Labels

alam (8) amal (101) anak (294) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (7) dakwah (84) dhuafa (20) for fun (12) Gene (218) guru (57) hadiths (10) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (53) indonesia (563) islam (544) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (351) kesehatan (98) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (41) muallaf (48) my books (2) orang tua (6) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (497) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (10) pesantren (32) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (61) puasa (38) renungan (170) Sejarah (5) sekolah (74) shalat (7) sosial (323) tanya-jawab (14) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

16 November, 2011

Apa 80% dari Guru di Indonesia adalah Pengikut Setan?

(Membalas komentar dari guru di milis pendidikan).

Assalamu’alaikum wr.wb.,
Sudah ada beberapa guru di dalam milis pendidikan yang saya ikuti yang membahas pemukulan terhadap para siswa, yang mereka anggap boleh dilakukan. Dan dalam penjelasan mereka digunakan istilah “memukul dengan kasih sayang” atau memukul dengan cinta, atau dengan lembut.
Dari mana mereka dapat konsep pemukulan dengan kasih sayang tersebut?

Apa ada guru yang bisa membuka buku teks pendidikan yang digunakan dalam fakultas pendidikan, dan menunjukkan Bab Pemukulan Murid Dengan Kasih Sayang?
Setahu saya tidak ada, karena saya belum pernah melihat bab seperti itu dalam semua buku pendidikan yang pernah saya baca. Jadi guru yang berpendapat boleh memukul murid sudah jelas tidak mengikuti ilmu pendidikan.

Apa ada yang bisa menunjukkan bab itu dalam buku teks psikologi anak yang digunakan dalam fakultas pendidikan dan fakultas psikologi? Setahu saya tidak ada. Jadi guru yang berpendapat boleh memukul murid juga tidak mengikuti ilmu psikologi anak.

 Bisa menunjukkan ayat2 Al Qur'an yang membolehkan pemukulan terhadap anak oleh guru (dan orang tua), kapan saja, dalam kasus apa saja, dengan tujuan apa saja? Setahu saya tidak ada ayat2 itu. Jadi guru yang berpendapat boleh memukul murid karena alasan apapun tidak mengikuti ayat2 suci Al Qur'an.

Bisa menunjukkan hadiths2 yang menganjurkan pemukulan terhadap anak dalam ranah pendidikan untuk alasan apa saja? Setahu saya hanya ada SATU hadiths saja, yang memperbolehkan orang tua memukul anak kalau dia menolak shalat pada usia 10 tahun ke atas. Dan dalam pelajaran fiqih, pemukulan tersebut tidak boleh meninggalkan bekas, baik secara rohani maupun jasmani. Dan hanya diperbolehkan memukul kalau semua cara yang lain telah gagal total. Jadi, pemukulan itu adalah tindakan yang paling terakhir. Bukan yang paling instan dan utama.
Dan tidak ada kasus yang dibahas selain shalat. Jadi, hanya dibenarkan kalau anak menolak shalat, bukan kalau tidak mengerjakan PR atau belum selesaikan tugas yang diberikan kepadanya, dan sebagainya.  
Jadi guru yang berpendapat boleh memukul murid (kapan saja, untuk alasan apa saja) tidak mengikuti Sunnah Nabi.

Bisa menunjukkan ayat2 Al Kitab di mana Yesus memukul sahabatnya dan anak kecil disekitarnya? Setahu saya tidak ada sama sekali (dan saya sudah baca hampir seluruh isi dari Al Kitab). Jadi guru Kristen yang berpendapat boleh memukul murid juga tidak mengikuti contoh dari Yesus yang tercatat di dalam Al Kitab.

Jadi, kalau tidak ada yang bisa menunjukkan bukti konkrit di sini yang membatalkan tulisan saya di atas, maka saya anggap argumentasi saya sudah terbukti benar.

Kesimpulan
Guru yang memukul anak (walaupun dengan “kasih sayang”) terbukti TIDAK MENGIKUTI:
1.    Ilmu pendidikan yang baik dan benar
2.    Ilmu psikologi anak yang baik dan benar
3.    Ayat-ayat suci Al Qur'an (sebagai petunjuk dari Allah)
4.    Sunnah Nabi Muhammad SAW
5.    Contoh jelas dari Yesus di dalam Al Kitab.

