Ini komentar dari seorang pembaca terhadap post saya tentang pejabat negara yang kaya: Pengurus Negara dan Contoh Nabi.
YUSUF KALLA, ABURIZAL BAKRI, atau siapapun mereka yang pejabat dan yang mengurus negara... Saya rasa mereka sudah mengerjakan yang WAJIB tadi dan MENYUMBANG, atau donatur apalah... (saya pernah dengar langsung ketika saya di Masjid Sunda Kelapa, Yusuf Kalla menyumbangkan 1 atau lebih mobil baru untuk mobil jenazah).
Dan pertanyaan saya, ANDA 'MENILAI' SESEORANG ATAU BANYAK ORANG apakah ANDA sendiri MAMPU ATAU BISA PERSIS MENIRU ROSULULLAH???..., bagaimana dengan harta anda sendiri???..., sudahkah sampai 'habis' harta anda (seperti rosul) yang anda bagi-bagikan untuk kaum miskin yang notabe-nya mereka SAUDARA MUSLIM anda juga!!!...
Maaf jika anda tersinggung..., kalau anda mau menyinggung orang harus siap di singgung ORANG!!!. ADIL bukan??? heheheh, smile...
(dan seterusnya…)
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Waduh, kok begitu serius tanggapannya?
Kalau anda begitu sakit hati, saya bisa hapus nama YK dan lain-lain dari post saya kalau anda mau. Saya hanya catat mereka sebagai contoh saja karena sangat terkenal sebagai orang kaya, sampai bisa masuk daftar orang2 terkaya di Asia Tenggara.
Kalau ada orang yang sangat kaya dan kita membahas kekayaan itu, maka saya rasa itu bukan “membuka aib” mereka (seperti anda katakan) karena info tersebut sudah ada di koran dan ketahuan oleh masyarakat.
Kalau ada politikus yang sangat kaya yang membagi satu mobil, atau bantu satu pesantren, atau membagi beras gratis, saya kira ada dua kemungkinan: 1. dia peduli pada ummat Islam, anak yatim dan orang miskin, 2. ada nilai politik di dalamnya, karena dengan “banyak memberi” (walaupun tetap sangat kaya), dia bisa “beli” kesetiaan dari orang miskin untuk membantu aspirasi politiknya. Saya tidak tahu yang mana yang benar. Insya Allah yang pertama.
Tetapi pada saat anak yatim dan anak miskin membunuh diri karena putus asa terhadap dunia ini, politikus yang menjadi idaman anda kelihatan lagi jalan-jalan di dalam dan luar negeri, selalu dalam keadaan senang dan bahagia. Tidak kelihatan bahwa mereka merasa stres karena penderitaan rakyat. Tidak kelihatan bahwa nasib anak yatim merupakan prioritas dibandingkan dengan niat mereka untuk bersenang-senang ke luar negeri atas nama tugas negara. Saya belum pernah mendengarkan berita seperti ini: “Menteri X menolak undangan berkunjung ke Eropa karena uangnya lebih dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Para politikus dari Eropa diperisilahkan datang ke sini.” Kenapa tidak pernah ada pejabat yang bersikap seperti itu?
Tentu saja saya bukan orang sempurna dan sangat jauh dari contoh Nabi SAW. Dan saya juga tidak menuntut penjabat negara harus menjadi manusia sempurna. Maksud saya hanya sebatas keinginan agar mereka bisa melihat penderitaan masyarakat (saudara mereka di dalam Islam, bukan?) dan bertindak dengan rasa krisis untuk membantu ummat Muhammad SAW yang sangat menderita. Dari mengamati para pejabat (yang sekaligus pengusaha sangat kaya) di tivi, sangat jarang terlihat bahwa mereka sedih karena nasib buruk anak bangsa, anak yatim, orang miskin, dan lain-lain. Malah selalu kelihatan ketawa pada waktu disorot.
