Teman2, saya dapat sms dari seorang muallaf. Dia sudah
dewasa dan tinggal di rumah sendiri (mungkin kontrak). Dia mengeluh bahwa Idul
Fitri sudah mau datang lagi, tapi tidak membawa kebahagiaan. Dia baru setahun
menjadi muallaf, dan ini akan menjadi Idul Fitri kedua bagi dia.
Keluarga tidak mau mengenal dia sejak masuk Islam, dan semua
anggota keluarga putus hubungan. Jadi dia tinggal sendirian, tanpa keluarga,
dan siap menghadapi Idul Fitri sendirian. Saya bertanya kenapa tidak pergi ke
rumah teman, tapi dia bilang tidak ada. Mungkin semua “teman” lama yang non-Muslim
juga tidak mau kenal dia lagi, dan belum ada banyak teman baru, apalagi teman
dekat.
Saya bertanya lagi kenapa tidak ke rumah tetangga saja,
karena katanya semua tetangga dekat tahu bahwa dia muallaf dan tinggal
sendirian. Katanya, dia tidak enak mengganggu keluarga mereka yang sedang
kumpul, dan tidak enak kalau harus sampai minta izin datang (seolah agak memaksa).
Dia berharap mereka yang dengan senang hati akan mengundang dia, bukan dia yang
harus minta-minta. Katanya, dia merasa iri sekali dengan orang yang bisa
berkumpul sama keluarganya di saat Idul Fitri. Seperti apa rasanya? Tapi dia
bertanya apa mungkin ini bagian dari ujian keimanan bagi dia, agar harus
bertahan sendirian tanpa ada teman atau keluarga?
Katanya lagi, “Kadang saya ragu ummat Islam adalah satu
kesatuan seperti sebuah tubuh” (seperti yang sering kita dengarkan dalam
ceramah). Dia merasa tidak ada orang Muslim lain yang peduli pada dia, dan
tidak ada yang merasa kasihan sama dia karena sendirian sebagai muallaf,
sehingga mau ajak dia datang ke rumah mereka. Jadi yang dirasakan adalah adanya
ummat Islam yang Muslim dari lahir, dan bisa bergabung sama keluarga di saat
hari raya agama, dan ada muallaf yang terpisah sendirian, dan tidak dapat
banyak perhatian atau kepedulian dari orang Muslim yang lain. Apakah ummat Islam
satu tubuh atau bukan? Atau apakah dia belum dianggap bagian dari ummat Islam
yang sebenarnya? Dia bertanya lagi apakah ada orang Muslim yang lain yang merasakan
hal yang sama seperti dia (sendirian dan abaikan)? Atau apa hanya dia sendiri yang begitu?
Teman2, kalau anda punya kenalan yang muallaf, coba
hubunginya dan bertanya dia ke mana untuk Lebaran. Mungkin orang itu juga
sendirian dan malu minta izin datang ke rumah orang lain. Dan kalaupun ada
acara, dia pasti akan merasa senang sekali kalau beberapa orang telfon dia dan
ajak dia ke rumah mereka, dan mau libatkan dia dalam kegiatan keluarganya yang
Muslim. (Sudah jelas tidak mungkin dia punya acara dengan keluarga kandungnya
sendiri.) Dari undangan sederhana yang itu saja, dia bisa merasa diperhatikan
dan dianggap bagian dari ummat Islam. Jangan sampai orang seperti itu menjadi
depresi dan putus asa karena selalu sendirian. Anda bisa bayangkan sendiri akibatnya
kalau dia merasa bukan bagian dari Islam.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene
Ketidakpedulian sebagian besar umat Islam terhadap seorang Muallaf, akibat telah terdistorsi budaya Barat yang materialistik, individualis & egois, di mana sikap seperti itu jauh dari ajaran Islam.Islam mengajarkan agar Mualaf itu harus dirangkul untuk disenangkan dan ditenangkan hatinya, agar dia merasa yakin bahwa setiap Musim itu bersaudara. Salah satu contoh kepedulian Islam terhadap Mualaf adalah bahwa 1 dari 8 kategori penerima zakat fitrah yaitu Mualaf. Semua itu dimaksudkan agar setiap Musim wajib peduli terhadap Mualaf.
ReplyDeleteGene,maaf saya terlambat untuk reply.
ReplyDeleteKalau boleh tahu, darimana teman Anda berasal?
Kalau orang asing yang baru tinggal di Indonesia dan menjadi mualaf, besar kemungkinan dia masih menganggap kehidupan sosial sama Gesellschaft seperti di negeri2 Barat yang tidak mengenal RT/RW. Kalau saja teman Anda itu datang ke RT/RW dan mengenalkan diri serta menanyakan adakah kegiatan2 sosial atau pengajian2 di wilayahnya, ataupun buka bersama, kemungkinan besar para tetangga dan warga sekitarnya akan mengajaknya berlebaran bersama.