Assalamu’alaikum wr.wb.,
Saya sudah tahu sebagian orang bakalan tidak percaya pada
berita tentang Taliban ini, tetapi saya masih ini mengirimnya karena ingin memberikan wawasan lain kepada para pembaca. Sudah lama saya lihat sisi buruk dari sebagian kelompok Muslim selalu ditutupi di Indonesia. Contohnya adalah perilaku Taliban. Di satu sisi, ada kebaikannya yang sering dilaporkan. Mislanya, ketika berkuasa di Afghanistan, mereka melarang peredaran VCD porno, melarang adu anjing (untuk judi), dan sebagainya. Tetapi ada sisi lain, yang dilaporkan di media internasional tetapi selalu tidak muncul di berita Indonesia.
Contoh adalah meledakkan sekolah di Pakistan (sebagai usaha melawan pemerintah). Tetapi hal itu juga dituju pada kaum perempuan. Mereka dilarang bersekolah dan hal itu tidak ada hubungan dengan pemerintah. Ketika Taliban berkuasa di Afghanistan, jumlah perempuan yang bisa bersekolah menurun sekali. Hal itu diprotes keras di manca negara, dari PBB juga, dari LSM wanita dan anak, dsb. tetapi berita tersebut sepertinya tidak muncul di Indonesia. Sekarang Taliban di Pakistan melakukan hal yang sama, dan berita ini tetap tidak masuk media Indonesia. (Saat saya mencari “Taliban” di Republika Online, tidak ditemukan berita negatif).
Kenyataan bahwa BBC tidak ingin siarkan program untuk Gaza kemarin hanya sebatas keputusan editor. Katanya, dia takut dianggap berpihak pada Gaza, dan kemudian penonton tidak akan percaya bahwa BBC tidak berpihak dalam laporannya (mereka mau tetap independen). Banyak pihak sudah mengritik keputusan tersebut. Tetapi ternyata, walaupun ada kritikan dari pemerintah sendiri, BBC tetap berpegang pada keputusannya, dan sebenarnya hal itu justru membuktikan bahwa mereka cukup independen dan tidak bisa dipaksakan membuat berita miring atas nama pemerintah atau kelompok lain. Walaupun kita menilai sikap ini benar atau salah, saya rasa tidak ada hubungan dengan berita dari Pakistan tentang Taliban, karena wartwan di sana memang bertugas di sana, dan mengambil informasi dari orang-orang Pakistan yang Muslim juga. Seperti media barat lain yang juga profesional, nama lokasi disebut, nama sumber info (pembicara) disebut, dan semua fakta yang diberikan bisa dicek pada sumber lain (pemerintah Pakistan, PBB, LSM, Palang Merah, dll.). Dan juga perlu dipahami bahwa berita seperti ini sudah muncul terus-terusan selama beberapa tahun, bukan hanya pada bulan ini saja, tetapi orang Indonesia tidak tahu (karena info ini tidak masuk media Indonesia) dan kalau dikasih tahu, banyak yang automatis tidak mau percaya.
Saya sudah lama melihat sikap di media Indonesia yang cenderung menutupi kesalahan yang dilakukan oleh sebagian kelompok Muslim. Alasannya saya tidak tahu dengan pasti. Mungkin mereka takut pembaca tidak ada suka, atau tidak akan percaya dan hal itu membuat mereka ragu untuk menyebarkan berita tersebut. Mungkin mereka sendiri (wartawan) merasa tidak mungkin orang Muslim akan bertindak begitu, jadi semua berita yang tidak disenangi dianggap konspirasi dan rekayasa. (Padahal sumbernya media internasional yang juga memberikan berita lain, yang bisa diterima asal tidak membicarakan sisi buruk kelompok Muslim tertentu). Mungkin mereka takut akan diserang oleh kelompok Muslim ekstrim di Indonesia kalau terbitkan berita buruk tentang perilaku sebagian orang Muslim.
