Search This Blog

Labels

alam (8) amal (100) anak (299) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (8) dakwah (87) dhuafa (18) for fun (12) Gene (222) guru (61) hadiths (9) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (52) indonesia (570) islam (557) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (357) kesehatan (97) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (52) my books (2) orang tua (8) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (503) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (11) pesantren (34) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (179) Sejarah (5) sekolah (79) shalat (9) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

28 December, 2007

Bush Merencanakan Pemotongan Besar Terhadap Dana Anti-Teror Di Amerika Serikat!


Assalamu’alaikum wr.wb.,

Ini sungguh aneh.

George Bush sudah meyakinkan seluruh dunia akan bahayanya terorisme. Seluruh dunia dibujuk dengan cara yang halus maupun kasar supaya menuruti kemauan Bush untuk menyerang “sebuah istilah”.

“Terror” adalah sebuah istilah dan juga perasaan, dan “terrorism” bisa dikatakan “taktik perang” yang telah digunakan sewaktu-waktu di dalam sejarah peperangan bangsa2. Jadi, perang terhadap “terror” (“War on Terror”) ibarat perang terhadap “kesedihan”, “kecapaian”, “kemarahan” dan seterusnya. Perasaan seperti ini tidak bisa dihilangkan dengan perang. Bagaimana kalau kota anda dijatuhkan bom dengan tujuan menghapus “kesedihan” di semua lapisan masyarakat? Apakah bisa berhasil? Apakah bom bisa menghilangkan perasaan dan emosi tersebut dari semua benak manusia?

Dan taktik seperti terorisme tidak bisa dihilangkan dengan perang karena semua taktik yang lain juga tidak mungkin dihilangkan dengan perang. Misalnya, apakah bisa dilakukan perang terhadap “penyerangan malam” (sebuah taktik), atau perang terhadap “penghancuran jalur2 suplai” (sebuah taktik), dan seterusnya?

Jadi perang terhadap “teror” sudah sangat aneh, dan seluruh dunia diwajibkan nurut dengan kemauan Bush untuk menciptakan perang jangka panjang, yang tidak bisa dimenangkan dengan cara apa pun.

Selanjutnya, yang menjadi sangat aneh di dalam perang ini (di atas yang baru saja disebutkan) adalah berita terbaru bahwa George Bush merencanakan PEMOTONGAN BESAR TERHADAP DANA ANTI-TEROR DI AMERIKA SERIKAT!

Apakah bisa dipahami? Seluruh dunia diwajibkan menjadi takut terhadap teror, diwajibkan bertindak melawan teror, dan diwajibkan mengejar “teroris” di wilayah masing2, sedangkan Bush sendiri mau memotong dana yang dikeluarkan untuk melawan terorisme!!??!!??!!

Pemotongan tersebut mencapai lebih dari 50% dari anggaran sekarang.

“The Homeland Security Department…wanted to provide $3.2 billion to help states and cities protect against terrorist attacks in 2009, but the White House said it would ask Congress for less than half - $1.4 billion, according to a Nov. 26 document.”

Artinya, Homeland Security Department ingin memberi $3,2 milyar pada setiap negara bagian (state) dan kota-kota besar, tetapi Gedung Putih merasa kurang dari setengah, hanya $1,4 milyar, sudah cukup. Rencana terbaru dari Bush akan (dengan sengaja) MENGHILANGKAN banyak program2 keamanan di pelabuhan dan tempat transit, dan juga program tim2 darurat (seperti tim SAR) dalam anggaran 2009.

Kata Senator Barbara Boxer, Democrat-California, “Pemerintahan Bush beranjak dari wilayah ke wilayah di dalam negara kita dan membuat masyarakat takut [akan diserang oleh teroris], tetapi pada saat mereka [=pemerintahan Bush] harus membayar sesuai dengan ucapannya, mereka mengatakan ‘Maaf, bank sudah tutup’.”

Rencana baru Bush membuat negara bagian California sangat kuatir karena 47% dari semua barang yang diimpor ke AS masuk lewat pelabuhan California, tetapi mereka akan kehilangan $220 juta dalam rencana baru Bush. Mereka sudah sadari bahwa satu saja penyerangan teroris terhadap pelabuhan California bisa sangat menganggu ekonomi bangsa.

Homeland Security minta $900 juta untuk bantu melindungi kota-kota yang dianggap sasaran utama serangan teroris. Tetapi Gedung Putih hanya bersedia memberikan $400 juta, dan hanya boleh dibagi antara 45 wilayah tertentu.

Juga dijelaskan di dalam artikel ini bahwa sebagian dari program2 yang menerima dana dari pemerintahan federal dianggap kurang efektif, dan kurang dibutuhkan. Walaupun begitu, pemotongan besar yang dilakukan Bush tidak memberi isyarat yang baik bagi bangsa2 lain yang dibuat takut oleh Bush, dan dibujuk untuk menemaninya melanggar hukum internasional, mengabaikan hak2 tahanan perang, mengabaikan PBB, dan mengikuti dia menyerang sebuah perasaan (“terror”).

Seharusnya Bush malah menambahkan dana buat program anti-teror di AS, daripada berusaha menghemat uang supaya bisa digunakan untuk menyerang dan menghancurkan kota2 di Iraq, yang sangat merugikan masyarakat sipil, dan sangat mengganggu proses belajar anak kecil yang banyak menjadi pengungsi sekarang. Bush sudah jelas tidak peduli pada keamanan bagi anak yang tidak berdosa di Iraq, dan sekaligus juga terbukti tidak peduli pada keamanan buat anak yang tidak berdosa di Amerika Serikat.

