[Di dalam group muallaf, ada yang merasa saya
terlalu tegas dalam membatasi pembahasan dari orang2 yang bukan muallaf, tetapi
masuk ke group dengan niat “membina muallaf”. Karena sepertinya banyak orang
yang bukan muallaf tidak begitu paham, maka saya kasih penjelasan di bawah ini,
agar mereka bisa menyadari bahwa membina muallaf tidak sama dengan membina
orang dewasa yang Muslim dari lahir tetapi masih awam. Mungkin ada manfaatnya kalau
dibaca teman2 yang lain juga.]
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Saya
pernah bicara 8 jam non-stop (kecuali shalat) dengan seorang muallaf yang mau
murtad. Dia merasa semua yang dia alami sebagai seorang Muslim terlalu berat,
jadi dia mau murtad saja. Setelah bicara lama dengan saya, akhirnya dia banyak
menangis dan memilih sendiri untuk tetap sebagai seorang Muslim. Dalam diskusi
itu, saya sengaja kasih dia dua pilihan, menjadi Muslim terus atau kembali
Kristen, dan menjelaskan hasil yang baik dan buruk dari kedua pilihan itu. Hal itu
sengaja dilakukan untuk memancing logika dia jalan. Karena keputusan murtad
(setelah dia jelaskan semua alasannya) adalah keputusan dari emosi. Jadi saya
harus memaksa dia untuk menganalisa keadaannya. Dan hal itu sangat mudah bagi
saya karena setiap kali saya bertanya kepada dia, sebelum dia sempat berfikir
dan buka mulut, saya sudah tahu jawabannya akan seperti apa, dan sudah siapkan
pertanyaan susulan. Jadi dalam proses diskusi lama itu, saya bisa mengarahkan
pikiran dia dari kondisi bingung dan mau putus asa menjadi yakin dan kuat untuk
menghadapi semua ujian yang Allah berikan kepadanya.
Jadi
pembinaan terhadap muallaf ada ilmunya. Orang yang bukan muallaf tidak selalu
bisa mengerti hal seperti itu. Satu kalimat dari orang lain bisa dipikirkan
berhari-hari atau berbulan2, karena si muallaf menjadi bingung dan bertanya, “Apa
saya seorang Muslim yang baik? Apa ibadah saya diterima, walaupun ada banyak
kesalahan di dalamnya?” Dan seterusnya.
Orang Muslim (kadang termasuk
ustadz juga) yang bukan dari latar belakang muallaf merasa bebas “menyampaikan
ilmu” kepada seorang muallaf. Tetapi mereka tidak sadar efek samping
yang bisa muncul tanpa sepengetahuan dia di dalam hati si muallaf.
Karena saya sudah pernah lewati
proses yang sama, dan insya Allah sudah mengerti “ilmu pembinaan muallaf” maka
saya lebih utamakan apa saja yang baik dan bermanfaat bagi muallaf. Kalau ada
orang yang “mengganggu” proses itu, maka saya bersikap seperti guru TK yang
melihat anaknya diganggu oleh orang lain. Jadi saya kadang merasa harus tegas (tapi tidak selalu).
Banyak
orang merasa bahwa guru yang baik adalah orang yang selalu dibutuhkan oleh
muridnya. Itu persepsi yang sangat umum di sini, tetapi itu juga sangat salah. Saya
seorang guru yang memiliki kualifikasi
(S1 di bidang pendidikan), dengan 15 tahun pengalaman mengajar, dan juga seorang pelatih guru. Saya dulu diajarkan dan sekarang juga percaya
sendiri bahwa di dunia pendidikan, seorang guru yang baik adalah guru yang bisa
menjadikan dirinya “tidak dibutuhkan lagi” oleh muridnya.
Semua
manusia akan wafat, termasuk guru kita. Jadi kalau murid selalu
membutuhkan guru, apa yang mereka bisa lakukan pada saat gurunya wafat? Mereka
akan mengalami kesulitan. Jadi guru yang baik akan berusaha untuk membina
muridnya, sampai mereka bisa menjadi mandiri dan tidak perlu guru itu lagi. Dan
itu juga tujuan saya di group Muallaf
Indonesia. Saya akan senang sekali kalau ada “seorang Muslim” (atau mantan
muallaf) yang kirim email ke saya dan mengatakan ilmu di Muallaf Indonesia sudah
terlalu mudah bagi dia, karena sudah dipahami semua. Jadi dia tidak merasa
sebagai “muallaf” lagi tetapi merasa sebagai
seorang Muslim yang sama seperti orang yang lahir dalam Islam. Dan dia sudah
ikut pengajian di beberapa tempat, punya beberapa guru agama, sudah mengerti
dasar2 fiqih dan tafsir. Dan oleh karena itu, dia merasa tidak perlu ikut Muallaf Indonesia lagi
karena dia butuh ilmu yang lebih tinggi
dari guru yang lain.
Sebagai
gurunya (pembina muallaf) saya hanya bisa merasa berhasil kalau hal itu
terjadi. Selama orang yang sama masih datang ke Muallaf Indonesia
terus, sampai bertahun2, dan masih merasa ilmunya
mimim dan sering bingung, maka saya merasa
belum
berhasil sebagai gurunya. Jadi tujuan saya adalah untuk kosongkan group ini
dari muallaf, karena semua “orang Muslim” itu akan pindah ke tempat yang
ilmunya lebih tinggi. Dan setelah itu, kita akan terima muallaf yang baru. (Tapi kalau orang lama mau tetap di sini sebagai
pembina, juga boleh!)
Jadi kepada teman2 yang
mungkin belum mengerti banyak tentang cara membina muallaf, lebih baik
mengikuti arus yang sudah ada, karena dibentuk dengan tujuan yang jelas. Bisa
saja anda “benar” dan ilmu yang ingin anda sampaikan “benar” dari guru agama
yang juga “benar” tetapi tidak secara automatis berarti hal itu baik dan
bermanfaat untuk disampaikan kepada para muallaf pada saat ini. Semoga bisa
dipahami.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto
No comments:
Post a Comment