Assalamu'alaikum wr.wb.,
Tadi sore saya nonton tivi sebentar. Ada kabar tentang jenazah salah satu teroris bom bunuh diri yang menyerang Marriot dan Ritz Carlton beberapa minggu yang lalu. Pada saat menjelaskan kabar terbaru tentang jenazah yang sedang diantarkan ke rumah keluarganya, si wartawan menyebutkan bahwa “jenazah ALMARHUM akan segera tiba di lokasi”. Kadang nama si teroris disebut, kadang namanya digantikan dengan istilah “almarhum”. Kadang namanya disebut dengan istilah almarhum juga di depannya.
Saya jadi ingat beberapa tahun yang lalu, saya tanya kepada guru saya tentang artinya “almarhum” (karena saya masih belajar tentang agama dan sering dengar istilah itu). Pak Kyai menjawab bahwa istilah itu hanya digunakan di Indonesia, dan bisa diartikan “yang dirahmati Allah”. Saat saya carikan di internet barusan, didapatkan penjelasan dan arti yang serupa, dan juga arti “yang disayangi”.
Pertanyaan saya, kenapa seorang teroris yang tidak keberatan membunuh sesama Muslim juga disebut “almarhum” oleh wartawan yang tidak pernah cek atau tidak peduli untuk tahu artinya? Bagaimana rasanya bagi korban Muslim yang berasal dari Indonesia, yang menyaksikan tivi di mana sang pembunuh yang sadis juga disebut “almarhum” (dirahmati Allah?), ibaratnya seorang saudara tercinta yang wafat di rumah sakit pada umur yang sangat tua.
Teroris yang tidak peduli pada ummat Islam dan siap membunuh siapa saja demi “jihad” miring mereka tidak layak disebut apa-apa selain pembunuh dan penjahat. Bila saja kita yang melintas hotel pada saat itu, kitalah yang ikut terbunuh oleh bom mereka. Bila orang tua kita berada di situ, mereka yang dibunuh. Kalau Kyai dan ustadz kita berada di situ, merekalah yang dibunuh. Mana ada ajaran seperti itu di dalam Islam? Dan setelah mereka sudah membunuh orang secara babi-buta, mereka masih saja disebut “Almarhum” oleh wartawan???
Sangat menyedihkan. Siapa yang bisa memberiathu semua wartawan bahwa pembunuh tidak layak disebut “almarhum”? Dan apakah mereka akan peduli dan berhenti?
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya.” (QS. Al Israa’: 36)
Wassalamu'alaikum wr.wb.,
Gene
********
Mengapa Rasulullah SAW Tidak Disebut 'almarhum'?
Assalamualaikum wr. Wb.
Pak ustadz yang saya hormati, setiap manusia meninggal dunia di kala umat kalau hendak menyebut namanya, sering kita dengar dimasyarakat menyertai kata almarhum/almarhumah. Memang pada hakikatnya manusia itu tidak mati melainkan pindah kehidupan.
Pertanyaan:
1. Darimana dasar penyebutan kata tersebut, pernah dianjurkan rasulullah saw tidak?Dan bagaimana kalau kita tidak menyebutkan kata tersebut?Apa hukumnya?
2. Kenapa setiap kita menyebut nama rasulullah saw tidak pernah menyebutnya almarhum?
Mohon penjelasannya pak ustad.
Wassalam.
Jawaban
Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Penggunaan istilah almarhum bukan merupakan ketetapan dari Rasulullah SAW. Tetapi merupakan sebuah kebiasaan yang juga tidak terlarang.
Secara bahasa, almarhum adalah bentuk isim maf''ul dari kata rahima yarhamu. Rahima artinya memberi kasih sayang, atau menyayangi. Kata almarhum berartiorang yang disayangi. Disayang Allah maksudnya mungkin.Karena Allah sayang kepadanya, maka Allah SWT memanggilnya ''pulang'' ke rahmatullah.
Kalau kita perhatikan, sebenarnya penggunaan istilah ''almarhum'' ini agak unik. Selain hanya bersifat lokal, juga jarang digunakan di masa lalu, atau untuk orang yang hidup di masa lalu yang panjang.
Setidaknya, tidak semua orang yang sudah meninggal dunia dipanggil dengan sebutan ini. Umumya hanya orang-orang yang pernah hidup bersama kita yang kita panggil dengan sebutan itu. Misalnya, kami dahulu punya orang tua yangkini sudahwafat, maka ketika menyebut namanya, kami biasa menggunakan istilah almarhum sebelum menyebut namanya.
Namun ada jutaan orang lain yang telah wafat, tetapi kita tidak pernah mengenalnya semasa hidupnya, kecuali lewat buku sejarah, maka biasanya kita tidak menambahkan panggilan almarhum di depan namanya. Kita tidak pernah menyebut ''almarhum Pangeran Diponegoro'', atau ''almarhum Tengku Umar'', atau ''almarhumah Tjoet Nja'' Dhien''. Sebab mereka tidak pernah hidup bersama kita. Ada jarak waktu yang jauh memisahkan kita.
