Assalamu’alaikum wr.wb.,
Ini tanggapan dari saya terhadap komentar di sini:
Kenapa-pks-tidak-bicarakan-syariah.
Gunawan berkata:
Bagimana mungkin bisa beriman dan bertakwa klo kita mencampakkan hukum2 Allah dan mengambil hukum buatan manusia. Hukum pidana buatan manusia, hukum tata pemerintahan buatan manusia, hukum ekonomi buatan manusia, bahkan turan pornografi aja
harus dikompromikan dulu dlm forum parlemen, bukankah Allah telah menentukan batasan yg jelas tentang pornografi?
"Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah maka mereka itulah orang-orang yang kafir." (Al-Maidah: 44)
Ini komentar yang menarik, jadi saya ingin berusaha untuk tanggapi. Di zaman Nabi SAW, semua orang terbiasa minum alkohol. Mereka masuk Islam dan mau nurut dengan Nabi SAW, tetapi mereka masih senangi alkohol. Mereka Muslim, tetapi hati mereka masih terpengaruh oleh kehidupan sebelumnya. Karena itu, dan karena Allah Maha Penyayang, alkohol tidak langsung diharamkan, tetapi terjadi secara bertahap dalam beberapa tahun. Kenapa Allah tidak langsung haramkan dari ayat pertama? Apakah berarti Allah “tidak memhahami hukum Allah”? (Catatan: Saya katakan “tidak memahami hukum Allah” hanya untuk menggarisbawahi bahwa kita akan katakan demikian terhadap seorang manusia kalau dia bertindak dengan cara yang sama, yang kita anggap “tidak pantas”. Tolong jangan ditafsirkan dengan macam2 arti yang lain.)
Allah sudah tahu hukum Allah yang mengharamkan alkohol. Kenapa Allah tidak mau langsung jelaskan demikian? Allah Maha Tahu bahwa alkohol itu sangat buruk dan juga haram, tetapi manusia malah dikasih waktu penyesuaian dulu. Kenapa?
Apakah berarti bahwa Allah sungguh “tidak paham” dan “tidak nurut” dengan hukum Allah?!?! Apa benar? Apa mungkin begitu? Apakah komentar anda akan seperti itu kalau saya tanya kenapa alkohol yang haram tidak langsung dibuat haram oleh Allah? Allah yang Maha Tahu, dan Allah yang tidak langsung bertindak untuk mengharamkan alkohol secara paksa, dan cuek saja kalau masyarakat bisa terima atau tidak.
Apakah berarti Allah “tidak paham” karena Allah tidak langsung tegas dan memaksa semua orang terima sesuatu, padahal mereka belum sanggup? Mungkin sebagian orang (yang merasa sangat beriman, mungkin sangat lebih beriman daripada yang lain) mau melakukan hal yang sama sekarang, dan memaksa masyarakat yang mungkin saja “belum siap” untuk langsung berubah dan menerima segala sesuatu yang “Islamiah” secara paksa. Mungkin dalam berbagi hal, kita memang perlu bersikap begitu dan tidak ada kompromi, misalnya, kalau ada yang membunuh banyak orang, kita berikan hukuman mati dan tidak ada kompromi, sesuai dengan hukum Allah. Langsung tegas dan masyarakat juga bisa terima. Pertanyaan saya bukan apakah sikap seperti itu bisa diterapkan (karena memang bisa), tetapi apakah sikap itu memang yang terbaik untuk SEMUA keadaan yang kita hadapi di bangsa ini?
Jadi, pada saat kita membahas alkohol yang tidak langsung diharamkan, ada dua kemungkinan: Pertama, Allah memang “tidak paham” terhadap hukum Allah, atau dua, Allah memberikan contoh bahwa suatu perubahan bisa terjadi secara bertahap. Sesuatu yang haram bisa menjadi “tidak haram” (atau “belum haram”) untuk sementara, karena barangkali masyarakat belum sanggup menerimanya.