Saya ingat hadiths Nabi: “Bukan termasuk golonganku orang yang tidur dalam keadaan kenyang padahal tetangganya tidur dalam keadaan lapar.” Apakah mereka (para pejabat) peduli pada tetangga yang lapar dan miskin, yang anaknya bisa wafat karena tidak punya 10.000 rupiah untuk berobat ke puskesmas? Jangankan tentangga, bagaimana kalau kita bertanya kepada pembantu rumah tangga atau sopir mereka…? Saya sering bertemu dengan orang kaya dan sering mendapatkan cerita yang sangat menyedihkan hati dari pembantu dan sopir mereka. Pada saat Jakarta banjir, kita semua lihat di tivi, ada keluarga kaya yang kabur ke hotel, dan pembantu ditinggalkan di tempat banjir untuk “jaga rumah”. Tanpa listrik, tanpa air bersih (karena pompa air mati), dan bahkan tanpa makanan (selain Indomie yang tidak bisa dimasak karena gas habis).
Karena anda bertanya tentang diri saya, saya akan menjawab. Saya mau menegaskan bahwa saya tidak berniat menyombongkan diri. Saya hanya sebatas mau menjelaskan sedikit tentang diri saya supaya anda bisa lebih kenal saya dan Insya Allah dengan itu, menjadi lebih sayang, dan siap menerima komentar saya (selama komentar saya itu baik dan benar).
Kemarin di rekening saya tersisia 55.000 rupiah, karena gaji belum masuk. Saya punya rekening satu lagi di BMT (Bank Islam untuk mikro kredit, di pesantren). Semua uang di BMT itu dipinjamkan kepada rakyat kecil untuk membantunya membangun usaha. Kalau tidak salah, di rek. BMT saya itu tersisa sekitar 100.000 rupiah, atau kurang. Isinya sudah digunakan untuk beli sapi pada waktu Idul Adha (saya gabung dengan yang lain karena tidak sanggup beli satu sapi sendiri). Saya tidak punya rekening lain. Saya tidak punya deposito. Saya tidak punya simpanan dolar. Saya tidak punya saham.
Saya tinggal di kost di Pancoran. Saya tidak punya mobil. Tidak punya motor. Barang paling mahal yang saya miliki adalah komputer dan HP.
Monitor komputer yang baru ini saya beli karena yang lama mulai rusak. Yang lama adalah bekas dari kantor teman dan dipakai selama 2 tahun sampai rusak dan terpaksa diganti dengan yang baru. Kalau tidak ada komputer, saya sulit untuk menulis buku, mengajarkan orang lain (seperti muallaf) tentang Islam, sulit untuk memberikan konsultasi gratis bagi orang tua yang ingin bertanya-tanya tentang pendidikan dan anak lewat email (sudah ratusan orang), dan juga sulit untuk menyimpan artikel dan ilmu yang bermanfaat di blog.
HP saya adalah hadiah dari seorang teman. Yang lama (Nokia) saya kasih kepada seorang ustadz karena dia senang dengan adanya Al Qur’an di dalamnya. (Saya berfikir untuk menjualnya, tetapi karena saya dapat Hp yang baru sebagai hadiah, saya jadi senang menghadiahkan yang lama kepada ustadz). Jam tangan saya dibelikan oleh teman karena yang lama rusak. Saya baru dapat digital kamera karena dibelikan oleh orang lain sebagai kado ulang tahun. Sebagian besar baju saya dibelikan oleh orang lain sebagai kado (dalam waktu beberapa tahun). Baju saya hanya sedikit, sampai teman-teman sering mengeluh karena saya pakai baju, celana, dan sepatu yang sama terus-terusan. Semua baju saya berumur 2-6 tahun. Ada orang yang mengeluh karena baju yang warnanya sudah mulai hilang (karena tua) masih dipakai ke rumah teman. Saya lebih banyak beli baju buat orang lain daripada beli buat diri sendiri.
Saya masih bantu menggaji orang lain di sebuah pesantren biar dia dapat pekerjaan. Sebelumnya, pesantren tidak sanggup bayar dia untuk kerja sebagai tukang kebersihan, jadi saya bayarkan gajinya supaya dia, isteri dan anak mendapatkan nafkah hidup, dan sekaligus pesantren mendapatkan tukang kebersihan baru.
