Assalamu’alaikum wr.wb.Ini Bab Pertama dari buku saya Mencari
Tuhan, Menemukan Allah.(Baru terbit dalam bahasa Inggris. Bahasa Indonesia belum keluar.)
Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
-Gene Netto
MENCARI TUHAN, MENEMUKAN ALLAH
DAFTAR ISI
1. Tentang
Saya: Bagaimana Saya Bisa Menjadi Muslim Dan Kenapa Saya Menulis Buku Ini
2. Rangkaian
Pengutusan Para Nabi
3. Tanda
dari Tuhan
4. Para
Pengikut Yesus
5. Pengikut
Yesus Dan Pengikut Muhammad Saw
6. Kebenaran
Islam
7. Ini
Yang Allah Katakan Mengenai Al Qur'an
8. Sebuah
Agama yang Logis
9. Alasan
Logis Kenapa Kita Tidak Bisa Melihat Tuhan
10. Kebutuhan
Spiritual Kita Dan Solusi Dari Allah
11. Ini
Pilihan Anda
*******
1. TENTANG SAYA:
BAGAIMANA SAYA BISA MENJADI MUSLIM
Saya mulai menulis bab ini karena saya
sering kali harus mengulang cerita yang sama kepada orang-orang di Indonesia
yang ingin tahu mengapa saya menjadi seorang Muslim. Setiap kali saya mengeluh
karena harus selalu mengulang sejarah pribadi saya kepada setiap kenalan baru,
teman-teman seraya bercanda menyarankan agar saya menulis saja sebuah buku
tentang diri saya. Di saat yang sama, setiap kali murid-murid saya bertanya
tentang pekerjaan apa yang saya inginkan selain menjadi guru Bahasa Inggris,
maka saya selalu menjawab ingin menjadi seorang penulis karena saya memang
senang membaca dan menulis sejak kecil.
Setiap orang yang bertemu dengan saya di
Indonesia ingin mengetahui hal yang sama: bagaimana saya bisa masuk Islam? Saya
telah tinggal di Indonesia sejak tahun 1995, dan karenanya sebagian besar
perbincangan dilakukan dalam Bahasa Indonesia dan kadang dalam Bahasa Inggris
dengan orang asing. Lalu, saya juga harus menjawab sederet pertanyaan lain
tentang bagaimana saya belajar Bahasa Indonesia dan bisa tinggal di Indonesia.
Ada banyak masalah di Indonesia, seperti
halnya di semua negara berkembang lainnya, dan banyak orang Indonesia tampak
bingung ketika bertemu saya karena mereka tidak mengerti bagaimana saya bisa
memilih untuk menjadi seorang Muslim dan kemudian juga memilih untuk tinggal di
sini. Sebagian orang Indonesia mengatakan mereka telah menghabiskan waktu
bertahun-tahun untuk berusaha pindah keluar dari Indonesia agar dapat hidup
nyaman di negara barat dengan standar hidup yang tinggi. Jadi, mengapa saya
malah memilih untuk meninggalkan kehidupan yang nyaman di sana dan tinggal di
Jakarta?
Alasannya sederhana. Sebagian kawan saya
yang Muslim sering berkomentar bahwa cara saya memahami dan menjelaskan Islam
sangat berbeda dengan apa yang pernah mereka dengar sebelumnya. Mereka lahir
sudah dalam keadaan beragama Islam, sedangkan saya harus menghabiskan waktu 5
tahun untuk meneliti ajaran Islam supaya bisa memastikan bahwa Islam memang
benar. Mereka hanya menerima apa yang dikatakan oleh orang tua mereka,
sedangkan saya harus benar-benar mempertanyakan semuanya, menganalisis Islam
dengan logika, dan selalu bertanya "Mengapa?" Namun, banyak Muslim
Indonesia jujur mengakui bahwa mereka shalat hanya karena orang tuanya menyuruh
mereka melakukannya. Mereka juga percaya bahwa Islam itu benar, tetapi mereka
tidak pernah menghabiskan banyak waktu untuk menganalisis apa yang mereka
lakukan atau mengapa mereka melakukan itu. Mereka hanya melakukannya. Jadi
perbedaan cara pendekatan kami terhadap Islam membuat pemahaman saya tentang
Islam jadi tampak sangat unik bagi mereka.
Pengalaman itu membuat saya merasa bahwa
mungkin ada sebuah tugas penting yang perlu saya lakukan di Indonesia. Saya
bisa berbahasa Indonesia dengan baik, mampu menyampaikan ide-ide saya, dan
penjelasan saya tentang Islam tampaknya memiliki dampak yang kuat pada banyak
orang yang lahir sebagai Muslim. Misalnya, seorang Muslim yang tidak melakukan
shalat selama 30 tahun tiba-tiba mulai shalat lagi setelah satu kali
bercakap-cakap dengan saya. Jadi saya memutuskan bahwa saya harus tinggal di
sini, berusaha untuk mengembangkan komunitas Muslim yang ada di sini, dan bukan
mencari kehidupan yang nyaman untuk diri saya sendiri di negara maju.
