Search This Blog

Labels

alam (8) amal (100) anak (299) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (8) dakwah (87) dhuafa (18) for fun (12) Gene (222) guru (61) hadiths (9) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (52) indonesia (570) islam (556) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (357) kesehatan (97) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (52) my books (2) orang tua (8) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (503) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (11) pesantren (34) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (178) Sejarah (5) sekolah (79) shalat (9) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

29 February, 2008

Mungkin Mayoritas Dari Kita Jauh Dari Contoh Nabi SAW

Ini komentar dari seorang pembaca terhadap post saya tentang pejabat negara yang kaya: Pengurus Negara dan Contoh Nabi.

YUSUF KALLA, ABURIZAL BAKRI, atau siapapun mereka yang pejabat dan yang mengurus negara... Saya rasa mereka sudah mengerjakan yang WAJIB tadi dan MENYUMBANG, atau donatur apalah... (saya pernah dengar langsung ketika saya di Masjid Sunda Kelapa, Yusuf Kalla menyumbangkan 1 atau lebih mobil baru untuk mobil jenazah).

Dan pertanyaan saya, ANDA 'MENILAI' SESEORANG ATAU BANYAK ORANG apakah ANDA sendiri MAMPU ATAU BISA PERSIS MENIRU ROSULULLAH???..., bagaimana dengan harta anda sendiri???..., sudahkah sampai 'habis' harta anda (seperti rosul) yang anda bagi-bagikan untuk kaum miskin yang notabe-nya mereka SAUDARA MUSLIM anda juga!!!...
Maaf jika anda tersinggung..., kalau anda mau menyinggung orang harus siap di singgung ORANG!!!. ADIL bukan??? heheheh, smile...

(dan seterusnya…)

Assalamu’alaikum wr.wb.,

Waduh, kok begitu serius tanggapannya?

Kalau anda begitu sakit hati, saya bisa hapus nama YK dan lain-lain dari post saya kalau anda mau. Saya hanya catat mereka sebagai contoh saja karena sangat terkenal sebagai orang kaya, sampai bisa masuk daftar orang2 terkaya di Asia Tenggara.

Kalau ada orang yang sangat kaya dan kita membahas kekayaan itu, maka saya rasa itu bukan “membuka aib” mereka (seperti anda katakan) karena info tersebut sudah ada di koran dan ketahuan oleh masyarakat.

Kalau ada politikus yang sangat kaya yang membagi satu mobil, atau bantu satu pesantren, atau membagi beras gratis, saya kira ada dua kemungkinan: 1. dia peduli pada ummat Islam, anak yatim dan orang miskin, 2. ada nilai politik di dalamnya, karena dengan “banyak memberi” (walaupun tetap sangat kaya), dia bisa “beli” kesetiaan dari orang miskin untuk membantu aspirasi politiknya. Saya tidak tahu yang mana yang benar. Insya Allah yang pertama.

Tetapi pada saat anak yatim dan anak miskin membunuh diri karena putus asa terhadap dunia ini, politikus yang menjadi idaman anda kelihatan lagi jalan-jalan di dalam dan luar negeri, selalu dalam keadaan senang dan bahagia. Tidak kelihatan bahwa mereka merasa stres karena penderitaan rakyat. Tidak kelihatan bahwa nasib anak yatim merupakan prioritas dibandingkan dengan niat mereka untuk bersenang-senang ke luar negeri atas nama tugas negara. Saya belum pernah mendengarkan berita seperti ini: “Menteri X menolak undangan berkunjung ke Eropa karena uangnya lebih dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Para politikus dari Eropa diperisilahkan datang ke sini.” Kenapa tidak pernah ada pejabat yang bersikap seperti itu?

Tentu saja saya bukan orang sempurna dan sangat jauh dari contoh Nabi SAW. Dan saya juga tidak menuntut penjabat negara harus menjadi manusia sempurna. Maksud saya hanya sebatas keinginan agar mereka bisa melihat penderitaan masyarakat (saudara mereka di dalam Islam, bukan?) dan bertindak dengan rasa krisis untuk membantu ummat Muhammad SAW yang sangat menderita. Dari mengamati para pejabat (yang sekaligus pengusaha sangat kaya) di tivi, sangat jarang terlihat bahwa mereka sedih karena nasib buruk anak bangsa, anak yatim, orang miskin, dan lain-lain. Malah selalu kelihatan ketawa pada waktu disorot.

Saya ingat hadiths Nabi: “Bukan termasuk golonganku orang yang tidur dalam keadaan kenyang padahal tetangganya tidur dalam keadaan lapar.” Apakah mereka (para pejabat) peduli pada tetangga yang lapar dan miskin, yang anaknya bisa wafat karena tidak punya 10.000 rupiah untuk berobat ke puskesmas? Jangankan tentangga, bagaimana kalau kita bertanya kepada pembantu rumah tangga atau sopir mereka…? Saya sering bertemu dengan orang kaya dan sering mendapatkan cerita yang sangat menyedihkan hati dari pembantu dan sopir mereka. Pada saat Jakarta banjir, kita semua lihat di tivi, ada keluarga kaya yang kabur ke hotel, dan pembantu ditinggalkan di tempat banjir untuk “jaga rumah”. Tanpa listrik, tanpa air bersih (karena pompa air mati), dan bahkan tanpa makanan (selain Indomie yang tidak bisa dimasak karena gas habis).

Karena anda bertanya tentang diri saya, saya akan menjawab. Saya mau menegaskan bahwa saya tidak berniat menyombongkan diri. Saya hanya sebatas mau menjelaskan sedikit tentang diri saya supaya anda bisa lebih kenal saya dan Insya Allah dengan itu, menjadi lebih sayang, dan siap menerima komentar saya (selama komentar saya itu baik dan benar).

Kemarin di rekening saya tersisia 55.000 rupiah, karena gaji belum masuk. Saya punya rekening satu lagi di BMT (Bank Islam untuk mikro kredit, di pesantren). Semua uang di BMT itu dipinjamkan kepada rakyat kecil untuk membantunya membangun usaha. Kalau tidak salah, di rek. BMT saya itu tersisa sekitar 100.000 rupiah, atau kurang. Isinya sudah digunakan untuk beli sapi pada waktu Idul Adha (saya gabung dengan yang lain karena tidak sanggup beli satu sapi sendiri). Saya tidak punya rekening lain. Saya tidak punya deposito. Saya tidak punya simpanan dolar. Saya tidak punya saham.

Saya tinggal di kost di Pancoran. Saya tidak punya mobil. Tidak punya motor. Barang paling mahal yang saya miliki adalah komputer dan HP.

Monitor komputer yang baru ini saya beli karena yang lama mulai rusak. Yang lama adalah bekas dari kantor teman dan dipakai selama 2 tahun sampai rusak dan terpaksa diganti dengan yang baru. Kalau tidak ada komputer, saya sulit untuk menulis buku, mengajarkan orang lain (seperti muallaf) tentang Islam, sulit untuk memberikan konsultasi gratis bagi orang tua yang ingin bertanya-tanya tentang pendidikan dan anak lewat email (sudah ratusan orang), dan juga sulit untuk menyimpan artikel dan ilmu yang bermanfaat di blog.

