Search This Blog

Labels

alam (8) amal (100) anak (299) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (8) dakwah (87) dhuafa (18) for fun (12) Gene (222) guru (61) hadiths (9) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (52) indonesia (570) islam (556) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (357) kesehatan (97) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (52) my books (2) orang tua (8) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (503) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (11) pesantren (34) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (178) Sejarah (5) sekolah (79) shalat (9) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

13 December, 2021

Kasus 12 Santriwati Diperkosa Bisa Terjadi Karena Kegagalan Sistem Berlapis-lapis

Assalamu’alaikum wr.wb. Ada yang bertanya kenapa 12 santriwati di Bandung bisa diperkosa dan 8 anak hamil dan melahirkan? Jawabannya sederhana: Kasus ini membuktikan ada kegagalan sistem yang berlapis-lapis.

1. Pendidikan di rumah. Banyak anak Indonesia diajarkan untuk diam dan taat, hormati orang dewasa, dan turut pada perintah dari dewasa. Tidak ada hak untuk berpikir sendiri dan menolak hal yang dinilai tidak benar.

2. Pendidikan di sekolah. Di SD, anak dididik untuk diam dan taat pada guru. Jangan berani melawan, jangan berbeda pendapat, guru selalu benar, yang melawan guru dikutuk sebagai "anak durhaka". Tidak dididik untuk berpikir sendiri dengan akal sehat yang Allah berikan, dan berani menolak ketika ada hal yang tidak benar. Lalu mereka masuk pesantren dengan otak yang sudah dibentuk untuk diam dan taat.

3. Pendirian pesantren dan tempat serupa. Ustadz dapat izin kalau mau berikan pendidikan agama (di pesantren, madrasah, rumah tahfiz, TPA, dsb.). Ahli pendidikan, ahli psikologi, ahli kesehatan, dll. tidak terlibat. Pendidikan agama paling utama. Aspek kehidupan yang lain kurang diperhatikan oleh semua pihak.  

4. Sistem RT dan RW. Setiap pesantren masuk di wilayah administrasi RT dan RW. Kenapa tidak ada pengawasan dan pemeriksaan rutin di semua tempat di mana anak menginap di asrama? Sistem pemeriksaan asrama yang rutin ini tidak ada.

5. Tetangga. Tetangga bertanya kenapa santri tidak minta tolong kepada tetangga? Orang dewasa itu yang seharusnya aktif bertanya, dan bukan menunggu diminta bantuan. Tidak ada program pendidikan bagi rakyat untuk peduli pada semua anak bangsa dan awasinya di semua tempat.

6. Kepedulian masyarakat. Kebanyakan orang peduli pada anak dan keluarga sendiri. Selama bukan anak sendiri yang "menderita", banyak orang anggap "urusan orang lain" yang akan diperbaiki nanti oleh "pihak lain". Yang penting anak sendiri aman dan sejahtera. Tidak banyak orang yang siap peduli pada semua anak.

7. Info nomor darurat. Semua pesantren bisa wajibkan pasang poster yang jelaskan bahaya pencabulan, dan berikan nomor darurat yang bisa dihubungi. Wajib membuat pelatihan 2x setiap tahun, agar semua santri tahu. Sistem pemasangan poster dan info jelas ini di asrama anak tidak ada.

8. Pemeriksaan rutin. Pemerintah bisa kirim petugas untuk periksa setiap pesantren setiap tahun. Datang dengan checklist untuk diisi. Lalu petugas pilih beberapa santri secara acak, dan bertanya dengan jelas. Misalnya, "Apa ada orang yang sentuh kemaluan kamu dan membuat kamu takut?" Dari 20-30 pertanyaan yang tepat, kepada santri secara acak, insya Allah kasus pencabulan akan cepat ketahuan. Pemeriksaan rutin dengan checklist seperti ini tidak ada.

9. Pendidikan sebelum masuk pesantren. Bisa dibuat program pelatihan dan persiapan sebelum masuk pesantren. Seperti dilakukan sebelum ujian akhir di sekolah, atau sebelum ujian SIM. Anak dikasih info yang jelas tentang bahaya pencabulan, dan info2 lain, dapat sertifikat, baru boleh masuk asrama. Sistem ini tidak ada.

10. Hubungan dengan orang tua. Pesantren bisa diwajibkan menyediakan fasilitas agar semua anak boleh bicara dengan orang tuanya setiap minggu. Bisa video call secara gratis setiap minggu kalau ada persiapan. Kalau setiap minggu orang tua selalu dapat info dari anak, akan sangat sulit terjadi kasus pencabulan selama 5 tahun. Sistem yang wajibkan hubungan antara orang tua dan anak setiap minggu tidak ada, tapi sebagian pesantren membuatnya sendiri.  

Ini sebagai gambaran saja. Perubahan seperti ini dibutuhkan dari pemerintah dan juga masyarakat. Semua orang dewasa harus siap bersatu untuk kembangkan sistem yang jelas, yang melindungi semua anak Indonesia. Kalau tidak mau bertindak, tunggu saja berita baru muncul lagi minggu depan. Kasus pencabulan terhadap anak tidak akan berhenti sampai rakyat dan pemerintah bersatu untuk melindungi semua anak.
Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto  


No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...