Search This Blog

Labels

alam (8) amal (97) anak (310) anak yatim (116) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (8) dakwah (87) dhuafa (18) for fun (12) Gene (222) guru (62) hadiths (9) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (69) hukum islam (51) indonesia (577) islam (557) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (364) kesehatan (97) Kisah Dakwah (11) Kisah Sedekah (11) konsultasi (13) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (53) my books (2) orang tua (10) palestina (34) pemerintah (137) Pemilu 2009 (63) pendidikan (511) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (11) pesantren (41) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (37) renungan (182) Sejarah (5) sekolah (85) shalat (10) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

Popular Posts

18 February, 2021

Kenapa Islam Tidak Dibahas Dari Sisi Logika?

[Komentar]: Saya ingin sekali mendengar dakwah yang based on science tapi di Indonesia ini jarang sekali ada. Jadi saya rasa kebanyakan orang Indonesia mengikuti ibadah berdasarkan keyakinan adanya surga atau mendapat pahala saja. Saya pernah ditanya orang Swedia soal logika dalam Islam dan saya berusaha sebisanya. Dalam hal ini perlu juga orang Indonesia mempelajari ini supaya kalau western people bertanya akan lebih mudah diterima.. 

[Gene]: Assalamu’alaikum wr.wb. Seorang ibu pernah minta saya bantu pemuda asing yang ingin memahami Islam. Sudah ada tujuh ustadz sebelum saya yang dipanggil ke rumahnya berturut-turut. Semuanya jelaskan rukun Islam, rukun Iman, lalu selesai begitu saja. Tetapi ternyata, orang asing itu tidak tertarik, jadi apa boleh buat, dan setiap ustadz pulang tanpa hasil (selain terima amplop).

Akhirnya keluarga itu ingat saya. Beda dengan semua ustadz sebelumnya, yang hanya jelaskan rukun Islam saja, saya mulai dengan bertanya tentang latar belakangnya dulu, dan pengertiannya terhadap dunia, akhirat, kehidupan, dan agama. Setelah dia jelaskan latar belakangnya di agama Kristen, saya bertanya seperti ini: "Nabi Ibrahim diganti oleh Nabi Musa. Nabi Musa diganti oleh Yesus. Lalu Yesus diganti oleh siapa?"

Dia diam, menatap saya terus, dan tidak bisa jawab. Saya teruskan: Setiap Nabi Allah sejak Nabi Adam ada penggantinya, jadi yang terakhir siapa? Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa dsb. tidak pernah menyatakan dirinya "terakhir". Begitu juga Yesus. Jadi sikap yang logis bagi kita semua adalah selalu "menunggu nabi berikutnya", sampai suatu saat ada yang menyatakan dirinya nabi yang terakhir. Jadi penggantinya Yesus siapa? Dia diam terus. Saya juga diam. Kami sama-sama diam selama beberapa menit tanpa diskusi apapun, sampai akhirnya air matanya mulai keluar. Lalu dia minta saya jelaskan tentang Nabi Muhammad SAW karena dia baru tahu namanya saja. (Kadang, tindakan yang paling tepat pada saat berdakwah adalah "diam saja" karena barangkali Allah sedang memberikan hidayah kepada orang itu, jadi prosesnya jangan diganggu dengan banyak komentar!)

Saya tidak bahas rukun Islam dan rukun iman. Saya hanya bahas logika, dan bagaimana manusia dikasih akal yang sehat untuk mencari kebenaran, jadi merupakan tanggung jawab kita semua untuk pakai akal itu dan mencari jalan Allah yang benar. Sayangnya, dia pulang ke negaranya sehari kemudian, dan saya tidak pernah ketemu lagi. Tidak ada kabarnya lagi, jadi sepertinya dia tidak masuk Islam. Tetapi minimal dia sudah mulai berpikir dengan logika pada hari itu, dan semoga nanti akan mulai lagi. (Saya hanya diskusi agama dengan orang yang hubungi saya karena ingin mencari kebenaran. Jadi saya tidak mau kejar dan bujuk orang diskusi kalau mereka tidak tertarik.)

Dari pengalaman rutin seperti itu, saya sudah saksikan bagaimana banyak Muslim dan non-Muslim terpengaruh oleh diskusi agama yang berlandasan logika. Sayangnya, hal itu cukup jarang di Indonesia dan bukan prioritas dalam program pendidikan di pesantren, sekolah, dan masjid, padahal manfaatnya luas. Menurut saya, mungkin akan bermanfaat kalau program pendidikan anak Muslim dan calon ustadz dikaji kembali, dan dipadukan dengan input dari muallaf tentang apa yang berikan pengaruh terhadap mereka. 

Saya belum ketemu seorang muallaf yang dengar ustadz berceramah 30 menit tentang rukun Islam (yang dihafal sebagai "media dakwah" di pesantren), lalu menjadi tertarik masuk Islam sesudahnya. Justru kebanyakan orang masuk Islam karena diskusi yang menyentuh akal dan hatinya, daripada karena ritual agama seperti shalat, haji, dan zakat dijelaskan kepadanya. Ketika orang mau beli HP baru, maunya dipegang langsung dan dijelaskan manfaatnya. Tidak ada pembeli yang duduk di toko dan minta buku petunjuk penuh spesifikasi teknis dibacakan satu per satu kepadanya. Jadi kalau kita ibaratnya "penjual Islam", kita harus paham dulu tentang apa yang berpengaruh terhadap "konsumen" agar mereka tertarik untuk "beli". Dan hal-hal itulah yang perlu menjadi pelajaran dasar bagi anak Muslim di sekolah dan calon ustadz di pesantren. 

Semoga bermanfaat sebagai renungan.
Wa billahi taufiq wal hidayah, 
Wassalamu’alaikum wr.wb. 
-Gene Netto 

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...