Dalam bab ini, saya akan menjelaskan
bagaimana saya melalui sebuah proses untuk menjadi seorang Muslim. Namun, bab
ini hanyalah untuk memenuhi keingintahuan mereka yang ingin tahu tentang latar
belakang saya. Selanjutnya, sisa buku ini bukanlah tentang saya, melainkan
tentang bagaimana saya menganalisis Islam dan Kristen hingga mencapai
kesimpulan bahwa agama Kristen harus ditolak dan agama Islam harus diterima.
Dalam buku ini, saya ingin menjelaskan mengapa saya menganggap agama Kristen
tidak dapat diterima dari perspektif logis dan bagaimana saya belajar bahwa
ternyata Islam adalah sebuah agama yang pada dasarnya bersifat logis dan
seharusnya dapat membuat seseorang berpikiran terbuka serta menggunakan logika
dan kecerdasannya untuk sampai pada kesimpulan bahwa Islam itu benar.
1.1. Pada Awalnya
Saya lahir di kota Nelson, sebuah kota
kecil di Pulau Selatan di Selandia Baru (dekat Australia). Pada waktu kecil,
saya merasa kurang betah tinggal di Selandia Baru. Bapak saya lahir di Myanmar
(Birma), keluarga saya beragama Katolik, dan ibu saya yang lahir di Selandia
Baru berkulit putih. Jadi, ras saya campuran. Saya merasa saya ini “sama”
seperti orang lain.Tapi saya juga ingat orang-orang sering kali bertanya
tentang asal saya. Kakak dan adik saya bermata biru. Sedangkan mata dan rambut
saya lebih gelap. Ini membuat saya tampak berbeda dari mereka. Saya selalu
merasa bahwa saya bukan benar-benar orang kulit putih, tetapi juga bukan orang
Asia. Mungkin karena saya berpikir tentang hal itu, saya jadi ingin belajar
lebih banyak tentang dunia, bangsa, budaya dan agama yang berbeda-beda. Ini
semua mungkin karena saya merasa bukanlah bagian dari itu semua.
Seiring dengan bertambahnya usia, saya
mulai ingin mempelajari topik-topik yang serius: piramida, dinosaurus,
peradaban kuno, politik global, perang, agama, bintang-bintang, dan juga alam
semesta. Terkadang, saya memandang bintang-bintang dalam kesunyian malam dan
memikirkan dari mana mereka berasal. Saat itu umur saya sekitar 10 atau 11
tahun dan sudah mulai ingin mengetahui segala sesuatu. Pada saat itu, saya
adalah satu-satunya murid di kelas yang tertarik pada dinosaurus. Saya tidak
mengerti mengapa teman-teman tidak tertarik, padahal dinosaurus itu asyik! Saya
ingin tahu mengapa mereka menghilang. Pada dasarnya, saya adalah seorang anak
kecil yang selalu penasaran terhadap segala sesuatu yang misterius dan rahasia
yang belum terungkap.
Seperti anak kecil lainnya, saya juga
diajarkan tentang agama Kristen di Sekolah Minggu meskipun dalam jangka waktu
yang tidak terlalu lama. Ketika itu saya harus menghafal seluruh cerita standar
dalam Alkitab; tentang Nabi Abraham, Nabi Musa, Nabi Nuh, dan Yesus. Saya
selalu bingung bagaimana mungkin Nabi Nuh bisa memasukkan begitu banyak
binatang ke dalam sebuah kapal. (Apakah semua binatang di seluruh dunia?). Ada
banyak hal dalam agama Kristen yang membuat saya bingung. Tapi, kisah Nabi Nuh
bukanlah teka-teki terbesar bagi saya. Ada hal lain yang lebih besar yang saya
pikirkan.
Saya belajar tentang konsep Trinitas,
yaitu konsep yang mengajarkan bahwa Tuhan itu adalah Yesus dan juga Roh Kudus.
Tiga-tiganya terpisah, tetapi tiga-tiganya juga satu. Tiga tapi satu. Ketiganya
adalah Tuhan, tapi hanya ada satu Tuhan. Tuhan menjadi seorang manusia yang
bernama Yesus, dan manusia ini adalah anak Tuhan. Manusia ini wafat, tetapi
Tuhan tidak bisa wafat. Tetapi manusia ini adalah Tuhan. Dia wafat. Tapi Tuhan
tidak bisa wafat. Tetapi manusia ini adalah Tuhan. Berarti manusia ini wafat
walaupun dia tidak bisa wafat. Dia hidup kekal, dan sekaligus tidak hidup kekal
pada saat yang sama. Bagi saya, ini sangat membingungkan.
