Re: [Klub Guru Indonesia] Guru Di Inggris Boikot Ujian Nasional
Assalamu'alaikum wr.wb.,
Di milis SD-Islam, dan juga di Milis Klub Guru Indonesia, kami sedang membahas tindakan guru di Inggris yang memboikot Ujian Nasional di sana. Saya bertanya kenapa guru Indonesia tidak bisa kompak dan memboikot UN di sini juga. Di milis, ada teman yang membalas bahwa guru di barat tidak mengambil risiko, karena ada banyak tunjangan dari negara (kesehatan, sosial, pengagguran) yang membuat perjuangan mereka mudah. Di sini tidak sama, katanya. Di bawah ini adalah balasan dari saya. Mungkin bermanfaat untuk dipikirkan oleh para orang tua dan kayarwan yang bukan guru. – Gene.
########
Saya ingin menjawab komentar ini. (dari teman di milis SD Islam).
Maaf jadi sedikit panjang, biar lengkap.
[kutip] **** Pak Gene membandingkan keberanian para guru di Inggris untuk mogok dan para guru di Indonesia yang tidak punya nyali untuk melakukan hal yang sama; hal yang menurut saya jelas tidak tepat. Jelas situasi dan kondisi para guru di Inggris (Inggris Raya) jauh berbeda dengan para guru di Indonesia. Misalnya, kalau ada guru di sana yang -karena satu dan lain hal- kehilangan pekerjaannya/pendapatan utamanya, dia masih bisa memperoleh tunjangan hidup. Hal seperti ini tidak/belum (berpikir positif!) ada di Indonesia. Ini hanya satu contoh saja, masih ada beberapa perbedaan-perbedaan lainnya yang tidak bisa begitu saja diabaikan.****
Saya paham apa yang dimaksudkan oleh penulis. Tetapi mungkin saya bisa anjurkan agar para pembaca belajar sedikit lebih tentang sejarah serikut buruh di negara2 barat. Serikat buruh itu sudah dibentuk dari 200-300 tahun yang lalu. Tetapi banyak yang gagal, karena pada zaman itu komunikasi sulit, kekompakan tidak bisa dibentuk secara mudah, dan juga karena keterbatasan pribadi para buruh tersebut.
Tetapi mulai dari 150 tahun yang lalu, serikat menjadi lebih serius. Banyak yang menyadari penderitaan yang dialami oleh semua, dan mereka juga menyadari bahwa sebenarnya mereka LEBIH KUAT daripada pemilik usaha atau pemerintah. Pemilik usaha hanya satu orang, dan pemerintah hanya beberapa ratus orang. Sedangkan dalam satu serikat buruh, bisa terkumpul ratusan ribu orang yang punya tuntutan yang sama. (Yang paling umum adalah gaji, kondisi kerja yang aman, dsb.) Serikat buruh dan serikat guru tidak jauh beda, tetapi prinsipnya sama.
Kalau kita lihat sejarah, 100 tahun yang lalu, ada banyak sekali buruh yang gabung dalam serikat untuk menuntut hal2 yang sekarang kita akan anggap wajar2 saja. Tetapi pada zaman itu, belum ada hukum yang melindungi mereka. Jadi, mereka harus kerja dalam kondisi yang sangat berbahaya, ada yang kerja 7 hari tanpa libur, ada yang kerja 14-18 jam per hari, ada yang kerja tanpa jaminan kesehatan, ada yang didorong untuk membawa anaknya untuk ikut kerja (dengan gaji yang kecil sekali), ada yang bisa dipecat secara sepihak, tanpa peringatan dan tanpa tunjangan. Dan seterusnya.
Akhirnya, mereka mulai bergabung, membentuk serikat buruh, dan melawan pemerintah atau pengusaha swasta supaya mereka bisa mendapatkan kehidupan yang lebih layak. (Dan kalau serikat saat itu melawan pengusaha swasta, pemerintah selalu turun tangan untuk membantu PENGUSAHA, bukan rakyat. Jadi melawan pemilik perusahaan swasta dan melawan pemerintah adalah hal yang hampir sama.
