Search This Blog

Labels

alam (8) amal (100) anak (299) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (8) dakwah (87) dhuafa (18) for fun (12) Gene (222) guru (61) hadiths (9) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (52) indonesia (570) islam (557) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (357) kesehatan (97) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (52) my books (2) orang tua (8) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (503) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (11) pesantren (34) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (179) Sejarah (5) sekolah (79) shalat (9) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

11 November, 2013

Pertemuan Yang “Kebetulan”



Assalamu’alaikum wr.wb.,
Kemarin, saya ada meeting di Thamrin, dan selesai dekat waktu jam 5 sore. Sudirman kelihatan macet sekali, jadi saya pulang lewat Menteng ke Kuningan dan jalan Kasablanca. Karena macet, saya kira lebih baik shalat maghrib dulu di Kota Kasablanca (Kokas). Saya ajak teman ketemu di situ untuk makan malam. Tapi di saat itu, mulai hujan deras sekali, dan rumah dia jauh, jadi dia bilang belum tentu bisa datang. Cek lagi habis maghrib, katanya.

Saya masih di jalan dan sudah merasa capek. Rasanya agak malas ke Kokas, jadi mungkin lebih baik pulang saja. Tanpa saya bisa jelaskan kenapa, tiba2 saya suruh sopir taksi masuk Kokas dan saya turun di situ, dan cari tempat ngopi. Setelah selesai, dan mau tinggalkan kafe, ada orang bule yang masuk dan taruh tasnya di meja sebelah. Dia taruh laptop di meja dan pergi untuk pesan kopi, dan tinggalkan laptop dan tasnya di samping saya.

Saya kaget melihatnya. Walaupun kami berada di mall yang bagus, pencurian tetap saja terjadi di tempat seperti itu. Saya diam di kursi dan menunggu dia kembali, sambil jaga tasnya. Saat dia duduk, saya tanya apa dia tinggal di sini (jadi mesti sudah paham) atau baru datang? Saya jelaskan bahwa kalau laptop dan tas ditinggalkan untuk 30 detik saja, di mana saja, bisa hilang. Dia kelihatan kaget. Ternyata, dia merasa “aman” di dalam mall, dan dia ucapkan terima kasih sekali, karena belum ada yang suruh dia berhati2.

Dia mulai bertanya tentang latar belakang saya, dan kerja di mana. Saya juga bertanya kepada dia tentang hal yang sama. Akhirnya, kami jadi diskusi banyak tentang Indonesia, kondisi sosial, pendidikan, dan hal2 lain, seolah-olah kawan lama. Dia kerja di sebuah LSM besar, dan dulu berada di Aceh 4 tahun untuk bantu setelah tsunami, dan belum lama ditempatkan di Jakarta.

Saya menjelaskan bahwa kenyataan ada banyak pencurian di sini membuat saya sedih, karena yang mencuri hampir dijamin orang Muslim (sebagai mayoritas). Lalu untuk sebagian orang asing yang menjadi korban, mereka bisa dapat persepsi negatif tentang Islam, karena hanya merasakan sisi buruk dari perilaku orang Muslim yang seperti itu. Dan oleh karena itu, orang asing itu tidak bisa memahami ajaran Islam yang baik dan indah. Saya sudah mengaku bahwa saya juga Muslim, jadi dia sadar saya bukan “orang yang ingin menghinakan Islam”, tapi malah saya juga bagian dari komunitas tersebut, dan merasa prihatin dengan persepsi orang asing terhadap kami.

Dia sepertinya merasa kagum pada kejujuran dan kepedulian saya terhadap “persepsi dia”, lalu dia mulai ikut membahas Islam. Tapi kami sudah bicara sejam, dan waktu maghrib sudah mau habis, jadi saya bilang harus pergi, dan tinggalkan dia (sudah dapat kartu nama). Setelah shalat maghrib, saya cek sama teman yang mau datang untuk makan malam. Ada hujan deras di rumahnya, jadi dia tidak mau pergi. Jadi saya tidak ada acara. Bisa makan sendiri, atau pulang saja, dan sepertinya lebih enak pulang dan tiduran di kasur.

