Search This Blog

Labels

alam (8) amal (100) anak (299) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (8) dakwah (87) dhuafa (18) for fun (12) Gene (222) guru (61) hadiths (9) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (52) indonesia (570) islam (557) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (357) kesehatan (97) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (52) my books (2) orang tua (8) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (503) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (11) pesantren (34) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (179) Sejarah (5) sekolah (79) shalat (9) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

08 December, 2007

Padang: Siswi Non-Muslim Dipaksakan Berjilbab


Assalamu’alaikum wr.wb.,

Masih ingat ayat ini?

[QS. 33:59] Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.

Kalau berita di bawah memang benar, ayat ini tidak dituruti di Padang. Ayat ini mengatakan bahwa muslimah akan memakai jilbab sendiri karena itu merupakan perintah Allah, dan supaya mereka itu mudah DIKENAL sebagai Muslimah. Bagaimana kalau ada perempuan lain yang beragama Kristen yang “diwajibkan” ataupun dibujuk dengan cara yang halus atau kasar supaya memakai jilbab juga? Bukannya Allah perintahkan wanita Muslim saja untuk memakainya supaya dikenal sebagai hamba Allah? Bagaimana kalau semua orang non-Muslim juga menggunakannya? Dan kenapa laki-laki Kristen tidak “diwajibkan” memakai baju koko dan peci sekaligus?

Bagaimana kalau para pelacur juga menggunakan jilbab? Jangan ketawa, hal ini sudah terjadi di Somalia. Dulu, si sana, para pelacur tidak berjilbab, dan karena itu mereka dengan mudah menjadi sasaran polisi. Supaya tidak ketahuan sebagai pelacur, mereka juga mulai menggunakan jilbab (disebut buibui, dan menutupi seluruh bagian tubuh atas) supaya tidak diganggu, dan berhasil sampai sekarang. Justru polisi yang menjadi marah, karena seorang ibu yang salehah tidak bisa dibedakan dengan pelacur, sehingga ibu rumah tangga juga bisa ditangkap dengan tuduhan pelacuran. Warga setempat juag menjadi marah, tetapi kemarahan mereka sia-sia. Mereka tidak bisa marahi semua perempuan yang menutup aurat, jadi bagaimana mereka bisa memilih antara pelacur dan non-pelacur? (See: Sex clothes anger Kenyan Muslims).

Bagaimana kalau hal seperti ini terjadi juga nanti di Padang (dan di wilayah2 lain di Indonesia yang sudah membuat “Perda Syariah”)? Ini efek samping dari niat baik pemerintah daerah yang menjadi terlalu ketat dalam mengatur kehidupan pribadi masyarakat, padahal tidak perlu. Biarkan wanita Muslim memilih sendiri untuk memakai jilbab, sesuai dengan agamanya, dan biarkan wanita Kristen tidak memakai jilbab, sesuai dengan keyakinan mereka juga.

Dalam berita ini, memang guru sekolah yang memaksakan anak non-Muslim berjilbab, tetapi itu hanya terjadi karena Pemda merasa berhak untuk memaksakan semua anak Muslim berjilbab. Dan oleh karena itu, anak Kristen yang tidak berjilbab dibujuk gurunya untuk mematuhi perda itu juga.

Islam tidak perlu “dipaksakan” pada orang yang beda agama, dan juga tidak perlu dipaksakan pada kita yang Muslim. Kalau isteri dan anak saya berjilbab atau tidak, seharusnya itu bukan urusan pemerintah, tetapi urusan pribadi kami sekeluarga. Apa kira2 manfaatnya kalau seorang isteri memakai jilbab supaya tidak ditangkap polisi, tetapi dalam hati dia tidak peduli, dan kalau polisi tidak ada, dia membuka jilbabnya karena merasa “aman” dari ancaman polisi? Apakah mungkin dia menjadi lebih mencintai Allah kalau aturan agama Islam dipaksakan terhadapnya oleh pemerintah? Menurut saya, lebih baik kalau ibu itu diajarkan dengan kata2 yang baik dan halus sehingga dia menjadi sadar dan ingin memakai jilbab sendiri. Dengan demikian, dia tidak ingin tinggalkan jilbabnya dengan adanya polisi di dekatnya atau tidak.

