Labels

alam (8) amal (101) anak (294) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (7) dakwah (84) dhuafa (20) for fun (12) Gene (218) guru (57) hadiths (10) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (53) indonesia (563) islam (544) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (351) kesehatan (98) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (41) muallaf (48) my books (2) orang tua (6) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (497) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (10) pesantren (32) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (61) puasa (38) renungan (170) Sejarah (5) sekolah (74) shalat (7) sosial (323) tanya-jawab (14) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

05 March, 2012

Rambut Gondrong Bukan Masalah Disiplin Sekolah

[Ini adalah penjelasan tambahan dari saya di group pendidikan. Kaitannya dengan post ini:
Komentar Tentang Rambut Gondrong Siswa. Semoga bermanfaat bagi teman2 yang mau berfikir ttg perkara ini.]

Sepertinya masih ada sebagian teman yang belum paham atau kurang paham masalah rambut gondrong ini. Saya akan coba menjelaskan lagi. Dengan penuh kehormatan, saya mohon teman2 bisa bersabar, dan baca tulisan saya dengan tenang, dan berusaha mengikuti penjelasan saya dulu. Semoga bisa tembus dan bisa dipahami.
Perkara rambut gondrong ini BUKAN perkara disiplin sekolah. Sekali lagi, bukan perkara disiplin. Tapi banyak teman melihatnya sebagai isu disiplin dan oleh karena itu merasa bahwa semua murid wajib nurut dengan sekolah. Kalau dilihat secara kasat mata, iya, kelihatan sebagai perkara disiplin saja. Ada aturan. Murid wajib nurut. Mau bahas apa lagi? Sederhana kan?
Betul, kalau yang dipahami adalah ini perkara disiplin, maka tentu saja jawaban seorang guru (atau orang tua) akan seperti itu, karena mereka belum memahami hakekat dari masalah ini.

Tetapi... perkara ini adalah perkara yang berkaitan dengan hal yang lebih sulit ditentukan, dan penuh dengan persepsi orang (secara individu).
Perkara rambut gondrong ini adalah perkara yang berkaitan dengan KEBENARAN, dan apa itu kebenaran, dan siapa yang berhak menentukan apa yang benar dan salah. Semua itu adalah persepsi seorang manusia, dan bisa sangat berbeda dari orang ke orang.
Kalau seandainya rambut gondrong ini adalah perkara disiplin sekolah, maka bisa dibuktikan dengan sederhana. Supaya gampang, kita ambil contoh yang lain dulu.

Narkoba. Murid dilarang bawa narkoba ke sekolah.
Pertanyaan: Apa itu “narkoba”?
Definisi: narkoba adalah zat yang adiktif, dan berbahaya (ditentukan begitu secara medis dan bukti klinis tentang narkoba bisa disediakan kalau perlu). Contohnya adalah: ganja, shabu-shabu, ekstasi, kokain, amfetamin, heroin, putaw dan sebagainya.
Alasan dilarang di sekolah: Karena sangat mengganggu proses belajar, bisa membuat anak kurang sadar, overdosis, mati mendadak, bertindak dibawah sadar (untuk menganiaya diri sendiri atau orang lain) dan sebagainya.

Sudah jelas? Ini bisa saja menjadi sebuah peraturan sekolah. Peraturan ini berkaitan dengan tata tertib, juga dengan hukum negara, berlaku di mana saja, bisa diberikan definisi, bisa dijelaskan kenapa dijadikan peraturan sekolah, dan alasan yang disediakan masuk akal. Dan bahayanya narkoba bisa dibuktikan secara medis. Ini jelas. Ini tidak bisa dibantah, karena bukan persepsi orang. Ini adalah fakta dan sangat wajar kalau ini menjadi peraturan sekolah. Gangguan terhadap proses belajar sudah jelas sekali.

Contoh lain: jam sekolah. Murid dilarang datang telat.
Pertanyaan: Apa itu “telat”?
Definisi: Telat adalah kedatangan sesudah jam 7.00 pagi. Semua kelas mulai pada jam 7.00 tepat waktu.
Alasan dilarang di sekolah: Karena sangat mengganggu proses belajar, dan sulit bagi guru untuk mengajar kalau hanya sekian persen dari muridnya hadir. Dengan banyak murid datang telat, dan guru mulai mengajar secara telat, atau ada banyak informasi yang harus diulangi untuk murid yang telat, maka proses belajar menjadi terganggu.

Sudah jelas? Ini bisa saja menjadi sebuah peraturan sekolah. Peraturan ini berkaitan dengan proses belajar-mengajar, dan kalau semua murid boleh datang jam berapa saja, maka tentu saja akan mengganggu semua rencana guru untuk mengajar pada waktu pagi itu. Penjelasan ini masuk akal sekali dan wajar kalau ini menjadi peraturan sekolah. Gangguan terhadap proses belajar sudah jelas sekali.

