Keislaman
Indonesia
KOMPAS
| Sabtu, 5 November 2011 | 09:03 WIB
Oleh
: Komaruddin Hidayat,
Rektor
UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
Sebuah
penelitian sosial bertema ” How Islamic are Islamic Countries” menilai Selandia Baru berada di urutan pertama
negara yang paling islami di antara 208
negara, diikuti Luksemburg di urutan kedua. Sementara Indonesia yang mayoritas
penduduknya Muslim menempati urutan ke-140. Adalah Scheherazade S Rehman dan
Hossein Askari dari The George Washington University yang melakukan penelitian
ini. Hasilnya dipublikasikan dalam Global Economy Journal (Berkeley Electronic
Press, 2010). Pertanyaan dasarnya adalah seberapa jauh ajaran Islam dipahami
dan memengaruhi perilaku masyarakat Muslim dalam kehidupan bernegara dan sosial?
"Kehidupan
sosial di Jepang lebih mencerminkan nilai-nilai Islam ketimbang yang mereka
jumpai, baik di Indonesia maupun di Timur Tengah " Ajaran dasar Islam yang
dijadikan indikator dimaksud diambil dari Al Quran dan hadis, dikelompokkan
menjadi lima aspek. Pertama, ajaran Islam mengenai hubungan seseorang dengan
Tuhan dan hubungan sesama manusia. Kedua, sistem ekonomi dan prinsip keadilan
dalam politik serta kehidupan sosial. Ketiga, sistem perundang-undangan dan
pemerintahan. Keempat, hak asasi manusia dan hak politik. Kelima, ajaran Islam
berkaitan dengan hubungan internasional dan masyarakat non-Muslim. Setelah
ditentukan indikatornya, lalu diproyeksikan untuk menimbang kualitas
keberislaman 56 negara Muslim yang menjadi anggota Organisasi Kerja Sama Islam
(OKI), yang rata-rata berada di urutan ke-139 dari sebanyak 208 negara yang
disurvei.
Pengalaman UIN Jakarta
Kesimpulan penelitian di atas tak jauh berbeda
dari pengalaman dan pengakuan beberapa ustaz dan kiai sepulang dari Jepang
setelah kunjungan selama dua minggu di Negeri Sakura. Program ini sudah
berlangsung enam tahun atas kerja sama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah, Jakarta, dengan Kedutaan Besar Jepang di Jakarta. Para ustaz dan kiai itu difasilitasi untuk
melihat dari dekat kehidupan sosial di sana dan bertemu sejumlah tokoh. Setiba
di Tanah Air, hampir semua mengakui bahwa kehidupan sosial di Jepang lebih
mencerminkan nilai-nilai Islam ketimbang yang mereka jumpai, baik di Indonesia
maupun di Timur Tengah. Masyarakat terbiasa antre, menjaga kebersihan,
kejujuran, suka menolong, dan nilai-nilai Islam lain yang justru makin sulit
ditemukan di Indonesia.
Pernyataan serupa pernah dikemukakan Muhammad
Abduh, ulama besar Mesir, setelah berkunjung ke Eropa. “Saya lebih melihat
Islam di Eropa, tetapi kalo orang Muslim banyak saya temukan di dunia Arab”,
katanya. Kalo saja yang dijadikan indikator penelitian untuk menimbang keberislaman
masyarakat itu ditekankan pada aspek ritual-individual, saya yakin Indonesia
menduduki peringkat pertama menggeser Selandia Baru. Jumlah yang pergi haji
setiap tahun meningkat, selama Ramadhan masjid penuh dan pengajian semarak
dimana-mana. Tidak kurang dari 20 stasiun televisi di Indonesia setiap hari
pasti menyiarkan dakwah agama. Terlebih lagi selama bulan Ramadhan, hotel pun
diramaikan oleh tarawih bersama. Ditambah lagi yang namanya ormas dan parpol
Islam yang terus bermunculan.
Namun, pertanyaan yang kemudian dimunculkan
oleh Rehman dan Askari bukan semarak ritual, melainkan seberapa jauh ajaran
Islam itu membentuk kesalehan sosial berdasarkan ajaran Al Quran dan Hadis.
Contoh perilaku sosial di Indonesia yang sangat jauh dari ajaran Islam adalah
maraknya korupsi, sistem ekonomi dengan bunga tinggi, kekayaan tidak merata,
persamaan hak bagi setiap warga Negara untuk memperoleh pelayanan Negara dan
untuk berkembang, serta banyak aset sosial yang mubazir. Apa yang dikecam
ajaran Islam itu ternyata lebih mudah ditemukan di masyarakat Muslim ketimbang
negara-negara Barat. Kedua peneliti itu menyimpulkan: … it is our belief that most self-declared and
labeled Islamic countries are not conducting their affairs in accordance with
Islamic teachings – at least when it comes to economic, financial, political,
legal, social and government policies.