Pada saat Taliban berkuasa di Afghanistan, ada banyak sekali berita dan laporan dari media massa internasional (Reuters, BBC, Associated Press, AFP, dll.), dari LSM, dari PBB, dari Interpol, dan semuanya mengatakan hal-hal yang sama. Tetapi berita tersebut seringkali tidak masuk media di Indonesia. Satu contoh yang saya ingat, ketika Taliban berkuasa di Afghanistan, semua perempuan dilarang bersekolah. Ada anak perempuan yang dibunuh, ada guru yang dibunuh, ada sekolah yang diledakkan dan ada sekolah yang dibakar. Sekaligus, disebarkan poster2 di dalam semua kota dan desa bahwa perempuan dilarang bersekolah. Sepertinya, berita itu tidak ada di sini, dan ini jauh sebelum Amerika menyerang Afghanistan.
Ada juga berita bahwa produksi opium meningkat secara drastis. Taliban kumpulkan wartawan, dan menghancurkan sebuah ladang opium, dan mengatakan perang terhadap opium. Tetapi hanya ladang yang itu saja yang dihancurkan. Setelah dicek oleh orang lain, ternyata mereka hanya menghancurkan ladang opium pada daerah di mana para petani menolak bayar “pajak” kepada Taliban. Jadi, kalau bayar, produksi opium dibiarkan, dan kalau menolak bayar, ladang petani2 tersebut dihancurkan (di depan wartawan).
Interpol perkirakan bahwa produksi opium meningkat sekali pada akhir masa kekuasaan Taliban. Alasannya sederhana: uang. Taliban perlu senjata dan peluru. Dari mana uangnya untuk beli semua kebutuhannya? Apakah Taliban punya saham di Microsoft? Apakah punya pekerjaan dengan gaji besar? Ternyata, sumber utama uang mereka itu dari para petani yang bayar “pajak” untuk hak memproduksi opium. Pengiriman ke luar negeri juga dikontrol oleh Taliban. Bahkan Interpol mengatakan bahwa mayoritas dari produksi opium memang berada di bawah kekuasaan Taliban pada saat itu. (Laporan2 seperti ini banyak sekali dalam bahasa Inggris, semuanya dari sumber yang resmi dan biasanya dipercayai seperti PBB, berbagai LSM dan Interpol).
Saya ingat sekali sebuah interview dengan seorang wanita yang kabur dari Afghanistan dan dapat suaka kemanusiaan di Australia. Di bercerita bahwa Taliban masuk desa dia dan melarang wanita kerja. Tetapi ada wanita yang masih terpaksa kerja karena mereka janda. Ibu2 tersebut memasak dan menjual roti. Karena mereka masih kerja, pada suatu hari Taliban datang naik truk, merusak rumah2 di dalam desa, dan seorang ibu yang ketangkap basah lagi masak roti dibakar hidup2. Beberapa perempuan yang lain, yang masih remaja, diculik untuk menjadi budak seks, dan setelah diperkosa ramai-ramai dibuang di pinggir desa pada besok harinya. Laki-laki yang berusaha melawan penculikan itu ditembak mati. Berita seperti itu dibenarkan oleh sumber lain seperti PBB dan Palang Merah karena mereka sudah terima puluhan laporan yang setara. Tetapi berita seperti ini selalu ditutupi di Indonesia seakan-akan semua orang yang mengaku Muslim tidak mungkin menjadi jahat.
Ada juga berita bahwa laki-laki yang jenggotnya kurang panjang dipukuli, dan ada satu korban yang sampai patah tulang. Standar jenggot dari Taliban, katanya, kalau jenggot dipegang, harus lebih panjang dari tangan kepal. Kalau tidak, dihukum. Saya ingat foto seorang anak remaja yang menjadi korban, dan dia jelaskan memang tidak bisa panjangkan jenggotnya karena seluruh keluarga juga begitu (dari gennya). Anggota Taliban tidak mau tahu dan hajar dia sampai pingsan dan patah tulang. Banyak tempat cukur rambut malah tutup karena diancam oleh Taliban. Di sana, banyak orang cukur jenggot dan juga rambut di pemangkas rambut. Tetapi ketika Taliban berkuasa, mereka terpaksa tutup dan tidak punya sumber nafkah hidup yang lain.
