Assalamu’alaikum wr.wb.,
Yang saya dengar dari siswa, kurang lebih seperti ini
kehidupan untuk anak kelas 3 SMA sekarang (di Jakarta).
Wajib masuk sekolah jam 6.30 pagi. Belajar sepanjang hari. Dalam
waktu 8 bulan akan ada UN, jadi sekolah kasih materi tambahan. Baru bisa pulang
jam 4.30. Selalu macet. Harus langsung berangkat ke Bimbel, karena takut kalau
tidak ikut Bimbel tidak bisa lulus UN dan harus mengulang satu tahun. Selesai Bimbel
jam 8.30 malam. Pulang ke rumah. Sudah jam 9 malam. Belum makan malam, belum
mandi, belum shalat, dan masih harus kerjakan PR untuk 3-4 jam per malam
(termasuk untuk pelajaran yang tidak diinginkan).
Selalu tidur di atas jam 12 malam (kecuali ketiduran karena
capek), dan selalu telat bangun untuk shalat subuh. Bangun buru2, shalat buru2,
mandi2 buru, tidak ada waktu untuk sarapan, ngebut ke sekolah (karena kalau
telat, tidak boleh masuk tanpa panggil orang tua ke sekolah). Lebih baik ambil
risiko senggolan atau tabrakanan dengan orang lain di jalan, lalu kabur,
daripada bersikap sikap hati2. Kalau senggolan atau tabrakan dan berhenti untuk
tanggung jawab di jalan tapi sampai sekolah telat, akan dilarang masuk. Buat
apa berhati-hati dan tanggung jawab di jalan? Rugi!
Setiap hari yang dirasakan adalah stres, stres, dan stres lagi. Hanya ada pilihan IPA atau IPS, jadi kalau sudah masuk IPA karena punya niat ikuti satu karir (yang butuh 1-2 pelajaran IPA) tetap dipaksakan belajar Kimia, Fisika, Bahasa Mandarin dan lain2, padahal tidak dibutuhkan, tidak disenangi, dan tidak bermanfaat untuk karir yang sudah menjadi pilihan. Lalu ada PR dan ulangan yang banyak untuk 18 mata pelajaran itu (yang kebanyakan tidak diinginkan).
Setiap hari yang dirasakan adalah stres, stres, dan stres lagi. Hanya ada pilihan IPA atau IPS, jadi kalau sudah masuk IPA karena punya niat ikuti satu karir (yang butuh 1-2 pelajaran IPA) tetap dipaksakan belajar Kimia, Fisika, Bahasa Mandarin dan lain2, padahal tidak dibutuhkan, tidak disenangi, dan tidak bermanfaat untuk karir yang sudah menjadi pilihan. Lalu ada PR dan ulangan yang banyak untuk 18 mata pelajaran itu (yang kebanyakan tidak diinginkan).
Dan sekarang, mau diwajibkan belajar hari Sabtu juga?
Serius? Kalau dalam waktu beberapa bulan ke depan, muncul fenomena sekian
banyak siswa SMA kelas 3 bunuh diri, atau masuk rumah sakit jiwa, atau harus
ditangani psikiater karena mengalami depresi, atau ada peningkatan frekuensi
tawuran dan tindakan anarkis, SIAPA yang kira-kira mau tanggung jawab? Guru tidak.
Orang tua tidak. Dinas pendidikan tidak. Kemdikbud tidak. Presiden tidak. Jadi siapa?
Perlu berapa anak bunuh diri sebelum 100 juta orang tua dan 3 juta guru mau
bersatu untuk mengatakan “SISTEM PENDIDIKAN SEPERTI INI TIDAK BAIK DAN TIDAK
ADIL!!”
Saya ingat waktu dulu sekolah di Selandia Baru, dan mengajar
di Australia. Masuk sekolah jam 8:50 pagi, belajar sampai jam 12. Istirahat 1
jam penuh. Masuk jam 1 sampai jam 3:10, dan pulang. Tidak ada anak di seluruh
sekolah yang ikut Bimbel. PR dibatasi dan tidak boleh melebihi sekian menit per
kelas, atau sekian jam secara keseluruhan. Guru diajarkan untuk tidak memberikan
banyak PR (kalau tidak penting sekali).
Dan sudah terbukti dari riset bahwa untuk anak yang dikasih PR
setiap malam, maka bedanya dalam ujian hanya 1-3% saja. Artinya, kalau anak
dipaksakan mengerjakan PR selama 2-3 jam per malam, selama 3 tahun atau lebih, maka
hasilnya adalah nilai akhir mereka hanya 1-3% lebih tinggi daripada anak yang
tidak dikasih PR atau dikasih PR yang ringan dan minimal. Jadi buat apa
dikerjakan terus?
Dan di sekolah Selandia Baru dan Australia, mata pelajaran
untuk SMA kelas 3 bukan 18, tetapi 5 atau 6 (dan boleh juga yang mimimal 4
saja). Selain matematika dan bahasa Inggris, semuanya adalah pilihan siswa,
sesuai dengan rencana karirnya nanti. (Bebas pilih pelajaran sudah dimulai dari
SMP, dan diteruskan lagi di kelas 1-3 di SMA.)
Kapan anak Indonesia akan dapat sistem pendidikan
berkualitas? Kapan bisa diselamatkan dari stress dan horror yang dirasakan
setiap hari ketika berangkat sekolah, dan pulang dari Bimbel untuk menghadapi 3
jam PR? Kapan 100 juta orang tua dan 3 juta guru bisa BERSATU dan mengatakan
anak Indonesia patut mendapatkan yang lebih baik?
Semoga kebijakan masuk sekolah pada hari Sabtu segera
dibatalkan, dan semoga UN pada tahun ini juga dihapus untuk selama2nya. Dan semoga
guru bisa memberikan pelajaran yang bermutu di kelas sehingga tidak ada siswa
yang perlu ikut Bimbel lagi (kecuali sangat dibutuhkan oleh siswa tertentu). Dan
semoga semua siswa bisa dapat waktu kosong yang banyak untuk belajar menemukan
BAKAT yang Allah berikan kepada mereka untuk dikembangkan sebagai orang dewasa
yang bermanfaat untuk masa depan umat, bangsa dan negara.
Apa para orang tua, guru dan siswa bisa bersatu untuk
mencapai tujuan itu?
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto
No comments:
Post a Comment