bendera di sekolah itu.
Meski hukuman jemur pada Senin (12/9/2011) itu dijalani bersama belasan siswa lain dan hanya selama 45 menit, Ayu mengaku terpukul, karena merasa keluhannya kepada sekolah tidak diperhatikan.

“Saat upacara, saya diminta ke depan barisan karena badge saya tidak baru. Saya takut karena kalau tidak beli orangtua saya akan dipanggil,” kata Fitri, Rabu (14/9/2011).
Fitri mengungkapkan, saat dihukum, seorang guru mengancam akan memanggil orangtuanya kalau tiga kali lagi dipergoki masih berseragam lama.
Saat kenaikan kelas, ia sudah mencoba menjelaskan kepada pihak sekolah bahwa orangtuanya belum mampu membelikan seragam lengkap. Tetapi, penjelasannya itu tidak dipedulikan, hingga akhirnya ia dihukum saat upacara berlangsung.
Sepulang sekolah, Senin lalu, Fitri menangis sepulang dari sekolah. “Saya kaget, Fitri menangis. Ia mengaku dihukum karena bet (badge) seragamnya tak baru. Saya tidak kuat membelinya,” kata ayah Fitri, Untung Budi Raharjo.
Penarik becak ini mengaku, untuk datang ke sekolah dan menjelaskan kondisinya, ia tidak berani. Ia mengaku pusing begitu tahu harga kelengkapan seragam anaknya.
Kelengkapan itu, antara lain, baju batik seharga Rp 55.000, seragam olahraga Rp 65.000, seragam laboratorium Rp 30.000, kaus kaki 16.000, logo sekolah dan badge Rp 16.000, dan paket seragam lain. Selain seragam, siswa juga harus membayar kartu identitas dan asuransi Rp 25.000, pas foto, dan lembar jawaban komputer Rp 27.000. Daftar ‘belanja’ itu totalnya mencapai Rp 350.000.

“Kalau nyicil kami bisa. Tetapi kata sekolah tak boleh dicicil. Ada yang mengangsur Rp 50.000, dikembalikan,” tambah Nurul Latifah, ibu Fitri.
Baik Untung maupun Nurul heran, mengapa seluruh siswa diwajibkan membeli seragam baru. Padahal, baju batik dan seragam olahraga yang lama masih layak digunakan.
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah papan warisan keluarga di Jl Sidokapasan IV. Di dindingnya tertempel stiker tanda penghuninya keluarga miskin. Lantai semen juga sekaligus menjadi tempat tidur bagi keluarga itu

Tanggapan pihak sekolah
Kepala SMPN 37, Shohibur Rachman berdalih, hukuman yang diberikan kepada Fitri dan siswa lainnya merupakan upaya penegakan disiplin. “Tetapi khusus Fitri jadi catatan dan koreksi kami. Tak mungkin guru hapal kondisi setiap siswa,” katanya
Shohibur mengatakan, pihak sekolah tengah mendata siswa miskin yang berhak mendapatkan seragam baru gratis. “Ada dana khusus untuk itu siswa miskin dari kelas satu hingga kelas tiga. Tiap jenjang mendapat jatah Rp 15 juta yang diambilkan dari keuntungan koperasi,” ujarnya. 

3 comments:

  1. Wah.. nih guru dulunya waktu sekolah ditakut-takutin sama gurunya kalau macem-macem orang tuanya dipanggil, murid takut orang tuanya dipanggil guru, pulangnya pasti dia dimarahin orang tuanya.
    Seharusnya anak itu bilang sama guru, panggil saja orang tua saya biar mereka yang menjelaskan.
    Bagaimana kalau semua biaya sekolah jangan ditagih ke murid, tapi langsung ke orang tuanya, agar murid datang ke sekolah hanya untuk belajar.
    Dulu juga waktu saya sekolah, setiap bulan yang belum membayar SPP disebutkan di depan kelas. Banyak cara lain untuk mengajarkan murid untuk disiplin.

    ReplyDelete
  2. yup,disiplin bukan dari segi "pakaian baru" tapi seharusnya kemas even berpakaian lama. rasa kesian sangat seorang pelajar miskin di hukum sebegitu. Seharusnya dia di bantu. Seperti kata Daniel,banyak cara lain untuk mengajar anak kecil berdisiplin

    ReplyDelete
  3. "Tetapi khusus Fitri jadi catatan dan koreksi kami. Tak mungkin guru hapal kondisi setiap siswa"

    wah, kalo udah disorot bisa bilang kayak gitu. Saya juga pernah tuh punya pengalaman. bukan pengalaman pribadi sih, tapi teman-teman dulu waktu sekolah kalo belum bayar tunggakan d panggil k depan, d jejer", trus d suruh pulang. kasian banget, padahal waktu itu lagi ujian. miris liat pendidikan d indonesia.

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...