Assalamu’alaikum wr.wb.,
Dulu ada seorang Nabi Allah bernama Syu’aib, yg diutuskan ke
kaum Madyan. Dia suruh mereka beriman kepada Allah dan berhenti merekayasa takaran
dan timbangan dalam perdagangan karena akan mengundang kemurkaan Allah.
85. Dan Syu'aib berkata: "Hai kaumku, CUKUPKANLAH
TAKARAN DAN TIMBANGAN DENGAN ADIL, dan janganlah kamu merugikan manusia
terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi
dengan membuat kerusakan.
(QS. Hud 11:85)
Tetapi kaum Madyan itu menolak ajakan Nabi Syu’aib utk
beriman kepada Allah, dan mereka juga menolak untuk berlaku jujur dan adil
dalam perdagangan. Jadi Allah menyelamatkan Nabi Syuaib, dan jatuhkan siksaan
di atas kamu Madyan, yang binasakan mereka.
91. Kemudian mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka
mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka,
(QS. Al-A’raf 7:91)
Jadi mereka semua mati dalam sekejap. Selain tidak beriman,
ada satu dosa yang disebutkan secara jelas oleh Allah: merekayasa takaran dan
timbangan. Bagaimana dengan Indonesia? Seorang pedagang mengeluh karena “rugi
terus”. Di pasar, hanya dia sendiri yang tidak curang dgn merekayasa timbangan.
Katanya, teman2 curang semua, jadi untung mereka lebih besar daripada dia. Dan
pedagang2 lain membenarkan bahwa itu memang umum di semua pasar dari dulu.
Tapi di Indonesia, bukan hanya takaran dan timbangan saja
yang direkayasa. Barang yang mau dijual juga bisa direkayasa. Ada banyak contoh
mulai dari bahan palsu, barang palsu, daging sapi palsu (celeng), air Zam-zam
pun ada yang palsu. Lalu juga ada campuran puluhan zat kimia spt formalin,
borax, bayclin, dan yang lain, yang bukan unsur palsu tapi malah lebih bahaya
lagi. Yang terbaru adalah beras plastik. Penjual tidak peduli kl konsumen
dirugikan atau jatuh sakit. Timbangan saja sudah direkayasa, dan barang yang
dijual juga bisa direkayasa. Dan dilakukan setiap hari oleh banyak sekali
pedagang yang mengaku beriman kepada Allah.
Timbangan yg direkayasa sudah setara dgn kaum Madyan. Kl barang
yang dijual juga direkayasa, berarti lebih buruk dari kaum Madyan. Dan kl penjual
sudah mengaku beriman kepada Allah (sambil berbuat curang dan rekayasa) berarti
dua kali lebih buruk dari kaum Madyan, karena seharusnya sadar sendiri dan
takut kena kemurkaan Allah.
Kaum Madyan diberikan siksaan yang besar, disebabkan
kecurangan mereka. Dan sekarang orang yang mengaku beriman lebih curang lagi
dari mereka. Kaum Madyan tidak peduli pada Nabi Syu’aib, dan banyak pedadang Muslim
di Indonesia lebih tidak peduli pada Nabi Muhammad SAW yang juga ajarkan kita
utk jujur dan adil dalam perdagangan. Apa kita sudah siap kena azab dari Allah
juga, disebabkan kecurangan kita yang lebih parah dari kaum Madyan?
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto
this is indonesia.
ReplyDelete