HP saya adalah hadiah dari seorang teman. Yang lama (Nokia) saya kasih kepada seorang ustadz karena dia senang dengan adanya Al Qur’an di dalamnya. (Saya berfikir untuk menjualnya, tetapi karena saya dapat Hp yang baru sebagai hadiah, saya jadi senang menghadiahkan yang lama kepada ustadz). Jam tangan saya dibelikan oleh teman karena yang lama rusak. Saya baru dapat digital kamera karena dibelikan oleh orang lain sebagai kado ulang tahun. Sebagian besar baju saya dibelikan oleh orang lain sebagai kado (dalam waktu beberapa tahun). Baju saya hanya sedikit, sampai teman-teman sering mengeluh karena saya pakai baju, celana, dan sepatu yang sama terus-terusan. Semua baju saya berumur 2-6 tahun. Ada orang yang mengeluh karena baju yang warnanya sudah mulai hilang (karena tua) masih dipakai ke rumah teman. Saya lebih banyak beli baju buat orang lain daripada beli buat diri sendiri.

Saya masih bantu menggaji orang lain di sebuah pesantren biar dia dapat pekerjaan. Sebelumnya, pesantren tidak sanggup bayar dia untuk kerja sebagai tukang kebersihan, jadi saya bayarkan gajinya supaya dia, isteri dan anak mendapatkan nafkah hidup, dan sekaligus pesantren mendapatkan tukang kebersihan baru.

Bulan ini agak berat karena banyak pengeluaran, termasuk bayar ambulance buat antarkan jenazah ke luar kota. (Teman saya itu, yang bapaknya wafat, sepertinya sulit untuk membayar karena juga keluarkan banyak untuk biaya rumah sakit. Saya jadi tidak enak minta kepada dia, dan milih untuk bayarkan ongkosnya sendiri daripada membebankan dia. Saya yang mengatur ambulance dan juga antarkannya ke rumah sakit).

Saya sudah memutuskan untuk terbitkan buku saya lewat yayasan pesantren anak yatim. Kalau ke perusahaan penerbitan yang besar, mungkin lebih efektif, tetapi profit akan lari ke mereka. Saya sekarang berniat menggunakan yayasan untuk menerbitkan semua buku saya (karena baru tahu bisa begitu). Insya Allah, dengan itu, profit dari penjualan bisa dimanfaatkan anak yatim daripada perusahaan penerbitan besar. (Ada beberapa perushaan penerbitan yang sudah minta izin menerbitkan buku saya Mencari Tuhan, Menemukan Allah, tapi belum dikasih).

Alhamdulillah, saya bisa makan setiap hari. Kalau tabungan saya menjadi kosong, alhamdulillah ada teman yang mau bantu dengan pinjamkan uang. Alhamdulillah saya dapat gaji setiap bulan (kuli bangunan tidak). Alhamdulillah ada beberapa orang yang mendapat bantuan dari saya setiap bulan, dan sewaktu-waktu, tabungan saya kosong total karena terlalu banyak memberikan kepada orang lain. (Kadang-kadang, teman2 saya menjadi agak “marah” dan suruh saya menabung buat masa depan). Ada beberapa orang yang pernah pinjam uang dari saya dan belum bayar kembali. Kedua pinjaman terbesar masing-masing beberapa juta. Saya tidak bisa menolak memberikan pinjaman itu karena waktu itu saya memang punya uang di tabungan, dan teman itu minta pinjam untuk biaya operasi anaknya. Hal itu terjadi 2 kali dengan dua orang yang berbeda. Satu baru bayar kembali separuh dari uangnya, yang satu lagi belum. (Sudah lebih dari tujuh tahun dia belum bisa bayar kembali).

Hampir lupa. Saya juga punya hutang di Australia. Sekitar 100 juta rupiah (mungkin lebih sekarang). Itu biaya kuliah yang belum saya bayarkan sampai sekarang (berhutang pada pemerintah). Kalau ada pilihan pinjamkan uang kepada teman untuk menyelamatkan nyawa anaknya, atau bayar hutang kuliah di Australia, saya selalu memilih yang pertama. Jadi, hutang itu masih ada dan belum hilang.

Saya bukannya pura-pura menjadi orang miskin. Saya masih bisa ke Plasa Senayan dan makan di situ dengan teman seminggu sekali. Saya masih bisa beli kado ulang tahun buat teman. (Masih hutang kado bagi dua orang. Belum sempat beli, dan lagi menghemat uang). Saya masih bisa minum kopi di kafe dan makan di rumah makan yang baik. Saya bisa traktir teman makan, dan juga sering ditraktir. Saya bisa naik taksi kalau tidak ada yang bisa antarkan naik mobil. Tetapi saya juga sewaktu-waktu naik ojek, mikrolet, dan bis.

Kalau naik taksi, saya sering berbincang dengan sopir tentang kehidupannya, agama, keluarganya, politik negara, isu-isu terkini, dan lain-lain. Saya senang bisa naik taksi terus, karena kalau saya punya mobil, nafkah buat para sopir taxi akan berkurang. (Dan sambil duduk di belakang taksi, saya terbiasa berdzikir). Saya juga terbiasa bayar lebih dari argo (mungkin banyak orang lain juga begitu). Tetapi saya sudah sering mendapatkan cerita dari sopir taksi tentang pelitnya sebagian orang Indonesia. Saya ingat cerita dari satu sopir, bahwa pernah dapat penumpang yang bayar argo dengan uang pas: Rp 3.025. Kata sopir, sebagai orang miskin dia tidak punya uang logam 25 rupiah karena terlalu kecil. Tetapi penumpang itu malah punya dan mau bayar dengan uang pas setelah jalan hanya 100 m saja (padahal orang itu kelihatan cukup mampu dari pakaiannya).

Pernah saya bicara dengan seorang sopir taksi yang merasa sedih karena katanya sangat sulit mencari rezeki sekarang. Saya menjelaskan ayat al Qur'an yang mengatakan rezeki Allah bisa datang kapan saja dari arah yang tidak tersangka. Dia tidak percaya. Kita berbincang terus. Akhirnya saya bertanya “Bagaimana kalau Allah berikan bapak 500.000 sekarang juga, hanya karena senang melihat bapak menjadi begitu yakin kepada Allah sebagai yang Maha Kuasa? Allah yang memberikan, tetapi lewat tangan saya, dan keluar dari dompet saya. Bagaimana kalau Allah mendorong hati saya untuk memberikan rezeki sebanyak itu kepada bapak sekarang?”

Jawabanya, “Tidak mungkin. Bapak tidak kenal saya. Tidak mungkin bapak mau berikan begitu banyak kepada saya.”

“Bukan saya yang berikan Pak, tetapi Allah. Bapak cukup merasa yakin kepada Allah dan lihat kalau dapat. Yakin nggak?”

“Tidak. Tidak mungkin.”

Dan karena itu, saya tidak kasih uang itu kepadanya. Saya jelaskan bahwa saya sudah siap memberikan kalau dia mengatakan yakin kepada Allah, dan saya tunjukkan uangnya. (Untungnya hari itu ada lebih dari 500 ribu di dompet). Akhirnya saya bayar 2x lipat ongkos di argo, jadi dia dapat untung sedikit. Saya memberi saran agar dia menambahakan ibadah dan memperbanyak doanya, minta rezeki dari Allah. Dan kalau dia memang yakin, Insya Allah rezeki yang dibutuhkan akan datang dari arah yang tidak tersangka. Mungkin setelah saya pergi dia menangis karena menyesal.

Saya tidak ingin mengatakan bahwa saya hidup dengan sederhana karena merasa sanggup meniru Nabi SAW. Yang saya lakukan adalah melihat uang yang tersedia (dari gaji, misalnya), menggunakan sebagian untuk menikmati kehidupan ini (dengan makan atau ngopi bersama teman), dan sisanya saya simpan di dompet atau di bank sampai bisa dimanfaatkan untuk suatu hal. Kalau ternyata ada orang di sekitar saya, yang saya kenal dengan baik dan jelas-jelas tidak menipu, yang membutuhkan uang itu lebih dari saya, maka saya rasa hak dia untuk dibantu lebih besar dari hak saya untuk beli baju baru.