Wassalamu’alaikum wr.wb.,

Read the full article:

White House to Cut Anti Terror Funds

The Associated Press

Friday 30 November 2007

Sumber: Truthout

Gereja Katolik Di AS Terpaksa Menjual Gedung Untuk Bayar Kasus Pelecehan Sekual

Ini berita yang sungguh menyedihkan. Uskup di Los Angeles, California, terpaksa menjual gerejanya untuk menghasilkan uang sebanyak-banyaknya. Kenapa mereka butuh uang? Bukan untuk santunan anak yatim. Bukan untuk program sosial. Mereka butuh banyak uang tunai untuk membayar tuntutan dari korban pelecehan seksual setelah mereka dianiaya atau diperkosa oleh sebagaian pastor selama bertahun-tahun!

Kantor utama yang digunakan sang uskup akan dijual, dan mungkin sebanyak 50 gedung yang lain yang juga milik Gereja akan dijual pula. Uang yang dihasilkan akan dibagi-bagi antara ratusan korban yang telah mentuntut Gereja Katolik di pengadilan.

Perkiraan terbaru adalah total pengeluaran oleh Gereja untuk menyelesaikan semua kasus ini bisa mencapai $1 milyar.

Dalam salah satu persidangan, Gereja Katolik menyetujui pembayaran sebesar $660 juta untuk meneyelsaikan ratusan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh pastor. Pembayaran ini merupakan pengeluaran yang terbesar yang pernah dilakukan oleh satu wilayah kekuasaan uskup (disebut satu “diocese”).

Beberapa kasus yang lain masih belum tuntas.

Read the full articles here:

LA Church sale to fund sex claims

Story from BBC NEWS:

Judge Approves $660-Million Clerical Abuse Settlement

By Tami Abdollah and John Spano

The Los Angeles Times

23 December, 2007

Kapan Indonesia Menjadi Seperti Jepang?


Saya dikirim artikel ini dari seorang teman. Kapan Indonesia bisa seperti ini? Dan apakah ada yang bisa menjelaskan kenapa negara yang penuh dengan orang kafir bisa seperti ini, sedangkan negara yang penuh dengan orang yang beriman bisa mewujudkan yang sebaliknya? Kapan bangsa ini akan maju dan meniru negara orang kafir?

Catatan Perjalanan

Dongeng dari Jepang

Oleh Yuli Setyo Indartono

Rabu, 13 September 2006 06:18:38

>Kantor pemerintahan dan pelayanan public

Anda pernah melihat sekelompok semut? Nah, begitulah kira-kira situasi kantor pemerintahan daerah di Jepang. Tidak ada "semut" yang diam termangu, apalagi membaca koran; seluruh karyawan kantor senantiasa bergerak, dari saat bel mulai kerja hingga pulang larut malam.

[…]

Tata ruang kantor khas Jepang: mulai pimpinan hingga staf teknis duduk pada satu ruangan yang sama - tanpa sekat; semua bisa melihat bahwa semuanya bekerja. Satu orang membaca koran, pasti akan ketahuan. Aksi yang bagi saya dramatis ini masih ditambah lagi dengan aksi lari-lari dari pimpinan ataupun staf dalam melayani masyarakat. Ya, mereka berlari dalam arti yang sesungguhnya dan ekspresi pelayanan yang sama seriusnya. Wajah mereka akan menatap anda dalam-dalam dengan pola serius utuh diselingi dengan senyuman. Saya hampir tak percaya dengan perkataan kawan saya yang mempelajari sistem pemerintahan Jepang, bahwa gaji mereka - para "semut" tersebut - tidak bisa dikatakan berlebihan. Sesuai dengan standard upah di Jepang. Yang saya baca di internet, mereka memiliki kebanggaan berprofesi sebagai abdi negara; kebanggaan yang menutupi penghasilan yang tidak berbeda dengan profesi yang lain.

[…]

Mengetahui bahwasanya saya adalah orang asing yang kurang lancar berbahasa Jepang, saya mendapatkan "fasilitas" diantar kesana-kemari pada saat mengurus berbagai dokumen untuk mengajukan keringanan biaya melahirkan istri saya. Hal ini terjadi beberapa kali. Seorang senior saya pernah mengatakan, begitu anda masuk ke kantor pemerintahan di Jepang, maka semua urusan akan ada (dan harus ada) solusinya. Lain hari saya membaca prinsip "the biggest (service) for the small" yang kurang lebih bermakna pelayanan dan perhatian yang maksimal untuk orang-orang yang kurang beruntung.

>Pasar, pertunjukan kejujuran dan perhatian

>Polisi, sistem yang bekerja dan melindungi

>Lingkungan hidup dan transportasi

Baca artikel lengkap di sini: Berita Iptek.com

19 December, 2007

Kisah satu anak miskin




Assalamu’alaikum wr.wb.,

Barangkali Wapres benar. Kondom sangat utama untuk dipikirkan seorang Wapres.

Barangkali Gubenur benar. Busway yang habiskan ratusan milyar dan bikin jalan lebih macet lagi untuk layani minoritas dari masyarakat, dengan sekaligus makan subsidi cukup besar, lebih utama untuk dipikirkan seorang Gubenur.

Barangkali Walikota benar. Kuburan yang perlu dibongkar supaya tanah wakafnya bisa dijual kepada pengusaha yang ingin membangun apartemen di atasnya (walaupun melanggar hukum syariah 100%) lebih utama untuk dipikirkan seorang walikota.

Mereka pasti benar. Urusan mereka pasti sangat penting karena mereka adalah pejabat negara. Tidak mungkin mereka akan utamakan hal-hal yang tidak utama.

Tidak mungkin ada hal yang lebih utama, yang bisa mengisi waktu mereka untuk mencari solusinya, seperti layanan kesehatan untuk anak miskin.

Tidak mungkin. Kondom saja. Busway saja. Apartemen saja.

Itulah yang terpenting. Mereka pasti benar.