Saya juga bingung dengan peran pastor
yang dengan mudahnya mengampuni dosa setiap orang tanpa membicarakannya
terlebih dahulu dengan Tuhan. Bagaimana kalau pastor itu salah dan dosa saya
belum diampuni? Apakah saya bisa mendapatkan bukti tertulis dari Tuhan yang
menyatakan bahwa saya sudah terbebas dari dosa? Bagaimana kalau saya bertemu
dengan Tuhan di Hari Akhir dan Dia menyatakan bahwa dosa saya belum diampuni?
Kalau saya protes dan menyalahkan pastor yang meyakinkan bahwa saya tidak punya
dosa lagi, mungkin Tuhan hanya akan bertanya satu hal saja, “Siapa yang
menyuruh kamu percaya pada perkataan dia?” Siapa yang sanggup menyelamatkan
saya kalau pastor itu ternyata keliru dan dosa saya tetap ada dan malah
dihitung secara terperinci oleh Tuhan?
Saya mulai berpikir bagaimana cara
mendapatkan sebuah jawaban yang gamblang atas semua pertanyaan mengenai agama
yang mengganggu pikiran saya. Akhirnya, saya memutuskan bahwa saya harus
berbicara empat mata dengan Tuhan! Hanya Tuhan yang bisa menjawab semua
pertanyaan saya. Jadi, saya berdoa kepada Tuhan dan meminta-Nya untuk datang
dan menampakkan Diri di kamar tidur saya, agar saya bisa melihat-Nya dengan
mata kepala sendiri. Tapi tentu saja Dia tidak datang. Pada saat itu, saya
mengambil kesimpulan bahwa Tuhan tidak datang karena Tuhan memang tidak ada!
Oleh karena itu, hanya ada satu pilihan yang tersisa: saya harus menyatakan
diri saya “ateis” dan tidak percaya pada Tuhan mana pun.
Saya terus melanjutkan sekolah dan
menyembunyikan kenyataan bahwa saya tidak lagi percaya kepada Tuhan. Kalau ada
yang bertanya apa agama saya, maka saya cukup menjawab “Katolik” supaya tidak
perlu menjelaskan bahwa saya ateis. Selama masa SD, SMP, dan SMA, saya tidak
menghabiskan banyak waktu mempelajari agama Kristen atau agama lain. Saya
menganggap mempelajari agama hanya membuang-buang waktu saja karena Tuhan tidak
nyata. Setelah lulus SMA, orang tua saya memutuskan untuk pindah ke Brisbane,
Australia. Saya pun akhirnya memutuskan ikut bersama mereka.
1.2. Belajar Islam
Di Brisbane, saya tiba-tiba memutuskan
untuk masuk jurusan Psikologi di universitas, namun saya tidak diterima di
jurusan itu. Sebagai pilihan kedua, saya ditawari untuk masuk ke Fakultas
Kajian Asia dan Internasional (Faculty of Asian and International Studies).
Saya diberi tahu bahwa saya dapat mengambil jurusan Kajian Asia selama 1 tahun,
meningkatkan nilai saya, lalu mendaftar lagi ke jurusan Psikologi. Rencana ini
tampaknya cukup bagus sehingga saya pun menerima tawaran itu.
Pada tahun pertama kuliah di Fakultas
Kajian Asia, saya memilih Bahasa Indonesia dan saya mendapatkan nilai yang
sangat baik dan termasuk yang paling tinggi. Saat kami diberi tahu bahwa ada 3
beasiswa untuk belajar di Indonesia, saya tidak mengikuti seleksi karena masih
berniat pindah ke Fakultas Psikologi di akhir tahun. Tiga teman saya kemudian
terpilih, tetapi salah satunya tiba-tiba menyatakan ada halangan dan
mengundurkan diri. Proses seleksi dibuka lagi, tetapi sekarang hanya untuk satu
orang. Ada seorang dosen yang memanggil saya ke kantornya dan bertanya kenapa
saya tidak mengikuti seleksi beasiswa itu. Setelah saya jelaskan niat saya
untuk pindah fakultas di akhir tahun pertama, dosen itu menyarankan agar saya
melanjutkan kuliah Kajian Asia Modern dan mata kuliah Bahasa Indonesia karena
menurutnya saya memiliki bakat di bidang itu. Berdasarkan sarannya, saya
memutuskan untuk meneruskan kuliah di Fakultas Kajian Asia dan juga mengikuti
proses seleksi untuk beasiswa belajar di Indonesia. Setelah proses seleksi selesai,
saya dinyatakan lulus dan akan diberangkatkan ke Indonesia pada tahun
berikutnya (1991). Sejak saat itu, saya pun menjadi lebih fokus dalam belajar
karena telah mempunyai tujuan yang berbeda.