Tanpa saya tahu kenapa, saya tiba2 dapat ide untuk sms ke orang bule itu, dan tanya apa dia sibuk, atau apa mau makan malam bersama saya, karena teman saya tidak jadi datang. Dia tidak membalas. Saya kirim email. Juga tidak dibalas. Saya coba kembali ke kafe untuk melihat apa dia masih di situ. Ternyata dia berdiri di depannya, dan sedang sms kepada saya untuk terima undangan makan malam. Hahaha.

Lalu dia minta makanan Indonesia, jadi kami ke Sate Senayan, pesan makanan, dan langsung lanjutkan diskusi kami. Setelah bahas beberapa hal, dia mulai bertanya tentang latar belakang saya sampai bisa masuk Islam. Saya mulai menjelaskan hal2 dasar berkaitan dengan Islam, seperti yang saya tulis di dalam buku saya. Satu hal yang membuat dia kaget adalah pernyataan saya bahwa Islam adalah agama logis, lalu kami membahas itu untuk setengah jam.

Setelah 3 jam diskusi dengan dia, sepertinya dia menjadi cukup tertarik untuk belajar Islam lebih dalam. Saya bertanya beberapa kali apa dia memang mau bahas agama, karena kita bisa bahas topik lain saja. Tapi dia selalu minta saya teruskan penjelasan saya tentang Al Qur'an, kaitan antara semua nabi, Muhammad sebagai Nabi terakhir, kehidupan ini sebagai ujian keimanan dari Allah bagi kita, dan sorga yang dijanjikan kepada kita kalau lulus dari ujian ini. Dan kenapa semua itu masuk akal.

Dia lebih banyak mendengar, dan kadang bertanya atau berkomentar. Dan beberapa kali matanya mulai berkaca sedikit, seolah-olah dia kaget dan tidak percaya pada apa yang dia dengarkan. Saya tanya apa selama 4-5 tahun tinggal di Indonesia, apa tidak ada yang menjelaskan Islam seperti itu kepada dia. Katanya, belum pernah ada yang bicara seperti saya. Jadi dia agak “terkejut” karena baru tahu Islam “seperti itu” sebenarnya.

Saya bilang kalau kita ketemu lagi maka tidak perlu membahas agama kalau dia tidak mau. Tapi selama dia mau tanya kepada saya, maka “pintu saya selalu terbuka” untuk menjawab. Dia senyum lebar, dan bilang masih ingin bahas agama lagi dengan saya.

Lalu kami harus pulang karena sudah jam 22.30 dan mall sudah tutup setengah jam sebelumnya. Hehehe. Semoga bisa dilanjutkan dalam waktu dekat, selama dia masih mau. Ketemu dengan dia akan dikatakan suatu “kebetulan” oleh orang bule. Tidak direncanakan, tapi seolah-olah direncanakan. Saya bisa saja pulang lewat Sudirman. Bisa saja langsung pulang dari Kunginan. Bisa saja lewati Kokas, tanpa masuk. Bisa saja tidak peduli saat dia tinggalkan latop di meja. Bisa saja keluar dari kafe tanpa berkomentar. Teman saya bisa saja datang jadi saya akan makan dengan dia. Dan walaupun teman saya tidak datang, saya bisa saja pulang cepat saja tanpa ajak orang itu makan malam. Tetapi, yang terjadi, malah suatu “Kebetulan” dan kami diskusi selama 3 jam tentang Islam, di luar rencana saya, di luar rencana dia.

Saya bilang kepada dia, sebelum dia lahir, sebelum saya lahir, Allah sudah mengatur pertemuan itu bagi kami berdua. Ada pilihan percaya, atau tidak percaya. Saya percaya, berarti tidak ada “kebetulan” lagi bagi saya. Semuanya diatur oleh Tuhan yang Maha Mengatur…  Dan hal itu sangat mudah dipahami, KALAU kami mau berpikir. Dia senyum, dan kelihatan seperti orang yang baru mulai berpikir….. hehehe.
Semoga Allah memberikan petunjuk dan hidayah kepadanya. Amin.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene

3 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...