Pada saat itu, 100 tahun yang lalu, TIDAK ADA JAMINAN APAPUN BAGI MEREKA! Tidak ada jaminan bagi orang pengangguran (sekarang ada), tidak ada jaminan sosial atau kesehatan (sekarang ada.) Dan salah satu alasan kenapa ADA jaminan2 tersebut sekarang, adalah karena 100 tahun yang lalu, ada orang yang BERANI untuk berjuang, dengan mengambil risiko besar sekali terhadap diri mereka dan keluarga.
Ada yang mogok kerja selama 1-2 TAHUN! Tanpa nafkah hidup sama sekali, dan hanya hidup dari sumbangan masyarakat yang mau mendukung mereka. Ada juga yang jual semua asetnya (perhiasan, motor, perabotan, dll) sehingga tinggal pakaian saja.
Dan pada saat yang sama, pemerintah dan pengusaha juga tidak diam. Mereka menggunakan semua cara yang licik dan jahat untuk membongkar dan memecahkan serikat buruh itu, dan paksakan semua karyawan kembali kerja tanpa dapat kondisi yang lebih baik. Saya cari di Wikipedia, tetapi hanya ada dalam bahasa inggris. Sorry. (Lihat: Union busting. http://en.wikipedia.org/wiki/Union_busting )
Jadi, kita tidak bisa lihat kondisi di negara2 barat SEKARANG dan mengatakan bahwa kita juga siap berjuang kalau ada semua jaminan dari negara seperti mereka. Di sana, serikat sudah ada dari 100 tahun yang lalu. Dan partai LABOUR di inggris dan di Australia justru terbentuk dari serikat buruh tersebut! Buruh pabrik berubah menjadi politikus, untuk melindungi hak2 bagi buruh pabrik yang lain. Dan cukup berhasil.
Bagaimana kalau seandainya semua guru Indonesia membentuk satu partai politik sendiri, khusus untuk memperjuangkan hak2 pendidikan bagi anak2 bangsa? Kira2 orang tua tidak akan peduli? Bagaimana kalau puluhan juta orang tua mendukung? (Dan teman2 yang bukan guru bisa dirangkul untuk memberikan kebijakan ekonomi, hukum, dsb. Tetapi yang utama adalah pendidikan dan kemajuan bangsa lewat pendidikan.) Hal yang setara dilakukan oleh para buruh di Inggris dan Australia, dan menghasilkan Partai Labour yang masih kuat sekali hingga sekarang!
Kita harus melihat kondisi di inggris 100 tahun yang lalu, karena itu mirip sekali dengan kondisi bangsa Indonesia sekarang. Banyak orang biasa siap berjuang mati2an, demi masa depan anak mereka dan anak bangsa. Sedangkan banyak guru (dan buruh) di sini selalu bersikap “putus asa” dan mengatakan “paling tidak ada yang berubah kalau saya ikut berjuang!” (Nrimo! Yo wis, klo ndak dapet yo ndak popo, santai wae!” )
Bapak-bapak dan Ibu-ibu, mogok kerja adalah hanya SATU hal yang bisa dilakukan oleh serikat buruh/guru. Ada puluhan teknik yang lain yang bisa kita pelajari untuk cari yang mana yang bagus untuk diaplikasikan di sini. Hal2 seperti ini DIAJARKAN di dalam sekolah2 di negara barat, sebagai bagian dari sejarah negara atau sejarang politik negara: sejarah terbentuknya serikat buruh dan bagaimana mereka membentuk cara2 untuk melawan pemerintah secara damai, tanpa kekerasan atau revolusi/perang.
Sayangnya, di Indonesia hal-hal ini tidak diajarkan di sekolah. Tetapi kenyataan itu tidak berarti bahwa kita tidak boleh belajar sendiri dan tidak boleh mengajarkan yang lain setelah kita paham. (Di Orde Baru, mungkin kita akan ditangkap kalau bicara seperti ini. Sekarang, insya Allah boleh!)
