Assalamu’alaikum wr.wb.,
Pada hari Kamis kemarin, ada teman yang hubungi saya. Dia
merasa terinspirasi dari tulisan saya tentang anak yatim, dan ajak saya ikut
sama dia untuk main ke panti asuhan. Dia ingin melakukan seperti yang saya
sarankan untuk duduk bersama anak yatim dan habiskan waktu bersama mereka.
Banyak orang memang baik hati dan dermawan, dan memberikan santunan kepada anak
yatim setiap bulan alhamdulillah. Tapi uang itu tidak masuk ke dalam hati anak
yatim. Yang membuat mereka senang adalah orang yang mau datang dan menghabiskan
waktu bersama mereka (apalagi mengajak mereka jalan ke tempat lain). Kebanyakan
orang selalu sibuk, urusan kantor dan keluarga sudah menyita semua waktunya
setiap minggu.
Karena diajak cari anak yatim, dan karena teman itu
semangat, saya merasa harus antarkan juga, walaupun hari itu sudah ada 3 janji
yang lain dan merasa agak capek. Saya sedikit memaksakan diri: untuk anak yatim
harus bisa! Saya mulai berpikir, bisa antarkan dia ke panti di mana yang tidak
terlalu jauh (Jumat selalu macet). Lalu saya ingat ada panti asuhan di belakang
Pejaten Village, antara Pejaten dan Pasar Minggu. Insya Allah tempat itu cocok
karena tidak jauh.
Nama pantinya adalah Panti Asuhan Anak Yakin, dan saya
pernah ke sana beberapa kali jadi tahu letaknya dan punya nomor telfonnya. Yang
menginap di situ ada 20 puluh anak, laki-laki dan perempuan. Mayoritas adalah
anak SD-SMP, tapi ada 4 anak SMA juga. Di luar panti ada 40 anak lain. Karena kami
berniat “menghibur” anak yatim, teman saya hanya bawa biskuit, coklat dan susu
untuk dibagikan. Saat kami datang, sudah masuk waktu isya, jadi shalat dulu
sama anak2. Selesai shalat, saya ajak mereka bicara dan cek kalau mereka sudah
makan malam atau belum. Saya tidak mau suruh makan biskuit dan coklat kalau
belum makan malam.
Saya tanya, “Sudah makan malam, belum?” dan tidak ada yang
mau jawab. Ada yang lihat ke samping, ke bawah, lihat ke teman, atau lihat ke
ustadz yang duduk di belakang saya. Karena tidak ada yang jawab, saya pilih
satu anak, tanya namanya (namanya Dinda, 15 tahun, anak SMA) dan tanya apa
mereka sudah makan malam atau belum. Dia jawab belum. Lho? Sudah mau jam 8
malam. Kok jam segini belum makan malam? Biasanya makan jam berapa? Saya tanya
apa makanan sudah siap di belakang? Tidak ada yang jawab lagi.
Karena menjadi begitu bingung, saya lupakan anak dan
bertanya langsung kepada ustadz. Dia kelihatan sedikit malu juga, tapi masih
senyum dan mulai menjelaskan.
“Begini Pak. Kami di sini setiap hari diantarkan makan malam
dari seorang tetangga. Dia mau santuni anak jadi kasih 20 porsi makan malam
setiap hari. Di sore hari dia selalu telfon dan suruh ambil. Tapi hari ini ada
yang sakit di rumahnya, jadi tidak ada yang bisa masak. Jadi untuk hari ini
saja, belum ada makanan untuk makan malam.”
Saya bertanya, anak mau makan apa malam ini? Dia jawab bahwa
mereka tidak tahu saya mau membawa apa (makan malam atau snack saja), jadi
belum ada persiapan juga, karena takut saya mau bawa makanan. Pas dengar itu,
teman saya langsung berdiri siap cari makanan. Kami bertanya, anak mau makan
apa? Anak2 semangat untuk minta bakso (mungkin jarang makan juga), jadi teman
saya keluar cepat dan pesan bakso, 25 mangkok.
Saat dia sibuk mengatur makan malam, saya duduk di lantai
dan banyak melawak dengan anak yatim dan berusaha membuat mereka ketawa biar
tidak memikirkan perut yang kosong sejak siang. Akhirnya bakso mulai datang dan
anak2 menjadi sibuk makan. Saya mulai diskusi sama Pak Ustadz yang menjadi
pengurus. Saya bertanya betapa sering makan malam tidak datang dari tetangga
itu. Dia jawab, hampir tidak pernah terjadi. Ternyata, malam itu pertama kali
dalam setahun terkahir tidak ada makan malam.
Dan pada saat makam malam tidak ada dari tetangga, teman
saya datang dengan niat “menghibur anak yatim” saja, dan malah beli makan malam
buat mereka juga. Saya bertanya, kalau kami tidak datang malam itu, anak yatim
akan makan apa. Pak Ustadz jawab “tidak tahu” karena begitu jarang terjadi
sehingga dia tidak biasa memikirkan mau cari makan malam buat anak di mana. Dan
kalau mau cari dana cepat juga pasti sulit, karena pemilik panti seorang ibu
tua yang hanya datang di pagi hari. Jadi dana cash untuk urusan darurat juga
tidak ada di panti.
Subhanallah. Kalau ada yang tidak yakin bahwa Allah Maha
Mengatur, coba menjelaskan kepada pada saat 20 anak yatim lapar dan butuh makan
malam, saya dan teman bisa datang secara “kebetulan” dan tidak hanya menghibur
anak yatim dengan coklat dan biskuit, tapi juga mengisi perut mereka dengan
bakso yang sangat disenangi semua. Ada yang Maha Mengatur? Atau apa itu
kebetulan saja?
Peduli pada anak yatim tidak sulit. Peduli pada mobil mewah
dan deposito memang lebih mudah. Pasti menyenengkan hati semua manusia kalau
merasa kaya dan bisa beli apa saja yang diinginkan. Tetapi melihat senyuman di
muka seorang anak yatim yang lapar, setelah ditraktir makan malam lebih enak
lagi. Mobil bisa dicuri orang, dan mobil tidak pernah akan senyum kalau melihat
kita datang. Yang melakukan itu hanya anak yatim. Jadi orang Muslim yang kaya
bisa memilih. Mau beli Range Rover lagi (satu tidak cukup)? Atau mau duduk
bersama anak yatim, mengisi perut mereka, dan memenuhi kebutuhan mereka yang
lain?
Dan orang Muslim yang tidak kaya juga bisa memilih. Apa mau
nonton sinetron dan konser dangdut sekali lagi di tivi (10 kali setiap minggu
tidak cukup)? Apa mau habiskan waktu sedikit untuk main ke panti asuhan dan
bicara saja dengan anak yatim? Tidak perlu modal untuk bicara saja, tapi bisa menghibur
hatinya anak itu karena mereka merasa disayangi oleh orang Muslim yang lain.
Amplop yang diantarkan ke panti setiap bulan tidak “menghibur hati mereka”.
(Tapi terima kasih pada yang masih bersedia kasih santunan rutin, karena itu
juga penting). Sayangnya, amplop tidak membuat anak senyum: Melihat muka kita
yang membuat mereka senyum. Jadi kaya atau belum kaya, kalau ada kesempatan
duduk dan bicara dengan anak yatim, jangan dihindari. Usahakan sekali saja
setiap bulan kalau bisa. Dan rasakan nikmatnya sendiri.
Semoga bermanfaat,
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto
No comments:
Post a Comment