Search This Blog

Labels

alam (8) amal (100) anak (299) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (8) dakwah (87) dhuafa (18) for fun (12) Gene (222) guru (61) hadiths (9) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (52) indonesia (570) islam (556) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (357) kesehatan (97) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (52) my books (2) orang tua (8) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (503) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (11) pesantren (34) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (178) Sejarah (5) sekolah (79) shalat (9) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

27 November, 2015

Kacang dan Konsumen



Di Carrefour, Hero dan Superindo saya cari kacang tanah. Semuanya menjual kacang dgn merek yg sama, dan ada berbagai rasa di setiap toko. Ternyata, ada kacang macam ini dan itu, ada yg digoreng, ada atom dgn lapisan tepung, rasa pedas, dll. Saya lihat daftar isi. Tepung, GULA, vetsin (MSG), dsb. Lalu minyak goreng, GULA, dsb. Lalu GULA, cabai, vetsin, dsb. Hanya ada satu tipe tanpa gula, tanpa vetsin: Kacang tanah dalam kulit. Saya beli.

Pas dibuka, ada rasa kecewa. Kok kacangnya begitu kecil? Ini kacang utk anak TK? Besoknya saya cari kacang lagi di Food Hall, yang jual banyak barang impor. Ada Kacang Tanah Asin. Isinya? Kacang, dan garam. Tidak ada gula!! Tidak ada vetsin! Luar biasa. Ada produsen asing yang bisa jual makanan tanpa gula, tanpa vetsin, tanpa minyak goreng.

Akhirnya saya dapat kacang. Tapi saat dibandingkan kacang lokal dan kacang impor, saya ingat ttg semua buah dan sayuran lain yang dijual, di mana kelihatan jelas bedanya antara lokal dan impor. Kacang jelas berbeda. Wortel juga. Brokoli juga. Pisang juga. Tomat juga. Timun juga. Apel juga. Dan seterusnya. Segala sesuatu yang diimpor dari negara lain punya sifat yg sama: lebih besar, terlihat lebih berwarna, terlihat lebih “segar”, dan kl dimakan terasa lebih enak. KENAPA selalu begitu?

Saya juga ingat orang yg beli durian di pinggir jalan. Langsung bertanya dari negara mana! Dari Indonesia tidak mau. Yang laku berasal dari negara lain. Lebih besar, lebih enak. Kesan yg saya dapatkan, banyak produsen di sini tidak peduli pada kualitas dari apa yang mereka jual. Yang penting jual cepat agar dapat uang. Kl konsumen kurang suka, atau menjadi sakit, cuek saja. Yang penting sudah dapat uang.

Pertanyaan saya: KAPAN para produsen di sini akan punya pemikiran "profesional" sehingga peduli pada konsumen? Dan kapan konsumen akan bersatu dan menuntut haknya mendapatkan makanan bergizi dan berkualitas untuk masa depan anak2 Indonesia? Kenapa selalu diam, terima, lalu beli barang impor terus, tanpa terjadi perbaikan di sini?

-Gene Netto

1 comment:

  1. Assalamu'alaykum. Can't help but smile. Kadang saya merasa lucu dengan diri saya sendiri dan masyarakat kita. Ada keinginan untuk tinggal di luar negeri saja, tapi terus siapa yang akan turut serta membangun bangsa? Karena kenyataannya saya terlalu lelah melihat kondisi

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...