Uang itu milik Allah. Saya hanya penjaganya.

Tetapi saya hanya memberi atau pinjamkan jumlah yang besar kepada orang yang dikenal, karena tidak mau ditipu. Jadi kalau ada yang minta uang buat orang yang tidak dikenal di lain kota, barangkali saya tidak kasih, atau hanya kasih sedikit saja.

Selama 13 tahun tinggal di sini, saya belum dirampok, belum dicopet, belum kena kecelakaan mobil, belum kena banjir di rumah, dan kesulitan yang paling “mengganggu” yang dialami hanya sebatas penyakit yang biasa. Sering terjadi bahwa saya membutuhkan sesuatu, seperti HP baru, lalu tiba-tiba ada yang belikan. Tidak selalu, tetapi sering.

Pernah saya tinggalkan sebuah acara di panti asuhan dan saya mau cari taksi untuk pulang. Salah satu pengurus mengatakan mau antarkan saya ke jalan raya naik motor karena kita masih di gang. Saya tidak mau merepotkan dia jadi saya bilang saya mau cari dulu di depan, Insya Allah ada. Dia jawab, “Tidak mungkin Pak. Jalan di depan masih terlalu kecil. Tidak pernah ada taksi lewat sini.” Saya mengatakan “Kok nggak yakin pada Allah Pak? Kalau kita berdoa kenapa dianggap tidak mungkin?” Dia jawab, “Bukannya tidak yakin Pak, tetapi memang kenyataan, tidak ada taksi lewat jalan ini. Berdoa atau nggak, tetap tidak bisa dapat taksi di sini, jadi saya harus antarkan ke depan.”

Saya senyum. Di dalam hati, saya berdoa dan minta Allah kirimkan saya taksi yang bisa antarkan saya pulang. Sambil jalan kaki, si pengurus itu masih ikut di sebelah saya, dan menekankan bahwa tidak mungkin ada taksi di depan. Kita keluar dari gang dan lihat kiri-kanan di jalan kecil itu.

Tiga taksi lewat di depan kita.

Saya senyum, dan nyetop salah satu taksi. Saya lihat si pengurus. “Kalau yakin kepada Allah, kenapa bapak bisa mengatakan ‘Tidak mungkin’?” Dia kelihatan sedikit bingung dan juga malu. “Tetapi biasanya tidak pernah ada taksi lewat sini pak.” Ternyata, ada tiga. Saya senyum, naik taksi dan pulang. Alhamdulillah.

Saya ingat hadiths Nabi SAW ini:

Dari Abu Hurairah RA., dia berkata, Rasulullah SAW bersabda,

“Barangsiapa yang meringankan penderitaan seorang Mukmin di dunia, niscaya Allah akan meringankan penderitaan (kesulitan)nya kelak di hari Kiamat dan barangsiapa yang memudahkan urusan orang yang mengalami kesulitan, niscaya Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Siapa saja yang menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allah akan menutupi (aib) nya di dunia dan akhirat. Dan Allah selalu menolong hamba-Nya selama si hamba tersebut menolong saudaranya. Siapa saja yang menempuh suatu jalan guna mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Dan tidaklah suatu kaum (kelompok) berkumpul di salah satu rumah Allah sembari membaca Kitabullah dan mengkajinya di antara sesama mereka melainkan ketenangan akan turun di tengah mereka, rahmat meliputi mereka dan malaikat mengelilingi mereka serta Allah akan menyebut mereka di sisi para malaikat. Siapa saja yang menjadi lamban karena amalnya (sehingga amal shalihnya menjadi kurang), maka tidak cukup baginya hanya (bermodalkan) nasab.”

(HR.Muslim)

Karena saya baca hadiths ini, saya berusaha untuk merasa yakin kepada Allah bahwa semua uang yang saya keluarkan akan dibalas oleh Allah. Dan kalau saya berikan uang kepada orang lain, Insya Allah tidak dengan cara yang boros, tetapi juga tidak dengan rasa takut miskin.

Beberapa kali saya berbincang dengan teman, dan berfikir bagaimana kalau menangkan undian dari bank, misalnya, senilai 1 milyar rupiah atau lebih.

Saya berfikir bahwa kalau ada uang sebanyak itu, rencana saya kurang lebih sebagai berikut:

· bayar hutang di Australia 100 juta

· berikan sebagian kepada pesantren anak yatim

· bantu dgn cicilan rumah orang tua di Australia (kredit rumah belum lunas)

· bantu beli rumah buat ibu teman saya yang masih kontrak

· bikin tabungan pendidikan buat keponakan

· cari investasi seperti di BMT, di mana uang bisa dikelola dan menjadi bermanfaat buat orang miskin

· mungkin bantu teman membangun perushaan baru, asal jelas manfaatnya buat anak yatim di masa depan

· dan kalau masih ada yang tersisa, baru berfikir untuk beli rumah sendiri, beli mobil, naik haji dan lain-lain.

Kalau anda masih mau meragukan saya, niat saya, dan sikap saya, silahkan. Saya tidak keberatan kalau ada orang yang tidak percaya kepada saya. Kalau saya mengritik pejabat negara dan orang kaya, itu karena saya lihat mereka selalu dalam keadaan kenyang dan bahagia. Mereka anggap uang mereka itu adalah milik mereka yang diberikan kepadanya supaya mereka bisa pamer dan menikmati dunia ini sendiri. Mereka tidak sadar bahwa uang itu milik Allah. Juga setiap atom di dunia ini, setiap atom di dalam tubuh kita, seluruh alam semesta, semuanya hanya milik Allah yang Maha Esa.

Kalau mereka yakin kepada Allah, mereka tidak akan takut miskin. Tetapi malah mereka kelihatan takut sekali karena mereka anggap orang miskin tidak bernilai tinggi dan tidak bermanfaat. Begitu juga anak yatim. Dan karena itu, mereka selalu berusaha untuk menjaga uang yang sudah ada di tangan. Mereka hanya menghargai dan menghormati orang kaya yang sama seperti mereka. Sayang sekali.

Kalau Nabi Muhammad SAW ada di sini, barangkali dia akan menangis kalau melihat orang Muslim dan pejabat negara yang kaya, yang lebih peduli pada mobil Range Rover-nya daripada anak yatim yang sudah siap bunuh diri karena depresi, lapar dan putus sekolah. Alangkah baiknya bila pejabat negara dan para Muslim yang kaya bisa melihat contoh dari Nabi SAW dan berusaha untuk mengiktuinya dengan banyak menyantuni anak yatim dan orang miskin, bukan untuk alasan politik, tetapi karena beriman kepada Allah.

Ada komentar lagi dari anda:

…Nah kenapa tidak membuat gerakan untuk umat…atau semua bangsa. Seperti “PEDULI BANGSA 2008”, dengan agenda apalah… dengan proyek percontohan beliau2 itu yang turun kebawah menyaksikan langsung POTRET KEMISKINAN INDONESIA.
Tapi,… saya jadi mikir jika anda PEDULI sekali dengan Indo. kenapa BUKAN ANDA saja yang manjadi PELOPOR gerakan itu…
Kan bisa di mulai dari sekala kecil saja mengajak para blogger mewujudkannya.
Menjadi PELOPOR LEBIH BAIK DARI PADA pengekor…, dan penggerak lebih baik dari pada anda terus-menerus manjadi PENGKRITIK….., apa gak capek… mikirin Indo. terus… tar cepet tua!!!.