Saya kasih berberapa contoh saja ya!
Menulis surat.
Ada 4 juta guru di Indonesia. Bagaimana kalau semua guru itu mengirim satu surat kepada Presiden SETIAP HARI? Mungkin surat2 kenegaraan yang masuk Istana ada 5 ribu per hari. Semua surat itu HARUS DIBUKA DAN DIBACA. Bagaimana kalau pada hari Senin depan, ada 5 ribu surat ditambah 4 JUTA SURAT dari para guru? Siapa yang mau membukanya? Tentu saja, staf presiden yang harus buka, untuk mengetahui isinya.
Dan kalau setiap hari ada 4 juta surat baru, sedangkan surat dari kemarin hanya 1 juta bisa dibuka, berarti di Kantor Presiden sekarang ada 7 juta surat yang belum dibuka. Hari ini berhasil buka 1 juta lagi, dan besok ada 4 juta yang baru. Jadi ada 10 juta yang belum dibuka. Dan seterusnya setiap hari.
Nanti ada orang penting yang hubungi Presiden dan mengatakan, “Kenapa belum membalas undangan saya?” Lalu Presiden harus selalu menjawab, “Belum baca! Ada 10 juta surat di kantor!!!”
Kira2 Presiden bisa tahan berapa lama?
Dan para guru bisa tahan berapa lama? Ongkosnya sebatas biaya satu halaman kertas, satu amplop, dan satu perangko. Tetapi harus siap melakukan hal yang sama selama SATU TAHUN! (Janjinya begitu, biar terasa sebagai perjuangan serius! Satu minggu tidak cukup.)
Kira2 berapa lama sampai presiden mengadakan konperensi pers dan mengatakan siap bertemu dan negosiasi dengan para wakil dari serikat guru?
Satu contoh lagi: Kerja tanpa kerja.
Guru bisa masuk kelas, dan setelah masuk, menolak untuk mengajar. Jadi guru masih ada di kelas, tetapi anak dikasih kebebasan mau belajar apa saja sendiri. Membuat gambar boleh. Tidur boleh. Main bola boleh. Tetapi harus berada di sekolah dan diawasi oleh guru.
Dalam waktu satu hari, para orang tua akan kaget dan marah (kalau belum tahu sebelumnya, tetapi sebaiknya kita kasih tahu, biar orang tua menjadi mitra kita).
Orang tua akan datang dan bertanya, “Kenapa tidak mau mengajar anak saya? Bagaimana bisa lulus Ujian Nasional nanti? Bagaimana bisa naik kelas?”
Lalu semua guru (yang kompak dan serius dalam perjuangan) mengatakan, “Ibu, tolong datang ke DPRD atau kirim surat ke DPR atau Presiden, dan datang kepada partai politik mana saja yang anda dukung, dan mengatakan kepada mereka bahwa para guru di seluruh Indonesia tidak akan “mengajar” secara formal sehingga Presiden menggantikan menteri pendidikan dengan orang yang punya PhD di bidang pendidikan dan membuat Perpu untuk mendukung hal itu, menghilangkan korupsi di Depdiknas, dan bertemu dengan wakil2 kita untuk menerima semua tuntutan kita. Selama Presiden dan pemerintah tidak SERIUS untuk memperhatikan pendidikan, keadaan guru, fasilitas sekolah, dsb. maka kami tidak akan mengajar lagi.” (Tetapi murid tidak akan dipulangkan dari sekolah, hanya saja guru tidak akan mengajar!)
Kira2 apa yang akan dilakukan oleh orang tua kalau ini terjadi di seluruh negara? Pasti ada yang marah sekali kepada pihak guru dan sekolah. Tetapi di sini ada puluhan juta orang tua yang inginkan pendidikan yang berkualitas bagi anak mereka. Jadi, orang tua harus diyakinkan bahwa mereka guru adalah MITRA mereka dan bukan musuh. Kalau dari puluhan juta orang tua, ada 1 juta orang tua yang marah, masih oke lah. Yang penting adalah orang tua yang mayoritas mendukung.