Pada suatu hari, Klub Indonesia di
kampus mengundang seluruh mahasiswa Australia yang belajar tentang Indonesia,
dan juga seluruh mahasiswa Indonesia yang ada di kampus untuk datang ke sebuah
acara barbeque. Ada seorang mahasiswa dari Indonesia yang mengajak saya
ngobrol. Dia bertanya apakah saya belajar tentang Indonesia dan saya jawab ya.
Kemudian, tiba-tiba saja dia bertanya apakah saya juga belajar tentang agama
Islam. Saya menjawab, tentu saja, kami harus mempelajari dasar-dasar semua
agama di Asia termasuk agama Islam dalam salah satu mata kuliah kami.
Lalu dia benar-benar membuat saya
terkejut dengan bertanya, “Apakah kamu sudah tahu bahwa di dalam Islam hanya
Tuhan yang bisa mengampuni dosa? Tidak ada pendeta atau pastor yang bisa
mengampuni dosa manusia!” Saya tidak tahu harus berkata apa. Saya masih ingat,
saya duduk di situ, seketika terpaku seperti sebuah patung dengan hotdog yang
baru saja saya gigit, tertahan di bibir. Saya begitu terkesima. Waktu seolah
terhenti untuk beberapa saat. Kemudian saya menyadari bahwa inilah jawaban yang
saya cari selama 10 tahun. Di dalam Islam, hanya Tuhan yang berhak mengampuni
dosa. Saya mulai berpikir: apakah mungkin ada suatu agama yang didasarkan pada
logika? Adakah Islam mengandung ajaran-ajaran yang dapat dianalisis secara
kritis tanpa menimbulkan kebingungan, dan dapat menjawab sejumlah pertanyaan
saya selama ini? Apakah mungkin sebuah agama yang pernah saya tolak sebenarnya
mengandung kebenaran yang mutlak? Apakah mungkin ada satu agama yang benar di
dunia ini?
Sejak saat itu, saya mulai mempelajari
dan menganalisa agama Islam secara mendalam. Saya mulai membaca buku dan
mencari teman dari Indonesia yang beragama Islam. Secara perlahan, saya mulai
memperluas pengetahuan saya tentang Islam dengan bertanya, berpikir, membaca,
dan terus mencari jawaban. Tujuan utama saya adalah untuk mencari tahu apakah
Islam benar-benar masuk akal atau tidak.
Pada tahun 1991, saya berangkat ke
Indonesia untuk mengikuti program beasiswa. Saya belajar di sebuah universitas
Katolik swasta di pusat kota Jakarta. Selama 6 bulan di sana, semua teman saya
adalah orang Islam. Saya melihat mereka melakukan shalat, dan saya mulai
bertanya lebih jauh mengenai agama Islam. Saya ingin tahu apa yang mereka
lakukan, mengapa, dan apa yang mereka yakini sebagai orang Islam.
Setelah 6 bulan tinggal di Jakarta dan
kembali ke Brisbane, ternyata saya menjadi salah satu mahasiswa yang paling
lancar berbahasa Indonesia di kampus. Oleh karena itu, saya sering kali bergaul
dengan orang-orang Muslim dari Indonesia. Saya tidak aktif mempelajari Islam
secara rutin, namun saat itu saya sudah mulai merasa tertarik. Kapan pun kami
harus menulis makalah, saya selalu mencari topik yang ada hubungannya dengan
Islam. Biasanya ada satu topik pilihan tentang Islam dalam daftar yang
diberikan. Untuk menulis makalah tersebut, saya harus membaca belasan buku dan
artikel tentang aspek-aspek Islam di Indonesia. Semakin sering saya baca,
semakin mampu saya berpikir secara mendalam tentang Islam.
Meskipun saya dapat melihat banyak aspek
positif dalam Islam, diam-diam saya juga mencari titik kelemahannya yang fatal
dan jelas. Saya yakin, cepat atau lambat saya akan menemukan sesuatu yang dapat
meyakinkan saya bahwa Islam itu tidak benar. Saya merasa yakin bahwa pasti ada
sesuatu yang salah dengan Islam, dan saya ingin menemukannya.
Setelah menyelesaikan kuliah Bachelor of
Arts (BA) pada tahun 1993, saya mengambil kuliah tambahan Graduate Diploma of
Education (GDipEd) pada tahun 1994 di Fakultas Pendidikan karena saya bermaksud
menjadi seorang guru bahasa dan sejarah. Pada saat yang sama, saya juga
mengikuti seleksi untuk mendapatkan beasiswa baru. Beasiswa ini hanya akan
diberikan untuk satu orang selama satu tahun penuh di Indonesia. Saya
memenangkan beasiswa itu, dan saya kembali kuliah di Jakarta pada tahun 1995.
