Search This Blog

Labels

alam (8) amal (100) anak (299) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (8) dakwah (87) dhuafa (18) for fun (12) Gene (222) guru (61) hadiths (9) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (52) indonesia (570) islam (557) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (357) kesehatan (97) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (52) my books (2) orang tua (8) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (503) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (11) pesantren (34) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (179) Sejarah (5) sekolah (79) shalat (9) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

17 March, 2021

Fatwa MUI: Vaksinasi Covid-19 Tak Batalkan Puasa Ramadhan

Kompas.com - 17/03/2021, Penulis Dian Erika Nugraheny | Editor Diamanty Meiliana JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Ulama Indonesia menerbitkan fatwa Nomor 13 Tahun 2021 tentang Hukum Vaksinasi Covid-19 saat Berpuasa. Berdasarkan fatwa itu, vaksinasi yang dilakukan dengan penyuntikan vaksin tidak membatalkan puasa.

"Vaksinasi Covid-19 yang dilakukan dengan injeksi intramuskular tidak membatalkan puasa," ujar Ketua Komisi Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh. Adapun yang dimaksud injeksi intramuskular adalah injeksi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat atau vaksin melalui otot.
https://nasional.kompas.com


13 March, 2021

Kalau Kita Abaikan Ketidakadilan, Nanti Kita Bisa Menjadi Korbannya!

Banyak orang melihat ketidakadilan tapi diam saja. Korbannya mungkin di wilayah lain, atau tetangga sendiri. Tapi selama tidak merasakan dampaknya, banyak orang tidak mau protes ketika hak orang lain diinjak. Hal itu terjadi di saat Perang Dunia II dan dibahas dalam sebuah puisi dari pastor Jerman, Martin Niemöller. (Makna dari puisinya dipelajari dalam sekolah di barat.) Dia melihat Nazi menindas dan menangkap banyak kaum, tapi dia dan kebanyakan orang diam. Mereka tidak menderita, jadi kenapa harus protes? Ketika akhirnya Nazi juga datang untuk tangkap Niemöller, tidak ada lagi kaum yang tersisa untuk protes dan membela hak dia.

Kondisi ini terasa sekarang oleh rakyat Myanmar. Mungkin sebagian dari mereka tahu ttg pembantaian Rohingya yang dilakukan oleh tentara, tapi mereka diam. Dan sekarang unit tentara yang sadis itu dikirim ke kota2 Myanmar untuk menindas rakyat biasa. Mereka baru mau protes, tapi mungkin sudah telat, dan belum tentu ada yang mau membela mereka. Ketika kita diam terhadap ketidakadilan yang menimpa orang lain, ada risiko bahwa kalau kita menjadi korban, tidak ada yang mau membela kita. Semoga menjadi pelajaran.
-Gene Netto  

***
Pertama Mereka Datang untuk Orang Komunis…

Pertama mereka datang untuk tangkap orang komunis,
dan saya tidak berbicara karena saya bukan orang komunis.
Kemudian mereka datang untuk tangkap anggota serikat buruh,
dan saya tidak berbicara karena saya bukan anggota serikat buruh.
Kemudian mereka datang untuk tangkap orang Yahudi,
dan saya tidak berbicara karena saya bukan seorang Yahudi.
Kemudian mereka datang untuk tangkap saya,
dan tidak ada orang yang tersisa untuk berbicara bagi saya.
- Martin Niemöller
***

Militer Myanmar Gunakan Senjata Perang Hadapi Demonstran, termasuk Sniper
https://www.inews.id

Guru PNS Dan Honorer Tidak Sama?

Ada yang mengatakan bahwa guru PNS dan honorer tidak bisa disamakan. Guru PNS sudah lulus dari tes, dikasih gaji penuh, dan bayar premi setiap bulan. Jadi wajar ada asuransi jiwa, dan tidak perlu diprotes. Jangan samakan antara guru PNS dan honorer.