Bayangkan kalau seandainya Nabi Muhammad SAW lahir di sini, pada zaman ini. Bagaimana beliau bisa bertahan hidup terus (sebagai seorang anak yatim yang seringkali diabaikan masayarakat)? Saya yakin semua Nabi Allah dijaga, dan mendapatkan takdir yang ditentukan Allah. Tetapi untuk sementara, coba bayangkan kalau seandainya Allah tidak intervensi untuk menjaga dan meyelamatkan Nabi pada saat masih seorang anak yang yatim dan miskin di Indonesia, dan mempersilahkan kita menjaga semua anak yatim untuk menguji tingkat kepedulian kita dan kasih sayang kita terhadap mereka semua?

Kalau bukan Allah yang menjaganya, siapa yang kira-kira akan peduli kepadanya? Kira-kira siapa yang mau menjaga semua anak yatim karena kuatir bahwa Nabi kita ada di antaranya, atau minimal untuk mengingat perjuangan Nabi dan menghormatinya? Tentu saja bukan pejabat pemerintah.

Saya dulu sering melihat anak yatim di panti dan berfikir “Dulu ada orang seperti kita yang melihat Nabi Muhammad SAW setiap hari, pada saat dia ‘hanya’ anak yatim, dan mereka sama sekali tidak tahu masa depannya bagaimana.” Apakah mereka merasa terdorong untuk berbuat baik kepadanya hanya karena dia seorang anak yatim yang tidak berkuasa? Lalu saya berfikir bahwa saya harus berbuat sebaik mungkin pada anak di depan saya itu karena saya sama sekali tidak tahu dia akan menjadi apa di masa depan. Bisa jadi dia ditakdirkan Allah menjadi pemimpin negara, imuwan penting, orang alim atau Kyai besar bagi ummat Islam. Lalu saya pikirkan semua anak yatim lain yang tidur tanpa merasakan kasih sayang dari pemerintah maupun masyarakat, dan saya ingat pada Nabi Muhammad SAW yang mengalami masa sebagai anak yatim juga.

Nabi Allah Muhammad SAW tidak ditakdirkan menderita di bahwa ketidakpedulian pemerintah Indonesia dan kita semua pada zaman ini. Bagaimana kalau seandainya kita bisa melihat Nabi kita sedang menderita karena lapar dan sakit pada saat dia masih seorang anak yatim, padahal kita tahu dia akan menjadi Nabi kita? Bukannya hati kita pasti sakit sekali melihatnya? Tetapi kita tidak memandang anak yatim yang lain dengan rasa kasih sayang yang setara. Mereka hanya anak yatim biasa, yang miskin dan tidak berdaya. Mereka bukanlah Nabi kita.

Nabi Muhammad SAW dijaga oleh orang-orang di sekitarnya (atas izin Allah).

Anak yatim dan anak miskin di Indonesia belum tentu bisa begitu beruntung.

Silahkan membaca. (Dari teman yang kirim ke milis).

Wassalamu’alaikum wr.wb.,

Gene

*********************



Saya sedang mengawasi ulangan akhir semester waktu Ibu Galuh, salah seorang pengurus sekolah, mendatangi. "Wah Bu, gimana ya? Itu Imam ditolak di rumah sakit. Sekarang dibawa ibunya kesini"

Imam, anak terpandai di kelas 1 rupanya sakit. Pantas tiga hari kemarin dia tidak masuk. Imam boleh dikatakan jauh lebih pandai daripada hampir semua teman sekelasnya. Dua minggu yang lalu kami memberi ujian akhir SD edisi tahun lalu, edisi yang harus mereka kerjakan tahun lalu agar lulus SD. Hal itu kami lakukan untuk mengevaluasi, kemudian mengelompokkan mereka, dan memberi remedial karena matematika anak-anak itu luar biasa memprihatinkan. Nyaris semuanya dapat 10. Imam dapat 87. Yang terdekat dengannya adalah seorang anak perempuan, Rosita, dengan nilai 76.

Mengingat nilai kelulusan SD adalah 4.5, kami heran bagaimana mereka bisa lulus. Soal yang kami berikan adalah soal yang mereka dapat dalam ujian SD yang mereka lalui kurang dari setahun yang lalu.

Saya keluar bersama bu Galuh menemui Imam dan ibunya. Di ruang duduk bangunan serba guna yang jadi lokasi SMP terbuka itu, Imam terbaring lemas di sofa panjang satu-satunya yang ada disitu. Dokter puskesmas kemarin memberitahu bahwa dia mungkin demam berdarah atau/dan tipus atau/dan hepatitis. Harus masuk rumah sakit.

Tapi kemarin itu dia ditolak rumah sakit karena tidak punya kartu askeskin. Hanya ibunya yang mempunyai kartu askeskin. Mengapa cuma ibu yang punya, kan harusnya seluruh keluarga punya? Iya, bu. Di RW lain mah punya semua, tapi di RW saya satu keluarga cuma dikasih satu. Seorang paramedis belakangan bercerita bahwa memang begitu karena belum lama ini pemerintah kota kehabisan blanko kartu askeskin itu, jadi satu keluarga cuma dapat satu. Tapi semestinya bisa bu, karena seluruh anggota keluarga pasti sudah terdaftar di Askes. Rumah sakit juga tahu, cuma mereka tidak mau direpotkan karena prosedurnya menjadi lebih rumit untuk mereka. Ibu Imam memperlihatkan kartu askeskinnya. Kata "keluarga miskin" di kartu itu membuat saya miris.

Tanpa ada uang jaminan atau kartu askeskin, Imam tidak bisa masuk RS walaupun dia harus segera dirawat. Sebelum ke RS, seorang guru memberi nama seseorang yang mungkin bisa membantu. Ibu tersebut menanyakan nama tersebut, dia malah ditanyai, "Ibu kenal tidak dengan bu Lilis itu? Kalau tidak kenal ngapain ibu tanya-tanya dan mau ketemu dia?" Ibu si Imam tak bisa menjawab karena dia juga tak tahu mengapa dia harus menghubungi ibu itu.