Kali ini di Universitas Indonesia. Sekali lagi, saya menghabiskan waktu saya di
Indonesia dengan teman-teman Muslim dan memperhatikan apa yang mereka lakukan.
Malam hari pada bulan Februari tahun
1995, saya duduk seorang diri di lantai menonton shalat Tarawih yang ditayangkan
TV secara langsung dari Makkah. (Shalat Tarawih adalah shalat tidak wajib yang
dilakukan pada malam hari selama bulan puasa Ramadan, dan dapat berlangsung
selama 2 jam). Saya mendengarkan pembawa acara yang berbicara dalam Bahasa
Indonesia. Dia menyatakan bahwa pada tahun itu diperkirakan ada sekitar 3 juta
orang di Masjidil-Haram dan wilayah sekitarnya (yang terdiri dari lapangan yang
ada di luar masjid, jalan-jalan, dan bahkan lobi-lobi hotel). Semua orang itu
sedang melakukan shalat bersama. Sekitar 3 juta orang melakukan gerakan yang
sama, menghadap ke arah yang sama, mengikuti pemimpin yang sama, berdoa dalam
bahasa yang sama, dengan ucapan yang sama, pada saat yang sama, dan berdoa
kepada Tuhan yang sama. Saya berpikir: mana ada hal seperti ini di negara
Barat? Jumlah orang yang berkumpul untuk menyaksikan pertandingan bola yang
paling hebat sekalipun di dunia ini paling-paling hanya sekitar seratus ribuan.
Tapi sekarang saya melihat tiga juta orang yang berkumpul di dalam dan di
sekitar sebuah bangunan, melakukan hal yang sama, pada waktu yang sama, dan
semuanya melakukan gerakan-gerakan secara bersamaan. Ini sungguh sebuah
pemandangan yang tidak ada tandingannya. Sampai sekarang, saya masih belum
menemukan kejadian serupa itu di dunia Barat.
Saya mulai berpikir tentang berapa
banyak orang yang bisa berkumpul di satu bangunan untuk mendengarkan Paus
bicara. Saya mulai bayangkan apakah mungkin semuanya bisa memahami kata-kata
yang diucapkan Paus karena tidak ada satu bahasa pun yang mempersatukan orang
Kristen dari seluruh dunia. Tidak ada satu kejadian pun di dalam agama Kristen
yang dapat menandingi kejadian yang saya saksikan di Makkah.
1.3. Menjadi
Seorang Muslim
Selama satu tahun itu saya tinggal di
Jakarta dan terus mempelajari agama Islam dengan pelan dan tidak secara formal,
melainkan dengan memperhatikan segala sesuatu yang terjadi di sekitar saya.
Kalau ada ceramah agama di TV, maka saya akan mendengarkan dan memikirkan apa
yang disampaikan penceramahnya. Tidak ada satu pun hal pokok dalam isi
ceramah-ceramah itu yang dapat saya anggap keliru, sehingga pada akhir tahun
1995, saya sudah merasa semakin sulit untuk menolak agama Islam. Saya sudah
terus-menerus mencari kelemahan dalam ajaran dasar Islam dari sudut pandang
logika, namun, saya tidak dapat menemukan titik kelemahan itu. Semua yang ada
di dalam Islam tampaknya begitu jelas, logis, dan tak pelak lagi memang
didasarkan pada kecerdasan manusia.
Akhirnya saya merasa tidak bisa terus
menyangkal apa yang telah saya pelajari tentang Islam sehingga saya tidak lagi
mempunyai pilihan lain: saya harus menjadi seorang Muslim. Akan tetapi,
bagaimana dengan masa depan saya? Kuliah saya di Universitas Indonesia hampir
usai. Saya harus kembali ke Australia dan mengajar di sekolah di sana. Bagaimana
saya bisa mempelajari agama Islam jika tinggal di sana? Dari mana saya bisa
mendapatkan guru agama? Di mana saya bisa shalat? Ada berapa masjid di
Brisbane? Sepertinya saya akan sulit hidup sebagai orang Islam kalau harus
tinggal di sana. Semakin saya berpikir, semakin jelas bahwa tinggal di
Indonesia akan menjadi pilihan yang lebih baik supaya saya bisa berada di
antara orang-orang Islam. Akhirnya saya mengambil keputusan untuk masuk Islam
dan menetap di Indonesia untuk sementara agar saya lebih mudah belajar tentang
Islam.
Pada bulan Februari tahun 1996, saya
mengucapkan syahadat dan menjadi seorang Muslim secara resmi. Keluarga saya
sudah pasti menganggap saya “sudah gila” tetapi mereka tetap bersikap baik
kepada saya dan tidak pernah memberikan komentar buruk tentang Islam di depan
saya. Saya masih diterima secara baik oleh keluarga saya, dan ini sangat
berbeda dengan cerita yang sering kali saya dengar di Indonesia tentang
sebagian orang Kristen yang masuk Islam. Mereka dipukuli, diusir dari rumah dan
tidak dianggap sebagai bagian dari keluarga mereka lagi.
