Search This Blog

Labels

alam (8) amal (100) anak (299) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (8) dakwah (87) dhuafa (18) for fun (12) Gene (222) guru (61) hadiths (9) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (52) indonesia (570) islam (556) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (357) kesehatan (97) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (52) my books (2) orang tua (8) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (503) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (11) pesantren (34) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (178) Sejarah (5) sekolah (79) shalat (9) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

04 July, 2012

Jangan Menilai Orang Lain Dari Pakaiannya

Assalamu’alaikum wr.wb., Teman saya bernama Yasir sedang makan malam di warung. Tiba2 muncul orang yg pakai baju panjang gaya Pakistan, sorban, celana dipotong setinggi betis, dan sandal jepit. Jenggotnya panjang dan tidak rapi. Orang itu tanya apakah Yasir seorang Muslim. Yasir jawab iya. Orang itu mulai menegor Yasir,  tetapi dengan senyuman yang kaku di mukanya, seperti ingin mengancam.

Dia bertanya, kok Yasir duduk di warung saat adzan? Seorang Muslim "yang benar" akan tinggalkan makanannya dan buru2 shalat di masjid, daripada duduk di warung pada saat adzan. Dia kutip 2 ayat dalam bahasa Arab sbg bukti bahwa keimanan Yasir kurang baik. Dia juga menegor Yasir karena pakai celana jeans dan kaos padahal itu adalah pakaian orang kafir. Katanya seorang Muslim yang benar akan memakai baju Muslim seperti dia, atau memakai gamis dan sorban, karena itu adalah pakaian Muslim. Jeans dan kaos tidak boleh dipakai untuk shalat, karena “meniru orang kafir, berarti kafir juga”, katanya.

Yasir senyum, dan mulai menjelaskan. Pertama, Yasir adalah "Musafir" (orang dalam perjalanan). Shalat maghrib dan isya sudah digabung tadi. Kedua, ayat yang dikutip kurang tepat, dan Yasir kutip ayat2 yang lain dalam bahasa Arab, dgn tafsirnya, ditambahkan hadiths2 ttg dakwah, semuanya dalam bahasa Arab. Orang itu jadi bingung. Dia berusaha bela diri dgn mengatakan "hanya niat berdakwah", jadi boleh saja menegor dan menyalahkan orang Muslim lain. Yasir senyum lagi dan menjelaskan ayat2 berkaitan dengan dakwah dan tata cara dakwah yg diajarkan oleh Nabi SAW. Ternyata orang itu belum paham.

Orang itu kelihatan malu, lalu bertanya Yasir "siapa"? Yasir menjawab: “Saya seorang ustadz yg mengajar ilmu Al Qur'an di pesantren dan insya Allah seorang hafiz Qur’an. Saya di Jakarta untuk bertemu guru saya dari MUI. Permisi, saya mau ke rumah Pak Kyai. Dan karena anda sibuk menegor saya dari tadi, mungkin anda telat dan tidak akan dapat shalat isya berjemaah di masjid.”

Lalu Yasir tinggalkan orang itu di warung. Saat Yasir ceritakan semuanya, saya gelengkan kepala. Orang itu yang semangat menyalahkan orang Muslim lain, tanpa tahu sedang bicara dengan Ustadz yang hafiz Qur'an. Dia BERASUMSI Yasir tidak mengerti agama, disebabkan Yasir memakai jeans dan kaos, dan berada di warung pada saat adzan. Kita bisa menilai orang lain dari pakaiannya, dan kita bisa salah sekali. Orang non-Muslim di negara2 Arab juga pakai gamis dan punya jenggot. Dan orang Muslim yg ahli juga ada yang pakai jeans dan kaos. Jadi hati-hati kalau banyak berasumsi terhadap orang lain. Jangan buru2 membuat penilaian bahwa orang lain pasti begini atau begitu disebabkan penampilannya. Semoga bermanfaat.
Wabillahi taufik walhidayah, Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto

2 comments:

  1. Kapanpun kita menilai orang lain dari pakaian, atau warna kulitnya, atau bahasa yang dia pakai, siap2 salah menilai dan salah paham.
    Menilai orang yang pakai gamis pasti seperti X, salah, menilai orang yang pakai kaos pasti seperti X juga salah. Menilai orang yang berbahasa Arab pasti lebih baik akhlak dan ibadahnya salah. Menilai orang yang kulit putih pasti tidak bisa baca Al Qur'an dengan benar juga salah. Menilai orang yang bertato pasti seorang preman dan berakhlak buruk juga salah. (Ada ustadz di Kota, yang mantan preman, dan seluruh tubuh penuh tato!)
    Jadi semua penilaian kita yang berasal dari asumsi dan bukan dari kenyataan adalah salah. Kita dengan mudah sekali bisa salah menilai orang dan pasang sikap X terhadap mereka, padahal kita tidak tahu apa2 tentang mereka, ilmu mereka, pemikiran mereka, dan latar belakang mereka.
    Jadi kita perlu hati2 dan bersikap baik kepada semua orang (sebelum ada informasi yang lebih dalam), tanpa menilai mereka dari pakaian, warna kulit, bahasa dan lain sebagainya.
    Saya pernah datang ke rumah guru, dan dia sedang duduk di depan dengan 2 tamu. Saya tanya kepada anak Pak Kyai, “Kok ada dua orang Kristen di depan? Mereka mau apa?” Saya komentar begitu karena mereka jelas2 orang Papua. Jadi saya mengira mereka orang Kristen dan datang untuk bicarakan suatu acara lintas agama. Ternyata, mereka berdua memang orang Papua, tapi Muslim, dan juga ustadz, dan datang ke Jakarta untuk mengundang Pak Kyai ceramah di masjid mereka. (Hehehhehe…. Salah menilai deh! Jadi malu sendiri!)

    ReplyDelete
  2. masih banyak yang seperti itu, saya sendiri terkadang masih sering begitu. walaupun tidak diucapkan secara lisan, tp dalam hati menilai (tetap salah kan???). semoga bisa memperbaiki diri...kisah yang penuh makna pak

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...