Saya bukan orang penting dan juga tidak punya kekuasaan di tengah-tengah ummat Islam atau masyarakat Indonesia. Baru sedikit saja mengritik pejabat yang kaya, saya sudah disalahkan dan dikritik kembali oleh anda. Tetapi sebelum anda bicara, saya sudah mengusulkan ide untuk membentuk sebuah gerakan baru kepada orang lain yang cukup terkenal dan punya jaringan dan koneksi yang luas. Dia setuju dengan usul saya dan mengatakan ingin menjadi pelopor gerakan peduli anak yatim. Saya sudah memberikan semua ide saya kepadanya, dan sekarang saya menunggu hasilnya. Lebih baik dia yang mengumumkan kepada masyarakat supaya banyak orang mau dengar. Kalau saya bicara, mungkin nanti banyak orang tidak peduli, atau bertanya “Siapa dia?”. Insya Allah ide ini akan segera terwujud. Saya akan ingatkan dia lagi. Mungkin dia lupa karena sibuk.

Jadi, kurang lebih begitulah kehidupan saya. Masih banyak cerita dan pengalaman yang bisa saya sampaikan, tetapi tulisan ini sudah menjadi terlalu panjang. (Lebih panjang dari niat awal saya). Saya harus berhenti karena ada beberapa tugas yang perlu saya kerjakan untuk membantu orang lain. (Penyelesaian buku saya masih ditunda juga sampai bulan depan karena terlalu sibuk mengerjakan tugas untuk membantu orang lain.)

Saya mohon agar pembaca (terutama pengritik) tidak menganggap ini sebagi usaha untuk menyombongkan diri karena sesungguhnya niat saya tidak demikian. Saya hanya ingin memberikan gambaran nyata bahwa kehidupan kita ini semata-mata di tangan Allah. Dan kalau kita memberi dan membantu orang lain tanpa rasa takut, Insya Allah semua kebutuhan kita akan dipenuhi oleh Allah juga (dengan ikhtiar, tentu saja). Mau percaya pada tulisan saya atau tidak, silahkan. Mau setuju dengan komentar saya atau tidak, silahkan.

Tetapi kalau anda menganggap saya bisa mengritik konglomerat dan pejabat, sedangkan saya sendiri juga hidup dalam kemewahan dan punya sikap yang sama seperti mereka terhadap anak yatim dan orang miskin, maka itu hanya membuktikan satu hal: anda belum mengenal saya.

Mohon maaf kalau ada kesalahan.

Wassalamu’alaikum wr.wb.,

Gene

26 February, 2008

Pengurus Negara dan Contoh Nabi


Assalamu’alaikum wr.wb.,

Berkaitan dengan post ini di blog, Anak SD yang Gantung Diri karena Sangat Miskin, saya jadi ingat sesuatu yang baru dibaca kemarin. Saya sedang mengedit buku Syafii Antonio, Rasulullah Super Leader Super Manager, dalam bahasa Inggris. Di dalam bab 5, Pak Syafii menjelaskan sejarah Nabi SAW sebagai pedagang, dan cara beliau bersikap terhadap uang dan harta. Di dalam bab itu, ada bagian yang berikut di bawah ini.

Coba membacanya dan befikir: apakah pernah ada pejabat negara yang mengikuti contoh Nabi SAW ini? Apakah orang seperti Yusuf Kalla atau Aburizal Bakrie pernah berfikir untuk membagi uang sebanyak-banyaknya kepada orang miskin dan anak yatim tanpa rasa takut miskin? Atau apakah mereka semua begitu sibuk dengan mengurus hartanya sehingga mereka benar-benar tidak peduli pada penderitaan ummat Islam? Berapa banyak anak yatim dan anak miskin harus menderita atau bunuh diri sebelum pembesar negara menjadi peduli padanya?

Dan penyakit “peduli pada harta di dunia ini” tidak hanya diderita oleh para pembesar bangsa Indonesia. Coba berfikir: Apakah pernah ada raja Saudi yang mengikuti contoh Nabi ini?

Silahkan baca:

*****

[Dari buku: Rasulullah Super Leader Super Manager, bab 5]

Suatu ketika datang seseorang kepada Nabi SAW untuk meminta sesuatu, oleh beliau diberilah orang itu kambing yang banyak. Saking banyaknya sampai memenuhi jalan antara dua bukit. Lalu orang itu kembali kepada kaumnya dan berkata, “Masuk Islam lah kamu sekalian, sesungguhnya Muhammad bila memberi, dia seperti orang yang tidak takut miskin.”

Muhammad SAW dikhabarkan juga pernah menerima 90.000 dirham, kemudian uang itu diletakkannya di atas tikar lalu uang itu beliau bagi-bagikan kepada orang banyak, dan beliau tidak menolak permintaan siapa pun yang meminta sampai uang itu habis.

Ketika kembali dari Perang Hunain, beliau disodori uang hasil rampasan perang. Beliau berkata, “Letakkanlah uang itu di masjid dan jumlah uang itu yang terbanyak yang pernah diterimanya. Kemudian beliau shalat di masjid itu, tanpa menoleh kepada uang tadi. Ketika beliau selesai shalat beliau duduk dekat uang itu dan memberikannya kepada setiap orang yang memintanya. Kemudian baru beliau berdiri setelah uang itu habis.

*****

Apakah mungkin pengurus negara bisa seperti ini? Apakah mungkin mereka bisa begitu yakin kepada Allah sehingga mereka tidak takut miskin lagi? Atau apakah mereka membutuhkan uang yang banyak supaya bisa pamer, supaya dianggap orang hebat, supaya bisa menang dalam pemilu?

Kalau Nabi SAW ada di Indonesia sekarang, kira-kira beliau senang atau sedih pada saat bertemu dengan pengurus negara yang hidup dalam kekayaan yang sangat berlebihan, sedangkan rakyat yang miskin dan anak yatim menderita begitu banyak?

Wassalamu’alaikum wr.wb.,

Gene

25 February, 2008

Bentuk-Bentuk Ibadah Umat Terdahulu

Sabtu, 6 Jan 07 05:48 WIB

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ustad Ana ada pertanyaan. Bagaimana cara (bentuk) bentuk ibadah umat terdahulu sebelum datangnya nabi Muhammad. Dan mohon bantuan untuk mencantumkan dalil yang mendasarinya? Terima kasih ustad

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Rabiah

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Di dalam Al-Quran kita menemukan dalil bahwa umat-umat terdahulu disebut juga dengan umat Islam. Bahkan mereka pun disyariatkan untuk melakukan shalat, puasa, zakat, haji dan bentuk-bentuk ibadah lainnya. Termasuk berlaku juga syariat dan hudud seperti rajam, potong tangan, cambuk dan seterusnya.

Kalau pun ada perbedaan, berkisar pada tataran teknis saja. Di mana perbedaan ini dapat terjadi karena dua faktor. Pertama, karena faktor perbedaan dari Allah. Kedua, karena faktor bias dan penyelewengan para penerus agama tersebut.

Umat Terdahulu Mengerjakan Shalat, Puasa, Zakat dan Haji

Selain berstatus muslim, umat terdahulu juga diperintahkan untuk mengerjakan ibadah ritual seperti shalat, puasa, zakat dan haji.

Shalat dan Zakat

Nabi Isa alaihissalam menyebutkan bahwa Allah SWT telah memerintahkannya melakukan shalat dan zakat.

dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku shalat dan zakat selama aku hidup. (QS. Maryam: 31)

Namun mereka hanya dibenarkan shalat di dalam mihrab (tempat shalat khusus), tidak boleh dikerjakan di sembarang tempat. Bahkan tanah yang kita injak ini tidak suci bagi mereka, sehingga tidak boleh digunakan untuk bertayammum.