Kita juga tidak pernah menyebut ''almarhum imam Bukhari, atau ''almarhum imam Muslim'', atau ''almarhum imam Syafi''i''. Sebagaimana kita juga tidak lazim memanggil dengan sebutan ''almarhum Abu Bakar'', atau ''almarhum Umar'', atau ''almarhum Ustman'' atau ''almarhum Ali''.
Bukannya terlarang, namun hanya tidak lazim. Terdengar ''not usual'' di telinga. Maka tidak pernah ada yang menyebut nama nabi Muhammad SAW dengan sebutan almarhum di depan nama beliau. ''Almarhum nabi Muhammad''(?), ah sebuah sebutan yang ''aneh'' terdengar di telinga.
Mungkin sebagaimana panggilan ''pak haji'' yang hanya lazim untuk masa dan komunitas tertentu saja. Apakah anda pernah dengan nama Haji Muhammad SAW? Pasti belum pernah, bukan? Walaupun beliau SAW sudah pernah pergi haji, bahkan beliau adalah orang yang mengajarkan tata cara manasik haji pertama kali. Di mana semua orang harus mengikuti tata cara berhaji dari beliau.
Sebutan ''pak haji'' mungkin hanya ada di negeri kita saja, atau setidaknya, di negeri jiran Malaysia. Di negeri Arab sendiri, panggilan ''pak haji'' cukup membuat dahi orang yang disebut namanya berkerut 10 lipatan. Aneh bin ajaib alias tidak lazim. Sebagaimana tidaklazimnya panggilan ''almarhum Nabi Muhammad SAW''.
Wallahu a''lam bishshawab, wassalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Sumber: Ustsarwat.com
Search This Blog
Labels
alam
(8)
amal
(100)
anak
(299)
anak yatim
(118)
bilingual
(22)
bisnis dan pelayanan
(6)
budaya
(8)
dakwah
(87)
dhuafa
(18)
for fun
(12)
Gene
(222)
guru
(61)
hadiths
(9)
halal-haram
(24)
Hoax dan Rekayasa
(34)
hukum
(68)
hukum islam
(52)
indonesia
(570)
islam
(557)
jakarta
(34)
kekerasan terhadap anak
(357)
kesehatan
(97)
Kisah Dakwah
(10)
Kisah Sedekah
(11)
konsultasi
(11)
kontroversi
(5)
korupsi
(27)
KPK
(16)
Kristen
(14)
lingkungan
(19)
mohon bantuan
(40)
muallaf
(52)
my books
(2)
orang tua
(8)
palestina
(34)
pemerintah
(136)
Pemilu 2009
(63)
pendidikan
(503)
pengumuman
(27)
perang
(10)
perbandingan agama
(11)
pernikahan
(11)
pesantren
(34)
politik
(127)
Politik Indonesia
(53)
Progam Sosial
(60)
puasa
(38)
renungan
(179)
Sejarah
(5)
sekolah
(79)
shalat
(9)
sosial
(321)
tanya-jawab
(15)
taubat
(6)
umum
(13)
Virus Corona
(24)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Yach namanya juga wartawan Pak Gene, orang nasrani dan agama lain juga mereka sebut almarhum mungkin mereka sangka orang yang sudah meninggal ya disebut almarhum, tenang saja kalau salah alamat do'a tidak akan sampai,hehe...
ReplyDeleteAssalamualaikum warohmtullahiwabarokatuh.
ReplyDeletePertama saya mengucapkan salut pada Gene atas kekritisannya dalam mencermati sebutan untuk seseorang yang telah meninggal.
Membaca postingan ini, aku jadi ingat sekitar setahun yang lalu saat aku bertanya kepada seorang ustadz dan saya menyebutkan kata Almarhum untuk ayah saya, Sang Ustadz pada waktu itu langsung menjelaskan bahwa jangan menyebut almarhum untuk ayah saya yang sudah meninggal namun pakailah kata rahimahullah. Dan kalau untuk mendiang wanita sebutannya rahimahallah.
Beliau menjelaskan bahwa arti dari Almarhum adalah dirahmati Allah dan kata ini bersifat sesuatu yang sudah pasti. Jadi kalau si A meninggal kemudian kita menyebut dia sebagai almarhum A maka si A pasti telah dirahmati oleh Allah, padahal masalah dirahmati atau tidak itu adalah hal ghoib dan hanya Allah subhanahuwata'ala yang tau.
Sedang kata rahimahullah/rahimahallah bermakna semoga Allah merahmati, yang bermakna do'a atau mendoakan. Hal ini bisa kita lihat contohnya di buku-buku, si Penulis menggunakan kata tersebut dibelakang nama alim ulama zaman dulu yang telah meninggal.
Semoga bermanfaat.
Afwan kalau ada kesalahan hal ini karena keterbatasan ilmu saya dan mohon diluruskan.
wasalamualaikumwaromatullahiwabarokatuh.
nit