Bulan ini agak berat karena banyak pengeluaran, termasuk bayar ambulance buat antarkan jenazah ke luar kota. (Teman saya itu, yang bapaknya wafat, sepertinya sulit untuk membayar karena juga keluarkan banyak untuk biaya rumah sakit. Saya jadi tidak enak minta kepada dia, dan milih untuk bayarkan ongkosnya sendiri daripada membebankan dia. Saya yang mengatur ambulance dan juga antarkannya ke rumah sakit).
Saya sudah memutuskan untuk terbitkan buku saya lewat yayasan pesantren anak yatim. Kalau ke perusahaan penerbitan yang besar, mungkin lebih efektif, tetapi profit akan lari ke mereka. Saya sekarang berniat menggunakan yayasan untuk menerbitkan semua buku saya (karena baru tahu bisa begitu). Insya Allah, dengan itu, profit dari penjualan bisa dimanfaatkan anak yatim daripada perusahaan penerbitan besar. (Ada beberapa perushaan penerbitan yang sudah minta izin menerbitkan buku saya Mencari Tuhan, Menemukan Allah, tapi belum dikasih).
Alhamdulillah, saya bisa makan setiap hari. Kalau tabungan saya menjadi kosong, alhamdulillah ada teman yang mau bantu dengan pinjamkan uang. Alhamdulillah saya dapat gaji setiap bulan (kuli bangunan tidak). Alhamdulillah ada beberapa orang yang mendapat bantuan dari saya setiap bulan, dan sewaktu-waktu, tabungan saya kosong total karena terlalu banyak memberikan kepada orang lain. (Kadang-kadang, teman2 saya menjadi agak “marah” dan suruh saya menabung buat masa depan). Ada beberapa orang yang pernah pinjam uang dari saya dan belum bayar kembali. Kedua pinjaman terbesar masing-masing beberapa juta. Saya tidak bisa menolak memberikan pinjaman itu karena waktu itu saya memang punya uang di tabungan, dan teman itu minta pinjam untuk biaya operasi anaknya. Hal itu terjadi 2 kali dengan dua orang yang berbeda. Satu baru bayar kembali separuh dari uangnya, yang satu lagi belum. (Sudah lebih dari tujuh tahun dia belum bisa bayar kembali).
Hampir lupa. Saya juga punya hutang di Australia. Sekitar 100 juta rupiah (mungkin lebih sekarang). Itu biaya kuliah yang belum saya bayarkan sampai sekarang (berhutang pada pemerintah). Kalau ada pilihan pinjamkan uang kepada teman untuk menyelamatkan nyawa anaknya, atau bayar hutang kuliah di Australia, saya selalu memilih yang pertama. Jadi, hutang itu masih ada dan belum hilang.
Saya bukannya pura-pura menjadi orang miskin. Saya masih bisa ke Plasa Senayan dan makan di situ dengan teman seminggu sekali. Saya masih bisa beli kado ulang tahun buat teman. (Masih hutang kado bagi dua orang. Belum sempat beli, dan lagi menghemat uang). Saya masih bisa minum kopi di kafe dan makan di rumah makan yang baik. Saya bisa traktir teman makan, dan juga sering ditraktir. Saya bisa naik taksi kalau tidak ada yang bisa antarkan naik mobil. Tetapi saya juga sewaktu-waktu naik ojek, mikrolet, dan bis.
Kalau naik taksi, saya sering berbincang dengan sopir tentang kehidupannya, agama, keluarganya, politik negara, isu-isu terkini, dan lain-lain. Saya senang bisa naik taksi terus, karena kalau saya punya mobil, nafkah buat para sopir taxi akan berkurang. (Dan sambil duduk di belakang taksi, saya terbiasa berdzikir). Saya juga terbiasa bayar lebih dari argo (mungkin banyak orang lain juga begitu). Tetapi saya sudah sering mendapatkan cerita dari sopir taksi tentang pelitnya sebagian orang Indonesia. Saya ingat cerita dari satu sopir, bahwa pernah dapat penumpang yang bayar argo dengan uang pas: Rp 3.025. Kata sopir, sebagai orang miskin dia tidak punya uang logam 25 rupiah karena terlalu kecil. Tetapi penumpang itu malah punya dan mau bayar dengan uang pas setelah jalan hanya 100 m saja (padahal orang itu kelihatan cukup mampu dari pakaiannya).