Wassalamu’alaikum wr.wb.,

Gene

14 September 2007 - 15:27

“Busana Muslim” Membuat Siswi-Siswi Non-Muslim Merasa Tidak Nyaman

PADANG, Sumatra Barat (UCAN) -- Stefanus Prayoga Ismu Rahardi merasa sedih melihat kedua putrinya yang merasa tidak nyaman saat harus mengenakan jilbab sebagai bagian dari seragam sekolah.

"Pertama kali saya melihat anak-anak saya memakai jilbab, saya kasihan karena ada perasaan tertekan dalam batinnya,” kata bapak dari tiga anak perempuan itu kepada UCA News, 25 Agustus. “Mereka tidak tahu cara memakai jilbab dan jadi uring-uringan,” kenangnya. “Mereka merasa tidak nyaman.”

Agustina, anak perempuan tertuanya, menempuh studi di sebuah sekolah menengah umum negeri. Putri keduanya, Yashinta, menempuh studi di sebuah sekolah menengah umum kejuruan negeri. Kedua sekolah tersebut berada di Padang, ibukota Propinsi Sumatra Barat.

Bapak berusia 44 tahun itu menceritakan bahwa pada bulan Juli, hari-hari pertama tahun ajaran sekolah, para guru sering bertanya kepada kedua anaknya mengapa mereka tidak memakai jilbab di sekolah. “Saya katakan kepada mereka agar memakai jilbab,” lanjutnya, sehingga mereka tidak akan menjawab pertanyaan yang sama terus menerus. Namun ia juga menyarankan kepada mereka agar menganggap jilbab hanya sebagai “asesoris.”

"Mereka berada dalam situasi yang sulit. Mereka tidak punya pilihan,” jelas Rahardi, anggota Paroki St. Fransiskus dari Asisi di Padangbaru.

Rok panjang dan kemeja lengan panjang yang merupakan karakteristik dari busana Muslim memang lebih rapi dan sopan dibandingkan rok pendek dan kemeja lengan pendek yang umum dipakai para siswi di daerah lain, katanya mengakui. “Tetapi saya keberatan jika para siswi non-Muslim harus memakai jilbab, karena jilbab di sini masih dianggap identik dengan Islam.”

Sejak 2002, hampir semua 19 kabupaten dan kota di Propinsi Sumatra Barat telah memberlakukan Peraturan Daerah (Perda) atau instruksi walikota dan bupati yang menetapkan busana Muslim bagi para pelajar Muslim.

Kabupaten Solok, misalnya, mengeluarkan Perda No. 6/2002. Sementara itu, Kabupaten Limapuluh Kota, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung dan Kabupaten Agam masing-masing memiliki Perda No. 58/2003, Perda No.2/2003, dan Perda No. 6/2005.

Walikota Padang Fauzi Bahar mengeluarkan sebuah instruksi yang mewajibkan semua pelajar Muslim dari sekolah dasar hingga sekolah menengah umum untuk memakai busana Muslim.

Bonifasius Bakti Siregar, staf Dirjen Bimas Katolik Propinsi Sumatra Barat, mengatakan bahwa persyaratan semacam itu memiliki dampak psikis yang kuat terhadap para siswi non-Muslim, yang akan tampak berbeda dari kebanyakan teman-teman kelas mereka jika mereka tidak memakai busana Muslim.

Para siswi non-Muslim di sekolah-sekolah negeri mendapati diri mereka dalam sebuah situasi yang sulit, katanya kepada UCA News. ”Mereka ingin memilih sekolah swasta yang dikelola Protestan atau Katolik yang tidak memberlakukan peraturan pemakaian jilbab, namun sekolah-sekolah ini tidak ada di kabupaten atau kota itu.”

