Search This Blog

Labels

alam (8) amal (100) anak (299) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (8) dakwah (87) dhuafa (18) for fun (12) Gene (222) guru (61) hadiths (9) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (52) indonesia (570) islam (556) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (357) kesehatan (97) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (52) my books (2) orang tua (8) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (503) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (11) pesantren (34) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (178) Sejarah (5) sekolah (79) shalat (9) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

28 November, 2013

Apa Selalu Harus Taat Pada Aturan?



[Ada guru yang berkomentar bahwa siswa tetap harus taat pada aturan sekolah, dengan contoh dilarang punya rambut panjang bagi anak laki. Ada aturan, harus taat. Saya memberikan penjelasan bahwa kadang ada yang lebih penting daripada “taat pada aturan”.]

Saya kira kita semua setuju bahwa siswa harus “belajar” untuk taat pada aturan. Itu suatu prinsip yang umum. Jadi kita tidak berbeda pendapat soal itu. Tetapi dalam proses belajar itu, ada suatu prinsip yang LEBIH TINGGI kedudukannya, dan juga LEBIH PENTING. Dan ITU yang tidak dipahami dan tidak mau dibahas oleh banyak guru di sini.

Kalau dalam peraturan sekolah ada larangan bagi siswa laki untuk punya rambut panjang atau gondrong, apakah larangan itu ada di SEMUA sekolah? Apa diwajibkan dari Kemdikbud sebagai kebijakan nasional, karena penting bagi pendidikan semua anak? Apa definisi “rambut panjang” diberikan (berapa senti)? Atau terserah guru untuk menilai sendiri (guru selalu benar, siswa selalu salah)?

Mungkin anda bisa menjawab pertanyaan ini: “Apa hubungannya antara rambut laki yang pendek dan kemampuan belajar?” Dan kalau laki yang rambutnya pendek bisa belajar dengan lebih baik, kenapa tidak berlaku untuk perempuan juga? Atau apa tidak ada urusan dengan pendidikan, dan hanya diteruskan karena “sudah terbiasa begitu”? Jadi yang penting, “ada aturan, wajib taat”?

Ada prinsip yang LEBIH TINGGI daripada taat pada aturan, dan mungkin sebagian dari guru di sini belum paham koneksinya karena anda memang TIDAK DIAJARKAN oleh guru sekolah anda dulu, dan tidak diajarkan pada saat kuliah, jadi wajar kalau belum paham. Kalau mau berusaha untuk paham, saya mau coba menjelaskan.

Contohnya seperti ini: Bayangkan kalau kita berada di Amerika, tahun 1960. Ada larangan bagi orang berkulit hitam untuk masuk sekolah anak kulit putih. Dilarang makan dan minum di tempat yang sama. Tapi orang tua mereka juga bayar pajak. (Paham maksudnya kan? Ini kondisi masyarakat yang rasis sebelum ada gerakan hak sipil untuk orang kulit hitam). Guru mengajarkan apa? Taat para aturan sekolah? Dilarang berteman dengan orang berkulit hitam? Anak kulit hitam dilarang main bola bersama anak kulit putih. Dilarang berenang di kolam yang sama. Dan seterusnya.

Yang penting, semua anak kulit putih dan kulit hitam harus diajarkan TAAT PADA ATURAN. Betul? Guru tidak perlu mengajarkan KENAPA harus taat pada aturan itu. Dan guru tidak mengajarkan KENAPA HARUS ADA aturan itu. Yang penting taat saja. Walaupun tidak adil. Walaupun tidak masuk akal. Walaupun tidak bisa dijelaskan. Walaupun (misalnya) melanggar hukum negara. Yang penting taat saja.

Dan sekarang, di Indonesia, banyak guru mengajarkan PRINSIP yang persis sama. Ada aturan. Anda harus nurut. Jangan bertanya kenapa. Jangan berpikir sendiri. Jangan bertanya kenapa aturan itu harus ada. Aturan itu bahkan tidak perlu ditulis. Senior bicara, anda wajib nurut. Wajib membela kehormatan sekolah dalam tawuran. Wajib bayar iuran PGRI yang dipotong dari gaji secara paksa, tanpa merasa ada manfaatnya. Wajib pilih Golkar dalam pemilu, dan bisa dipecat atau dimutasi kalau tidak. Soeharto wajib menjadi Presiden setiap kali ada pemilu. Jangan berani melawan pejabat. Jangan ungkapkan korupsi yang dilakukan oleh atasan. Wajib menjaga semua rahasia atasan. Kalau mau naik pangkat, wajib bayar kepada atasan atau orang Dinas. Dan begitu seterusnya. Ada aturan, jadi anda harus taat pada aturan. Tertulis atau tidak tertulis, anda wajib taat. Tidak ada yang lebih penting daripada taat pada aturan.