"Kami juga diacuhkan, bu. Beberapa kali saya bicara tapi dibelakangi, mereka ngobrol saja sendiri seperti saya tidak ada." Ayah Imam akhirnya marah dan mengajak pulang. Seorang perawat merasa kasihan dan memanggil mereka. Dia menyuruh agar labnya saja yang segera dilakukan dulu, perawat tersebut akan menjamin. Ternyata lab tidak terima karena tetap harus bayar dulu.

Tidak pelak lagi petang itu jadi petang yang sibuk untuk kami. Paramedis yang memberi reko dan bekerja di RS itu, yang sedang cuti, dipanggil juga. Dia adik Ibu Nur, guru yang kami minta jadi koordinator SMP terbuka kami. Urusan dievaluasi. Kami memutuskan langkah-langkah. Besok paginya bu paramedis yang pernah menangani administrasi di RS tersebut akan menguruskan askesnya ke kantor askes. Urusan itu diharap bisa selesai lebih cepat karena dia paham lika-likunya dan orang-orang askes mengenalnya. Besok, begitu surat-suratnya selesai, kami akan mengantarkannya ke RS. Sementara itu Ibu Nur membekali ibu Imam dengan makanan, antara lain tepung beras agar lebih mudah membuat bubur untuk Imam. Pocari Sweat yang saya belikan didisrekomendasikan oleh bu Paramedis karena kalau Imam hepatitis, minuman itu akan memperberat kerja hatinya.

Ibu Paramedis mengeluarkan stetoskopnya dan memeriksa kesehatan Imam. Lalu dia menjelaskan pada ibu Imam apa yang harus dilakukan di rumah. Imam harus istirahat total, kencing juga di kamar saja pakai pispot. Saya mengingatkan bahwa mereka bisa menggunakan ember karena saya yakin mereka tidak punya pispot. Makan harus bubur, alat makannya tidak boleh dipakai atau dicampur dengan alat makan anggota keluarga lainnya, dsb.

Saya dan Ibu Sofyan, pengajar keterampilan, kemudian mengantarkan mereka pulang. Imam nyaris tidak bisa berjalan. Saya memapahnya keluar sementara ibunya yang tidak tahu akan diantar sudah keluar duluan keluar untuk memanggil ojek.

Kijang tahun 90an yang disupiri bu Sofyan menyusuri jalan berbatu yang awal semester ini saya susuri dengan sepeda. Imam saya suruh berbaring di kursi tengah dengan kepala di atas pangkuan ibunya untuk mengurangi pengaruh goncangan mobil di jalan berbatu itu. Kami menyeberangi jalan aspal Parakan Saat. Jalan di tepi sungai itu mulai menyempit sampai akhirnya kami tiba di depan sebuah rumah petak berimpit di tepi sungai. Pintunya dilindungi anyaman plastik biru dari tempias hujan, angin dan matahari, mungkin itu limbah yang berasal dari plastik penutup tenda-tenda pinggir jalan.

Sekali lagi saya masuk ke dalam rumah yang bisa membuat stres kalau kita tinggal di dalamnya lebih lama dari sejam. Rumah itu terdiri dari tiga ruang berjajar menghadap sungai. Di ruang sebelah kiri waktu kita masuk ada sumur. Di ruang yang tengah, tempat pintu masuk, ada meja yang berisi makanan yang tidak menarik sama sekali. Saya jadi ingat pembantu saya yang kadang tetap saja membawa makanan yang menurut saya sudah tidak baik lagi walaupun saya larang dan saya suruh buang. Begitulah wajah makanan di atas meja itu. Bukan hanya tidak menarik, tetapi juga tampak seperti sisa-sisa, semua serba sepotong atau seimprit.

Di ruang sebelah kanan yang gelap (sebetulnya semua ruang gelap kecuali ruang sumur) ada ruang tidur berisi satu tempat tidur bertingkat dan lemari. Tempat tidurnya dialasi potongan-potongan kain. Kalau pun ada kasur dibawahnya, pastilah tipis sekali. Semua tampak kusut dan kumal.

Saya kira Imam berasal dari keluarga yang lebih baik kondisinya. Mungkin itu karena wajahnya yang tampak bersih dan matanya yang selalu bersinar. Ternyata kondisi keluarganya sama buruknya dengan beberapa anak yang dulu saya survei.

Kemarin, setelah melewatkan setengah hari yang melelahkan, paramedis baik itu berhasil memperoleh dokumen-dokumen yang dibutuhkan Imam. Wah, meletihkan dan makan waktu, padahal mereka kenal saya, katanya. Saya bisa membayangkan bagaimana kalau tak kenal. Entah kapan akan selesai. Jangan-jangan keburu mati anak orang.

Jam 15.30 Imam kami jemput. Kami minta ibunya menyiapkan pakaian untuk Imam di rumah sakit. Sampai di RS Ujung Berung, saya mengingatkan salah satu guru pengantar untuk mengopi semua dokumen yang ada beberapa kali. Nanti tiap loket pasti minta satu, saya meyakinkan. Beliau pergi mengopi, tapi cuma sekali. Sayang bu kalau tidak terpakai, katanya.

Benar saja. Tiap loket minta satu kopi. Entah kemana mereka menyimpan begitu banyak kopi dokumen yang harus diserahkan pasien setiap hari. Ibu Zakiah terpaksa pergi mengopi lagi.

Saya hapal birokrasi RS dalam menangani Askes karena tahun ini, waktu si sulung sakit serius dan ayahnya juga mau dioperasi sedikit, kami memutuskan menggunakan askes. Ribetnya minta ampun. Tidak usah saya ceritakan lagi. Yang jelas, tanpa pengantar dan tanpa dukungan orang terdekat, kalau ke RS pemerintah dengan Askes, orang sakit bisa-bisa bukan sembuh melainkan malah tambah parah atau jangan-jangan malah mati!

