Search This Blog

Labels

alam (8) amal (100) anak (299) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (8) dakwah (87) dhuafa (18) for fun (12) Gene (222) guru (61) hadiths (9) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (52) indonesia (570) islam (556) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (357) kesehatan (97) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (52) my books (2) orang tua (8) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (503) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (11) pesantren (34) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (178) Sejarah (5) sekolah (79) shalat (9) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

24 July, 2015

Buat Apa I’tikaf Di Masjid?

Teman ajak saya I’tikaf di masjid kesukaan dia. Malam pertama sepi. Katanya sepi karena malam genap, hanya ramai di malam ganjil. Ada semacam “door prize” bernama Lailatul Qadar, yang hanya dibagikan di malam ganjil bagi orang2 yg beruntung, jadi ternyata banyak org cuek pada masjid di hari genap. (Sunnah Nabi begitu ya?)

Di masjid itu, saya kurang senang, karena ada program tetap utk seluruh jemaah. Di tahun2 yang lalu, saya i’tikaf di masjid dekat rumah dgn niat mendekatkan diri kepada Allah. Saya mau lakukan shalat2 sunnah, baca Al Qur'an, baca terjemahan Al Qur'an, berdzikir dan banyak berdoa dalam bahasa yg dipahami, bukan hanya baca “Amin” tanpa paham. Tapi krn di masjid itu ada program, kl mau baca Al Qur'an sendiri atau shalat sendiri, menjadi kurang nyaman karena 95% dari jemaah yang lain sedang ngaji bersama, dzikir bersama, shalat bersama, atau ketawa bersama saat mendengarkan ceramah.

Di malam kedua saya ikut sekali lagi ke sana, malam ganjil, dan karena 27 Ramadhan, lebih ramai lagi daripada hari2 ganjil sebelumnya. Door prize malam ini lebih dijamin barangkali. Tapi karena ini malam khusus, maka masjid sudah penuh, dan saya hanya bisa berdiri di luar pintu dgn tangga di belakang. Pas mau mulai shalat tahajjud berjemaah, saya tidak dpt tempat. Saya keluar, cek halaman di samping dan belakang masjid dan di situ juga penuh. Saya tidak bawa sejaddah, jadi ada pilihan shalat di rumput yang kotor, atau duduk sendiri menunggu sejam sampai selesai. Akhirnya saya pergi sendiri naik taksi ke masjid lain dekat rumah.

Pas masuk masjid kedua, ada kelompok dzikir yang sedang dzikir dgn suara sangat keras. Saya coba lakukan shalat2 sunnah, tapi tidak bisa dengar suara sendiri, tidak bisa konsentrasi, dan bacaan menjadi kacau sampai campurkan ayat2 dari surah yang berbeda dan malah mau ikut membaca apa yg mereka baca. Saya pindah ke bagian paling belakang dari masjid, tapi hasilnya sama. Akhirnya setelah gagal terus selama 30 menit utk konsentrasi di tengah suara2 dzikir yang keras (pada jam 3 pagi), saya pulang ke rumah. Akhirnya saya dapat ketenangan, bisa ngaji, dzikir dan shalat dalam keadaan sunyi. Itu yg saya cari agar merasa “dekat dgn Allah”. Lalu saya berpikir, “Buat apa i’tikaf di masjid??” (Mungkin harus ikut SOTR, keliling kota dan berhenti di 10 masjid utk cari 1 masjid yang sunyi).

Memang ada org yang mau ikut kegiatan berjemaah di saat i’tikaf, tapi saya kurang suka. Jadi akan membantu org spt saya kl masjid bisa pasang pengumuman di luar: “Mohon maaf, tidak ada kesunyian di sini!” Dan saya masih berpikir, kl mau beribadah dalam keadaan sunyi dan tenang agar merasa dekat dgn Allah, buat apa i’tikaf di masjid?

”Rasulullah SAW pernah i’tikaf di masjid, lalu dia mendengar (sebagian sahabat) mengeraskan bacaan (mereka), maka beliau membuka tabir (kemahnya) dan beliau bersabda: "Ketahuilah bahwa setiap dari kalian sedang bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah sebagian dari kalian mengganggu yang lainnya." (HR Ahmad, Abu Dawud dan dishahihkan al-Albani).

Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...