Sisanya apa ya? Para pakar yang sangat ahli di bidang pendidikan dan psikologi anak tidak diikuti. Nabi Muhammad SAW tidak. Kitab suci tidak diikuti. Yesus tidak diikuti.  
Jadi, yang diikuti adalah YANG LAIN dari semua sumber ilmu tersebut.

Yang bisa saya pikirkan hanya 2 kemungkinan yang tersisa.
1.    Nafsu manusia yang tidak benar dan menyesatkan dari jalan yang lurus.
2.    Setan.

Apakah para guru di Indonesia yang memukul muridnya (kapanpun, dengan alasan apapun) adalah pengikut nafsu manusia yang menyesatkan, dan juga pengikut SETAN? Apa ada penjelasan yang lain? Saya belum ketemu kalau ada.

Dikatakan dalam hasil sebuah survei bahwa 80% dari guru di Indonesia masih terbiasa menggunakan kekerasan dengan muridnya. Mereka memukul, menampar, menjewer, mencubit, menjemur, menyetrap, dan juga menghinakan muridnya dengan kata-kata yang tidak pantas di ranah pendidikan.

Jadi…. berarti… 80% dari Guru Indonesia adalah pengikut hawa nafsu yang sesat dan pengikut SETAN juga??? Saya belum berhasil menemukan penjelasan yang lain.

Guru-guru di Indonesia, yang tidak keberatan memukul anak kecil (yang tidak sanggup membela diri), sedang mengikuti SIAPA?  

Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto

3 comments:

  1. PERLUKAH HUKUMAN FISIK BAGI ANAK?


    HUKUMAN DAN IMBALAN SEBAGAI METODE PENDIDIKAN
    Permasalahan ini amat penting untuk diperhatikan, mengingat kondisi anak didik yang tidak sama. Semestinya para orang tua dan pendidik memperhatikan betul metode yang tepat bagi anak didiknya. Perbedaan tingkat intelegensi, persepsi, usia serta tingkat emosi anak menuntut perlakuan yang berbeda pula. Manakala si anak berbuat kesalahan, penyimpangan, ataupun gagal mengerjakan tugasnya, tidak berarti saat itu juga si anak harus dihukum dengan hukuman berat. Tidak selamanya hukuman itu baik bagi anak. Tidak berarti pula kita membiarkan anak larut dalam kesalahan tanpa ada upaya pengarahan. Ada tipe anak yang sudah sadar akan kesalahannya hanya dengan pandangan tajam dari orang tua ataupun gurunya. Ada pula tipe anak yang mudah diarahkan dengan nasehat bijak. Dan ada pula tipe anak yang memang tidak bisa diluruskan kecuali dengan hukuman.

    Namun pada asalnya, Rasulullah menganjurkan kepada setiap muslim untuk selalu mengedepankan sikap lemah lembut, terlebih pada anak- anak.

    Dalam satu haditsnya Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

    إنَّ الرِفْقَ لاَ يَكُوْنُ في شَيْءٍ إلاَّ زَانَهُ وَ مَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إلا شَانَهُ

    “Sesungguhnya tidaklah kelemahlembutan ada pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya, dan tidaklah kelemahlembutan tercabut dari sesuatu kecuali akan menodainya” [1]

    Juga sabda Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam yang lain.

    مَنْ يُحْرَمُ الرِفْقَ يُحْرَمُ الخَيْرُ

    “Barangsiapa yang diharamkan kelemahlembutan baginya, berarti ia telah diharamkan dari kebaikan” [2]

    Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda.

    إنَهُ مَنْ أُعْطِيَ حَظَّهُ مِنَ الرِفْقِ فَقَدْ أُعْطِيَ حَظَّهُ مِنْ خَيْرِ الدُنْيَا وَ الآخِرَةِ

    “Barangsiapa dianugerahi watak lemah lembut, sungguh berarti ia telah dianugerahi kebaikan dunia dan akhirat” [3]

    Dan masih ada beberapa riwayat lain yang menegaskan keutamaan sikap lemah lembut.

    Dalam satu riwayat Muslim, A’isyah Radhiyallahu 'anha menceritakan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah memukul seorang pun, baik wanita maupun pelayan, kecuali ketika Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berjihad di jalan Allah.

