Labels

alam (8) amal (100) anak (293) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (7) dakwah (84) dhuafa (18) for fun (12) Gene (218) guru (57) hadiths (10) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (53) indonesia (564) islam (546) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (351) kesehatan (96) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (48) my books (2) orang tua (7) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (497) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (10) pesantren (32) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (171) Sejarah (5) sekolah (74) shalat (7) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

09 September, 2012

Mendikbud: Hukuman Fisik untuk Siswa Sah Saja Asal “Tidak Berlebihan”

Assalamu’alaikum wr.wb.,
Ada sebuah pernyataan baru dari Mendikbud:
"Hukuman, misalnya fisik, itu kan pelajaran juga, selama tidak dalam bentuk berlebihan,"

Pernyataan yang sangat buruk ini sugguh luar biasa karena berasal dari seorang pejabat yang punya tugas mencerdaskan bangsa. Pemikiran seperti ini sudah ditinggalkan di dunia pendidikan internasional pada puluhan tahun yang lalu. Ilmu pendidikan sudah maju, tapi pejabat kita belum.
Apa kira-kira defisini “tidak berlebihan” itu? Apakah boleh memukul siswa sepuasnya, dan selama siswa tidak wafat atau masuk rumah sakit, maka tidak berlebihan?

Apakah akan ada buku panduan yang baru dari Kemendikbud yang lengkap dengan definisi pemukulan yang wajar, yang menentukan penggunakan kekerasan fisik sampai batas mana, dan apa yang tergolong berlebihan? Misalnya, tampar pipi kanan boleh. Apa pipi kanan dan kiri sekaligus atau hanya satu pipi? Tampar sekali saja boleh? Dua kali? Maksimal tiga puluh kali? Dianggap tidak berlebihan selama siswa tidak pingsan? Tidak berlebihan selama siswa tidak jatuh ke samping? Tidak berlebihan selama siswa tidak berdarah?
Definisi “tidak berlebihan” itu seperti apa?

Bagaimana kalau kita ambil pernyataan dari sang menteri ini, dan bawa ke ranah yang lain. Pernyataan menteri mungkin setara dengan konsep seperti ini:
·         Korupsi boleh, asal tidak berlebihan.
·         Money politics dalam pemilu dan pilkada boleh, asal tidak berlebihan.
·         Menyogok polisi di pinggir jalan boleh, asal tidak berlebihan.
·         Menyogok hakim boleh, asal tidak berlebihan.
·         Malpraktek dokter boleh, asal tidak berlebihan.
·         Pelanggaran HAM boleh, asal tidak berlebihan.
·         Pelacuran boleh, asal tidak berlebihan.
·         Penggunaan narkoba boleh, asal tidak berlebihan.
·         Perzinaan boleh, asal tidak berlebihan.
·         Studi banding setiap bulan untuk anggota DPR dan DPRD boleh, asal tidak berlebihan.


Pemikiran seperti ini sangat tidak layak untuk kemajuan bangsa. Tidak layak untuk membentuk generasi mendatang yang berkualitas. Tidak layak diucapkan seorang pakar pendidikan. Sangat tidak layak diucapkan oleh seorang menteri pendidikan.
Saya sangat ingat ketika dulu membahas kekerasan fisik di sekolah, dalam sebuah group guru. Ada seorang guru yang bercerita tentang masa kecilnya. Dia dan teman sekolahnya dipukul oleh guru mereka karena suatu pelanggaran. Besok hari, teman itu bunuh diri, dan tinggalkan surat yang dialamatkan kepada gurunya. Yang bercerita, akhirnya menjadi guru juga, dan tentu saja dia sangat tidak setuju dengan kekerasan fisik terhadap siswa karena sudah lihat efek samping atau konsekuensi yang paling ekstrim.

Coba lihat negara yang paling tinggi ranking-nya di bidang pendidikan. (Contoh Finlandia). Apakah di sana boleh memukul siswa, asal “tidak berlebihan”? Sama sekali tidak boleh. Seorang ahli pendidikan bisa mengendalikan puluhan siswa dan memberikan pengarahan tanpa harus menggunakan kekerasan, hukuman fisik, atau bahkan tanpa mengancam secara emosional. Daripada mencari contoh yang paling bagus di dunia, dan diaplikasikan di sini, Mendikbud malah memberikan solusi yang sudah ditinggalkan dari puluhan tahun yang lalu di semua negara yang paling maju, dan angkat “solusi” itu sebagai hal yang wajar dalam sistem pendidikan kita.

Kapan Indonesia akan dapat pemerintah yang peduli pada pendidikan?

Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto

*********
Mendikbud: Hukuman Fisik untuk Siswa Sah Saja Asal “Tidak Berlebihan”
Penulis : Indra Akuntono | Sabtu, 8 September 2012 | 07:21 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menilai hukuman fisik dari guru kepada siswa sah-sah saja untuk diberikan. Hanya saja, hukuman fisik itu harus mendidik dan menjadi jalan terakhir untuk memberi pemahaman kepada peserta didik.

"Hukuman, misalnya fisik, itu kan pelajaran juga, selama tidak dalam bentuk berlebihan," ungkapnya di gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jakarta, Jumat (7/9/2012).


Hal ini disampaikan Mendikbud menyusul munculnya kembali aduan tentang kekerasan di sekolah, terutama yang dilakukan oleh guru kepada siswanya. Hukuman fisik, lanjutnya, apalagi diberikan oleh guru, jelas tidak boleh diberikan secara berlebihan. Namun, jika diberikan pun, guru dan orangtua harus berangkat dari pemikiran bahwa hukuman ini penting untuk mendidik anak sehingga tak orangtua tak perlu bereaksi berlebihan.


"Bagaimanapun juga guru perlu dilindungi. Jangan sedikit-sedikit mengadu ke komnas, saya pikir itu lost energy. Seharusnya kan bisa balance," ucapnya. Menurutnya, perlindungan yang berlebihan terhadap salah satu warga sekolah juga tidak baik. Semua warga sekolah, baik siswa maupun guru, sama-sama perlu mendapatkan perlindungan yang sesuai dengan porsinya. "Tentu harus dilindungi, tetapi overprotective juga tidak bagus," tambahnya,


Kasus kekerasan yang dilakukan guru kepada siswa kembali mencuat. Terakhir, orangtua seorang siswa kelas III SDN 23 Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara, melaporkan seorang gurunya yang diduga melakukan kekerasan fisik terhadap siswanya. Setidaknya, ada empat siswa yang mengaku telah menjadi korban hukuman fisik yang diberikan oleh guru Rh karena mereka disebutkan tidak membuat pekerjaan rumah. Sampai saat ini kasus tersebut dalam penanganan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Editor : Caroline Damanik

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...