Kita bisa melihat bahwa dari dulu Islam belum diperbolehkan berkembang dengan baik di Indonesia. Di zaman Belanda, dan zaman Orde Baru, Islam ditekan, bukan dikembangkan. Beberapa tahun yang lalu, PNS dilarang memakai jilbab pada masa kekuasaan Soeharto!!! Baru belakangan ini ada banyak perubahan di dalam masyarakat kita. Kelihatan bahwa lebih banyak wanita di jalan dan di televisi memakai jilbab (tanpa dipaksa). Kelihatan lebih banyak pengajian kantor yang dibuat oleh karyawan sendiri (tanpa dipaksa). Kelihatan bahwa ada sekian banyak perubahan lain, seperti syariah banking, makanan halal, dan lain-lain, yang secara pelan dan bertahap muncul dan langsung didukung oleh masyarakat, tanpa ada yang memaksa. Bentuk-bentuk syirik yang begitu umum di zaman lalu, secara pelan dan bertahap ditinggalkan secara bertahap setelah masyarakat sadar bahwa yang mereka lakukan itu adalah tidak benar dan tidak sesuai dengan hukum Islam. Jadi jelas bahwa kalau masyarakat diberikan waktu untuk berubah secara bertahap, dan dengan ajakan yang lembat dan baik hati, dalam waktu hanya 10 tahun banyak sekali perubahan bisa terjadi. Tanpa masyarakat harus dipaksa secara cepat dan tegas oleh pihak lain.
Jadi, ada dua pilihan bagi kita.
Satu: mengakui bahwa Islam (secara keseluruhan)
belum menempati posisi tertinggi di dalam hati banyak anggota masyarakat Muslim yang masih agak awam. Artinya, masih ada banyak orang yang mengaku Muslim, tetapi sebenarnya mereka hanya pahami sedikit. Buktinya, ada banyak orang yang berzina, mabuk, berjudi, suka tarian dangdut, ziarah untuk syirik (minta kepada mayat), melakuan syirik dengan berbagai ritual dan upacara, dan seterusnya. Karena kita memahami bahwa masyarakat memang seperti itu kondisinya, kita bisa mengambil contoh yang Allah berikan dengan mengharamkan alkohol, dan kita bisa berdakwah untuk mengubah mereka secara bertahap. Hal itu bisa kita lakukan dengan sikap yang baik hati, lembut, hindari konflik, dan ajak mereka belajar dengan harapan pada suatu saat nanti, hal2 yang buruk akan ditinggalkan oleh masyarakat Muslim sendiri karena mereka sudah sadar. Artinya, kita melakukan perubahan secara bertahap untuk mewujudkan masyarakat yang lebih memahami Islam dan sanggup tinggalkan perkara yang tidak islamiah. Itulah contoh yang Allah berikan dengan mengharamkan alkohol secara bertahap.
Atau
Dua: kita bisa menegaskan bahwa Alllah memang “tidak paham hukum Allah” karena tidak langsung mengharamkan alkohol saat itu juga. Allah seharusnya lebih nurut dengan hukum Allah dan memaksakan semua orang tinggalkan alkohol secara langsung, tanpa syarat, tanpa tahap, tanpa rasa kasih sayang dan ajakan lembut untuk berubah dan memperbaiki diri. Cukup mengharamkan dan melarang, dan mengancam dan menghukum bagi yang tidak nurut. Karena Allah sangat “tidak paham” terhadap hukum Allah, kita tidak boleh mengikuti “contoh buruk” yang diberikan, dan kita harus mengubah masyarakat sekarang juga, secara paksa, dengan menyebarkan rasa takut, tindakan represif, ancaman hukuman, dan hukuman mati bagi yang tidak langsung berubah. Itu lebih benar, itu lebih Islamiah, dan sangat tidak benar kalau kita mengikuti contoh Allah yang terbukti “tidak paham” hukum Allah.
Terserah mau pilih yang mana. Saya pilih pendapat yang
pertama. Saya tidak pernah bisa menganggap bahwa Allah “tidak paham hukum Allah”, dan
kalau ada contoh dari Allah bahwa masyarakat BOLEH berubah secara pelan, secara bertahap dan dengan sikap kasih sayang, maka insya Allah itu termasuk yang baik, benar, dan bermanfaat di jangka panjang (untuk keadaan tertentu).
Kalau anda mau setuju dengan pendapat kedua, dan mau mulai memaksakan kehendak saat ini juga, supaya anda terbukti menjadi orang yang paling benar, paling beriman dan paling mengerti hukum Allah, silahkan. Mohon maaf, saya tidak bisa setuju karena saya kuatir masyarakat Indonesia yang sangat awam belum sanggup menjalankan apa yang anda harapkan. Saya hanya bisa berserah diri kepada Allah dan
terima semua contoh dan ajaran yang diberikan kepada kita dari Allah SWT lewat Al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.
Kalau keadaan di Indonesia berbeda dengan sekarang, dan masyarakatnya juga berbeda dengan kenyataan yang kita lihat di kampung-kampung dan pinggir jalan, maka saya kira pendapat saya akan berubah juga.
Wallahu a’lam bish-shawab. Mohon maaf bila ada kesalahan.
Wa billahi taufiq wal hidayah, Wassalamu'alaikum wr.wb.,
Gene Netto