Pusat Studi Antar-Komunitas (PUSAKA) di Padang melakukan sebuah survei pada April-Oktober 2006 di kalangan para siswi non-Muslim di enam kabupaten dan kota yang berpenduduk mencakup Muslim dan umat beragama lain. Survei ini mengungkap bahwa meskipun Perda tentang wajib berbusana Muslim diterapkan hanya untuk pelajar Muslim, tapi kenyataannya setiap pelajar wajib memakai busana Muslim.

Seorang responden adalah Nova Hungliot Simarmata, siswi beragama Katolik dari SMU Negeri II di Kabupaten Pesisir Selatan. Ia menjelaskan bahwa sekolahnya mulai mewajibkan para pelajar untuk memakai busana Muslim tahun 2005.

Memakai jilbab membuat dia tidak nyaman. "Bagaimana rasanya, seorang Katolik seperti saya harus mengenakan jilbab, yang merupakan ciri khas Islam itu?” tanyanya. “Tapi saya tidak punya pilihan. Saya harus patuh dengan peraturan sekolah."

Survei itu melaporkan bahwa Nova dan orangtuanya awalnya tidak mematuhi peraturan tersebut, tapi seorang guru sering mendesak Nova untuk memakai jilbab. “Apa salahnya mengikuti peraturan yang ditetapkan pemerintah,” kata guru itu.

“Pertama kali memakai jilbab, saya merasa sangat risih sebab pakaian ini rasanya asing bagi saya,” kata Nova. “Masyarakat umumnya berpandangan bahwa dengan memakai pakaian model itu saya dianggap beragama Islam.”

Menurut Nelty Anggraini, seorang peneliti beragama Islam dari PUSAKA, laporan survei itu mengungkap bahwa Perda tentang wajib busana Muslim tidak menjamin hak-hak kelompok minoritas.

“Para pelajar non-Muslim, yang jumlahnya sangat kecil, tidak memiliki daya untuk tidak patuh. Demi alasan supaya seragam, terpaksa mereka mematuhi peraturan itu,” katanya kepada UCA News.

-END-

Sumber: Mirifica e-News

10 comments:

  1. Assalamualaikum Wr Wb

    Pak Gene...dan segenap khalayak yang mungkin mau baca selintas komen saya yang mungkin tidak berarti ini....numpang lewat saja....

    terimakasih banyak atas artikel ini sehingga membuka mata kita tentang satu sisi dampak pemberlakuan dari suatu Perda yang berusaha menerapkan syariah Islam, saya katakan satu sisi berarti saya berasumsi pasti ada sisi lain dibalik semua itu yang berarti mungkin mesti ada banyak pembelajaran dan perbaikan disemua sisi baik bagi Perda maupun pelaksana maupun daerah yang tidak menerapkan Perda berlandaskan syariah Islam.

    semua kita juga sepertinya harus sama-sama membuka mata dan telinga sehingga sama-sama bisa mencari jalan keluar terbaik bukannya memperuncing suatu perbedaan antara muslim dan non muslim.
    kita sama-sama harus bisa saling menghormati tetapi bukan berarti harus melaksanakan aturan agama yang bukan pegangan hidup kita. saling memberi kesempatan pada masing-masing pemeluk agama untuk dapat melaksanakan ajaran agamanya. misalnya orang muslim bebas menjalankan ajarannya dinegara manapun dia berada, berhak untuk mendapatkan garansi kehalalan makanan, menutup aurat dll, dan memperoleh lingkungan yang terjaga dari hal-hal yang mengumbar aurat di TV maupun di lingkungan hidup begitu juga umat Islam terhadap umat lainnya (saya kurang bisa menyebutkan ritual agama lain jadi kurang dapat bisa berkomentar bagaimana cara menghormatinya mungkin harus mengkaji banyak literatur dan fatwa ulama MUI misalnya tentang pluralisme dan mengucapkan selamat hari raya bagi non-muslim-mesti banyak mengkaji lagi). Akan tetapi bukan berarti saya setuju dengan memaksakan orang non muslim utk menggunakan jilbab tetapi agar dengan realita ini kita bisa membuka mata dan telinga untuk saling bisa menjaga kepentingan umat beragama dan semua bisa berjalan tenang dan damai, saya juga belum tahu dan harus mencari tahu bagaimana dulu Rasulullah bisa menjadi pemimpin yang dicintai semua umat beragama tetapi bukan berarti menjadi tidak menerapkan syariat di negara pimpinannya waktu itu bahkan beliau pemimpin umat Islam seluruh dunia waktu itu (mohon direvisi jika saya salah). Mungkin dari Rasulullah kita bisa berkaca cara beliau memimpin umat yang juga plural meski muslim tetap mayoritas.