Kami masuk ke ruang UGD. Bau ruang itu tidak cocok untuk bau rumah sakit. Baunya lebih cocok untuk bau kamar kecil. Terasa lembab dan bau pesing. Aaahhhh. Dari situ, Imam ke lab untuk periksa darah. Untung disitu baunya lebih menyenangkan. Perawat menarik lengan baju Imam ke atas. Lengannya yang kurus terbuka jelas. Kalau makanannya adalah apa yang kami lihat di meja makan mereka, tidak heran anak itu bukan hanya kurus dan kecil, tapi juga nyaris tak berdaging. Bahkan kulitnya bergelayut sedikit karena kurusnya. Tak pantas untuk kulit anak kecil.

Setelah hasil tes darah keluar, kami menunggu dokter. Lalu diagnosa Imam pun keluar: hepatitis dan kemungkinan tifus. Imam harus segera masuk ruang isolasi RS, tapi Ruang Isolasi RS Ujung Berung penuh. Dia harus dirujuk ke RS Hasan Sadikin.

Ibu Zakiah, yang bawa mobil, tadi terpaksa pulang karena tamu yang datang ke rumahnya sudah terlalu lama dibiarkan menunggu. Kami memanggil taksi. Hujan rintik-rintik mulai menderas. Taksi tak jua datang. Adzan Magrib sudah tadi berbunyi. Ah, saya belum sempat menyiapkan homemade pangsit untuk isi wonton soup makan malam kami malam ini. Padahal Bogie sedang sakit. Tadi Karina juga mengatakan badannya tidak enak sepulang kuliah. Saya telpon Fatima, si bungsu, untuk membuat pangsit seperti yang bunda buat dan siapkan makan malam untuk ayah dan kakak. Untung si kecil ini tertarik masak memasak. Jam 19.00, taksi belum tampak hidungnya. Kami mulai berpikir mencari alternatif karena saat hujan taksi memang susah. Siapa yang bisa dimintai tolong? Tengah risau begitu, saya teringat seorang guru lainnya yang kadang datang dengan mobil jipnya. Untunglah dia bersedia. Saya aplusan dengan ibu itu. Diujung jalan Pacuan Kuda saya diturunkan dan pulang ke rumah untuk ganti memeriksa anggota keluarga saya sendiri yang sakit dan memastikan mereka makan malam. Hampir jam sepuluh, kedua ibu yang mengantar ke RS Hasan Sadikin itu baru bisa pulang ke rumah. Di RS Hasan Sadikin pun masalah birokrasi hampir saja membuat anak itu nyaris ditolak lagi.

Kami orang-orang terdidik ini saja pusing padahal kami sudah mengandalkan berbagai koneksi, bagaimana pula orang-orang kecil seperti keluarga Imam. Orang miskin memang harus dilarang sakit di negeri ini.

salam,

ida

17 December, 2007

Pentingnya Membaca Bagi Bangsa: Sebarkan!

Assalamu'alaikum wr.wb.,

Presentasi Power Point (PPP) ini tentang Pentingnya Membaca Bagi Bangsa sangat penting untuk dilihat semua orang tua dan guru.

http://docs.google.com/TeamPresent?docid=ddhvzsnb_12cbbqxjf6

Mohon sebarkan kepada yang lain, dengan izin penuh dari penciptanya PPP ini, Drs. Satria Dharma. Bila ada yang membutuhkan dalam bentuk file Power Point, supaya bisa melakukan presentasi sendiri di sekolah, kampus, kantor pemerintah, perusahaan swasta, pengajian, dll., silahkan kirim email kepada saya dan Insya Allah saya akan balas dengan filenya.

Email saya: genenetto [@] gmail.com

Bila ada yang ingin menghubungi Pak Satria sendiri, bisa lewat saya juga.

Wassalamu'alaikum wr.wb.,

Gene Netto


10 December, 2007

Kesempatan Beramal

Assalamu’alaikum wr.wb.

Saudara-saudara yang seiman,

Wafatnya guru tercintai saya, almarhum KH. Masyhuri Syahid telah menimbulkan kekosongan di dalam hati banyak sekali orang. Bagi saya sebagai murid, sangat terasa kehilangannya. Tetapi ada kaum yang lebih merasakannya, yaitu kaum dhu’afa, janda tua, jompo dan terutama anak yatim dan yatim piatu.

Gedung Pesantren Yatim Daarul Qur’an merupakan perwujudan dari cita-cita dan keinginan semasa beliau masih hidup. Landasan dasar yang menjadi pijakan dan tujuan berdirinya adalah – mendidik dan menyantuni anak-anak yatim. Dari sinilah almarhum K.H. Masyhuri Syahid berjuang mewujudkan cita-citanya membangun sebuah pesantren di lingkungan ibu kota untuk mengimbangi dan memberikan pelayanan pendidikan Agama dalam menanggulangi krisis akhlak dan moral anak-anak usia sekolah.

Tahun 2001 perjuangan Almarhum bersama guru-guru dan peran serta masyarakat, donatur, dermawan, memulai pembangunan Gedung Pesantren Yatim Daarul Qur’an. Fasilitas yang telah dan akan dibangun diantaranya :

1. Sarana belajar : TK, Madrasah Tsanawiyah, dan perlengkapan sarana belajar berupa alat peraga, laboratorium dan bahasa.

2. Bimbingan belajar dari Tingkat SLTP dan SLTA, pendalam dan tahfidz Al-Qur’an

3. Kursus-kursus : Komputer, Bahasa Arab, Inggris dan Mandarin

4. Asrama santri khusus yatim dan guru

5. Ruang ibadah dan olahraga

6. Sarana usaha : Koperasi, BMT (Baitul Maal wat Tamwil)

7. Sarana Sosial : Santunan anak-anak yatim, dhuafa, pemberian bea-siswa kepada anak-anak tak mampu.

8. Sarana Kesehatan : Diupayakan berdirinya Poliklinik

9. Penyediaan mobil Ambulance.

Pada saat ini, kami masih memerlukan dana untuk membiayai pembangunan sarana dan prasarana serta memberikan bantuan bulanan kepada anak-anak yatim dan dhuafa. 