Saya mau bertanya, dari sisi keadilan saja, apa kita juga bersikap begitu terhadap prajurit TNI honorer, polisi honorer, jaksa honorer, penjaga penjara honorer, dll.? Mereka juga dikasih gaji 600 ribu per bulan, sering dipotong, dibayar telat 6 bulan, tapi di tempat kerja dikasih beban kerja yang sama dengan rekan kerja yang "PNS"?

Ohh, maaf, tidak ada TNI honorer, yang disuruh melindungi negara dgn gaji 600 per bulan, keluarga hidup dalam kemiskinan, dan setelah selesai tugas, harus kerja 5 jam lagi sebagai tukang ojek agar istri dan anak bisa makan. Begitu juga polisi honorer tidak ada. Jaksa honorer dengan gaji 600 ribu mau penjarakan koruptor yang tawarkan 10 miliar kalau bisa bebas? Penjaga penjara honorer?

Di mana hati nurani 2 juta guru PNS yang melihat ketidakadilan yang menimpa 1 juta guru honorer, lalu bersikap, "Kerja saja secara ikhlas, nanti Allah yang kasih rezeki!" Tapi buat diri sendiri, diharapkan gaji penuh, dibayar tepat waktu, tanpa potongan, asuransi penuh, dan awas kalau hak saya dirampas! Seharusnya 1 juta guru honorer bisa berharap dapat kepedulian, persaudaraan, dan persatuan dari 2 juta guru PNS. Ditambah lagi kepedulian dari 60 juta siswa dan 100 juta orang tua. Ternyata tidak. Dibiarkan menderita sendiri puluhan tahun, tapi dengan beban kerja yang sama.

Jutaan orang siap perang melawan Belanda dulu agar Indonesia bisa merdeka. Kenapa hasilnya begini? Kemerdekaan dibeli dengan darah dan nyawa. Kenapa tidak menghasilkan persatuan dan kepedulian terhadap sesama? Apa tidak malu?
-Gene Netto

10 March, 2021

Mau Ikut Perkosa Anak Perempuan? Ayooo! Semangat!!

Diajak pergi sama pacar, anak perempuan berusia 15 tahun ini menolak karena sudah malam. Dibujuk ikut untuk membahas pernikahan, akhirnya setuju. Malah dibawa ke sawah, diancam dgn parang, dan diperkosa oleh pelaku dan lima temannya yang sudah menunggu. Heran? Jangan heran. Kejadian sangat normal di seluruh Indonesia, dan terjadi setiap hari.

Yang tidak mau dibahas oleh semua orang adalah otaknya para remaja dan pemuda laki-laki. Dari ribuan buah berita yang saya baca, tidak pernah ada kisah tentang seorang remaja laki-laki yang menolak ajakan itu, lapor ke orang tua dan polisi, untuk menyelamatkan perempuan tersebut. Bayangkan, dari 10.000 pemuda laki-laki yang diajak perkosa anak perempuan, 0% menolak, dan 0% merasa menyesal di saat kejadian dan berusaha selamatkan korban yang teriak ketakutan. Mereka diajak 1 kali saja, langsung setuju. Kenapa bisa?

Sayangnya, 100 juta orang tua, 3 juta guru, dan puluhan ribu pejabat dan pemuka agama tidak mau bahas kegagalan pendidikan, kegagalan agama, kegagalan budaya, kegagalan parenting, dan kegagalan pelajaran empati yang menghasilkan banyak sekali pemuda laki-laki seperti itu. Siapa yang mau melindungi anak Indonesia?
-Gene Netto

Diajak Pacar ke Luar Rumah, Siswi SMP di Lombok Timur Diperkosa 6 Pemuda
https://ntb.inews.id/berita/diajak-pacar-ke-luar-rumah-siswi-smp-di-lombok-timur-diperkosa-6-pemuda

08 March, 2021

Kenapa Anak Bisa Dicabuli Bertahun-Tahun?