    Saya juga sudah sejak lama mendengar dan membaca kisah-kisah pemurtadan di Padang pada sejumlah banyak muslimah berjilbab dengan cara yang tidak bisa ditangkap dengan logika alias ghaib (mungkin sihir) wallahu'alah bishowab,yang saya ketahui sendiri secara tidak sengaja bahkan di Jakarta sendiri seorang siswi SMA di Bis menjadi ingin murtad tiba2 setelah telinganya dihembuskan kata2 tertentu di telinganya oleh seorang Bapak2 dan akhirnya siswi ini di Ruqyah Syar'iyyah dan memang benar dia bereaksi seperti melakukan ritual agama tertentu yang berarti mungkin dimasukkan jin agama tersebut lewat hembusan nafas bapak itu karena setelah peristiwa penghembusan itu dia menjadi sering mimpi di lakukan ritual pemurtadan dan dibawa paksa ke tempat umat agama tertentu beribadah menjadi tidak mau sholat dll. (sekedar sekelumit cerita)

    Kembali lagi bukan masalah mencari siapa yang salah dan siapa yang benar tetapi semua dikembalikan ke itikad baik dari masing-masing umat beragama apapun untuk bisa saling tidak memaksakan kehendak dalam hal agama dengan cara apaun baik yang bisa ditangkap logika maupun yang tidak bisa ditangkap logika (kecuali mau kembali pada hadits dan Al-qur'an ada semua tuntunannya dan bisa dimengerti oleh orang yang mau berfikir dan mengkaji).

    Kita harus sama-sama mencari solusi untuk dunia yang lebih baik bukan hanya berhenti pada pemunculan fakta bahwa umat A dzolim kepada umat B lalu sebaliknya dimunculkan kembali umat B lah yang juga dzolim pada umat A...kalau orang Jawa bilang ini "pokrol" alias omong pepesan kosong...sayang kan....padahal sudah ada niat baik dari masing2 pihak yang sebenarnya semuanya punya kepedulian terhadap umat Islam, cuma cara penyampaiannya aja yang berbeda sudut pandang tetapi semuanya berkehendak untuk perbaikan umat Islam..... coba deh diskusi dulu cari titik temunya...(ini bagi yang peduli)...

    Wallahu'alam Bishowab.

    Wassalamualaikum Wr Wb.

    Al-Fakir, Adh-Dhoif (miskin ilmu dan miskin pengetahuan hanya sekedar berusaha menuju menjadi lebih baik).


    -Dini-

    ReplyDelete
  2. Salah satu anugrah terbesar manusia, yang diberikan Sang Khalik adalah kebebasan untuk memilih( free will). Manusia sebagai mahluk yang derajatnya lebih tinggi di bandingkan dengan Mahluk ciptaanNya yg lain, bisa memilih bagaimana mengambil keputusan, menjalani kehidupan termasuk bagaimana memilih untuk menjalani takdir hidupnya sendiri…keistimewaan ini hanya dimiliki manusia, bahkan malaikat pun tidak diberi kebebasan seperti ini..Mahabaik Engkau Tuhan.

