Search This Blog

Labels

alam (8) amal (100) anak (299) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (8) dakwah (87) dhuafa (18) for fun (12) Gene (222) guru (61) hadiths (9) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (52) indonesia (570) islam (556) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (357) kesehatan (97) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (52) my books (2) orang tua (8) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (503) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (11) pesantren (34) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (178) Sejarah (5) sekolah (79) shalat (9) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

30 April, 2012

Buat Apa Uang Kita?

Assalamu’alaikum wr.wb.,Selama 3-4 hari, ada pengalaman pribadi yang jarang muncul dan tidak banyak didapatkan orang yang tergolong mampu. Uang saya habis. Alasannya uang bisa habis juga kurang dipahami. Mungkin karena bulan kemarin terlalu banyak menghabiskan uang untuk orang lain, atau kurang hati2 dalam perhitungan, atau lupa bahwa harus membayar minimal di kartu kredit pada akhir bulan (4,5 juta), atau ada alasan yang lain.Tetapi pada akhir minggu kemarin, pas dicek rekening, sudah kosong. Tinggal 19 ribu rupiah.Dompet dicek, dan tersisa kurang dari 100 ribu, dan sekarang tinggal 60 ribu karena kasih uang ke pembantu untuk beli roti (untuk sarapan).

Kemarin saya ulang tahun dan pada saat mau pergi untuk ketemu teman2, merenung dulu. Saya terbiasa naik taksi, tapi sekarang tidak bisa. Naik Metro Mini malas 100%. Enakan jalan kaki daripada naik bis jelek itu. Naik ojek juga percuma. Pada saat tukang ojek melihat orang bule, harga naik, dan tidak mau turun. Harganya sama saja dengan taksi. Sepeda tidak punya, motor juga tidak. Jadi mau naik apa? Pas sedang berfikir mau naik apa untuk pergi ketemu teman, ada yang telfon: “Kami jemput sekarang ya!” Alhamdulillah, dijemput. Bisa menghemat sekian puluh ribu. Saat sudah mau pulang, ada yang mau antarin juga. Mulai dipikirkan makan malam. Mau makan apa ya? Ada makanan apa di rumah? Makan di luar jelas tidak bisa. Tiba2 teman lain telfon. “Aku traktir kamu malam ini ya!” Aku kasih tahu ada keponakan juga, yang sedang diantar pulang. “Nggak masalah, saya traktir dia juga.” Alhamdulillah. Ditraktir dan saya sama keponakan diantar pulang ke rumah masing2.

Kemarin masih sempat merenung. Uang sudah habis, bisa melakukan apa di sini? Mau belanja tidak bisa (tanpa pakai kartu kredit). Mau traktir anak yatim makan tidak bisa. Mau beli kado ulang tahun untuk diri sendiri tidak bisa. Mau pergi naik taksi tidak bisa.
Jadi dipikirkan: Ohhh, ini yang dirasakan puluhan juta saudara yang Muslim SETIAP HARI di negara ini. Tetapi beda dengan mereka, saya mengalaminya untuk beberapa hari saja karena belum ada suntikan uang baru. Tetapi bagi MEREKA, perasaan ini dirasakan setiap hari, tanpa ampun, tanpa kepedulian para pejabat dan orang kaya, tanpa tahu mau makan apa besok, tanpa tahu siapa yang akan membantu mereka kalau mengalami musibah.
Saya cuma beberapa hari saja. Mereka puluhan tahun!

Walaupun saya insya Allah hanya mengalami “kemiskinan” untuk beberapa hari saja, sangat terasa di dalam hati bahwa kehidupan menjadi sangat terbatas. Tetapi alhamdulillah masih ada listrik di rumah, masih ada Hp dan komputer, dan masih ada kartu kredit kalau dibutuhkan. Sedangkan untuk puluhan juta orang lain, tidak ada apa-apa selain berharap keridhoan Allah tidak akan jauh dari mereka terus. Saya hanya mengalami sebagian kecil dari apa yang mereka alami, dan rasanya sangat tajam di dalam hati. Tanpa ada Allah yang selalu hadir untuk membantu hamba-Nya, bagaimana mungkin kita bisa maju dan berhasil?

Sayangnya, kebanyakan orang “kaya” di negara ini tidak pernah mengalami kemiskinan yang begitu mendalam, sampai mau makan satu kali dengan teman di rumah makan harus hitung dulu uangnya dan berfikir. Kebanyakan orang kaya hidup dengan deposito yang penuh, dan tidak punya kepedulian terhadap anak yatim dan anak miskin yang tidur dalam keadaan lapar setiap malam.

Bagaimana mungkin bisa peduli pada anak yatim kalau Bentley baru akan segera keluar? Tidak ada uang yang cukup untuk dua-duanya, jadi mereka pilih Bentley saja. Ini hanya pengalaman sementara buat saya insya Allah tetapi sebagai pelajaran sangat bermanfaat. Bukan pelajaran untuk menjadi lebih pelit, atau lebih irit, atau lebih hati-hati dengan uang. Pasti banyak orang akan mengatakan bahwa itu adalah pelajaran yang harus diambil, tetapi saya tidak setuju! Tetapi pelajaran yang diambil adalah uang seberapapun yang ada di dompet dan rekening tidak akan membawa berkah bagi kita kalau dianggap bahwa uang itu adalah tujuan hidup kita. Hanya uang yang kita taruh di tangan anak yatim dan anak miskin akan menjadi berkah bagi kita, bukan yang yang dikasih kepada penjual mobil di showroom Bentley.

Saya malah merasa kasihan dengan orang kaya yang deposito (dan garasinya) penuh terus. Mereka tidak tahu (dan tidak peduli) pada perasaan yang ada di dalam hatinya seorang anak yatim atau orang miskin pada saat mereka merenung dan berfikir tentang apa yang bisa mereka lakukan dengan jumlah uang yang sangat terbatas. Kalau orang kaya bisa ikut merasakan hal yang sama, mungkin mereka akan senyum saja pada saat ditawarkan Bentley baru, dan lebih keras memeluk anak yatim yang sedang ditraktir makan di rumah makan yang mewah. Kalau bisa dapat senyuman anak yatim atau wanginya mobil Bentley yang baru, hanya ada satu yang bermanfaat di dunia dan diakhirat.
Dan banyak orang kaya tidak sadar bahwa pilihan mereka salah.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene

1 comment:

  1. Assalamualaikum Ustadz,

    Renungan yang bagus, saya juga sempat mendapatkan pengalaman yang hampir sama, hanya ada sedikit perbedaan, teman saya yang orang kaya, yang membeli mobil di showroom seperti membeli semangkuk bakso bahkan tidak pernah menikmati apa yang bisa dia beli, belum lagi sempat memikirkan orang miskin yang tidak punya uang. tidak ada kenikmatan yang dia rasakan dari semua barang yang dapat dibelinya, karena ia sudah terbiasa dengan semua "kenikmatan" itu. pada akhirnya saya berfikir mungkin orang yang terlalu kaya pada akhirnya sama saja dengan orang miskin yang tidak sanggup beli apa apa, karena sama-sama tidak dapat merasakan kenikmatan.

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...