[Komentar]: Lah, itu muridnya dari umur 13thn s/d 16thn kok betah ngaji sm guru bejad begitu???

[Gene]: Betah? Hampir semua anak yang dicabuli menjadi korban berkali-kali dan bertahun-tahun. Yang dicabuli satu kali saja dan langsung diselamatkan adalah minoritas. Kebanyakan korban diancam. Mereka anak, bukan dewasa, jadi otaknya adalah otak anak. Ketika diancam: "Kamu akan masuk neraka kalau tidak nurut!" mereka takut, dan merasa harus diam dan taat pada guru ngaji, ustadz pesantren, guru sekolah, bapak tiri, bapak kandung, guru les, teman sekolah, tetangga, dsb. Bisa diancam dengan berbagai cara: Akan dibunuh, akan masuk neraka, akan gagal naik kelas, anak dibuang oleh keluarga kalau ketahuan, dsb. Intinya, mereka dibuat takut oleh pelaku. Dan karena masih anak, pola pikir mereka tidak kritis, dan tidak sanggup menganalisis ancaman itu, untuk pastikan benar atau salah. Jadi dianggap benar.

Tidak ada program pendidikan di sekolah, tivi, atau rumah yang mendidik anak ttg pencabulan, dan ajarkan mereka untuk melawan, lari, dan lapor pada orang dewasa untuk dapat perlindungan. Jadi ketika terjadi pertama kalinya, kebanyakan korban tidak paham apa yang sedang terjadi. Mereka tidak pernah dididik bahwa itu salah dan wajib dilawan. Jadi mungkin mereka berontak sedikit, tapi ketika diancam akan dibunuh, mereka kembali ke sifat dasar, yaitu "diam dan taat" pada orang dewasa.
 
Di sekolah dan di rumah, semua anak selalu diajarkan utk diam dan taat. Nyaris tidak ada guru dan orang tua yang ajarkan anak utk berpikir kritis, sering protes, siap melawan, dan siap berontak kalau tidak setuju. Jadi kalau tidak pernah dididik begitu, kenapa kita heran kalau anak tidak sanggup berpikir kritis dan melawan? Mereka diajarkan utk diam dan taat, dan selalu hormati orang dewasa, orang yang lebih tua, orang yang berkuasa, dsb. Ketika mereka dicabuli dan diancam, mereka taati orang yang "wajib dihormati" itu karena memang dididik untuk berpikir begitu. Jadi masuk akal kalau anak bisa menjadi korban bertahun-tahun, dan tidak benar kalau kita salahkan korban, apalagi menuduhnya "betah".
-Gene Netto

Viral Kisah Pilu Pelajar SMK di Klaten Kehilangan 2 Tangannya Saat PKL

Siswa diwajibkan ikuti kegiatan PKL (praktik kerja lapangan). Di seluruh dunia juga sama. Tetapi seharusnya dilakukan dengan sebuah standar atau sistem baku yang utamakan keselamatan anak. Seharusnya anak tidak dilepaskan begitu saja untuk masuk ke tempat kerja, tanpa persiapan, tanpa pengawasan yang benar, tanpa ada orang dewasa yang memahami bahwa mereka masih ANAK, dan tidak selalu sanggup menyadari bahaya yang nyata.