Sedangkan khusus untuk nabi Muhammad SAW, shalat boleh dikerjakan di mana saja di atas tanah dan tanah itu bisa dijadikan media untuk bersuci (tayammum). Sesuai dengan sabda beliau SAW:

Dari Abi Umamah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Telah dijadikan tanah seluruhnya untukkku dan ummatku sebagai masjid dan pensuci. Di manapun shalat menemukan seseorang dari umatku, maka dia punya masjid dan media untuk bersci. (HR Ahmad 5: 248)

Tentunya shalat mereka tidak lima waktu seperti kita sekarang ini, karena perintah shalat lima waktu hanya ada setelah mi'rajnya Rasulullah SAW.

Shalat yang diwajibkan kepada nabi Sulaiman adalah shalat Ashar, yaitu shalat pada sore hari.

Bangsa Arab jahiliyah pun mengenal shalat, namun seperti yang disebutkan dalam firman Allah, teknis ritualnya sudah mengalami pergeseran total dari yang seharusnya. Tinggal berbentuk siulan dan tepuk tangan.

Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu. (QS. Al-Anfal: 35)

Dan shalatnya umat kristiani sepeninggal nabi Isa telah bergeser menjadi nyanyi-nyanyi di gereja, bahkan sekedar meletakkan tangan segitiga. Mereka bahwa ruku' dan sujud bukan kepada Allah, melainkan kepada pemuka agama mereka.

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan Al-Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS. At-Taubah: 31)

Puasa

Ritual puasa adalah ibadah yang dilakukan umat terdahulu, sebagaimana firman Allah SWT:

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183)

Namun bentuk puasa umat terdahulu sedikit berbeda dengan puasa yang disyariatkan kepada umat nabi Muhammad SAW.

Misalnya puasa yang Allah syariatkan kepada Nabi Daud alaihissalam dan umatnya, mereka diwajibkan puasa seumur hidup setiap dua hari sekali berselang-seling. Sedang kita hanya diwajibkan puasa satu bulan saja dalam setahun, yaitu bulan Ramadhan.

Puasa yang dilakukan Maryam adalah tidak berbicara kepada manusia. Sebagaimana yang disebutkan di dalam Al-Quran:

Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini."(QS. Maryam: 26)

Haji

Ritual ibadah haji di Makkah sudah dijalangkan jauh sebelum nabi Muhammad SAW dilahirkan. Nabi Ibrahim alaihissalam dan puteranya Ismail telah mempelopori ritual itu belasan abad sebelum turunnya Al-Quran.

Bahkan dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Nabi Adam alaihissalam juga melakukan ritual haji saat bertemu kembali dengan isterinya di Jabal Rahmah.

Dan sebelumnya, para malaikat yang diutus Allah SWT ke muka bumi telah membangun ka'bah dan bertawaf di sekelilingnya. Ini menunjukkan bahwa ibadah haji merupakan ibadah yang sudah ada semenjak manusia belum diciptakan.

Namun seiring dengan perjalanan waktu, bentuk teknis ritual haji mengalami pergeseran dan penyimpangan. Hal ini terekam saat Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW. Bangsa Arab saat itu masih menjalankan ritual tawaf di sekeliling ka'bah, namun dengan cara telanjang tanpa busana, sambil bertepuk-tepuk tangan. Ka'bahnya sendiri dikotori dengan 360 berhala yang menggambarkan syirik kepada Allah.

Menjelang akhir hidupnya, Rasulullah SAW bersama ratusan ribu shahabatnya melaksanakan ritual haji. Sejarah mencatatnya sebagai haji wada'. Dan ritual haji wada' ini menjadi tonggak pelurusan kembali ritual ibadah haji sesuai dengan perintah dan petunjuk dari Rasulullah SAW. Dikunci dengan sabda beliau: Kudzu 'anni manasikakum, ambillah dariku manasik kalian.

Wallahu a'lam bishshawab, wasalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Sumber: Era Muslim

Weapons of Mass Destruction: US Military or Al Qaeda?

[Ini sudah lama di desktop, tapi belum sempat membuat terjemahannya. Bisa dipahami dalam bahasa Inggris? Wassalam, Gene.]


There are now many websites that are discussing the use of weapons by the US military in Iraq that contain Depleted Uranium (DU). It should be a serious concern for anyone who is interested in the global dominance of the US military that they can use such weapons freely and at the same time, justify their invasion of Iraq in order to protect Americans from the use of Weapons of Mass Destruction. There is some (disputed) evidence that DU causes birth defects and cancer. In the case of the Iraq War, there is also a possibility of poisons in the environment like Mustard Gas that may have been dumped by Saddam Hussein. That does not explain the same health problems being experienced by veterans of the Bosnian War. DU weapons were also used by NATO in Bosnia.

DU is used in bombs, tank shells and bullets because it heavier than lead and stronger then tungsten. That means it can penetrate a target easily (e.g. a tank) and after impact creates an intense fireball. The result after the fire is a fine radioactive dust. Those radioactive particles will stay in the environment for 4.5 billion years!

DEPLETED URANIUM - WHAT IT IS:

Depleted uranium is a highly dense, toxic and radioactive metal. It is collected when highly radioactive uranium is separated from natural uranium that comes out of the ground. The U.S. uses DU for bullets and shells.

WHAT IT DOES:

Depleted uranium contains the highly toxic U-238 isotope, which has a radioactive half-life of about 4.5 billion years. As U-238 breaks down, an ongoing process, it creates protactinium-234, which radiates particles that may cause cancer as well as mutations in body cells. That could lead to birth defects.

HOW IT SPREADS:

When a depleted uranium shell hits a hard target, as much as 70 percent of the projectile can burn on impact, creating a firestorm of depleted uranium particles. The toxic residue of this firestorm is an extremely fine insoluble uranium dust that can be spread by the wind, inhaled and absorbed into the human body and absorbed by plants and animals, becoming part of the food chain. Once in the soil, it can pollute the environment and create up to a hundredfold increase in uranium levels in ground water, according to the U.N. Environmental Program.

http://seattlepi.nwsource.com/national/133581_du04.html

The Pentagon and United Nations estimate that U.S. and British forces used 1,100 to 2,200 tons of armor-piercing shells made of depleted uranium during attacks in Iraq in March and April -- far more than the estimated 375 tons used in the 1991 Gulf War.

The U.S. and British use of DU during the latest conflict, also alarms doctors in Iraq. Cancer had already increased dramatically in southern Iraq. In 1988, 34 people died of cancer; in 1998, 450 died of cancer; in 2001 there were 603 cancer deaths. The rate of birth defects also had risen sharply, according to doctors in Iraq.

http://seattlepi.nwsource.com/national/133581_du04.html

US FORCES' USE OF DEPLETED URANIUM WEAPONS IS 'ILLEGAL'

BRITISH and American coalition forces are using depleted uranium (DU) shells in the war against Iraq and deliberately ignoring a United Nations resolution which classifies the munitions as illegal weapons of mass destruction.

Professor Doug Rokke, ex-director of the Pentagon's depleted uranium project -- a former professor of environmental science at Jacksonville University and onetime US army colonel who was tasked by the US department of defence with the post-first Gulf war depleted uranium desert clean-up -- said use of DU was a 'war crime'.

Rokke said: 'There is a moral point to be made here. This war was about Iraq possessing illegal weapons of mass destruction -- yet we are using weapons of mass destruction ourselves.' He added: 'Such double-standards are repellent.' [repellent = disgusting]

According to a August 2002 report by the UN subcommission, laws which are breached by the use of DU shells include:

  • the Universal Declaration of Human Rights;
  • the Charter of the United Nations;
  • the Genocide Convention;
  • the Convention Against Torture;
  • the four Geneva Conventions of 1949;
  • the Conventional Weapons Convention of 1980;
  • and the Hague Conventions of 1899 and 1907, which expressly forbid employing 'poison or poisoned weapons' and 'arms, projectiles or materials calculated to cause unnecessary suffering'.

