Search This Blog

Labels

alam (8) amal (100) anak (299) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (8) dakwah (87) dhuafa (18) for fun (12) Gene (222) guru (61) hadiths (9) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (52) indonesia (570) islam (557) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (357) kesehatan (97) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (52) my books (2) orang tua (8) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (503) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (11) pesantren (34) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (179) Sejarah (5) sekolah (79) shalat (9) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

30 May, 2010

Pengakuan Guru Tentang Ujian Nasional

Assalamu'alaikum wr.wb.,
Ini sebuah email dari seorang guru yang dikirim kepada saya. Saya dapat izin untuk membagikan dengan teman2 yang lain, dan sengaja tidak menyebut nama sang guru yang lapor. (Supaya tidak ditangkap seperti Susno!)
Silahkan membaca.
Wassalamu'alaikum wr.wb.,
Gene

********

Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Pak Gene, membaca dan menyimak tulisan Bapak tentang "Ini Saatnya Mengubah Peran Guru Dalam Pendidikan Nasional", saya merasa perlu untuk memberikan komentar. Komentar yang saya tulis adalah lebih bersifat pengalaman pribadi.

Saya adalah seorang guru SMK & SMA yang sudah mengajar selama 15 tahun dengan status guru honor lepas. Selama 15 tahun saya mengajar tidak pernah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) karena sistem pengangkatan PNS yang diperjual-belikan. Sedangkan saya tidak tertarik dengan cara seperti itu. Saya lebih bangga menjadi guru Sa'i (guru ke sana ke mari/mengajar dari sekolah yang satu ke sekolah yang lain), tetapi dengan cara yang "Fair".

Pada saat pelaksanaan Ujian Nasional tingakat SMA tahun ini, saya bertugas sebagai pengawas di salah satu SMA negeri. Pada hari pertama mengawas, saya sudah menemukan kecurangan yang dilakukan oleh siswa (membuka Hp yang berisi kunci jawaban). Hp saya ambil dan saya laporkan kepada panitia ujian di sekolah tersebut. Tetapi saya mendapat jawaban yang kurang enak didengar oleh telinga: "Wah, saya juga dapat sms yang sama di 3 Hp saya Bu, biar nanti siswanya saya tangani". (Itu jawaban yang dikeluarkan dari mulut salah satu panitia ujian di SMA tersebut).

Hari ketiga mengawas, saya menemukan hal yang sama. Seorang siswi yang duduk tepat di depan mata saya membawa secarik kertas yang berisi kunci jawaban. Setelah diperingati dengan isyarat dan kata-kata, siswi tersebut tetep "nekat" dan akhirnya saya mengambil kertas kunci jawaban tersebut.
Peristiwa ini saya tulis dalam berita acara dan ditanda-tangani oleh saya dan satu orang guru yang berasal dari SMA lain.

Pada hari keempat mengawas, saya mendapat sms bahwa saya tidak diperkenankan untuk mengawas dan diminta untuk menghadap kepala sekolah tempat saya mengajar.
Saya dimintai keterangan mengenai hal tersebut. Setelah memberikan penjelasan panjang lebar akhirnya Kepala Sekolah itu berkata bahwa hal ini menjadi masalah besar karena beliau ditelpon oleh Kepala Dinas, Ketua Panitia Ujian Nasional Tingkat Kota sampai Ketua PGRI di kota saya. Dan hari itu juga dilakukan rapat pertemuan diantara mereka pada jam 13.00.

Hari kelima mengawas, saya tetap di skorsing dan anehnya, saya mendapat ancaman yang berisi: Kalau saya memperpanjang masalah ini, maka urusannya bisa panjang dan keselamatan saya terancam (saya akan dibunuh). Dan hari itu juga saya kedatangan tamu seorang polisi yang menanyakan peristiwa tersebut.
Saya tidak gentar walau ada perasaan was-was.

Waktu berlalu, hasil Ujian Nasional diumumkan. Dari hasil pengumuman yang saya baca ternyata semua siswa SMA tempat dimana saya mengawas "LULUS 100%".
Timbul pertanyaan dalam hati kecil saya: "APAKAH INI PENILAIAN YANG OBYEKTIF?"
Saya berusaha mencari jawaban secara diam-diam (seperti detektif amatiran). Akhirnya saya menemukan jawabannya. Ternyata berita acara yang saya buat diganti dengan berita acara yang baru dan tanda tangan saya yang simple dipalsukan. Wah....wah....wah...."HEBAT", dunia pendidikan juga ada mafianya, itu pemikiran saya.

Kejadian tersebut tersebar luas diantara teman sejawat. Sekarang mereka memperlakukan saya acuh tak acuh dan saya mendapatkan stempel "GURU IDEALIS".
Memang sedih rasanya melakukan hal yang "HAK" tetapi harus menerima kenyataan diperlakukan bagaikan orang asing yang baru dikenal.

Saya bukan guru idealis, tetapi saya ingin mendidik anak-anak dengan sikap yang sportif.
Memang berat pak mengahadapi dunia pendidikan di Indonesia, dan saya sudah berkali-kali mendapat benturan di sana-sini hanya demi sebuah kebenaran. (Masih ada pengalaman -pengalaman lain).
Karena dalam hal ini mayoritas guru hanya menjalani pekerjaannya seperti robot, datang-mengajar-pulang.
Sementara minoritas guru yang berusaha untuk memperbaiki dunia pendidikan ini selalu "terkalahkan" oleh yang mayoritas.

Pertanyaan yang ada di benak saya: Sampai kapan pendidikan akan berjalan seperti ini????
Apakah ada wadah guru-guru yang berani berdiri di depan untuk menegakkan kebenaran dan berusaha memperbaiki sistem yang berlaku saat ini????

Rasanya, hanya Allah SWT yang Maha Tahu apa yang ada di dalam hati saya.
Sekarang dan hari-hari selanjutnya saya tetap melakukan aktivitas saya sebagai guru, walaupun dengan situasi dan suasana lingkungan kerja yang tidak seperti biasanya.

Terima kasih Pak Gene yang sudah mau membaca email saya.

Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
[nama dihapus]

7 comments:

  1. Assalamu'alaikum, Pak Gene
    miris banget ya setelah baca pengalaman ibu guru 'idealis' di atas. Kalau semua guru kayak ibu guru 'idealis' tersebut, dijamin Indonesia akan menjadi negara maju, bahkan melebihi jepang dan Singapura. Saya salut banget ama beliau. Udah digaji sedikit (karena hanya honorer) tapi beliau tetap punya keberanian yang besar untuk menegakkan kebenaran. Yah,generasi muda Indonesia ga pinter-pinter dong kalo kayak gini. Saya juga heran, kalau memang ga lulus, kenapa musti takut untuk mengulang? dengan mengulang pelajaran, justru akan makin pintar kan? Pengalaman pribadi saya, waktu kuliah kedokteran dulu, dari 6 mata ujian negara,5 mata ujian saya tidak lulus. Sedihnya bukan kepalang. Akhirnya saya mengulang 5 mata kuliah yg ngga lulus itu dengan dibagi 2 selama setahun. 2 mata kuliah saya ujian di 6 bulan pertama, 3 mata kuliah saya ujian lagi di 6 bulan berikutnya. Hasilnya? nilai saya lulus dengan angka memuaskan. bahkan di antaranya ada yg dapat nilai A. Senangnya bukan main. Jadi tolong sampaikan pada murud-murid yg gagal ujian nasional, jgn takut untuk mengulang lagi. Belajar yang benar dan rajin pula berdoa nya. Juga kepada guru-guru yang jadi pengawas, jangan takut untuk bertindak jujur. itu demi kebaikan semua.

    ReplyDelete
  2. Saya ikut share ya P.Gene.
    ‘semua yang terjadi di dunia ini tidak ada yang mustahil, yang ada karena keterbatasan pikiran dan penglihatan.'
    Pikiran yang menurut kita benar, jujur, menegakan keadilan. Padahal, yang akan di balas oleh Tuhan adalah amal-perbuatan yang ikhlas, yang berguna bagi semua.........................
    http://smktamsis1jkt.blogspot.com/2010/05/pendekatan-un-pendidikan-melalui-hati.html

    ReplyDelete
  3. Assalamu'alaikum, salam sejahtera,
    Untuk Ibu "Guru Idealis" saya berdoa semoga Tuhan selalu memberi kekuatan dalam menjalankan tugas sebagai Guru.
    Dan memang seperti itulah seharusnya yang dilakukan oleh Guru, membetulkan apa-apa yang keluar dari peraturan, memaksa peserta didik untuk mematuhi peraturan.Kadang ketika melakukan hal itu akan dihadapkan oleh situasi yang tidak diharapkan. Kita harus mencontoh apa-apa yang dilakukan oleh Ibu Guru Kita ini.
    Dengan adanya kejadian ini, saya yakin kondisi Bangsa Indonesia yang semakin terpuruk ini, sebagian besar penyebabnya adalah kesalahan guru dalam mendidik muridnya. Lha wong masih murid kok disuruh nyontek (lewat SMS, kertas kecil, dsb)lha bagaimana kalau sudah jadi orang?
    Maka, untuk Guru yang "curang dalam UN", kalau mau anak didiknya lulus semua dalam UN, didiklah murid dengan baik, mulai dari penambahan jam pelajaran, pengayaan materi, try-out UN, doa bersama. Dan kalau masih tidak yakin juga akan lulus 100% karena memang SDM anak didiknya kurang, maka kalau mau memberi bantuan kepada anak didik, bantulah dengan cara yang baik, jangan sampai anak didik tahu kalau dibantu.
    Salam Pendidikan Indonesia

    ReplyDelete
  4. Assalamu’alaikum Wr. Wb.