    Nah lalu, bagaimana kaitannya dengan konteks “jilbab” tadi yg ditulis Dr. Gene, seperti tertulis dalam Al Qur’an dan yang disepakati oleh para Ulama adalah bahwa setiap orang, baik pria atau wanita, diwajibkan untuk menutup aurat.
    Dan bukan hanya selama mengerjakan shalat saja, melainkan ketika berhadapan dengan lawan jenis yang bukan mahram.
    Sementara, batasan aurat wanita itu adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan kedua tapak tangannya. Batasan ini sudah sampai tingkat ijma' dari kebanyakan para ulama. Sehingga bukan pada tempatnya lagi untuk diperdebatkan. Jadi untuk umat muslim tentu wajib hukumnya, namun untuk saudara kita yang non muslim,..tentu saja lain. Jikalau memang benar pelaksanaan dari Perda tadi itu “dipaksakan” kepada saudara-saudara kita yg non muslim tentu saja hal itu sudah pasti tidak benar dan menyalahi “hak dasar” manusia tadi, melanggar kode etik tatanan kehidupan manusia (seperti: hak menjalani kebebasan beragama) yang biasa kita kenal dengan istilah hak asasi manusia, juga menyalahi aturan hukum & undang-undang seperti tertuang dalam keterangan dibawah ini.

    Hak asasi manusia, sendiri adalah hak-hak yang telah dimiliki seseorang semenjak ia lahir dan merupakan pemberian dari Tuhan (menurut pengertian dari deklarasi HAM PBB). Dasar-dasar HAM sendiri juga tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat dan juga di Indonesia sendiri pun sudah tertuang dalam UUD 45 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1,pasal 28,pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1 & pasal 31 ayat 1.
    Contoh hak asasi manusia (HAM):
    •Hak untuk hidup.
    •Hak untuk memperoleh pendidikan.
    •Hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain.
    •Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama.
    •Hak untuk mendapatkan pekerjaan.
    •Hak untuk kebebasan beragama

    Untuk lebih detail,silakan kunjungi http://en.wikipedia.org/wiki/Human_rights

    dari hamba sahaya,,yg juga tidak mengerti apa-apa,kosong ilmu, kurang pengetahuan,,hanya ingin bersilaturahim dengan saudara-saudaraku. Termasuk Dr.Gene
    yang saya dengan baik, sebagai orang jujur,lurus, tegas, lugas,spontan dan kritis(Karena bagaimanapun beliau dibesarkan oleh pola pikir orang-orang barat yang demokratis dan kritis dalam mengemukakan pendapat)
    ..Semoga Tuhan Yang Maha Pemurah Memberkati kita semua. ~ Salam ~

    ReplyDelete
  3. Assalamu’alaikum Wr. Wb.

    Sehubungan dengan adanya beberapa kalimat dalam komen saya sebelumnya yang agak sedikit mengganggu saya dan mungkin dapat menimbulkan kesalahan persepsi bagi yang bersedia sekilas membaca, maka berikut sekedar meluruskan misalnya, pada kata-kata “jin agama tersebut” maksudnya bukan berarti ada agama yang menghalalkan menggunakan sarana mahkluk ghaib untuk memurtadkan umat agama lain, akan tetapi maksud saya mungkin hanya ada segelintir ‘oknum’ yang mengaku dari agama tersebut, karena saya yakin tidak ada agama yang menghalalkan cara sekeji itu dengan menyengsarakan orang lain agar mau menjadi pengikutnya.