Bantuan dapat ditransfer ke rek:

Bank Mandiri,  
Kantor Cabang Soepomo

No. 124.00.93029412 
a.n. Yayasan Darul Quran Pendidikan


Bila ada yang perlu informasi lebih lanjut, atau proposal pembangunan, tolong hubungi Pesantren langsung di nomor telfon 831 6707 atau 837 86837.
Alamat Pesantren:
Pesantren Yatim Darul Quran, Jl.Palbatu I No.21, Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan 12810.
Website: http://www.daarulquran-tebet.org/berita
Facebook: http://www.facebook.com/pages/Yayasan-Daarul-Quran-Tebet/118528501558549 
Atas partisipasi dan bantuan Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih. Hanya kepada Allah SWT jualah semua kami kembalikan. Semoga perlindungan dan Ridho-Nya selalu menyertai kita sekalian dan semoga semua amal dan ibadah kita dapat dijadikan investasi akhirat. Amin.

Wassalamu’alaikum wr.wb.,

Gene Netto

(atas nama Pengurus Yayasan Yatim Piatu Daarul Qur'an)

09 December, 2007

Komentar Perda Syariah


Assalamu’alaikum wr.wb.,

Saya tidak bisa pastikan apakah berita ini benar atau tidak. (Padang: Siswi Non-Muslim Dipaksakan Berjilbab). Dengan asumsi benar, maka guru sekolah yang salah karena membujuk non-Muslim memakai jilbab. Tetapi inti dari perkara ini adalah Perda Syariah yang membuka pintu bagi guru tersebut. Dalam perda itu, semua yang Muslim wajib memakai jilbab.

Sebagai seorang Muslim, saya juga merasa yakin bahwa perempuan wajib menutup auratnya. Yang tidak saya setujui adalah hak bagi pemerintah atau pemerintah daerah untuk MENGATUR urusan ibadah pribadi kita sesuai dengan kemauan mereka.

Coba berfikir: kenapa semua laki2 Muslim tidak diwajibkan memakai baju koko dan peci pada saat yang sama? Lalu, bagaimana kalau Pemda mewajibkan kita sholat karena sholat lebih utama daripada jilbab? Kalau seorang perempuan kelihatan tidak sholat, apakah ditangkap, dibawa ke dokter dan diperiksa haidnya? Kalau seorang laki2 tidak sholat di masjid, apakah dipenjarakan? Kalau merasa sakit, pusing, cape, sehingga mau sholat di rumah saja, sedangkan Pemda mewajibkan semua laki2 sholat di masjid, siapa yang akan melindungi hak orang yang tidak mau ke masjid dengan alasan tertentu? Bagaimana kalau ada petugas datang ke rumah saat maghrib, dan bila ada seorang laki2 di dalam rumah, ditangkap? Bagaimana kalau Pemda mewajibkan orang mampu melakukan Haji? Rekening bank kita diperiksa terus, dan kalau ada 20 juta, uang itu diambil secara paksa, dan kita dipaksakan naik pesawat untuk melakukan ibadah Haji. Niat kita menggunakan uang itu untuk membangun bisnis baru tidak diterima oleh Pemda.

Orang bisa saja mengatakan, “Ahh, hal2 seperti itu tidak akan terjadi, Gene keterlaluan!” Memang, saya tidak bisa tahu apakah hal2 seperti itu akan terjadi, tetapi PRINSIPnya sama. Apakah pemerintah (yang seringkali korup) punya hak untuk mengatur urusan ibadah pribadi kita secara terpaksa?

Di Tangerang ada Perda yang melarang perempuan keluar ke jalan setelah jam 21:00 untuk mencegah pelacuran. Kalau keluarga anda tinggal di situ, dan anda sedang di luar kota, lalu anak anda menjadi demam, dan isteri mau keluar dari rumah untuk beli obat, maka, pada saat dia injak jalan pada jam 21:01, dia telah MELANGGAR HUKUM dan bisa ditangkap dan dibawa ke kantor polisi untuk diproses.

Hal yang serupa sudah pernah terjadi terhadap seorang guru perempuan yang sedang hamil, dan dia ditahan petugas, lalu dipenjarakan selama 3 hari karena dia melanggar hukum ketika dia berada di jalan pada waktu malam. Ternyata, dia sedang pulang ke rumah pada malam itu, dan suaminya menjadi ketakutan karena tidak tahu isteri hamilnya ada di mana. Si guru itu disidang dengan tuduhan pelacuran, dan tidak diperbolehkan telfon suaminya di rumah. Hukumannya 3 hari penjara, dan suami baru tahu isterinya ada di mana setelah dilepaskan.

Apakah ini Islam? Apakah ini hak pemerintah untuk memberitahu kita bagaimana caranya beragama dengan benar atau tidak?

Maaf, saya secara pribadi tidak setuju. Saya juga tidak inginkan petugas pemerintah memeriksa sholat saya untuk mengetahui apakan sudah memenuhi syarat2 sah dari pemerintah. Kalau sujud saya kurang lama, apakah saya akan ditangkap? Kalau tangan saya tidak diangkat ke telinga untuk takbir, saya ditangkap? Bagaimana kalau ada Perda baru yang mengatur rukun2 “sholat yang sah”?

Rakyat belum berprotes pada saat pemda mengatur pakaian wanita di Padang dan di lain tempat. Rakyat belum berprotes saaat Pemda mengatur kapan kaum perempuan boleh menginjak jalan umum (yang dibuat dengan uang pajak laki dan perempuan). Kapan rakyat akan sadar bahwa Perda seperti ini, walaupun dibuat dengan niat baik, terlalu mengatur kehidupan pribadi kita?

Apa lagi yang ingin diatur Pemda sekarang? Dan dari mana mereka mendapat hak itu untuk mengatur urusan pribadi kita? Ahli agama juga nggak!