Dari 56 negara anggota OKI, yang memperoleh
nilai tertinggi adalah Malaysia (urutan ke-38), Kuwait (48), Uni Emirat Arab
(66), Maroko (119), Arab Saudi (131), Indonesia (140), Pakistan (147), dan terburuk adalah Somalia (206). Negara barat yang
dinilai mendekati nilai-nilai Islam adalah Kanada di urutan ke-7, Inggris (8), Australia (9), dan Amerika Serikat (25). Sekali lagi, penelitian
ini tentu menyisakan banyak pertanyaan serius yang perlu juga dijawab melalui
penelitian sebanding. Jika masyarakat atau negara Muslim korup dan represif,
apakah kesalahan ini lebih disebabkan oleh perilaku masyarakatnya atau pada
sistem pemerintahnya? Atau akibat sistem dan kultur pendidikan Islam yang
salah? Namun, satu hal yang pasti, penilitian ini menyimpulkan bahwa perilaku
sosial, ekonomi, dan politik negara-negara anggota OKI justru berjarak lebih
jauh dari ajaran Islam dibandingkan negara-negara non-Muslim yang perilakunya
lebih Islami.
Semarak
dakwah dan ritual
Hasil penelitian ini juga menyisakan
pertanyaan besar dan mendasar: mengapa semarak dakwah dan ritual keagamaan di
Indonesia tidak mampu mengubah perilaku sosial dan birokrasi sebagaimana yang diajarkan Islam, yang justru dipraktikkan
di negara-negara sekuler?
Tampaknya
keberagamaan kita lebih senang di level dan semarak ritual untuk mengejar
kesalehan individual, tetapi menyepelekan kesalehan sosial. Kalau seorang
Muslim sudah melaksanakan lima rukun Islam – shahadat, shalat,puasa, zakat,
haji – dia sudah merasa sempurna. Semakin sering berhaji, semakin sempurna dan
hebatlah keislamannya. Padahal misi Rasulullah itu datang untuk membangun
peradaban yang memiliki tiga pilar utama: keilmuan,
ketakwaan, dan akhlak mulia atau integritas. Hal yang terakhir inilah, menurut
Rehman dan Askari, dunia Islam mengalami krisis.
Sekali lagi, kita boleh setuju atau menolak
hasil penelitian ini dengan cara melakukan penelitian tandingan. Jadi jika ada
pertanyaan: How Islamic are Islamic Political Parties?, menarik juga dilakukan
penelitian dengan terlebih dahulu membuat indikator atau standar berdasarkan Al
Quran dan Hadis. Lalu diproyeksikan juga untuk menakar keberislaman perilaku
partai-partai yang mengusung simbol dan semangat agama dalam perilaku
sosialnya. ***
Jadi jika ada pertanyaan: How Islamic are Islamic Political Parties?
ReplyDeletejawabnya: ga ada bedanya dengan partai politik yang lainnya, karena dasarnya adalah sama demokrasi.
Peneliti di atas bodoh semua, karena mereka tidak faham kalau sistem pemerintahan di Indonesia bukan menggunakan syariat Islam, dan politik yang dipakai juga bukan politik Islam, lha kok dihubung-hubungkan dengan Islam.
Trus, ekonomi yg diukur. Apakah mereka tdk tahu kalau sistem perbankan di Indonesia mayoritas memakai sistem Yahudi? lha bagaimana kalau mau dihubungkan dengan Islam?
Trus pertanyaan yg mendasar, Para peneliti itu, tidak memperhitungkan variabel jumlah penduduk dll.
Trus kenapa mereka tdk mengukur tingkat kejahatan seperti pembunuhan dan perampokan, apakah negara NZ atau negara lain itu tingkat pembunuhan dan kejahatan fisik lebih rendah? atau mereka memang menggunakan indikator yg memang menguntungkan bagi mereka?
Huh menurutku penelitian ini mah ga ada pa2nya, ga penting.
setuju . juga di jepang aja masih banyak pornografi apalgi sekarang jamannnya anime. meskipun anime anak anak tpi masih ada unsur pornografi apalgi di film film dewasanya pasti lebih parah. trus kalau masih kayak gini masih disebut negara terislami ?
DeletePenulis blog ini kan dari New Zealand? Barangkali bisa berkomentar tentang seberapa Islami keadaan di New Zealand
ReplyDeleteWaduh judulnya ga salah tuh, coba deh cari situs yg memuat publikasi jurnalnya, urutan 1 : Irlandia, disusul Denmark, Luxemburg, dan NZ sendiri urutan 6 :D
ReplyDeleteTapi klo baca isi postingan di atas, ya saya setuju banget :)