    Alhamdulillahi Robbil’alamin.
    Semoga bapak/ibu guru yang diceritakan dalam post ini bisa terus selalu istiqomah.
    Insya Allah selalu dianugerahi keselamatan dan keberanian oleh Allah untuk terus kukuh memegang prinsip yang benar.

    Titip salam hormat saya untuk beliau.

    Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
    *hhmmm jadi makin ngga ngerti deh... kalo gitu manfaat dan kebaikan dari UN itu apa ??? Bahkan UN bener2 jadi merupakan suatu hasil karya pemikiran yang aneh bin ajaib, yang tidak jelas kebaikannya serta lebih banyak menimbulkan kemudharatan.
    Kesenangan besar mungkin hanya dirasakan oleh pihak2 yang panen proyek dari UN.
    Wallahu’alam.
    Kalo ada anak2 pandai yang lulus UN & berprestasi, insya Allah tanpa UN pun itu semua akan tercatat.
    Jadi sebenarnya manfaat & kebaikan UN untuk siswa itu apa yaaaa ??? hhhmm....

    ReplyDelete
  5. Saya tidak kaget dengan hal itu saya walopun baru 4 tahun mengajar tapi sejak pertam akali saya mengawas UN ya memang seperti itu adanya...

    biarkan aja deh Indonesia bakalan gak bisa maju2,

    selamat tinggal kemajuan Indonesia..

    ReplyDelete
  6. Ada juga cerita (aku dengar dari pengalaman guru lain sih),bahwa kalau mereka mengawasi UN di sekolah lain kemudian melaporkan kecurangan yang terjadi, maka sekolah yang dilaporkan akan balas dendam terhadap sekolah guru itu jika tahun berikutnya pengawasnya adalah dari sekolah yang pernah dilaporkan kecurangan atau kalau tidak maka sekolah guru tsb. akan dijelek-jelekkan supaya "tidak laku".
    Hemm...selain warung kejujuran, ternyata dari proses Ujian Nasional juga bisa dilihat sejauh mana kejujuran masyarakat Indonesia yang kebanyakan adalah muslim ini.
    Istighfar...
    Boleh tuh bu Guru yang masih istiqomah mulai ngajak2 untuk bikin jaringan lembaga wadah guru idealis yang punya tim pembela hukum:)

    ReplyDelete
  7. (Pengakuan dari seorang guru, dikirim lewat email):

    Assalamu'alaikum wr.wb,
    Hallo om gene,
    Sebenarnya mencerminkan apa yang saya alami maaf saya pakai jalur pribdi. Saya sebenarnya dipaksa untuk dapat mencari, mengumpulkan dan mendistribusikan bocoran jawaban UN ke siswa saya. Karena sekolah saya tergolong kecil maka tidak sanggup membeli jawaban yang konon kabarnya Rp 2 juta per mata pelajaran. maka bersliweranlah jawaban yang entah darimana sumbernya. Walhasil siswa saya banyak yang mengulang sekitar 60an%
    Di sisi lain sang kepala sekolah dengan arogannya ngompori siswa untuk mendemo saya dengan dalih jawaban yang saya sebarkan sebagai penyebab ketidaklulusan anak. Padahal saya sendiri tidak dapat menyebarkan jawaban karena memang tidak ada sumber info ke sekolah saya sama sekali.
    Alhamdulillah wa syukurilah, anak-anak justru mendemo balik kepala sekolah karena anak justru tau keadaan yang sebenarnya.
    Akan tetapi om, nama baik saya telah kadung tercoreng ke mana-mana akibat manuver sang kepsek yang arogan tersebut. Setiap waktu setelah pengumuman kelulusan saya selalu dipojokkan dalam setiap kesempatan " ketidaklulusan yang cukup besar adalah akibat dari kesalahan saya " guru, karyawan banyak yang mencemooh bahkan sampai tak mau memandang muka saya.
    Tapi tenang om gene, semua siswa tetap membela saya
    demikian yang terjadi atas diri saya
    Wassalamu'alaikum wr.wb

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...