    Pendidik yang bijak tentu tidak bersandar kepada hukuman semata dalam upaya meluruskan kesalahan anak. Akan tetapi hendaklah ia menempuh metode-metode sugestif semacam pemberian hadiah ataupun nasehat yang mampu memotivasi anak dalam kebaikan. Karena pada asalnya, anak-anak lebih menyukai imbalan/hadiah ketimbang hukuman. Hadiah ataupun wejangan lebih memberikan pengaruh positif pada jiwa anak. Sehingga dia lebih terdorong untuk melakukan kebajikan. Berbeda dengan hukuman yang biasanya memberikan efek negatif pada perkembangan mental dan emosi anak, Apalagi jika hukuman terlalu sering diberikan. Si anak bisa saja menjadi kebal hukuman serta tidak takut untuk melakukan kesalahan ataupun penyimpangan.

    ReplyDelete
  2. Syaikh Jamil Zainu memaparkan beberapa cara guna memotifasi anak, diantaranya adalah:

    1. Pujian Yang Indah Serta Do’a Yang Baik
    Misalnya dengan mengucapkan kepada anak ahsanta (bagus kamu), baarakallahu fiik (semoga Allah memberkahimu), waffaqakallahu (semoga Allah memberikan taufik kepadamu) ataupun pujian serta doa lain. Seorang pendidik yang baik, tentunya tidak segan-segan memuji anak didiknya sewaktu anak melakukan kebaikan dan berhasil menunaikan tugas dan kewajibannya dengan baik. Adapun kepada anak yang malas ataupun jelek akhlaknya, sang pendidik sebaiknya mendo’akannya dengan do’a yang baik, misalnya ucapan ashlahakallahu wa hadaaka (semoga Allah memperbaikimu dan menunjukimu). Ucapan-ucapan lembut seperti di atas akan mendorong semangat anak, sekaligus memberikan kesan yang baik pada jiwanya, sehingga ia akan lebih mencintai pendidiknya. Di sisi lain, teman-temannya juga akan termotivasi untuk meniru perbuatan baiknya agar mendapatkan pujian serta do’a yang sama dari gurunya.

    2. Imbalan Materi
    Watak dasar seorang anak adalah senang bila mendapat hadiah atau imbalan materi. Ini merupakan sisi yang bisa dimanfaatkan pendidik untuk memotivasinya, sejalan dengan kecenderungan manusiawinya yang suka apabila upaya dan jerih payahnya dihargai. Imbalan materi tersebut tidaklah harus berupa barang mahal. Hadiah sederhana sudah cukup membuat semangat anak tergugah untuk melakukan perbuatan baik sesuai dengan harapan pendidiknya.

    3. Wasiat Kepada Keluarga Murid.
    Metode ini bisa dilakukan oleh guru kepada orang tua anak didiknya, baik dengan bahasa lisan ataupun tulisan. Hal ini akan mendorong keluarga anak untuk semakin memperhatikannya dan memperlakukannya dengan baik. Bersamaan dengan itu, si anak juga akan semakin terpacu untuk maju dan bertingkah laku baik.

    4. Pendekatan Persuasif
    Sebagian orang tua atau pendidik, mungkin pernah menjumpai anak yang sulit memahami pelajaran. Pada kondisi demikian tidak selayaknya pendidik tergesa mengecap dan mengklaim si anak sebagai anak bodoh ataupun malas. Metode yang tepat adalah dengan melakukan pendekatan kepada si anak. Bertanya dengan lemah lembut tentang permasalahannya, dengan harapan agar anak mau berbagi kepada sang guru, serta berani mengungkapkan problematika yang dihadapinya. Dengan demikian sang guru bisa memahami latar belakang serta sebab-sebab yang menghambat pemahaman anak terhadap materi pelajaran, sekaligus membantu memberikan solusi agar anak kembali bersemangat. Adalah satu hal yang sangat bijak jika sang pendidik memberikan kesempatan pada setiap anak didiknya untuk memperbaiki diri dari kesalahan-kesalahan yang mungkin belum sepenuhnya ia fahami. Betapa banyak anak didik yang bersemangat hingga berhasil karena mendapat wejangan gurunya, padahal sebelumnya mereka merasa pesimis karena berbagai faktor yang membebaninya.

    ReplyDelete
  3. Nyatanya, penerapan pendidikan guru2 kita terdahulu lebih banyak melahirkan generasi2 yg taat dan manusiawi.
    Daripada siswa generasi sekarang yg mohon maaf kelakuannya lebih mirip dengan "Setan".

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...