All of these laws are designed to spare civilians from unwarranted suffering in armed conflicts.

DU has been blamed for the effects of Gulf war syndrome -- typified by chronic muscle and joint pain, fatigue and memory loss -- among 200,000 US soldiers after the 1991 conflict.

It is also cited as the most likely cause of the 'increased number of birth deformities and cancer in Iraq' following the first Gulf war.

'Cancer appears to have increased between seven and 10 times and deformities between four and six times,' according to the UN subcommission.

The Pentagon has admitted that 320 metric tons of DU were left on the battlefield after the first Gulf war, although Russian military experts say 1000 metric tons is a more accurate figure.

In 1991, the Allies fired 944,000 DU rounds or some 2700 tons of DU tipped bombs. A UK Atomic Energy Authority report said that some 500,000 people would die before the end of this century, due to radioactive debris left in the desert.

The use of DU has also led to birth defects in the children of Allied veterans and is believed to be the cause of the 'worrying number of anophthalmos cases -- babies born without eyes' in Iraq. Only one in 50 million births should be anophthalmic, yet one Baghdad hospital had eight cases in just two years. Seven of the fathers had been exposed to American DU anti-tank rounds in 1991. There have also been cases of Iraqi babies born without the crowns of their skulls, a deformity also linked to DU shelling.

A study of Gulf war veterans showed that 67% had children with severe illnesses, missing eyes, blood infections, respiratory problems and fused fingers.

Rokke told the Sunday Herald: 'A nation's military personnel cannot wilfully contaminate any other nation, cause harm to persons and the environment and then ignore the consequences of their actions.

'To do so is a crime against humanity.

He added: 'We can't just use munitions which leave a toxic wasteland behind them and kill indiscriminately.

'It is equivalent to a war crime.'

Rokke said that coalition troops were currently fighting in the Gulf without adequate respiratory protection against DU contamination.

The Sunday Herald has previously revealed how the Ministry of Defence had test-fired some 6350 DU rounds into the Solway Firth [in England] over more than a decade, from 1989 to 1999.

30 March 2003

http://www.sundayherald.com/32522

“Sixty-seven percent of babies born to the 400,000 vets who suffer from Gulf War Syndrome have birth defects,” said Joyce Riley, a former nurse who flew in Iraq and the founder and spokesperson of the American Gulf War Veterans Association. “But the Department of Defense and Veterans Affairs do not want America to know the number of sick, dead and deformed kids that vets are having. It’s another cover-up.”

http://www.americanfreepress.net/06_29_03/Birth_Defects_Tied/birth_defects_tied.html

DU shells were also used in the Bosnia War by NATO.

“Between 30,000 and 50,000 DU shells were fired”

“In Kosovo some 2 million civilian men, women and children have been exposed to the radioactive fallout since the beginning of the bombing in March 1999. In the Balkans, more than 20 million people are potentially at risk”

“A British expert predicted that thousands of people in the Balkans will get sick of DU. The radioactive and toxic DU-oxides don't disintegrate. They are practically permanent.”

http://www.fromthewilderness.com/free/pandora/low_war.html

Both the Pentagon and the British Ministry of Defence officially deny that there is any significant danger from exposure to DU ammunition.

"Soldiers may be incidentally exposed to DU from dust and smoke on the battlefield. The Army Surgeon General has determined that it is unlikely that these soldiers will receive a significant internal DU exposure. Medical follow-up is not warranted for soldiers who experience incidental exposure from dust or smoke. [...] Since DU weapons are openly available on the world arms market, DU weapons will be used in future conflicts. […] No international law, treaty, regulation, or custom requires the United States to remediate [=clean up] the Persian Gulf war battlefields."

- Report by the US Army Environmental Policy Institute: 'Health and Consequences of Depleted Uranium use in the US army', June 1995

http://www.web-light.nl/VISIE/extremedeformities.html

The United States Department of Energy currently has an inventory of 704,000 tonnes of depleted uranium hexafluoride (stored in 58,000 metal cylinders), corresponding to 476,000 tonnes of uranium [1]. It encourages the use of DU as a means of disposing of the stock, and plans to eventually convert the remaining inventory to a less toxic form, probably either uranium metal or oxide.

http://en.wikipedia.org/wiki/Depleted_uranium

WARNING: SCARY PHOTOS. Photos of the deformed babies are available at the following website:

http://www.uksociety.org/us_crimes_against-humanity_1.htm

LINKS

Children of US Soldiers with Birth Defects

http://www.life.com/Life/essay/gulfwar/gulf02.html

Cost of War to US Taxpayers

http://costofwar.com/

Research paper with photos and graphs:

http://cseserv.engr.scu.edu/StudentWebPages/IPesic/ResearchPaper.htm

News Articles:

US forces' use of depleted uranium weapons is 'illegal'

http://www.sundayherald.com/32522

Iraqi cancers, birth defects blamed on U.S. depleted uranium

http://seattlepi.nwsource.com/national/95178_du12.shtml

Website: Information from Occupied Iraq:

http://www.uruknet.info/?p=m13123&l=i&size=1&hd=0

Campaign Against Depleted Uranium

http://www.cadu.org.uk/intro.htm

http://www.bandepleteduranium.org/

http://www.bandepleteduranium.org/modules.php?name=News&file=article&sid=173

Against the War in Iraq:

http://www.projectcensored.org/publications/2004/8.html

http://www.projectcensored.org/publications/2005/4.html

http://www.doinggovernment.com/war/depleated%20uranium/Destroy%20people.htm

http://www.veteransforpeace.org/Ex_Pentagon_doctor_112203.htm

June 10, 2000 International Tribunal for U.S./NATO war crimes in Yugoslavia

http://www.iacenter.org/warcrime/cpona.htm

Online Articles:

http://www.fromthewilderness.com/free/pandora/low_war.html

http://www.eoslifework.co.uk/du2012.htm

http://www.downwinders.org/rokke.htm

http://www.wise-uranium.org/dhap992.html

http://schema-root.org/military/weapons/depleted_uranium/

Other Links:

Sub-Commission resolution 1996/16
(resolves and states DU to be "incompatible" with human rights and international law; lists DU as "particularly" one "weapon of mass destruction or indiscriminate effect")

UN High Commission for Human Rights, 1998
(statement that DU is prohibited and contravenes prior UN resolutions)

"Human rights and weapons of mass destruction, or with indiscriminate effect, or of a nature to cause superfluous injury or unnecessary suffering"
(The UN 2002 report)

Post Conflict Assessment Iraq by the United Nations Environment Programme.

Scientific bodies

Depleted Uranium article from the Royal Society.

Depleted Uranium Human Health Fact Sheet from Summary Fact Sheets for Selected Environmental Contaminants to Support Health Risk Analyses by Argonne National Laboratory Environmental Assessment Division.

Uranium Human Health Fact Sheet, also from Argonne.

Other

Better World Links on Depleted Uranium Weapons 500+ links

U.S. Soldiers Contaminated With Depleted Uranium Speak Out - Democracy Now!, April 5, 2004

Depleted UF6 Management Information Network, Online repository of information about the U.S. Department of Energy's inventory of depleted uranium hexafluoride.