Saya juga ingat cerita dari ibu seorang teman yang melakukan Haji beberapa tahun yang lalu. Salah satu anggota kloter ibu itu diperkosa dan dibunuh. Setelah dicek, ternyata hal seperti itu cukup sering terjadi di Mekkah dan kota-kota lain. Tetapi tidak masuk media Indonesia (mungkin ada di Pos Kota atau Lampu Merah sewaktu-waktu). Tetapi tidak masuk media yang lain. Sepertinya ditutupi dengan sengaja supaya jemaah dari Indonesia tidak takut melakukan haji dan umrah, padahal bahaya itu memang nyata dan daerah sana tidak 100% aman, penuh dengan orang Muslim yang mulia, seperti perkiraan orang awam.
Ada juga cerita dari teman yang tinggal di Saudi tentang pelacur yang selalu ada di belakang Hotel Hilton, 1 jalan dari Masjid-il-Haram. Buat orang lokal, sudah ketahuan mereka yang berdiri di situ adalah pelacur, dan teman itu menceritakan cara khusus untuk panggil mereka untuk berzina. Teman yang lain ceritakan tentang pembunuhan yang terjadi di depan Kabbah pada saat dia sedang melakukan umrah. Sekali lagi, berita seperti itu tidak masuk media sini.
Sebagai orang muslim, kita perlu bersikap dewasa dan menyadari bahwa tidak semua orang Muslim automatis menjadi orang baik dan mulia. Ada banyak sekali orang yang Muslim dari lahir, tetapi sebenarnya mereka tidak mengenal Islam. Mislanya, di Indonesia ada banyak perampok. Agama mereka apa kalau bukan Islam? Masa penjara di Indonesia hanya dihuni perampok non-Muslim? Sungguh tidak mungkin. Jadi, kita perlu memandang dunia secara terbuka dan bijaksana. Memang benar bahwa berita bisa direkayasa. Tetapi agensi berita besar di dunia cukup takut citranya bisa rusak kalau mereka benar-benar menciptakan berita sendiri. Kalau berita dibuat miring juga mungkin, dan biasanya koran atau stasiun televisi seperti itu akan menjadi terkenal karena beritanya miring.
Jadi, saya juga tidak bisa buktikan apa-apa 100%, dan juga sewaktu-waktu kurang percaya pada sebagian berita yang dibaca. (Saya tidak merasa berita itu direkayasa, tetapi hanya merasa bahwa belum dapat seluruh unsur dari cerita tersebut, alias belum lengkap). Tetapi kalau berita seperti penyerangan Taliban terhadap sekolah dan anak perempuan yang bersekolah dilaporkan berkali-kali, selama bertahun-tahun, dari berbagai macam sumber seperti media internasional, PBB, Palang Merah, LSM wanita dan anak, dan lain-lain, dan ada data-data yang luas seperti nama lokasi, nama korban, serta foto-fotonya, maka
saya lebih cenderung percaya. Kenyataan bahwa berita seperti itu seringkali tidak masuk media Indonesia perlu dipertanyakan kenapa. Sangat disayangkan kalau orang Muslim di sini dibodohi terus dengan hanya mendapat separuh dari berita (yang baik) dan berita lain (yang buruk) dianggap tidak ada. Sebagai hasil nyata, banyak orang Muslim di sini seringkali tidak tahu apa-apa tentang dunia luar dan masih percaya bahwa semua orang Muslim pasti baik-baik, dan semua berita yang melaporkan sebaliknya pasti rekayasa dan konspirasi dari media barat. Sayang sekali kalau ummat Islam di Indonesia dibiarkan seperti itu terus.
Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto