Search This Blog

Labels

alam (8) amal (100) anak (299) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (8) dakwah (87) dhuafa (18) for fun (12) Gene (222) guru (61) hadiths (9) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (52) indonesia (570) islam (556) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (357) kesehatan (97) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (52) my books (2) orang tua (8) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (503) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (11) pesantren (34) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (178) Sejarah (5) sekolah (79) shalat (9) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

12 September, 2007

Re: Perda Yang Melarang Pengemis

Assalamualaikum,
Pertanyaan sederhana buat saudara saya Gene. Lalu anda setuju dengan
adanya "pengemis" di DKI Jakarta? "pengemis" ydm adalah "mengemis
sebagai profesi" kerjaan sehari2, bukan karena keadaan terdesak.
Wassalam
Martin

**********

Assalamu’alaikum wr.wb.,

Maaf Bang Martin,

Saya setuju bahwa orang miskin punya hak untuk mendapatkan bantuan dari yang lain, yang lebih kaya. Kalau pemerintah tidak kasih, maka kitalah yang harus kasih.

Bagaimana caranya kita sebagai orang Muslim bisa membedakan antara orang yang benar-benar miskin dan kehabisan cara untuk mendapat nafkah hidup, dan orang yang “diatur” untuk menjadi pengemis profesi?

Kalau ada seorang ibu yang punya 3 anak, lalu suaminya wafat, bagaimana dia bisa mendapat bantuan? Tetangga juga miskin, keluarganya di kampung (kalau masih ada) lebih miskin lagi, dan karena terpaksa, dia menjadi pengemis biar anaknya bisa makan setiap hari. Lalu kita datang dan menunjuk dia sambil menyatakan “Kau ini pengemis profesional yang diatur oleh orang lain, padahal kau bukan orang miskin dan hanya malas kerja.”

Lalu ibu itu ditangkap dan dipenjarakan untuk 180 hari. Setelah ibu tidak pulang dari mengemis di jalan, anaknya yang paling tua, berumur 7 tahun, juga keluar untuk mengemis, sambil mencari ibunya yang belum pulang selama berhari-hari. Dia mengemis karena ada 2 adik lagi di rumah tanpa biaya sama sekali untuk mereka, tanpa ada orang dewasa yang mau mengatur mereka. Dan ibunya sudah dipenjarakan. Lalu anak itu juga ditangkap dan dipenjarakan. Apakah akan berlangsung terus seperti itu sampai akhirnya ada anak yang mati karena kelaparan?

Rasulullah bersabda, ”Tidak beriman kepadaku barangsiapa yang kenyang pada suatu malam, sedangkan tetangganya kelaparan, padahal ia megetahuinya.”

(HR. ath-Thabrani)

Sekarang, jangankan mereka itu tidur dalam keadaan lapar, malah pemerintah (atas nama kita sebagai rakyat) akan penjarakan mereka karena mereka mencari uang untuk hilangkan laparnya!!!

Saya melihat seorang anak menjual majalah sampai jam 11 malam di depan rumah makan seafood di Tebet. Saya masih ingat namanya dan sering memikirkan dia. Saya bertanya kenapa dia ada di situ sampai malam sekali, dan dia menjawab bahwa harus begitu untuk mendapat uang sekolah (dan makan). Bapaknya pemulung, ibunya pembantu rumah tangga, dan ada dua atau tiga adik. Dia bekerja untuk membantu orang tua karena masih ingin sekolah. Sekarang, anak itu akan dilarang jualan karena bukan pengemis saja yang dilarang, tetapi semua pedagang pinggir jalan sekaligus. Apakah anak itu akan lebih baik? Apakah dia akan tidur dalam keadaan kenyang (seperti anggota DPRD dan Gubenur?). Apakah dia bisa bersekolah terus? Dari mana dia bisa mendapat jaminan padahal pemerintah hanya melarang dia bekerja. Bukannya lebih baik dia berjualan daripada mengemis? Tetapi dalam perda baru itu, berjualan dan mengemis dianggap sama.

“…Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) seperti halnya Allah berbuat baik terhadapmu….”

(Surah Al-Qashash: 77)

Ibnu Umar dan Aisyah ra. berkata keduanya, “ Jibril selalu menasihatiku untuk berlaku dermawan terhadap para tetangga, hingga rasanya aku ingin memasukkan tetangga-tetangga tersebut ke dalam kelompok ahli waris seorang muslim”.

(H.R. Bukhari Muslim)

Tetapi di DKI, tentangga boleh dipenjarakan kalau dia minta-minta atau jualan di pinggir jalan. Tidak menjadi “ahli waris” tetapi menjadi “ahli penjara” dan “ahli penderitaan”.

Rasulullah SAW bersabda, ”Jika seorang hamba sahaya membuat makanan untuk salah seorang diantara kamu, kemudian ia datang membawa makanan itu dan telah merasakan panas dan asapnya, maka hendaklah kamu mempersilahkannya duduk dan makan bersamamu. Jika ia hanya makan sedikit, maka hendaklah kamu mememberinya satu atau dua suapan.”

(HR. Bukhari, Turmuzdi, dan Abi Daud)

Sepertinya lebih baik menjadi budak daripada menjadi seorang Muslim merdeka di Jakarta. Kenapa? Budak pasti dikasih makanan sama majikannya. Kalau tetangga yang merdeka dan beriman kepada Allah, belum tentu kita akan kasih apa-apa! Apakah ini kehidupan Islamiah yang terbaik? Apakah perda seperti ini akan mengundang rahmat dari Allah untuk kita sebagai ummat yagn terbaik? Kita siap penjarakan orang miskin yang sudah menderita banyak, dan masih mengharapakan rahmat dari Allah?

Bukannya kita akan dianggap orang dzhalim saja?

Semoga Allah tidak mengazab kita di dalam bulan puasa ini disebabkan kekejaman kita (yang terwujud lewat wakil kita di dalam DPRD).

Wassalamu’alaikum wr.wb.,

Gene

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...