    Yang kedua kata-kata saya yang mengatakan bahwa hak umat Islam untuk mendapatkan perlindungan haknya untuk mendapatkan tontonan dan lingkungan yang terjaga dari pengumbaran aurat maksudnya adalah di negara yang mayoritas umat Muslim (sebab kalau di negara non-muslim masalah ini saya kurang paham juga bagaimana bisa mendapatkan hak ini sebab Muslim minoritas, lagipula dari beberapa artikel yang saya baca dari majalah maupun internet sudah ada beberapa negara dimana muslim adalah minorotas justru lebih menghormati tentang hak muslim untuk menjalankan syariat dibanding di Indonesia yang muslimnya mayoritas, yang saya tahu contohnya mereka pemerintahnya justru lebih aware tentang produk2/restoran bersertifikasi halal, jangan keburu menjustifikasi negara non muslim dulu padahal orang muslim di Indonesia sendiri juga belum banyak terlalu peduli tentang masalah produk bersertifikasi halal ini saja contohnya bahkan dan belum ada segi legalitas yang berkekuatan hukum tetap yang dapat memayungi hak umat muslim untuk mendapatkan makanan halal hanya fatwa MUI saja yang sifatnya tidak mandatory bagi produsen atau pelaku bisnis, juga sudah ada negara Eropa yang menerapkan prinsip syariah pada asuransinya yang dapat maju pesat meskipun tidak disebutkan dalam produknya bahwa perusahaannya mengambil nilai perhitungan dari asuransi syariah, ironinya di negara Indonesia produk syariah malah kurang populer. Yaah...anggap saja negara ini sedang berproses, semoga prosesnya menunjukkan progres yang positif).

    Yang ketiga pada kata-kata saya yang mengatakan bahwa “semua bermaksud untuk peduli dan untuk menjadi umat Islam menjadi lebih baik” itu me-refer pada umat Islam yang berbeda pendapat yang sama-sama mengutarakan fakta bahwa umat A atau umat B-lah yang mendzolimi satu sama lain dan bisa juga me-refer pada umat agama lain yang kritis terhadap sikap umat Islam kalau kita mau mengambil nilai positifnya bisa jadi mereka dijadikan sarana untuk menjadikan diri lebih baik, lagi pula bukan tidak mungkin bahwa selama ini merekalah yang sudah menjalankan nilai2 Islam secara tidak sadar sebab Islam kan Universal untuk Rahmatan Lil Alamin jangan2 malah kita yang Muslim belum bisa menerapkan syariah Islam di negara kita ini. Kalau bibit Islam yang subur bisa tumbuh di ladang mereka yang bisa jadi sudah subur dengan nilai2 yang mereka terapkan seperti budaya disiplin etc lalu apakah negara kita sudah menjadi ladang subur bagi tumbuhnya nilai-nilai Islam...?

    Uuups jadi melebar kemana2,saya tidak terlalu tahu banyak kok ... Sebenarnya saya minder komentar seperti ini soalnya Pak Gene pasti lebih tahu...tetapi siapa tahu yang lain juga mau baca komentar yang ndak berarti ini...bagi yang sudah tahu hitung2 saya Cuma mengutarakan persepsi saja....barangkali ada yang mau menambahkan atau menyempurnakan ...monggo kerso...silahkan....

    Maaf terlalu panjang, mumpung saya lagi rajin.....hehehe

    Al-Fakir, Adh-Dhoif
    (miskin ilmu, miskin pengetahuan hanya berusaha menuju lebih baik)

    Wassalamu’alaikum Wr Wb.

    -Dini-

    ReplyDelete
  4. Karena balasan saya menjadi panjang, saya membuat post baru: Komentar Perda Syariah. Silahkan membaca.

    ReplyDelete
  5. Assalamu'alaikum Wr.Wb

    "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (islam) karena telah jelas jalan yang benar dari pada yang sesat.Maka barang siapa yang ingkar kepada Thaghut (berhala,setan dan lain-lain) dan beriman kepada Allah,berarti ia telah berpegang teguh kepada tali yang kukuh dan tidak akan putus.Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
    Q.S(Al Baqarah :256)