Ketika di sekolah, peran sebagai pengawas dan pelindung diisi oleh para guru. Di tempat PKL, siapa yang bertanggung jawab? Dan kapan orang dewasa itu pernah dilatih untuk memikirkan keselamatan anak? Ketika seorang anak mau manjat ke atap, di atas tiang listrik, seharusnya ada pengawas dewasa yang MELARANG. Ternyata tidak. Hasilnya, anak ini menjadi korban karena tidak ada persiapan yang benar. Keselamatan anak dalam kegiatan sekolah seharusnya selalu menjadi prioritas utama. Tapi harus disediakan pelatihan agar guru dan pengawas selalu memikirkan hal itu.
-Gene Netto

Viral Kisah Pilu Pelajar SMK di Klaten Kehilangan 2 Tangannya Saat PKL
02 Mar 2021 Klaten - Kisah pilu Alfian Fahrul Nabila (18) siswa kelas XI salah satu SMK di Klaten yang dua tangannya diamputasi viral di media sosial. Kedua tangannya diamputasi setelah tersengat aliran listrik saat mengikuti praktik kerja lapangan (PKL).
https://news.detik.com

Alfian Pelajar SMK yang Kehilangan 2 Tangan Saat PKL Kini Banjir Dukungan
https://news.detik.com

07 March, 2021

Siapa Yang Mau Beli?

Kemarin saya mampir ke toko swalayan sebelum pulang. Yang dicari hanya satu: Brokoli. Lalu dapatnya seperti ini. Bukan untuk pertama kali, karena sudah sering lihat sayuran dan buah yang busuk dan basi, ayam yang berwarna kuning atau hijau yang baunya membuat saya ingin muntah, udang atau cumi yang bau, dan sebagainya. Tapi semuanya masih dijual saja. Siapa yang mau beli?

Di negara maju, di toko swalayan, terlihat buah, sayur dan daging yang bersih, segar, dan layak dijual. Di sini, seakan-akan staf toko dilarang buang apa saja, walaupun sudah jelas busuk. Dibiarkan di situ berhari-hari, agar disaksikan oleh masyarakat dulu. Buktinya pemilik toko itu tidak peduli pada konsumen. Mungkin karena di Indonesia konsep "pelayanan" belum umum, banyak orang terima saja, dan abaikan, atau tetap saja beli. Apa boleh buat? Hanya ada itu. Jangan banyak berharap. Kalau protes percuma karena tidak akan ada yang berubah!

Ini salah satu perbedaan yang paling terasa antara Indonesia dan negara maju. Di negara maju, rakyat merasa punya hak, dan menuntut haknya. Di Indonesia, rakyat merasa tidak berdaya, tidak berhak, tidak berani menuntut haknya, dan tetap kasih uangnya kepada orang yang tidak memberikan pelayanan. Merdeka?
-Gene Netto



Video Perpeloncoan Terhadap Mahasiswa Fakultas Pendidikan

Ada kegiatan perpeloncoan dari mahasiswa senior terhadap junior di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo (UHO), Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Pihak universitas sudah klarifikasi dan minta maaf. Tetapi juga ada mahasiswa junior yang menyatakan "berterima kasih" dibina mentalnya lewat kegiatan itu, dan tidak dianggap "kekerasan". Berarti tidak ada masalah? Kalau dipikirkan lebih dalam, yang melakukan perpeloncoan itu adalah CALON GURU alias mahasiswa senior yang akan segera lulus dan menjadi guru sekolah. Bagaimana pola pikir mereka?

•    Orang yang tidak berkuasa ("junior", siswa, orang tua) hendaknya DIAM DAN TAAT. Yang berkuasa selalu benar.
•     Kekerasan terhadap pihak yang lemah adalah bagian dari "pembinaan" dan "pendidikan".
•    Memalukan dan menghina manusia lain adalah cara membangun "mental" yang kuat.
•    Semua orang harus punya pola pikir yang sama, mental yang sama.
•    Tidak boleh ada yang "lemah" di tengah kaum yang kuat, tidak boleh ada yang berbeda, tidak boleh ada yang unik.
•    Semua manusia harus disamaratakan, dengan "pembinaan" yang sama agar semuanya belajar menjadi robot yang diam dan taat pada pihak yang berkuasa.