Kalau semua sekolah berubah menjadi tempat “penitipan anak” dan proses belajar mengajar berhenti total hingga batas waktu yang tidak ditentukan, kira-kira berapa lama pemerintah bisa diam? Apalagi kalau setiap hari ada orang tua yang marah di tivi, radio, koran, dan juga mungkin di jalan. Dan kemarahan mereka (mayoritas dari mereka) bukan terhadap para GURU tetapi terhadap pemerintah, pejabat lokal, DPRD, DPR, dan para peminpin partai politik yang tidak serius untuk memperbaiki pendidikan di sini.
Tetapi kalau para guru bisa kompak dan serius dalam perjuangan, saya kira pemerintah tidak akan bisa tahan lebih dari beberapa hari, atau maksimal 1-2 minggu.
Para wartawan dari tivi dan media cetak akan hampir pingsan dengan rasa gembira tinggi kalau ada semacam “revolusi pendidikan massal” seperti ini di Indonesia. Ini akan menjadi berita yang paling besar dalam 10 tahun berita di Indonesia. Dan semua negara sahabat akan mengikuti berita itu juga. Saya juga tidak akan heran kalau serikat guru dan buruh di lain negara ikut dalam berjuang untuk membantu para guru di Indonesia. (Misalnya, para pekerja di pelabuhan di Australia akan menolak bongkar muat dari kapal2 yang masuk dari Indonesia, atau pekerja di bandara Australia akan menolak bongkar bagasi dari Garuda, dsb.)
Mungkin bapak-ibu belum tahu bahwa ada banyak sekali kasus di manca negara di mana satu serikat menghadapi masalah, dan serikat2 yang lain malah turut berjuang (padahal tidak ada urusan langsung dengan mereka). Sebagai contohnya, waktu saya masih mahasiswa dulu, masinis kereta api di Brisbane, Australia, diberitahu bahwa jumlah masinis akan dikurangi dari 2 per kereta api menjadi satu per kereta api. Mereka langsung berprotes keras. Selain kenyataan bahwa 50 persen dari masinis akan di-PHK langsung, mereka juga menyatakan bahwa ini berhaya sekali bagi masyarakat. Kalau terjadi apa2, selama itu ada 2 masinis, jadi selalu ada tambahan satu orang yang bisa mengendalikan kereta dan paham sistemnya (dan mereka bisa sebutkan kasus2 di mana masinis yang kedua malah menyelamatkan kereta setelah terjadi masalah). Kalau misalnya satu masinis tiba2 serangan jantung, maka ada satu orang lain yang bisa bantu. Dan sebagainya.
Akhirnya, masyarakat ikut bicara, dan setuju bahwa rencana itu terlalu berbahaya, karena satu kereta berisi ribuan orang sebaiknya dijaga oleh dua masinis. Pemerintah lokal ngotot: satu saja cukup! Akhirnya, karena pemerintah tidak mau bernegosiasi, serikat masinis menyatakan akan mogok kerja, demi keselamatan masyarakat (dan juga untuk perkerjaan teman2 mereka). Karena dianggap perkara keselamatan masyarakat, dan banyak orang salahkan pemerintah, akhirnya banyak sekali serikat menyatakan akan ikut mogok kerja secara massal.
Sopir truk mogok. Sopir taksi mogok. Sopir bis mogok. Sopir krane di tempat konstruksi mogok. Pekerja di pelabuhan mogok. Pekerja di bandara mogok. Sampai ada serikat macam2, seperti serikat koki hotel dan sebagainya, yang ikut mogok.
Hasilnya?