Pernah saya bicara dengan seorang sopir taksi yang merasa sedih karena katanya sangat sulit mencari rezeki sekarang. Saya menjelaskan ayat al Qur'an yang mengatakan rezeki Allah bisa datang kapan saja dari arah yang tidak tersangka. Dia tidak percaya. Kita berbincang terus. Akhirnya saya bertanya “Bagaimana kalau Allah berikan bapak 500.000 sekarang juga, hanya karena senang melihat bapak menjadi begitu yakin kepada Allah sebagai yang Maha Kuasa? Allah yang memberikan, tetapi lewat tangan saya, dan keluar dari dompet saya. Bagaimana kalau Allah mendorong hati saya untuk memberikan rezeki sebanyak itu kepada bapak sekarang?”
Jawabanya, “Tidak mungkin. Bapak tidak kenal saya. Tidak mungkin bapak mau berikan begitu banyak kepada saya.”
“Bukan saya yang berikan Pak, tetapi Allah. Bapak cukup merasa yakin kepada Allah dan lihat kalau dapat. Yakin nggak?”
“Tidak. Tidak mungkin.”
Dan karena itu, saya tidak kasih uang itu kepadanya. Saya jelaskan bahwa saya sudah siap memberikan kalau dia mengatakan yakin kepada Allah, dan saya tunjukkan uangnya. (Untungnya hari itu ada lebih dari 500 ribu di dompet). Akhirnya saya bayar 2x lipat ongkos di argo, jadi dia dapat untung sedikit. Saya memberi saran agar dia menambahakan ibadah dan memperbanyak doanya, minta rezeki dari Allah. Dan kalau dia memang yakin, Insya Allah rezeki yang dibutuhkan akan datang dari arah yang tidak tersangka. Mungkin setelah saya pergi dia menangis karena menyesal.
Saya tidak ingin mengatakan bahwa saya hidup dengan sederhana karena merasa sanggup meniru Nabi SAW. Yang saya lakukan adalah melihat uang yang tersedia (dari gaji, misalnya), menggunakan sebagian untuk menikmati kehidupan ini (dengan makan atau ngopi bersama teman), dan sisanya saya simpan di dompet atau di bank sampai bisa dimanfaatkan untuk suatu hal. Kalau ternyata ada orang di sekitar saya, yang saya kenal dengan baik dan jelas-jelas tidak menipu, yang membutuhkan uang itu lebih dari saya, maka saya rasa hak dia untuk dibantu lebih besar dari hak saya untuk beli baju baru.
Uang itu milik Allah. Saya hanya penjaganya.
Tetapi saya hanya memberi atau pinjamkan jumlah yang besar kepada orang yang dikenal, karena tidak mau ditipu. Jadi kalau ada yang minta uang buat orang yang tidak dikenal di lain kota, barangkali saya tidak kasih, atau hanya kasih sedikit saja.
Selama 13 tahun tinggal di sini, saya belum dirampok, belum dicopet, belum kena kecelakaan mobil, belum kena banjir di rumah, dan kesulitan yang paling “mengganggu” yang dialami hanya sebatas penyakit yang biasa. Sering terjadi bahwa saya membutuhkan sesuatu, seperti HP baru, lalu tiba-tiba ada yang belikan. Tidak selalu, tetapi sering.
Pernah saya tinggalkan sebuah acara di panti asuhan dan saya mau cari taksi untuk pulang. Salah satu pengurus mengatakan mau antarkan saya ke jalan raya naik motor karena kita masih di gang. Saya tidak mau merepotkan dia jadi saya bilang saya mau cari dulu di depan, Insya Allah ada. Dia jawab, “Tidak mungkin Pak. Jalan di depan masih terlalu kecil. Tidak pernah ada taksi lewat sini.” Saya mengatakan “Kok nggak yakin pada Allah Pak? Kalau kita berdoa kenapa dianggap tidak mungkin?” Dia jawab, “Bukannya tidak yakin Pak, tetapi memang kenyataan, tidak ada taksi lewat jalan ini. Berdoa atau nggak, tetap tidak bisa dapat taksi di sini, jadi saya harus antarkan ke depan.”