Saya sangat berharap kita semua bisa lebih cerdas dalam memikirkan dampaknya bila hal2 seperti ini diperbolehkan. Kalau jilbab boleh diatur, baju koko juga boleh, peci juga boleh, warna sarung juga boleh, sejaddah juga boleh, rukun sholat juga boleh, kapan kita berangkat haji juga boleh, pembayaran zakat juga boleh, dan seterusnya.

Saya tidak setuju kalau urusan pribadi agama saya boleh diatur oleh pemerintah.

Kalau anda tidak setuju dengan pendapat saya, silahkan berbeda pendapat. Dan kalau mau berbeda pendapat, semoga anda sedang memakai baju koko warna putih (warna lain dilarang), peci hitam (warna putih dilarang), dan sarung merek Gadjah Duduk (mereka lain dilarang, celana dilarang), karena barangkali inilah Perda paling baru yang akan muncul besok hari untuk mengatur kehidupan pribadi dan ibadah pribadi kita..…

Dan kalau memang muncul Perda ngawur seperti ini, apakah semua laki-laki akan setuju juga dan langsung beli baju koko warna putih dan membakar semua baju yang lain warna? Atau apakah hanya kehidupan wanita yang boleh diatur secara paksa oleh pemerintah?

Tunggu saja sampai isteri anda ditangkap karena berada di jalan pada jam 21:01 di Tangerang, dan kemudian dia dituduh sebagai pelacur, dan anda baru ketemu dia kembali setelah 3 hari. Mungkin kalau anda sendiri mengalami hal ini, baru anda akan sadari bahwa pemerintah mana pun tidak berhak untuk mengatur kehidupan kita dengan cara seperti itu.

Wassalamu’alaikum wr.wb.,

Gene

08 December, 2007

Padang: Siswi Non-Muslim Dipaksakan Berjilbab


Assalamu’alaikum wr.wb.,

Masih ingat ayat ini?

[QS. 33:59] Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.

Kalau berita di bawah memang benar, ayat ini tidak dituruti di Padang. Ayat ini mengatakan bahwa muslimah akan memakai jilbab sendiri karena itu merupakan perintah Allah, dan supaya mereka itu mudah DIKENAL sebagai Muslimah. Bagaimana kalau ada perempuan lain yang beragama Kristen yang “diwajibkan” ataupun dibujuk dengan cara yang halus atau kasar supaya memakai jilbab juga? Bukannya Allah perintahkan wanita Muslim saja untuk memakainya supaya dikenal sebagai hamba Allah? Bagaimana kalau semua orang non-Muslim juga menggunakannya? Dan kenapa laki-laki Kristen tidak “diwajibkan” memakai baju koko dan peci sekaligus?

Bagaimana kalau para pelacur juga menggunakan jilbab? Jangan ketawa, hal ini sudah terjadi di Somalia. Dulu, si sana, para pelacur tidak berjilbab, dan karena itu mereka dengan mudah menjadi sasaran polisi. Supaya tidak ketahuan sebagai pelacur, mereka juga mulai menggunakan jilbab (disebut buibui, dan menutupi seluruh bagian tubuh atas) supaya tidak diganggu, dan berhasil sampai sekarang. Justru polisi yang menjadi marah, karena seorang ibu yang salehah tidak bisa dibedakan dengan pelacur, sehingga ibu rumah tangga juga bisa ditangkap dengan tuduhan pelacuran. Warga setempat juag menjadi marah, tetapi kemarahan mereka sia-sia. Mereka tidak bisa marahi semua perempuan yang menutup aurat, jadi bagaimana mereka bisa memilih antara pelacur dan non-pelacur? (See: Sex clothes anger Kenyan Muslims).

Bagaimana kalau hal seperti ini terjadi juga nanti di Padang (dan di wilayah2 lain di Indonesia yang sudah membuat “Perda Syariah”)? Ini efek samping dari niat baik pemerintah daerah yang menjadi terlalu ketat dalam mengatur kehidupan pribadi masyarakat, padahal tidak perlu. Biarkan wanita Muslim memilih sendiri untuk memakai jilbab, sesuai dengan agamanya, dan biarkan wanita Kristen tidak memakai jilbab, sesuai dengan keyakinan mereka juga.

Dalam berita ini, memang guru sekolah yang memaksakan anak non-Muslim berjilbab, tetapi itu hanya terjadi karena Pemda merasa berhak untuk memaksakan semua anak Muslim berjilbab. Dan oleh karena itu, anak Kristen yang tidak berjilbab dibujuk gurunya untuk mematuhi perda itu juga.

Islam tidak perlu “dipaksakan” pada orang yang beda agama, dan juga tidak perlu dipaksakan pada kita yang Muslim. Kalau isteri dan anak saya berjilbab atau tidak, seharusnya itu bukan urusan pemerintah, tetapi urusan pribadi kami sekeluarga. Apa kira2 manfaatnya kalau seorang isteri memakai jilbab supaya tidak ditangkap polisi, tetapi dalam hati dia tidak peduli, dan kalau polisi tidak ada, dia membuka jilbabnya karena merasa “aman” dari ancaman polisi? Apakah mungkin dia menjadi lebih mencintai Allah kalau aturan agama Islam dipaksakan terhadapnya oleh pemerintah? Menurut saya, lebih baik kalau ibu itu diajarkan dengan kata2 yang baik dan halus sehingga dia menjadi sadar dan ingin memakai jilbab sendiri. Dengan demikian, dia tidak ingin tinggalkan jilbabnya dengan adanya polisi di dekatnya atau tidak.

Wassalamu’alaikum wr.wb.,

Gene

14 September 2007 - 15:27

“Busana Muslim” Membuat Siswi-Siswi Non-Muslim Merasa Tidak Nyaman

PADANG, Sumatra Barat (UCAN) -- Stefanus Prayoga Ismu Rahardi merasa sedih melihat kedua putrinya yang merasa tidak nyaman saat harus mengenakan jilbab sebagai bagian dari seragam sekolah.