Mayoritas dari anak yang mau sekolah tidak bisa berangkat. Ratusan ribu orang tua tidak bisa masuk kantor. Banyak sekali kantor tutup karena jumlah karyawan terlalu sedikit untuk menjalankan pelayanan. Tidak ada barang yang bisa diantar. Buah2an dan roti tidak masuk toko swalayan. Dan seterusnya. Kota Brisbane sepi sekali, dan hanya ada kendaraan pribadi yang melintas di jalan raya. Mirip hari Minggu lah.
Lalu?
Pemerintah, DALAM WAKTU BEBERAPA JAM SAJA di pagi itu, mengatakan akan siap bernegosiasi secara serius, PHK massal tidak akan terjadi, dan mereka akan mencari cara baru untuk menghemat uang. Sore itu, mogok dihentikan, dinyatakan sukses, dan semua karyawan dan buruh disuruh kembail kerja besok hari.
Bisa paham? Ini hasilnya yang SERING TERJADI di negara barat. Dan ini hasil yang nyata dari serikat buruh yang kuat. Mogok selalu dianggap sebagai tindakan TERAKHIR yang sebatas diancamkan saja, kalau pemerintah tidak serius dalam negosiasi. Dan sering juga ada informasi bahwa besok akan ada sebuah mogok kerja (misalnya sopir bis), lalu pada jam 11 malam, berita keluar bahwa mogok itu dibatalkan, karena pemerintah tidak berani ambil risiko dan menjadi siap bernegosiasi dengan baik.
Kalau orang barat bisa melakukan ini, sebagai suatu perjuangan untuk kepentingan bersama, kenapa guru Indonesia tidak bisa? Halangannya hanya ada di dalam pikiran kita masing-masing.
Ada cerita satu lagi ttg bapak saya dan pengalamannya setelah gabung dengan serikat sopir bis di Australia dulu. Tetapi mungkin besok saja saya ceritakan. Tangan sudah capek.
Semoga bermanfaat. Maaf jadi panjang.
Wassalamu'alaikum wr.wb.,
Gene
Search This Blog
Labels
alam
(8)
amal
(100)
anak
(299)
anak yatim
(118)
bilingual
(22)
bisnis dan pelayanan
(6)
budaya
(8)
dakwah
(87)
dhuafa
(18)
for fun
(12)
Gene
(222)
guru
(61)
hadiths
(9)
halal-haram
(24)
Hoax dan Rekayasa
(34)
hukum
(68)
hukum islam
(52)
indonesia
(570)
islam
(556)
jakarta
(34)
kekerasan terhadap anak
(357)
kesehatan
(97)
Kisah Dakwah
(10)
Kisah Sedekah
(11)
konsultasi
(11)
kontroversi
(5)
korupsi
(27)
KPK
(16)
Kristen
(14)
lingkungan
(19)
mohon bantuan
(40)
muallaf
(52)
my books
(2)
orang tua
(8)
palestina
(34)
pemerintah
(136)
Pemilu 2009
(63)
pendidikan
(503)
pengumuman
(27)
perang
(10)
perbandingan agama
(11)
pernikahan
(11)
pesantren
(34)
politik
(127)
Politik Indonesia
(53)
Progam Sosial
(60)
puasa
(38)
renungan
(178)
Sejarah
(5)
sekolah
(79)
shalat
(9)
sosial
(321)
tanya-jawab
(15)
taubat
(6)
umum
(13)
Virus Corona
(24)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Assalamualaikum brother in Islam
ReplyDeleteI was directed to ur blog after reading an article about u today. Alhamdulillah.
http://www.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2010&dt=0415&pub=Utusan_Malaysia&sec=Bicara_Agama&pg=ba_01.htm
( A Muslim from Kuala Lumpur)
Correction
ReplyDeletehttp://www.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2010&dt=0415&pub=Utusan_Malaysia&sec=Bicara_Agama&pg=ba_01.htm
Assalamualaikum Gene,
ReplyDeleteAny chance you could possibly write your blog in both Indonesian and English language? I found it hard to translate the words to English using the translation tools though. But I bet you write a good post.
Barakallah..