Saya senyum. Di dalam hati, saya berdoa dan minta Allah kirimkan saya taksi yang bisa antarkan saya pulang. Sambil jalan kaki, si pengurus itu masih ikut di sebelah saya, dan menekankan bahwa tidak mungkin ada taksi di depan. Kita keluar dari gang dan lihat kiri-kanan di jalan kecil itu.
Tiga taksi lewat di depan kita.
Saya senyum, dan nyetop salah satu taksi. Saya lihat si pengurus. “Kalau yakin kepada Allah, kenapa bapak bisa mengatakan ‘Tidak mungkin’?” Dia kelihatan sedikit bingung dan juga malu. “Tetapi biasanya tidak pernah ada taksi lewat sini pak.” Ternyata, ada tiga. Saya senyum, naik taksi dan pulang. Alhamdulillah.
Saya ingat hadiths Nabi SAW ini:
Dari Abu Hurairah RA., dia berkata, Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa yang meringankan penderitaan seorang Mukmin di dunia, niscaya Allah akan meringankan penderitaan (kesulitan)nya kelak di hari Kiamat dan barangsiapa yang memudahkan urusan orang yang mengalami kesulitan, niscaya Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Siapa saja yang menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allah akan menutupi (aib) nya di dunia dan akhirat. Dan Allah selalu menolong hamba-Nya selama si hamba tersebut menolong saudaranya. Siapa saja yang menempuh suatu jalan guna mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Dan tidaklah suatu kaum (kelompok) berkumpul di salah satu rumah Allah sembari membaca Kitabullah dan mengkajinya di antara sesama mereka melainkan ketenangan akan turun di tengah mereka, rahmat meliputi mereka dan malaikat mengelilingi mereka serta Allah akan menyebut mereka di sisi para malaikat. Siapa saja yang menjadi lamban karena amalnya (sehingga amal shalihnya menjadi kurang), maka tidak cukup baginya hanya (bermodalkan) nasab.”
(HR.Muslim)
Karena saya baca hadiths ini, saya berusaha untuk merasa yakin kepada Allah bahwa semua uang yang saya keluarkan akan dibalas oleh Allah. Dan kalau saya berikan uang kepada orang lain, Insya Allah tidak dengan cara yang boros, tetapi juga tidak dengan rasa takut miskin.
Beberapa kali saya berbincang dengan teman, dan berfikir bagaimana kalau menangkan undian dari bank, misalnya, senilai 1 milyar rupiah atau lebih.
Saya berfikir bahwa kalau ada uang sebanyak itu, rencana saya kurang lebih sebagai berikut:
· bayar hutang di Australia 100 juta
· berikan sebagian kepada pesantren anak yatim
· bantu dgn cicilan rumah orang tua di Australia (kredit rumah belum lunas)
· bantu beli rumah buat ibu teman saya yang masih kontrak
· bikin tabungan pendidikan buat keponakan
· cari investasi seperti di BMT, di mana uang bisa dikelola dan menjadi bermanfaat buat orang miskin
· mungkin bantu teman membangun perushaan baru, asal jelas manfaatnya buat anak yatim di masa depan
· dan kalau masih ada yang tersisa, baru berfikir untuk beli rumah sendiri, beli mobil, naik haji dan lain-lain.
Kalau anda masih mau meragukan saya, niat saya, dan sikap saya, silahkan. Saya tidak keberatan kalau ada orang yang tidak percaya kepada saya. Kalau saya mengritik pejabat negara dan orang kaya, itu karena saya lihat mereka selalu dalam keadaan kenyang dan bahagia. Mereka anggap uang mereka itu adalah milik mereka yang diberikan kepadanya supaya mereka bisa pamer dan menikmati dunia ini sendiri. Mereka tidak sadar bahwa uang itu milik Allah. Juga setiap atom di dunia ini, setiap atom di dalam tubuh kita, seluruh alam semesta, semuanya hanya milik Allah yang Maha Esa.