"After the Dust Settles" (Bulletin of the Atomic Scientists report from 1999)

Proposal for Research on Depleted Uranium ( U.K. Ministry of Defence )

World Uranium Weapons Conference 2003

Guardian Unlimited's Special report on Depleted Uranium

Campaign Against Depleted Uranium

International Coalition to Ban Uranium Weapons

Truthout.org

Ketua MUI: Kita Butuh Ulama, Bukan Ilmuan


Rabu, 13 Peb 08 07:33 WIB

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Kholil Ridwan menyatakan, semestinya tradisi keilmuan dalam Islam melahirkan ulama, bukannya ilmuan. Sebab, antara ulama dengan ilmuan itu tidak sama.

Menurutnya, ulama itu mempunyai kepekaan terhadap kondisi akidah umat, berjuang dengan ikhlas, tidak ingin popularitas, tidak menghallakan segala cara demi kekuasaan, apalagi mau disetir oleh pemikiran asing atau yang lebih buruk meninggalkan Islam itu sendiri.

”Tradisi ilmu dalam Islam itu melahirkan ulama. Ulama berbeda dengan ilmuan, ” ujar KH. Kholil Ridwan di sela-sela acara Tasyakur 5 tahun Institute for Study the Study of Islamic Thougth and Civilization (INSISTS) di Depok.

Dijelaskannya, sosok ulama punya tanggungjawab keilmuan, moral, dan agama kepada Allah Swt. Sedangkan ilmuan bisa bebas dari nilai-nilai agama, moral, ataupun tidak beriman kepada Allah sekalipun.

“Ulama dalam menyampaikan ilmunya harus berangkat dari iman. Jadi ia punya tradisi keimanan dan keilmuan secara berbarengan. Bebeda dengan ilmuan. Ia bisa bicara dan berbohong tergantung kemauannya karena tidak terikat iman, ” papar pengasuh pesantren Husnayain itu.

Ia mengungkapkan, dalam hadis Nabi Muhammad Saw juga disebutkan, bahwa ulama itu pewaris para nabi. Jadi bukan ilmuan yang mewarisi kenabian. ”Al-’Ulama waratsah al-Anbiya. Di situ jelas sekali ulama yang ditunjuk Nabi sebagai pewaris para nabi, bukan semua orang yang berilmu, tapi harus punya dan menjaga imannya, ” sambung dia.

Karena itu, Kyai Kholil berharap ke depan lahir ulama-ulama yang betul-betul mewarisi tradisi keilmuan yang dijarakan para nabi sebagaimana yang pernah dilakukan oleh ulama-ulama kita, bukannya mengikuti cara berpikir Barat. (dina)

Sumber: Eramuslim.com

21 February, 2008

Anak SD yang Gantung Diri karena Sangat Miskin

Assalamu’alaikum wr.wb.,

Email ini sedang beredar. Saya sudah terima 2-3 kali.

Pertama: Tolong baca artikel ini dari Surya online..

Anak SD yang Gantung Diri karena Sangat Miskin

Thursday, 21 February 2008

Magetan-Tak ada yang pernah mengenal dekat Teguh Miswadi, bocah kelas V SD, yang nekat gantung diri. Mungkin hanya Budi, teman sebangku sekaligus teman bermain, yang mengenal Teguh. Pada Budi juga, Teguh pamit tidak masuk sekolah lagi sebelum bunuh diri.

Ruang kelas V tampak lebih lengang. Bangku paling depan di dekat meja guru, kosong. Itu bangku tempat Teguh dan Budi duduk. Kemarin, Rabu (20/2) Budi tidak masuk sekolah. Kelas lebih sepi daripada biasanya.

Teguh adalah ketua kelas. Meski tak banyak bicara, anak ini tegas dan dikenal pintar. Karena Teguh pula akhirnya dibuatlah kelompok belajar. Lilis, wakil ketua kelas, sangat kehilangan. Kelompok belajar yang menguntungkan untuk siswa yang merasa ketinggalan pelajaran di kelas ini bisa dipastikan bubar. Teguh yang menjadi motornya tidak ada lagi. Ahmad Sakban Jawani, teman bermain Teguh, hanya termangu-mangu. Dia berkali-kali melirik bangku kosong itu.

Kematian tragis Teguh, siswa kelas V SDN Pupus II, Kecamatan Lembeyan, Kabupaten Magetan dengan menggantung diri memakai tali di kamarnya, Selasa (19/2) membuat deretan tokoh di Magetan angkat bicara. Meski semua kaget dan tak mengira ada bocah miskin yang sering sehari cuma makan sekali di wilayahnya, para tokoh ini cukup menampakkan perhatian.

Salah satunya anggota Komisi A DPRD Kabupaten Magetan yang menangani masalah pendidikan, Sumarsono. Dia mengatakan, kematian Teguh dipicu kegagalan kontak sosial. Ini karena tak ada orang tua tempat mengadu karena ayah dan ibunya sudah berpisah sejak dia balita. “Ketika mendapat masalah dan tak ada wadah pengaduan, ia langsung memilih gantung diri,” terang wakil rakyat dari PAN ini dengan mata basah kepada Surya, Rabu (20/2).

Sumarsono sama sekali tidak menyinggung kemungkinan kemiskinan sebagai pemicu. Begitu juga Kepala SDN II Pupus, Yahdi. Yahdi mengakui siswanya yang selalu masuk dalam lima besar di kelas ini cerdas. Memang, Teguh tergolong pendiam. Dia bisa bermain-main dengan riang bersama teman-temannya tetapi sejurus kemudian terdiam. Teguh memang anak pintar. Dalam kondisi miskin, kurang makan, tanpa fasilitas, dia masih bisa masuk dalam deretan lima siswa terpandai.

Bahkan di tengah keluarga yang berantakan, dia masih bisa memimpin teman-temannya sebagai ketua kelas. Padahal untuk menata dirinya sendiri saja bocah ini sudah kelimpungan, tetapi dia sanggup membuat kelompok belajar agar teman lain juga bisa pintar.

Sementara itu Bambang Trianto, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Magetan, mengaku mendapat cerita dari ayah dan beberapa paman Teguh. “Teguh minta disunat. Karena belum memiliki uang, keluarganya belum bisa melaksanakan permintaan itu,” kata Bambang yang menyatakan Teguh mendapat dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). “Saya lupa berapa jumlah bantuannya tetapi Teguh tercatat sebagai penerima BOS,” kata Bambang.

Ketika Surya datang ke rumah duka, Suwarno, 45, dan Mbah Ginah, 76, berkali-kali mengusap air mata. Ayah dan nenek Teguh ini masih terpukul. Anak satu-satunya hilang dengan cara yang mengenaskan. Mereka sama sekali tak mengira, kemiskinan yang sudah menjadi bagian dari hidup keluarga ini harus dikorek-korek kembali.

Luka karena kehilangan anak dan cucu tersayang ditambah dengan pandangan menyalahkan dari orang lain membuat Mbah Ginah dan Suwarno makin tersiksa. Orang lain tak akan paham betapa menjadi miskin itu bisa membuat segala akal budi bisa hancur.

Sementara itu dari hasil pemeriksaan dan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP), penyebab kematian Teguh masih belum dipastikan. Kapolsek Lembeyan, AKP Sri Subagyo masih memeriksa para saksi. Di antaranya Sujarwo, guru yang pertama menemukan Teguh, Suwarno, dan Mbah Ginah serta beberapa saksi lagi.

Menurut Subagyo, kematian Teguh diduga satu jam sebelum ditemukan. Sebab, sekitar pukul 06.30 WIB, Selasa (19/2) itu, Suwarno sempat menengok anaknya sebelum berangkat ke sawah. Teguh terlihat masih tertidur.