Sekarang, kembali ke laptop.
Rambut gondrong. Murid laki-laki dilarang mempunyai rambut gondrong.
Pertanyaan: Apa itu “gondrong”?
Definisi: Kurang tahu. Sepertinya, gondrong adalah ukuran mana saja yang ditentukan gondrong oleh guru, secara sepihak, dan bisa berubah kapan saja karena tidak pernah dibuat definisi tentang gondrong di mana saja. Satu guru boleh saja mengatakan rambutnya oke, guru lain mengatakan gondrong. Jadi jangan minta definisi, karena kami tidak tahu. Pokoknya kalau guru bilang “gondrong” maka sudah gondrong, dan pendapat murid tidak boleh diterima.
Alasan dilarang di sekolah: Karena kami tidak suka.
Penjelasan kenapa tidak suka: Tidak ada. Pokoknya kami tidak suka dan tidak boleh, dan murid akan dihukum kalau melawan!
Gangguan terhadap proses belajar-mengajar: Jangan tanyakan itu. Kami tidak mau membahasnya. Pokoknya tidak boleh karena kami mengatakan tidak boleh. Itu sudah merupakan jawaban yang paling benar.

Bisa melihat bedanya? Siapa yang boleh menentukan rambut itu gondrong? Guru? Definisi gondrong apa? Tidak ada? Terserah guru? Terserah guru yang mana? Kalau guru A mengatakan “Rambut kamu oke” lalu guru B mengatakan “Rambut kamu gondrong” maka guru mana yang “benar”? Kenapa perkara ini boleh diputuskan guru secara sepihak? Kenapa siswa tidak boleh berbeda pendapat? Apa karena guru selalu mutlak benar dan siswa selalu mutlak salah?
Kalau begitu, kenapa berhenti dengan rambut gondrong saja? Warna seragam juga boleh disalahkan oleh guru secara sepihak.

“Kamu harus pulang. Celana kamu kurang merah.”
“Celana saya merah Pak. Merah yang benar seperti apa?”
“Pokoknya saya anggap celana kamu kurang merah. Jadi tidak diterima. Kamu harus pulang. Dan sekaligus, pensil kamu kurang tajam, tas kamu kurang besar, sepatu kamu kurang berkilat, kaos kaki kamu kurang tinggi, tulisan kamu terlalu besar, kertas tulis kamu kurang putih, buku kamu ada terlalu banyak halaman, ruang belajar kamu terlalu dingin, makan siang kamu kurang banyak, dan sekaligus rambut kamu terlalu gondrong. Harap segera memperbaiki semuanya!”
“Bagaimana saya bisa tahu apa yang benar Pak?”
“Datang ke sini setelah memperbaiki semua itu, dan kalau saya bilang benar, maka itu yang benar.”
“Tapi saya punya pendapat yang berbeda Pak. Saya anggap semua yang bapak sebutkan bukan masalah, dan saya masih bisa belajar!”
“Tidak boleh. Kamu tidak akan bisa belajar di sini karena kamu melakukan pelanggaran terus. Hanya pendapat saya yang benar. Dan kamu hanya boleh nurut. Pulang, dan memperbaiki semua yang salah itu!”

Apakah ini pendidikan yang kita inginkan untuk masa depan bangsa Indonesia?
Apa ada yang masih ingat Orde Baru? Semua guru yang dewasa sekarang adalah hasil dari Orde Baru. Zaman dulu itu, semua PNS harus pilih Golkar. Kenapa? Karena hanya Golkar yang benar, dan hanya Soeharto yang boleh menjadi presiden. Mau punya pendapat yang berbeda? Jangan berani.
Dan sekarang, banyak orang dewasa yang dididik seperti itu oleh guru dan orang tua mereka selama puluhan tahun sudah menjadi GURU. Dan sekarang.... mereka teruskan apa yang diajarkan kepada mereka dulu. Kalau guru bicara, itu sudah benar. Tidak mungkin murid punya pendapat yang berbeda, dan boleh benar. Soalnya kalau begitu, berarti guru bisa dicap “salah” dan guru sebagai pihak yang berkuasa tidak boleh salah. Hanya murid yang salah. Hanya guru yang boleh benar.

Jadi, tolong coba berfikir lagi. Ini sungguh bukan masalah DISIPLIN sekolah. Tetapi ini adalah murni sebuah perkara yang berkaitan dengan KEBENARAN, dan apa itu kebenaran, dan siapa yang berhak menentukan apa yang benar dan salah. Selama guru berpendapat bahwa rambut gondrong adalah “pelanggaran” dan harus dipotong secara paksa, maka itu berarti guru2 tersebut masih belum bisa melepaskan pikiran mereka dari hasil penjajahan mental Orde Baru. Mereka masih merasa bahwa guru yang selalu berhak menentukan kebenaran, dan tugas murid adalah diam, terima saja tanpa protes, setuju dengan guru dan manggut-manggut. Hanya guru yang perlu diminta pendapatnya, karena hanya guru yang bisa benar. Murid tidak berhak punya pendapat yang berbeda.

