Search This Blog

Labels

alam (8) amal (100) anak (299) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (8) dakwah (87) dhuafa (18) for fun (12) Gene (222) guru (61) hadiths (9) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (52) indonesia (570) islam (556) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (357) kesehatan (97) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (52) my books (2) orang tua (8) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (503) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (11) pesantren (34) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (178) Sejarah (5) sekolah (79) shalat (9) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

09 April, 2016

Hakim Bebaskan Guru Yang Potong Rambut Siswa



Seorang hakim bebaskan guru yang potong rambut siswa dan disidangkan oleh orang tuanya siswa. Banyak guru langsung gembira, dan merasa dibenarkan. Dalam kasus itu, guru sudah salah, dan orang tua lebih salah lagi. Kl orang tua tidak senang, mau laporkan guru, silahkan. Ancam dan menyerang guru salah sekali. Tapi dari awalnya, guru sudah salah. Memotong rambut siswa dgn cara memalukan bukan bagian dari tugas guru. Tidak pernah ada dosen yang ajarkan di Fakultas Pendidikan. Guru sendiri yang memutuskan utk lakukan hal itu terhadap siswa. Itu bukan “bagian dari disiplin sekolah” spt yg dikatakan oleh hakim. Itu bagian dari penyiksaan emosional terhadap siswa, dan salah.

Sampai sekarang, tidak pernah ada yang bisa berikan argumen yang kuat ttg KENAPA guru harus potong rambut siswa secara paksa. Dan tahun 1960-80an, rambut siswa tidak pernah menjadi masalah. Sepertinya hanya menjadi masalah setelah Petrus (penembak misterius) yg mulai di tahun 1980an, dan rambut panjang serta tato dianggap “tanda orang tidak benar, yang layak dibunuh tanpa sidang”. Sepertinya sesudah itu, guru baru mulai razia rambut gondrong di sekolah. Dan guru2 itu tetap tidak peduli pada rambut perempuan (silahkan gondrong dan tidak rapi kl perempuan). Di dalam kasus Petrus, hanya laki-laki dgn rambut gondrong yg dibunuh, perempuan tidak. Jadi para guru yg takut pada pemerintahan Soeharto memilih utk diam dan taat, dan mulai pedulikan pada ukuran rambut siswa laki-laki. Dan masih diteruskan sampai sekarang.

Dan sudah pernah saya jelaskan, potong rambut dgn cara memalukan adalah hukuman tentara Jepang di sini dulu, terhadap tahanan sipil. Jadi guru tidak mau bedakan diri dari penjajah yang jahat? Masih mau pakai hukuman yang sama agar “ditaati dan ditakuti”.Tentara Jepang juga ingin menegakkan disipilin tahanan dgn cara itu. Guru tidak bisa lebih baik dari tentara Jepang, dan malah bangga?

Kita bisa berikan pendidikan yang lebih baik dari itu kepada 60 juta siswa!! Hentikan “razia rambut gondrong” di sekolah. Biarkan orang tua mengurus rambut anaknya sendiri, dan kl dinilai “tidak rapi” silahkan guru telfon orang tua dan minta mereka perhatikan, tanpa perlu diancam atau ditindak. Guru Indonesia adalah pendidik, bukan tentara penjajah. Betul?

MA Bebaskan Guru yang Dicukur Orangtua Murid

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...