    Dari ayat diatas firman Allah sangat jelas bahwa tidak ada paksaan untuk memasuki agama islam.Begitupun yang di contohkan oleh Nabi kita Muhammad SAW.Beliau tidak pernah membawa islam dengan paksaan apalagi dengan kekerasan kepada umat manusia.
    Kalaupun di padang menerapkan perda syariah yang salah satunya mewajibkan umat muslim KHUSUSNYA UNTUK WANITA MUSLIM untuk menggunakan jilbab untuk menutup aurat mereka,kita seharusnya berfikir positif saja karena semua pastinya untuk kebaikan mereka sendiri bukan untuk siapa2.
    Yang tidak tepat adalah memaksa non-muslim untuk memakai jilbab.Itu yang harus digaris bawahi dan yang menjadi masalah bukan perda syariahnya.Selama perda syariah di padang itu sesuai dengan apa yang di syariatkan islam yang di bawa Nabi kenapa mesti dipersoalkan,mereka mempunyai niat baik.Dan memangnya perda syariah dipadang memerintahkan yang non-muslim untuk mengenakan jilbab juga???.Atau hanya sekolah2 itu saja yang menyuruh bahwa non-muslim juga diharuskan mengenakan jilbab?.Dimana guru memaksa muridnya yang non-muslim untuk mengenakan jilbab.Berarti disini yang salah adalah sekolah dan guru yang meng-salah artikan maksud perda tersebut.Yang sebenarnya sama sekali tidak mempunyai unsur untuk memerintahkan non-muslim mengenakan jilbab sebagaimana seorang muslim.
    Wallahu'alam bishowwab
    Wassalam

    ReplyDelete
  6. Betul Pak/Ibu. Terima kasih komentarnya.
    Sudah jelas bahwa guru sekolah ini yang salah. Tetapi mereka hanya bisa menjadi berlebihan seperti ini karena ada perda syariah. Dengan melihat semua masalah yang melanda negara ini, saya kira pakaian wanita termasuk persoalan yang paling kecil. Saya tidak bisa berfikir positif kalau ada pemda yang ingin mengatur pakaian saya atau isteri saya (kalau punya isteri), sedangkan mereka tidak siap mengatur korupsi di dalam rumah tangga mereka. Saya tidak ingin berikan hak kepada mereka untuk mengatur kehidupan pribadi saya. Saya tidak setuju kalau mereka boleh mengatur kapan saya sholat, kapan saya melakukan haji, buku apa yang saya baca, rumah yang saya tinggali, kapan saya atau isteri saya boleh menginjak jalan, baju saya, baju isteri saya, gaya rambut saya, dan seterusnya. Saya tidak menanggap itu hak pemda untuk mengatur hal-hal seperti itu. Dan bila mereka katakan memang hak mereka “untuk kepentingan saya”, maka saya akan berprotes dan melawan mereka.
    A: “Bapak harus berjenggot, karena ini merupakan kewajiban bagi laki-laki Muslim. Bila dicukur, bapak dicambuk.”
    B: “Bulu saya sedikit, kalau berjenggot, kelihatannya aneh, dan tidak rapi.”
    A: “Ini untuk kepentingan ummat Islam. Bapak tidak boleh menolak. Kalau tidak nurut, dicambuk.”
    B: “Oke, saya turut. Sekarang saya sudah punya jenggot, tetapi supaya tidak terlalu panjang, saya potong pendek saja supaya lebih rapi.”
    A: “Ada perda baru pak. Seorang bapak yang mencukur jenggot akan diambuk karena melanggar syariah Islam. Sekaligus, gunting dan silet masuk daftar barang yang tidak boleh dijual bebas untuk mencegah orang mencukur jenggotnya. Kalau bapak mau memiliki gunting atau silet, harus ada izin Pemda dan harus menunjukkan alasan jelas tentang kenapa barang haram itu ingin dimiliki.”

    Mau Indonesia menjadi seperti ini? Jangan ketawa, di bawah Taliban di Afghanistan, ada laporan dari pengungsi bahwa sebagian anak muda dihajar dengan batangan kayu karena jenggotnya “kurang panjang”. Seorang anak lapor ke wartawan, bahwa dia berusaha menjelaskan bahwa umurnya baru 16 tahun sehingga jenggot baru sedikit dan halus. Alasan itu tidak diterima dan dia tetap di hajar. Perda Syariah versi Taliban. Saya tidak mengenal “Islam” seperti ini: jenggot dan jilbab diatur, tetapi korupsi dan kegiatan illegal lainnya berjalan seperti normal. Makanya, saya berprotes.