Ini suatu PRINSIP. Dan setiap kali guru memotong rambut laki (bukan rambut perempuan), dan memotong dengan cara jelek dengan maksud memalukan siswa, maka para guru itu MENGAJARKAN anak untuk selalu TAAT pada aturan. Dilarang bertanya kenapa harus taat pada aturan, atau kenapa harus ada aturan itu. Guru juga tidak bisa menjelaskan selain mengatakan wajib taat saja.

Kita mau dapat negara seperti apa? Guru yang menentukan, dengan memilih prinsip apa yang kita ajarkan kepada siswa kita. Kalau anda tidak bisa menjelaskan hubungannya antara rambut laki yang pendek, dan pendidikan, tolong menjelaskan kenapa harus ada aturan itu? Dan kalau rambut pendek memang penting sekali dalam bidang pendidikan, kenapa tidak memotong rambut perempuan juga? Coba berpikir tentang prinsip apa yang mau diajarkan kepada anak kita.
Wassalam,
Gene Netto

3 comments:

  1. Apa Selalu Harus Turut Dengan Aturan #2?

    [Ada guru yang mengatakan kurang paham kenapa ada “ajaran yang lebih tinggi” daripada taat pada aturan. Dia minta dijelaskan. Ini jawaban saya]:

    Dalam sejarah manusia, ada banyak sekali aturan yang dibuat. Ada yang tertulis dengan jelas. Ada yang disebutkan secara lisan saja, dan dipahami oleh semua orang. Contohnya banyak.
    Perbudakan diperbolehkan, budak tidak punya hak apapun. Siapa saja boleh dijadikan budak, asal bukan orang berkulit putih (atau dari bangsa yang sama).

    Perempuan dianggap tidak punya akal seperti laki-laki. Hanya laki-laki bisa berpikir. Perempuan tidak boleh menjadi ilmuan. Perempuan tidak boleh memiliki harta. Perempuan tidak boleh melawan pendapat pria. Perempuan dilarang ikut pemilu. Perempuan dilarang membawa mobil. Perempuan dilarang menjadi polisi. Dilarang masuk tentara. Dilarang menjadi dokter. Dilarang menjadi politikus.

    Orang kulit putih dan kulit hitam dipisahkan, secara hukum, dan secara fisik. Orang berkulit hitam diberikan hak seminimal mungkin, kebanyakan hak hanya milik orang kulit putih.
    Orang berkulit coklat atau hitam dinilai hanya setingkat di atas monyet (contohnya, orang Jawa, orang India, orang Afrika, orang Amerika Selatan). Wajib untuk menjajah negara mereka, ambil tanah mereka, mengajarkan mereka tentang “peradaban”, dan pelihara mereka seperti “binatang cerdas” atau semacam monyet yang diberikan kelebihan. Mereka seperti anak kecil, dengan akal yang lemah, dan tidak bisa berpikir sendiri.

    Orang Yahudi bukan manusia. Orang Yahudi tidak boleh memiliki harta. Warga negara yang normal tidak boleh menikah dengan orang Yahudi. Orang Yahudi setara dengan kriminal. Kalau suatu perkara masuk pengadilan, orang Yahudi tidak boleh menang dalam kasusnya.

    Dan ada ratusan contoh yang setara Pak. Kebanyakan dari peraturan itu TERTULIS. Banyak yang lain disebarkan secara lisan, atau ditulis secara terpisah pada kertas pengumuman yang ditempelkan ke tembok. Terserah penguasa di daerah masing2 untuk menulis “peraturan” apa saja yang diinginkan. Guru di sekolah, dan orang tua di rumah, dan wartawan serta warga di media MENGAJARKAN semua orang untuk diam dan turut pada aturan tersebut. Tidak boleh berbeda pendapat. Tidak boleh bertanya KENAPA ATURAN ITU HARUS ADA? Pokoknya aturan ada. Wajib nurut.

    Itu maksud saya Pak. Kadang, dalam sejarah manusia, kita perlu melawan aturan. Kita harus berani ambil risiko dengan mengatakan “Ini tidak benar, ini tidak adil, saya tidak akan diam dan mendukungnya”. Dan karena di zaman dahulu, banyak orang berani melawan aturan, dunia bisa maju. Bisa paham?

    ReplyDelete
  2. Akhirnya ada yang sepaham dengan saya,,,*terharu

    ReplyDelete
  3. Setuju banget, kalo saya punya lima jempol di tangan saya, saya acungkan pada anda.akhrnya ada yang punya emikiran sama :D

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...