Meskipun keluarga saya tetap ramah pada
saya, dan saya bisa dengan mudah pindah kembali ke Australia, saya masih merasa
lebih nyaman tinggal di antara umat Islam lainnya dan mendapat kesempatan untuk
belajar pada guru saya setiap minggu. Jadi, saya memutuskan untuk tinggal di
Indonesia dan sampai sekarang pun, saya masih tinggal dan bekerja di sini sejak
tahun 1995. Pernah beberapa kali saya mempertimbangkan untuk pindah ke negara
lain. Tetapi setiap kali saya memutuskan untuk pindah negara, selalu terjadi
sesuatu yang mengubah pikiran saya, yang akhirnya membuat saya memutuskan untuk
tetap tinggal di sini saja.
1.4. Apa Tujuan
Saya Menulis Buku Ini?
Mungkin
alasan paling kuat mengapa saya terdorong menulis buku ini adalah karena saya
ingin menjelaskan beberapa unsur dalam agama Kristen dan Islam yang telah saya
coba pahami selama bertahun-tahun ini, dan saya berharap bahwa informasi ini
dapat berguna untuk berbagai kalangan. Saat masih kecil, saya merasa sulit
percaya pada ajaran Kristen, karena menurut saya ajarannya sangat tidak logis.
Karena alasan itulah, saya kemudian tidak bisa lagi mempercayai agama apa pun
dan juga tidak percaya pada Tuhan Yang Maha Esa. Saya sering berjumpa dengan
orang yang mengalami masalah serupa, dan tampak jelas bahwa mereka pernah atau
bahkan masih mengalami proses pemikiran seperti yang dulu pernah saya alami.
Karena itulah, saya berharap buku ini dapat membantu mereka menemukan
jawaban-jawaban yang mereka cari selama hidupnya. Saya yakin bahwa mereka akan
dapat menemukan jawaban-jawaban yang memuaskan itu dalam agama Islam.
Saya berharap buku ini akan berguna
untuk berbagai kalangan. Pertama, bagi orang-orang yang lahir sebagai Muslim
dan tidak tahu banyak tentang agama Kristen. Sebagian Muslim mengalami
kesulitan untuk menjelaskan mengapa ajaran Kristen ditolak dalam Islam, jadi
saya ingin memberikan penjelasan tentang hal ini. Kedua, bagi orang Muslim yang
tidak taat dan mungkin sedang berpikir untuk pindah agama menjadi orang
Kristen. Semoga penjelasan yang diberikan di sini dapat menjelaskan mengapa
mereka harus mempelajari Islam lebih dalam, dan bukan mencari agama lain.
Ketiga, untuk mantan pemeluk Kristen yang sedang mempertimbangkan untuk masuk
Islam tapi masih tidak yakin dengan persamaan dan perbedaan antara kedua agama
ini. Keempat, untuk mantan pemeluk Kristen yang telah meninggalkan Gereja,
tidak mengikuti agama apa pun, tapi masih ingin memiliki hubungan dengan Tuhan
Yang Maha Esa. Banyak orang mungkin tidak tahu bahwa orang Muslim menerima
agama Islam sebagai kelanjutan dari agama Kristen dan Yahudi, dan bahwa
Muhammad SAW adalah Nabi yang menggantikan Yesus, Nabi yang melanjutkan ajaran
Nabi-Nabi sebelumnya, dan Nabi Terakhir yang diutus oleh Tuhan.
Saya pernah bertemu beberapa Muslim yang
merasa ragu akan agama mereka sendiri, sebagai akibat dari kurangnya pendidikan
agama di masa kecil. Sebagian dari mereka mungkin mengerjakan shalat hanya
ketika merasa ingin saja (meskipun wajib hukumnya bagi setiap Muslim untuk
mengerjakan shalat lima waktu). Sebagian lagi mungkin tidak mengerjakan shalat
sama sekali. Yang lainnya mungkin merasa dirinya adalah ateis yang tidak lagi
percaya pada Tuhan, meskipun masih mengaku sebagai Muslim di depan orang lain.
Dan sebagian yang lain lagi, boleh jadi justru tertarik untuk mempelajari agama
Kristen. Saya pikir penyebab utama mengapa ada orang-orang yang hidup dalam
kondisi seperti ini pada dasarnya sama: mereka tidak begitu memahami Islam
karena tidak memperoleh pendidikan agama yang baik, atau mungkin orang tua
mereka kurang taat dalam menjalankan ajaran agama, sehingga mereka tidak pernah
mendapatkan pemahaman yang baik tentang Islam.
