[Teks di bawah ini ditinggalkan di blog saya sebagai komentar. Di bawahnya lagi ada komentar dari saya.]
Setelah membaca surat Bung Tomas Aquino (Kompas, 11/10), pertama-tama saya mengucapkan terima kasih atas kritik yang membangun. Namun, ada beberapa substansi penting yang perlu dijelaskan agar "acara minum bekas cucian" bisa dilihat secara proporsional.Memang betul, pada acara peresmian Kantor DPC PDI Perjuangan Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, pada 17 September 2006 terjadi insiden yang jelas-jelas tidak dikehendaki oleh Ibu Megawati Soekarnoputri. Di akhir acara, ribuan kader dan Simpatisan yang setia kepada PDI Perjuangan menerobos masuk untuk bisa bersalaman dengan Ibu Megawati.
Seperti halnya di setiap acara yang dihadiri Ibu Megawati di berbagai daerah, kecintaan kader dan Simpatisan yang Militan termasuk rakyat kecil yang kecewa dengan kondisi berbangsa dan bernegara saat ini sepertinya ingin disampaikan langsung dengan bertatap muka atau bisa sekadar bersalaman.
Di saat kondisi yang serba ramai, tiba-tiba ada salah seorang Simpatisan yang Militan menerobos langsung sembari memaksa membasuh kaki Ibu Megawati. Dalam kondisi terdesak, Ibu Megawati sebetulnya tidak ingin mengalami perlakuan aneh tersebut.
Karena "Bapak" tadi memaksa dan berjanji hanya membasuh kaki saja, itu pun hanya menghabiskan seperempat botol isi air mineral ukuran kecil, Ibu Megawati terpaksa mengabulkan permintaan tersebut.
Namun, sangat disayangkan, di luar sepengetahuan Ibu Megawati, karena harus meninggalkan lokasi acara, "Bapak" tadi meminum bekas basuhan kaki yang telah ditambah air mineral lagi.
Ibu Megawati sepakat dengan Bung Tomas Aquino bahwa cara-cara pemujaan atau kultus individu terhadap pemimpin di luar nalar sehat harus ditinggalkan.
Ketika menerima penghargaan dari Kerajaan Gowa, 11 Juni 2006, sebagai I Fatimah Daeng Takontu Karaeng Campagaya yang berarti "Macan Betina dari Timur", Ibu Megawati mempertimbangkannya lama sekali untuk menerima gelar tersebut. Secara pribadi, terhadap hal-hal yang bersifat pujian, Ibu Megawati sangat tidak berkenan.
Prinsip Ibu Megawati adalah "Sepi ing pamrih, rame ing gawe". Hal ini sudah terbukti dari "dipinjamnya" angka-angka statistik data kemiskinan di era kepemimpinan Megawati oleh pemerintahan sekarang.
Monggo diliat di Link berikut, Berita dan Foto yg dibuat oleh Harian Rakyat Merdeka:
########
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Penjelasan:
>>>Karena "Bapak" tadi memaksa dan berjanji hanya membasuh kaki saja, itu pun hanya menghabiskan seperempat botol isi air mineral ukuran kecil, Ibu Megawati terpaksa mengabulkan permintaan tersebut.
Komentar saya:
Wah, terima kasih atas pencerahannya. Sangat menarik. Ternyata Ibu Mega tidak menginginkan semuanya. Alhamdulillah. Memang tidak pantas. Ternyata dia dipaksakan. Tetapi ada suatu hal yang tidak saya pahami. Ibu Mega seorang mantan Presiden. Jadi, kalau tidak salah, masih dijaga oleh Paspamres dan polisi. (Atau mungkin tidak lagi?). Tetapi pasti ada semacam pengawal dan adjudan. Walaupun begitu, ternyata masih bisa dipaksa-paksakan diuar kehendaknya.
Ibu Mega dipaksa menuju kursi. Dipaksa duduk. Lalu dipaksa buka sepatu. Dipaksa buka kaos kaki. Dipaksa taruh kakinya di dalam ember. Dipaksa menahan posisi tersebut selama beberapa menit supaya kakinya bisa dicuci, walaupun semuanya di luar kehendaknya.
Kasihan sekali Ibu Mega kalau sering dipaksa-paksakan begitu.
Mungkin lebih baik kalau Ibu Mega tidak diangkat menjadi Presiden lagi. Takutnya nanti dipaksakan menjual aset negara dengan harga yang muruh, padahal tidak mau. Takutnya dipaksakan memberikan kemerdekaan pada Papua, Maluku, Aceh, dan lain lain, padahal tidak mau. Kasihan Ibu Mega yang tidak bisa membela diri terhadap “paksaan” orang yang tidak dikenal. Dan ternyata, dari ratusan simpatisan di sekitarnya, tidak ada satupun yang berani menyelamatkan Ibu tercinta mereka yang sedang dipaksakan di luar kehendaknya. Kok mereka begitu cuek pada penderitaan Ibu Mega yang sedang dipaksa-paksakan?