Dan dalam beberapa bulan, mahasiswa senior yang punya pola pikir begitu akan lulus, masuk sekolah, dan mulai "mendidik" anak anda. Ketika anak anda terlihat "lemah" dan tidak bisa melakukan sesuatu, apa yang akan terjadi? Apa para guru itu akan berikan belas kasihan, merangkul, motivasi dan berusaha menolongnya? Atau apa mereka akan memberikan "pembinaan mental" dengan kekerasan, penghinaan, dan kemarahan, agar anak anda berubah dan dapat "mental yang kuat" seperti anak yang lain? Dan kalau besok anak anda menjadi depresi dan trauma karena merasa sebagai korban bullying dari guru sekolah, apa sang guru akan merasa bersalah? Atau angkat tangan dan menyatakan, "Saya berniat mendidik!" Karena ternyata, selama menjadi mahasiswa, calon guru itu tidak dididik untuk punya pengertian yang luas tentang konsep "pendidikan", dan malah dididik untuk menjadi robot.
Bagaimana kita bisa mengharapkan kemajuan bangsa dari generasi guru yang pola pikirnya seperti itu?
-Gene Netto

Viral, Video Perpeloncoan dan Kekerasan Mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari di Pantai
https://www.youtube.com

Aksi Pelonco Mahasiswa di Pantai Nambo Viral, Polda Sultra Lakukan Penyelidikan
https://www.youtube.com

Video Viral Perpeloncoan Mahasiswa Baru, UHO Kendari Sebut Kegiatan LDK Tak Berizin
https://regional.kompas.com


06 March, 2021

Tugasnya Siapa Melindungi Anak Indonesia?

[Komentar]: Bukan tugas rakyat yang harus peduli. Pemerintah yang harus sadar. Tidak usah diimbau dimohon dan macam2 pada rakyat, kasihan tidak bisa apa2. Penjahatnya sudah keterlaluan sadis dan ganas.

[Gene]: Pemerintah di negara demokrasi adalah cermin dari rakyat. Ketika rakyat diam dan tidak peduli dan tidak protes, pemerintah juga bisa cuek, karena tidak ada ruginya.
Tidak pernah ada berita ttg seorang ibu rumah tangga yg bertemu presiden, lalu bertanya ttg apa yang akan presiden lakukan utk melindungi 80 juta anak Indonesia dari pemerkosaan dan sodomi. Hanya ada berita ribuan ibu rumah tangga ketemu presiden, lalu sangat gembira seperti anak kecil yang ketemu artis, minta selfie, dan pulang ke rumah untuk ceritakan kepada semua teman sudah dapat selfie sama pejabat.

Masa depan 80 juta anak Indonesia? Cuek saja! Yang penting sudah selfie. Tidak usah minta kepedulian, pelayanan, perhatian, atau tanggung jawab dari pejabat tinggi. Cukup selfie saja!!  Kalau rakyat tidak berubah, pemerintah tidak akan berubah.

Bagaimana kalau 1 juta ibu dan bapak begitu peduli pada masalah kekerasan terhadap semua anak Indonesia, sehingga setiap hari mereka selalu bertanya, di semua tempat, dan protes kepada semua wartawan, dan demo, dan menulis surat, dan masuk tivi dan radio, dan bahas perkara ini di semua ranah publik sehingga menjadi topik nomor satu di seluruh negara, setiap hari, sepanjang tahun...?

Masa semua pejabat bisa abaikan tuntutan yang begitu besar dan luas? Tidak akan bisa. Tapi sekarang mereka bisa cuek, karena 100 juta orang tua hanya mau memikirkan anaknya sendiri, dan cuek saja kalau anak tetangga diperkosa, disodomi, dianiaya, atau dibunuh. Hampir semua orang menunggu anak sendiri mengalami masalah dulu, baru mulai peduli (sedikit) karena terpaksa. Jadi bukan pemerintah yang salah karena tidak peduli, tapi rakyat yang salah karena tidak pernah ada usaha membuat pemerintah peduli.
-Gene Netto

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...