Saat saya berjumpa dengan Muslim seperti
itu, tampak jelaslah bahwa mereka memang tidak begitu mengenal Islam atau
Kristen, dan karenanya mereka tertarik untuk mengetahui analisis saya mengenai
kedua agama ini. Saya berharap, setelah membaca buku ini mereka akan merasa
lebih percaya diri untuk tetap memeluk agama Islam, dan akan mulai mencari pengetahuan
yang lebih dalam lagi mengenai Islam dari sumber-sumber lainnya.
Saya berharap bahwa mantan pemeluk
Kristen yang telah meninggalkan Gereja namun masih percaya pada Tuhan akan
menemukan beberapa pemikiran baru di buku ini, yang dapat mendorong mereka
untuk mempelajari Islam dengan pikiran terbuka. Begitu mereka belajar lebih
banyak tentang Islam, dan memahami bahwa Islam adalah versi terbaru dari agama
yang sama yang diturunkan kepada Yesus, Musa, Abraham (dan semua Nabi Allah
lainnya) maka saya berharap mereka bisa memiliki pemahaman yang lebih baik
tentang cara orang Islam berhubungan dengan Tuhan yang Maha Esa. Jika seorang
mantan pemeluk Kristen membaca buku ini dan menjadi lebih tertarik pada Islam,
maka saya berharap bahwa ia akan menindaklanjuti dengan membaca lebih banyak
buku lain yang menjelaskan Islam secara rinci. Karena ajaran dasar Islam sudah
banyak tersedia dari sumber lain, maka saya sengaja tidak memasukkan informasi
mendasar tentang Islam dalam buku ini.
Satu hal yang ingin saya tekankan di
sini adalah bahwa buku ini tidak dimaksudkan untuk menghina umat Kristen atau
agama Kristen. Meskipun umat Kristen mungkin akan tidak suka dengan apa pun
yang saya katakan tentang agama mereka, saya sudah berusaha untuk memberikan
pendapat akademis dan bukan pendapat emosional. Sebagai seorang Muslim, saya
yakin tidak ada manfaat yang bisa diperoleh dari menghina agama orang lain, dan
Allah juga melarang kita untuk melakukan hal itu sebagaimana disebutkan di
dalam firman-Nya:
108. Dan janganlah kamu memaki
sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan
memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan
setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah
kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka
kerjakan.
(QS. Al-An’am 6:108)
Mohoni
dipahami bahwa bukanlah tujuan saya untuk menjelaskan segala sesuatunya
mengenai Kristen ataupun Islam di dalam buku ini. Selama bertahun-tahun membaca
dan melakukan penelitian, saya memikirkan cara membuat perbandingan yang jelas
antara kedua agama ini agar dapat dipahami oleh orang awam. Dan sebagai
hasilnya, pada halaman-halaman berikut, saya telah menyusun beberapa elemen
yang saya pikir dapat bermanfaat bagi mereka yang sedang mencoba memahami kedua
agama ini dengan cara yang logis. Karena niat saya adalah untuk fokus hanya
pada dua agama, dan menjelaskan mengapa orang Muslim tidak menerima agama
Kristen, maka ada topik-topik tertentu yang saya putuskan untuk tidak dibahas
sama sekali (agar buku ini tidak menjadi terlalu tebal). Sebagai contoh, tidak
ada bab yang menjelaskan keberadaan Tuhan, karena saya berasumsi bahwa seluruh
pembaca telah mengenal konsep dasar monoteisme, seperti Tuhan Yang Maha Kuasa,
Nabi-Nabi, Kitab-Kitab Suci, para malaikat, Surga, Neraka, Hari Akhir, dan
sebagainya.
1.5. Semua Manusia
Punya Potensi Berperilaku Baik ataupun Buruk
Setelah
menjadi Muslim selama bertahun-tahun, dengan jujur saya katakan bahwa ini
adalah pengalaman menarik yang memiliki berbagai sisi baik dan buruk. Saya
telah melihat orang-orang yang berperilaku dengan cara mulia, karena mereka
adalah Muslim. Tapi saya juga melihat Muslim lain yang tidak peduli jika
perilaku negatif mereka bertentangan dengan ajaran Islam. Saya telah melihat
Muslim yang baik, peduli, jujur, tulus, murah hati dan penuh kasih, dan juga
Muslim yang sebaliknya (orang yang berperilaku sangat buruk). Kita bisa
menemukan kondisi ini dalam setiap komunitas umat beragama karena setiap
manusia dapat memilih untuk berperilaku dengan cara apa pun yang mereka sukai,
terlepas dari apa ajaran agama mereka. Tapi dalam kasus Islam, tampaknya peran
media modern menjadikan sulit bagi semua orang untuk melihat sisi positif Islam
karena hanya kebencian, kematian, dan kehancuran disajikan kepada publik ketika
media membahas perilaku sebagian orang Muslim. Tentu saja, memang ada orang
Muslim yang melakukan tindakan kekerasan, tapi kekerasan tidak hanya dilakukan
oleh orang Muslim, dan kebaikan yang dilakukan orang Muslim yang baik biasanya
tidak menjadi berita karena berita tidaklah menjadi sensasional jika tidak ada
yang meninggal atau meledak! Jadi, tindakan negatif sebagian Muslim yang muncul
di berita tidaklah mewakili mayoritas Muslim yang menjalani kehidupan yang
damai dalam keseharian mereka, dengan pergi ke sekolah, bekerja, menikah,
membesarkan anak-anak, dan menyembah Tuhan dengan cara yang mereka yakini.