>>>Ibu Megawati sepakat dengan Bung Tomas Aquino bahwa cara-cara pemujaan atau kultus individu terhadap pemimpin di luar nalar sehat harus ditinggalkan.
Alhamdulillah. Mudah-mudahan pada lain kesempatan, Ibu Mega bisa berhasil untuk tidak duduk, tidak buka sepatu dan kaos kaki, tidak taruh kaki di dalam ember, dan tidak berdiam diri selama beberapa menit pada saat kakinya dicuci (dalam keadaan terpaksa). Dan semoga pada lain waktu, Ibu Mega bisa dilindungi oleh kader dan simpatisan yang lebih sayang kepadanya, sehingga pada saat mereka melihat pemimpin mereka “dipaksakan” di luar kehendaknya, mereka akan maju untuk membelanya dan menyuruh orang yang mengganggunya untuk tidak “mengkultuskan Ibu Mega” karena ternyata Ibu Mega tidak setuju (kecuali sedang “dipaksakan” tentu saja).
>>>Ketika menerima penghargaan dari Kerajaan Gowa, 11 Juni 2006, sebagai I Fatimah Daeng Takontu Karaeng Campagaya yang berarti "Macan Betina dari Timur",
Ibu Megawati mempertimbangkannya lama sekali untuk menerima gelar tersebut.
Alhamdulillah. Sayangnya dia tidak mempertimbangkannya lama sekali juga pada waktu memutuskan untuk menjual aset negara dengan harga murah selama menjadi Presiden dulu. Mungkin kalau masih ada BUMN yang baik seperti Indosat, yang sudah terlanjur dijual oleh Ibu Mega, negara ini akan lebih makmur sekarang. Dan hal itu berarti pada saat rakyat miskin bertemu dengan Ibu Mega, mereka tidak akan “kecewa dengan kondisi berbangsa dan bernegara”, tetapi mereka malah sudah bisa hidup dengan sejahtera. Sayangnya, Ibu Mega tidak memikirkan kesejahteraan mereka pada saat dia sibuk menjual aset negara dulu.
Atau mungkin Ibu Mega dipaksakan pada waktu itu juga!
Hanya ada satu komentar lagi dari saya. Dalam penjelasan di atas, dikatakan bahwa orang itu bisa minum air bekas cucian kaki Mega “…di luar sepengetahuan Ibu Megawati, karena harus meninggalkan lokasi acara, [jadi] ‘Bapak’ tadi meminum bekas basuhan kaki yang telah ditambah air mineral lagi.” (Ini fotonya) .
Kalau melihat foto ini, ada dua orang yang duduk di belakang Ibu Mega. Seorang Ibu yang memakai baju dan celana hitam, dan seorang bapak yang memakai jaket merah. Sepertinya agak aneh kalau Ibu Mega bisa tinggalkan lokasi, tetapi ibu dan bapak tersebut tidak pindah dari kursinya sama sekali. Di dalam foto yang kedua, mereka masih kelihatan duduk dalam posisi yang sama. Baju hitam dan sepatu hitam dari ibu itu masih kelihatan di posisi yang sama, dan jaket merah yang dipakai oleh bapak itu masih kelihatan juga.
Artinya, (kalau penjelasan di atas itu benar) Ibu Mega berdiri dan tinggalkan ruangan, dan bapak yang mencuci kakinya tetap berlutut di depan kursi kosong tanpa begerak, dan kedua kader PDIP di belakang bapak itu juga tidak tidak berdiri dan mengantarkan Ibu Mega keluar dari ruangan. Mereka berdua diam saja di kursi, dan memperhatikan si bapak yang meminum air cucian kaki Ibu Mega. Berarti bapak yang minum itu sedang menghadapi kursi kosong, dan ibu dan bapak di belakangnya begitu terpesona, mereka tidak begerak sama sekali saat Ibu Mega pergi.
Mungkin ada penjelasan yang lain, yaitu, bapak itu masih minum air cucian kaki Mega dihadapannya, dan Ibu Mega belum pergi ke mana-mana. Bapak yang berlutut masih berlutut di depannya, dan kedua kader di sebelahnya juga belum begerak karena pemimpin mereka belum bergerak dari kursinya. Wallahu a’lam.
Tetapi apapun yang terjadi, kita tidak perlu menyalahkan Ibu Mega. Dia dalam kondisi dipaksakan di luar kehendaknya. Semoga di masa depan Indonesia mendapat Presiden yang sanggup membela diri terhadap paksaan dari orang yang tidak dikenal.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,