Anak
pintar, sering termasuk 3 besar di sekolah. Tapi sejak mulai kerja, nilainya
turun. Sering sakit leher juga disebabkan angkat beban dengan bawa di atas
kepala.
Kenapa
mesti kerja? Karena ibunya meninggal, lalu bapaknya pergi saja, abaikan kedua
anaknya di rumah kakek-nenek, dan menikah lagi. Jarang kembali untuk ketemu
anak kandungnya sendiri.
Kok
kasus seperti ini sangat umum di Indonesia? Sudah sering saya dengar. Bapak
pergi begitu saja, menikah lagi, dan tinggalkan anak2 kandung di tempat saudara.
Kadang karena isteri meninggal, kadang isteri juga ditinggalkan tanpa nafkah
hidup, tapi juga tidak diceraikan. Enak menjadi suami di Indonesia: tidak perlu
bertanggung jawab sama sekali terhadap isteri atau anak (kalau tidak mau)!
Lalu
anak ini terpaksa kerja untuk mencari uang buat makan dan sekolah. Dan setelah
pulang dari kerja, sudah malam dan masih harus belajar untuk UJIAN NASIONAL. Jangan
heran nanti kalau semua anak di sekolah dia lulus UN dengan 100%. Tidak penting
bisa menjadi cerdas, tidak penting bisa hidup secara sejahtera. Yang penting
hanya lulus UN agar bisa lanjutkan sekolahnya. Apa bisa berpikir secara
kreatif? Tidak. Tapi tidak penting. Hanya lulus UN yang penting sebelum nanti
putus sekolah dan menjadi buruh seumur hidup, dengan IQ yang rendah. Itulah
masa depan yang ditawarkan pemerintah kepada anak2 miskin. Anak seperti ini
sangat membutuhkan bantuan pemerintah, tapi malah diberikan beban dari
pemerintah, dan kebutuhan utama tidak diberikan.
Saya
lupa. Anggota DPR studi banding ke mana minggu ini?
Wassalam,
Gene
Netto
No comments:
Post a Comment