Itu bukan pendidikan. Tetapi itu adalah indoktrinasi, yang dilakukan untuk memenangkan pihak guru (yang berkuasa). Semua ini kembali ke fungsi sekolah, dan apa yang kita harapkan sebagai hasil pendidikan. Kalau yang diharapkan adalah kaum yang selalu siap nurut dan manggut-manggut (dan siap menjadi karyawan pabrik yang baik), maka silahkan memotong rambut murid secara paksa, dan mengajarkan mereka bahwa pendapat mereka tidak punya nilai. Hanya guru sebagai orang yang berkuasa yang boleh benar.

Semoga bisa dipahami dan semoga bermanfaat.
Wassalam,
Gene

16 comments:

  1. Betul...ga masalah gondrong sama ga....yg botak juga bisa aja dikenain kayak gitu, kan botak silo klo kena lampu hehehe

    ReplyDelete
  2. Penampilan itu buat orang Indonesia sangat penting... karena dengan begitu kita lebih mudah untuk dipercaya orang lain yang akan kita bohongin... Bangsa ini sejak kecil dididik untuk menjadi penipu... bukan menjadi diri sendiri... kasihan anak cucu kita...

    ReplyDelete
  3. betul sekali tuh , apalagi kalau orang yang kurang PD dan tidak cocok jika berambut pendek.

    ReplyDelete
  4. Trus klo sepatu ditentukan harus warna hitam, kaos kaki warna putih, rok harus di bawah lutut, trus itu masalah apa dong?
    Pertanyaan tambahan, klo siswa(cowok) pake anting, pake gincu, boleh gak? Itu masalah apa? Kebenaran jugakah?
    Menurut saya analisis terlalu dangkal, atau malah terlalu lebai
    Cukup dilihat scr sderhana saja, sekolah/guru sah2 aja membuat aturan baik terkait kedisiplinan, kerapian, kepatutan, atau sekedar utk keseragaman, yg penting bukan suatu monopoli utk keuntungan pribadi dan bersifat diskriminatif

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sudah jelas bersifat diskriminatif karena rambut perempuan dibiarkan saja, dan hanya laki2 yang kena razia dan dipotong rambutnya secara paksa, sehingga menjadi "benar" menurut versi satu guru (dan guru lain mungkin tidak setuju).

      Delete
  5. Di new york siswa diperbolehkan buat berambut panjang, dan terbukti, siswa S1 disana bisa jadi boss di Negara kita, sedangkan disini, belum tentu bisa jadi boss di negaranya sendiri, jadi menurut saya rambut panjang itu sebenarnya tidak masalah, dan skrng juga banyak ada guru2 perempuan yg rambutnya di cat, guru laki2 juga masih banyak yg genit sama siswa perempuan, dan bahkan sampai ketahuan nonton bokep, apa itu masih di anggap benar??

    ReplyDelete
  6. sangat setuju sekali dg postingan nya. saya adalah seorang murid yg dari zaman saya Smp dulu paling tdk suka kalau ada peraturan soal rambut.
    dan memang benar sekali, mental masa orde baru masih sangat kental

    ReplyDelete
    Replies
    1. Banyak guru takut menghadapi perubahan. Mereka anggap tidak perlu melakukan usaha lebih utk menjadi guru baik. Cukup mengajar dari buku teks saja, terima gaji, menunggu uang pensiun. Mengubah cara berpikir mereka sulit.
      Sabar yg mas. Suatu hari akan bebas dari kondisi sekolah, dan bisa tentukan masa depan sendiri.

      Delete
  7. I love this post. Wish that everyone can read this very well.

    ReplyDelete
  8. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  9. Jujur saya sedih peraturan di negeri ini sangat sedih kapan semua ini bisa berubah lebih baik lagi , apakah rambut sangat mengganggu penamplan ? Ya tidak kecuali rambut nya itu teracak" tidak terurus , tapi mengapa negeri ini mementingkan hal yg tidak penting .
    Melakukan siswa yg tak sepantas ny di lakukan , mungkin ada beberapa orang yg tidak setuju tapi orang yg setuju itu yg sangat" bodoh . Kapan sadar nya negeri ini , nurut" buat apa kalo nurut tapi nurut hal yg tidak benar ,. Dibilang ngasih tau salah ya bantah sok benar nurut yg kuasa kuasa nya jg salah diturut"
    Sangat" sedih banget

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hasil pendidikan ala Orde Baru, dan banyak guru tidak mau berubah. Teruskan saja gaya pendidikan zaman dulu, dan tidak perlu dibahas apakah baik dan benar atau tidak.

      Delete
  10. Kenapa sih rata-rata menginginkan aturan yang harus disamakan dengan negara lain ?

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...