Akan tetapi, jika orang Muslim
menganggap dirinya sebagai “penjual” dan produk yang mereka “jual” adalah
Islam, maka akan tampak bahwa banyak orang lain tidak ingin “membeli” apa yang
“dijual” oleh Muslim tersebut. Dengan kata lain, orang Muslim sering kali gagal
“memasarkan” Islam agar agama ini dapat diterima dengan mudah oleh orang lain.
Kalau ada orang Barat yang ingin berdebat dengan saya tentang kebenaran Islam,
maka dia hanya perlu menuding berbagai masalah di Indonesia (seperti korupsi)
dan berkata, “Bukankah hal itu membuktikan bahwa agama anda tidak baik?” Tentu
saja yang dia komentari itu adalah perbuatan manusia, dan bukan ajaran Islam.
Tetapi untuk meyakinkannya tidaklah mudah karena pertanyaan berikutnya adalah:
"Jika perilaku itu memang dilarang dalam agama Anda, maka mengapa hal itu
begitu umum dilakukan?"
Jawabannya adalah bahwa apa pun yang
diperintahkan oleh Tuhan, tidak akan dipatuhi oleh kebanyakan manusia. Contoh
terbaik adalah Nabi Adam, yang hanya dilarang melakukan satu hal saja: makan
buah terlarang. Tapi coba tebak apa yang Adam lakukan? Ya, benar! Meski diberi
satu larangan saja, Adam, seorang Nabi Allah, toh melanggarnya! Kita tidak
berbeda dengan Adam. Tapi banyak orang di era modern ini cepat menghakimi Islam
berdasarkan perilaku sebagian pengikutnya, sehingga "Islam"
mendapatkan reputasi buruk, karena banyak Muslim yang berperilaku buruk.
Padahal banyak juga orang Kristen, Hindu, Budha, Yahudi, dan pengikut
agama-agama lain yang juga berperilaku buruk dan tidak mengikuti ajaran
agamanya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Pada dasarnya, setiap orang dengan
agama apa pun mungkin saja berperilaku dengan cara yang negatif. Tetapi media
modern tampaknya lebih senang menyoroti contoh-contoh negatif dari orang
Muslim, tanpa memperhatikan bahwa pengikut agama-agama lain mungkin berperilaku
sama buruknya atau bahkan lebih buruk.
Jadi menurut saya, sebagai orang Muslim
kita memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan Islam dengan cara terbaik agar
dapat lebih mudah dipahami oleh orang yang ingin tahu tentang Islam. Cara
termudah bagi kita untuk melakukan tugas itu adalah dengan menunjukkan Islam
melalui perilaku kita. Jika kita dapat melakukan strategi ini, maka orang lain
mungkin akan mulai memandang Islam dengan cara yang lebih baik karena mereka
melihat kebenaran Islam melalui tindakan-tindakan kita. Setelah itu, kita perlu
menjelaskan dengan gamblang mengapa kita meyakini Islam, dan bagaimana Islam
memandang agama lain, khususnya agama Kristen sebagai agama monoteisme terdekat
dengan Islam. Agar dapat melakukan tugas itu, seorang Muslim harus memahami
masalah-masalah yang berkaitan dengan agama Kristen dari sudut pandang agama
Islam sehingga sanggup berbincang dengan cara yang konstruktif tentang kedua
agama itu. Jika kita berhasil dalam “memasarkan” agama Islam dengan cara ini,
maka mudah-mudahan jumlah musuh Islam akan berkurang dan jumlah penganut Islam
akan bertambah.
Dalam bab-bab berikut ini saya akan
berusaha menjelaskan sejelas-jelasnya tentang bagaimana agama Islam memandang
agama Kristen dan kemudian menjelaskan mengapa orang Muslim meyakini Islam
sebagai satu-satunya agama yang benar di sisi Tuhan. Saya harap Anda dapat ikut
merasakan perjalanan yang mencerahkan ini! Mari kita mulai.