Kalau mereka yakin kepada Allah, mereka tidak akan takut miskin. Tetapi malah mereka kelihatan takut sekali karena mereka anggap orang miskin tidak bernilai tinggi dan tidak bermanfaat. Begitu juga anak yatim. Dan karena itu, mereka selalu berusaha untuk menjaga uang yang sudah ada di tangan. Mereka hanya menghargai dan menghormati orang kaya yang sama seperti mereka. Sayang sekali.
Kalau Nabi Muhammad SAW ada di sini, barangkali dia akan menangis kalau melihat orang Muslim dan pejabat negara yang kaya, yang lebih peduli pada mobil Range Rover-nya daripada anak yatim yang sudah siap bunuh diri karena depresi, lapar dan putus sekolah. Alangkah baiknya bila pejabat negara dan para Muslim yang kaya bisa melihat contoh dari Nabi SAW dan berusaha untuk mengiktuinya dengan banyak menyantuni anak yatim dan orang miskin, bukan untuk alasan politik, tetapi karena beriman kepada Allah.
Ada komentar lagi dari anda:
…Nah kenapa tidak membuat gerakan untuk umat…atau semua bangsa. Seperti “PEDULI BANGSA 2008”, dengan agenda apalah… dengan proyek percontohan beliau2 itu yang turun kebawah menyaksikan langsung POTRET KEMISKINAN INDONESIA.
Tapi,… saya jadi mikir jika anda PEDULI sekali dengan Indo. kenapa BUKAN ANDA saja yang manjadi PELOPOR gerakan itu…
Kan bisa di mulai dari sekala kecil saja mengajak para blogger mewujudkannya.
Menjadi PELOPOR LEBIH BAIK DARI PADA pengekor…, dan penggerak lebih baik dari pada anda terus-menerus manjadi PENGKRITIK….., apa gak capek… mikirin Indo. terus… tar cepet tua!!!.
Saya bukan orang penting dan juga tidak punya kekuasaan di tengah-tengah ummat Islam atau masyarakat Indonesia. Baru sedikit saja mengritik pejabat yang kaya, saya sudah disalahkan dan dikritik kembali oleh anda. Tetapi sebelum anda bicara, saya sudah mengusulkan ide untuk membentuk sebuah gerakan baru kepada orang lain yang cukup terkenal dan punya jaringan dan koneksi yang luas. Dia setuju dengan usul saya dan mengatakan ingin menjadi pelopor gerakan peduli anak yatim. Saya sudah memberikan semua ide saya kepadanya, dan sekarang saya menunggu hasilnya. Lebih baik dia yang mengumumkan kepada masyarakat supaya banyak orang mau dengar. Kalau saya bicara, mungkin nanti banyak orang tidak peduli, atau bertanya “Siapa dia?”. Insya Allah ide ini akan segera terwujud. Saya akan ingatkan dia lagi. Mungkin dia lupa karena sibuk.
Jadi, kurang lebih begitulah kehidupan saya. Masih banyak cerita dan pengalaman yang bisa saya sampaikan, tetapi tulisan ini sudah menjadi terlalu panjang. (Lebih panjang dari niat awal saya). Saya harus berhenti karena ada beberapa tugas yang perlu saya kerjakan untuk membantu orang lain. (Penyelesaian buku saya masih ditunda juga sampai bulan depan karena terlalu sibuk mengerjakan tugas untuk membantu orang lain.)
Saya mohon agar pembaca (terutama pengritik) tidak menganggap ini sebagi usaha untuk menyombongkan diri karena sesungguhnya niat saya tidak demikian. Saya hanya ingin memberikan gambaran nyata bahwa kehidupan kita ini semata-mata di tangan Allah. Dan kalau kita memberi dan membantu orang lain tanpa rasa takut, Insya Allah semua kebutuhan kita akan dipenuhi oleh Allah juga (dengan ikhtiar, tentu saja). Mau percaya pada tulisan saya atau tidak, silahkan. Mau setuju dengan komentar saya atau tidak, silahkan.
Tetapi kalau anda menganggap saya bisa mengritik konglomerat dan pejabat, sedangkan saya sendiri juga hidup dalam kemewahan dan punya sikap yang sama seperti mereka terhadap anak yatim dan orang miskin, maka itu hanya membuktikan satu hal: anda belum mengenal saya.