    (Saya juga membuat post baru: Komentar Perda Syariah. Silahkan membaca.)

    ReplyDelete
  7. Assalamu'alaikum wr. wb.

    Ini Perda apa masih berlaku ya?? Saya ketinggalan bacanya. saya setuju bahwa berjilbab tidak boleh dipaksakan, harus diniati dari hati sendiri karena Allah. Saya ada temen waktu kuliah pakai jilbab karena disuruh sang ayah. Berjilbab karena tidak dari hati sendiri malah bikin malu sesama wanita berjilbab. Masak orang berjilbab mengugurkan kandungan berkali-kali. Bergaul dengan anak laki-laki lebih parah dari orang yang nggak berjilbab.

    Apalagi berjilbab dipaksakan kepada orang non-muslim yang sama sekali tidak tahu-menahu dan tidak merasa wajib memakai jilbab oleh agama yang mereka anut, pasti tidak merasa nyaman. Wanita muslim yang tahu kalau menutup aurat dan memakai jilbab itu wajib masih banyak yang tidak mau mengikuti.

    Pemerintah seharusnya jangan ikut campur untuk urusan yang berkaitan dengan agama seseorang. Biarlah agama menjadi urusan antara hamba dengan Tuhan.

    Wassalam

    ReplyDelete
  8. Ass,,,


    maaf sebelumnya,,,
    saya sangat prihatin dengan keadaan dunia yang morat marit seperti ini. Bukankah kita tinggal di Indonesia yang [katanya] menjungjung hak" azazi manusia???
    Bukankah kita juga diajarkan untuk saling menghormati dan menghargai antar manusia???
    Saya prihatin,,, mengapa saat ini agama dijadikan sebagai alat politik,,,
    kemana perginya hak asasi???
    Tolong,,, hormati masing" umat,,, jangan memaksakan sesuatu yang 'bagi Anda dan pemerintah' baik,,,
    tapi itu belum tentu 'baik' untuk mereka,,,
    Saya melihat,,, 'mereka' CUKUP menghargai ajaran Islam di Indonesia,,,
    tapi mengapa kita sebagai kaum muslim justru seperti ini???
    Biarkan mereka menjalankan ajaran mereka,,, dan kita menjalankan ajaran kita,,,
    Kalo diteruskan,,, nggak akan gathuk [nyambung]...

    Jangan selalu merasa benar...
    Tengz...

    ReplyDelete
  9. Banyak orang mencari kemuliaan dengan berbagai cara. Ada yang mencari kemuliaan dengan memakai apa yang ada di luar kepalanya, tapi ada juga yang menggunakan apa yang ada di dalam kepalanya. Yang jelas, masing2 jangan sampai menganggu satu sama lain. Apalagi sampai memaksa non-muslim, lha wong sesama muslim saja tidak boleh memaksa, karena ya itu tadi, banyak cara menuju kemuliaan.
    Yang terjadi biasanya begini :
    - Yang pakai jilbab dan yang pro jilbab, selalu memaksa yang belum pakai jilbab (sesama muslim. Ini baru sesama muslim lho. Kalau sudah maksa yang non-muslim, ini juga keterlaluan.).
    - Yang tidak pakai jilbab, biasanya menghargai yang pakai jilbab.
    No offence, karena ini pengalaman pribadi.

    ReplyDelete
  10. Ha ha ha... kadang2 saya geli mendengar orang bertengkar gara2 jenggot. Ya Allah, ada apa yang salah dengan umat Islam? Orang bule yang non muslim udah banyak ke bulan, sedangkan kita masih berkutat dengan masalah jenggot.
    Ada teman saya tidak suka dipaksa berjenggot, tapi dia sendiri maksa semua muslimah untuk berjilbab.

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...