Subagyo masih melihat kemungkinan bahwa kemiskinan yang membuat Teguh mengambil jalan pintas. Ketika banyak orang lelap di kasur, Teguh hanya punya amben, tempat tidur bambu tanpa alas kasur. “Radio pun mereka tidak punya,” kata Subagyo menggambarkan kemiskinan keluarga ini.

Berkali-kali Suwarno berusaha berbicara tetapi lelaki berkulit gelap ini masih lemas. Dia hanya bisa menangis. Lakon hidupnya sangat pahit. Setelah ditinggal istrinya, Supartinah, 38, merantau ke Sumatera dan tidak kembali, Suwarno harus mengurus Teguh sekaligus bekerja sebagai buruh tani sejak Subuh hingga senja.

Hasilnya tak seberapa. Untuk makan sehari-hari saja sulit. Teguh hanya bisa bersandar pada Mbah Ginah, neneknya. Tetapi sandaran ini juga tidak kokoh karena Mbah Ginah sudah renta dan buta.

Entah berapa banyak bocah seperti Teguh yang dibelit kemiskinan. Jika harus menunggu korban lagi agar para petinggi dan lingkungan mau memperhatikan sekitarnya, tentu itu harga yang terlalu mahal./Sudarmawan

Sumber: Surya Online

Kedua: Bandingkan dengan kutipan ini dari Jakarta Post. (Saya carikan dari koran bahasa Indonesia, tetapi tidak ketemu.) Ini menjelaskan kejadian pada tanggal 1 Februari 08 di mana SBY kena banjir dan terpaksa pindah mobil. Tetapi bukan SBY saja yang punya mobil lain…)

The rest of the cabinet's ministers arrived on time at the palace for the meeting in their SUVs (sports utility vehicles) that have higher ground clearance, instead of their official sedans.

Among them were Transportation Minister Jusman Syafii Djamal on a Land Rover, Coordinating Minister for Political, Legal and Security Affairs Adm. (ret) Widodo A.S. on a Lexus Cygnus, Coordinating Minister for People's Welfare Aburizal Bakrie on a Toyota Alphard, State Minister for the Environment Rachmat Witoelar on a BMW X5 and Forestry Minister M.S. Ka'ban on a Toyota Prado.

Sumber: Jakarta Post

Ketiga: Berfikir...

Dari kedua artikel ini ada yang cukup jelas. Bagi sekelompok orang (anak SD yang miskin) pada saat mereka menghadapi kesulitan yang sangat besar, bisa jadi mereka putus asa karena tidak bisa melihat harapan di masa depan. Lalu mereka bunuh diri (kayanya makin sering sekarang?) karena sudah tidak tahan untuk hidup di dunia ini lagi.

Bagi sekelompok orang lain (kita namakan “pengurus negara”, atau mungkin lebih tepat dikatakan “pengurus orang elit” atau “pengurus kepentingan-diri-sendiri”), pada saat mereka menghadapi kesulitan, mereka tidak pernah putus asa. Cukup ganti mobil dan pakai Range Rover saja.

Bagi kelompok yang kedua ini, tidak ada kesulitan yang tidak bisa diatasi dengan uang. Tidak ada rasa krisis. Tidak ada rasa lapar. Tidak ada rasa sedih. Tidak ada rasa putus asa. (Kecuali menjadi sasaran KPK. Kalau begitu baru terasa sedih: “Kenapa tidak kabur ke Singapura pada bulan yang lalu!!”)

Yang terasa di dalam hatinya mungkin hanya rasa kesal: “Kok Range Rover versi terbaru tidak bisa diantarkan untuk 3 bulan lagi?! Kesal deh!”

Bagaimana orang ini bisa mengatur kehidupan anak miskin di kampung padahal mereka sendiri tidak merasakan kehidupan pahit yang sama, dan mereka begitu sibuk dengan mengatur pembagian “proyek” buat teman2nya, deposito, dan perusahaan masing-masing?

Berfikir: setiap hari anda nonton berita. Hampir setiap hari anda melihat petinggi negara keluar dari rapat dan pertemuan. Apakah anda pernah melihat rasa sedih di wajah mereka? Ataupun menangis? Apakah mereka bisa merasakan “krisis”? Atau apakah tidak ada istilah “krisis” di dalam kamus mereka?

Setiap kali saya melihat wajah mereka di koran atau di tivi, kok sepertinya mereka selalu dalam keadaan senyum, ketawa, bercanda, bahagia, dan kenyang…

Apa kira-kira yang mereka rasakan pada saat mereka naik Range Rover dan mobil mewah yang lain, jalan-jalan di ibu kota dengan tenang, sedangkan anak miskin membunuh diri karena tidak punya uang sekolah ataupun uang makan?

Kapan bangsa ini akan berubah?

Wassalamu’alaikum wr.wb.,

Gene

20 February, 2008

Kemiskinan Merusak Pembentukan Otak Balita


American Association for the Advancement of Science pada minggu lalu mengumumkan hasil riset yang membuktikan bahwa kemiskinan merusak pembentukan sel-sel di dalam otak balita. Para neuroscientist (ahli syaraf otak) mengatakan bahwa anak yang dibesarkan di dalam keluarga yang sangat miskin mengalami tingkat hormon stres yang sangat tinggi, dan hormon inilah yang mencegah pembentukan koneksi sel-sel di dalam otak. Efek ini ditambah lagi dengan kekurangan gizi dan toksin-toksin (zat-zat beracun) di dalam lingkungannya yang tidak bersih itu.

Beberapa studi yang dilakukan oleh universitas di AS menunjukkan bahwa kerusakan berat pada otak balita dari keluarga yang miskin terjadi di antara umur 6 bulan sampai dengan tiga tahun. Martha Farah, director Centre For Cognitive Neuroscience di University of Pennsylvania, mengatakan, “Efek terbesar terjadi pada kemampuan berbahasa dan daya ingat”.

Sedangkan Jack Shonkoff, director Centre On The Developing Child di Harvard University, mengatakan, “dasar-dasar dari semua masalah sosial yang nampak di masa dewasa berasal dari masa kecil. Makin cepat dilakukan intervensi untuk mencegah efek kemiskinan, makin baik karena otak kehilangan sifat elastis dengan bertambahnya umur anak.”

Kata Prof Shonkoff, hormon stres ternyata lebih tinggi di dalam badan anak dari keluarga yang miskin daripada anak dari keluarga yang statusnya menengah ke atas. Tingkat hormon ini dalam kadar yang sangat tinggi terbukti mengganggu koneksi synapsis di antara sel-sel otak yang sedang berkembang, dan bahkan bisa mengganggu peredaran darah di dalam otak. Secara nyata, hormon ini merusak pembentukan otak, katanya.

Hasil yang buruk ini bisa dikurangi bila orang tua diberikan bantuan untuk belajar skil komunikasi dengan anaknya, dan juga dilatih untuk mengontrol perbuatan buruk anaknya dengan cara yang baik. Setelah sekelompok orang tua mengikuti latihan, ternyata tingkat hormon stres yang merusak otak itu menurun secara drastis di dalam badan anaknya. Brain-scan terhadap otak anak juga menunjukkan ada perbaikan. Dengan demikian, anak yang diduga kuat akan gagal di sekolah bisa dibantu bila orang tuanya diberikan latihan khusus.

Tetapi Prof Shonkoff menegaskan, satu-satunya cara untuk menghilangkan kerusakan yang terjadi pada otak anak sebagai efek samping dari kemiskinan adalah dengan cara memberantaskan kemiskinan.

Read the full article here:

Poverty mars formation of infant brains

By Clive Cookson in Boston

Published: February 16 2008

The Financial Times Limited 2008

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...