"Pertama kali saya melihat anak-anak saya memakai jilbab, saya kasihan karena ada perasaan tertekan dalam batinnya,” kata bapak dari tiga anak perempuan itu kepada UCA News, 25 Agustus. “Mereka tidak tahu cara memakai jilbab dan jadi uring-uringan,” kenangnya. “Mereka merasa tidak nyaman.”

Agustina, anak perempuan tertuanya, menempuh studi di sebuah sekolah menengah umum negeri. Putri keduanya, Yashinta, menempuh studi di sebuah sekolah menengah umum kejuruan negeri. Kedua sekolah tersebut berada di Padang, ibukota Propinsi Sumatra Barat.

Bapak berusia 44 tahun itu menceritakan bahwa pada bulan Juli, hari-hari pertama tahun ajaran sekolah, para guru sering bertanya kepada kedua anaknya mengapa mereka tidak memakai jilbab di sekolah. “Saya katakan kepada mereka agar memakai jilbab,” lanjutnya, sehingga mereka tidak akan menjawab pertanyaan yang sama terus menerus. Namun ia juga menyarankan kepada mereka agar menganggap jilbab hanya sebagai “asesoris.”

"Mereka berada dalam situasi yang sulit. Mereka tidak punya pilihan,” jelas Rahardi, anggota Paroki St. Fransiskus dari Asisi di Padangbaru.

Rok panjang dan kemeja lengan panjang yang merupakan karakteristik dari busana Muslim memang lebih rapi dan sopan dibandingkan rok pendek dan kemeja lengan pendek yang umum dipakai para siswi di daerah lain, katanya mengakui. “Tetapi saya keberatan jika para siswi non-Muslim harus memakai jilbab, karena jilbab di sini masih dianggap identik dengan Islam.”

Sejak 2002, hampir semua 19 kabupaten dan kota di Propinsi Sumatra Barat telah memberlakukan Peraturan Daerah (Perda) atau instruksi walikota dan bupati yang menetapkan busana Muslim bagi para pelajar Muslim.

Kabupaten Solok, misalnya, mengeluarkan Perda No. 6/2002. Sementara itu, Kabupaten Limapuluh Kota, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung dan Kabupaten Agam masing-masing memiliki Perda No. 58/2003, Perda No.2/2003, dan Perda No. 6/2005.

Walikota Padang Fauzi Bahar mengeluarkan sebuah instruksi yang mewajibkan semua pelajar Muslim dari sekolah dasar hingga sekolah menengah umum untuk memakai busana Muslim.

Bonifasius Bakti Siregar, staf Dirjen Bimas Katolik Propinsi Sumatra Barat, mengatakan bahwa persyaratan semacam itu memiliki dampak psikis yang kuat terhadap para siswi non-Muslim, yang akan tampak berbeda dari kebanyakan teman-teman kelas mereka jika mereka tidak memakai busana Muslim.

Para siswi non-Muslim di sekolah-sekolah negeri mendapati diri mereka dalam sebuah situasi yang sulit, katanya kepada UCA News. ”Mereka ingin memilih sekolah swasta yang dikelola Protestan atau Katolik yang tidak memberlakukan peraturan pemakaian jilbab, namun sekolah-sekolah ini tidak ada di kabupaten atau kota itu.”

Pusat Studi Antar-Komunitas (PUSAKA) di Padang melakukan sebuah survei pada April-Oktober 2006 di kalangan para siswi non-Muslim di enam kabupaten dan kota yang berpenduduk mencakup Muslim dan umat beragama lain. Survei ini mengungkap bahwa meskipun Perda tentang wajib berbusana Muslim diterapkan hanya untuk pelajar Muslim, tapi kenyataannya setiap pelajar wajib memakai busana Muslim.

Seorang responden adalah Nova Hungliot Simarmata, siswi beragama Katolik dari SMU Negeri II di Kabupaten Pesisir Selatan. Ia menjelaskan bahwa sekolahnya mulai mewajibkan para pelajar untuk memakai busana Muslim tahun 2005.

Memakai jilbab membuat dia tidak nyaman. "Bagaimana rasanya, seorang Katolik seperti saya harus mengenakan jilbab, yang merupakan ciri khas Islam itu?” tanyanya. “Tapi saya tidak punya pilihan. Saya harus patuh dengan peraturan sekolah."

Survei itu melaporkan bahwa Nova dan orangtuanya awalnya tidak mematuhi peraturan tersebut, tapi seorang guru sering mendesak Nova untuk memakai jilbab. “Apa salahnya mengikuti peraturan yang ditetapkan pemerintah,” kata guru itu.

“Pertama kali memakai jilbab, saya merasa sangat risih sebab pakaian ini rasanya asing bagi saya,” kata Nova. “Masyarakat umumnya berpandangan bahwa dengan memakai pakaian model itu saya dianggap beragama Islam.”

Menurut Nelty Anggraini, seorang peneliti beragama Islam dari PUSAKA, laporan survei itu mengungkap bahwa Perda tentang wajib busana Muslim tidak menjamin hak-hak kelompok minoritas.

“Para pelajar non-Muslim, yang jumlahnya sangat kecil, tidak memiliki daya untuk tidak patuh. Demi alasan supaya seragam, terpaksa mereka mematuhi peraturan itu,” katanya kepada UCA News.

-END-

Sumber: Mirifica e-News

Pencarian kata-kata di Google


Assalamu’alaikum wr.wb.,

Di dalam Google, semua kata pencarian kita tersimpan dalam sebuah database. Saya baru tahu setelah teman kirim email minggu kemarin. Karena penasaran, saya coba2 juga di situs yg sama. Namanya Google Trends. Dengan memasukkan kata kunci, kita bisa tahu lokasi mana (negara, wilayah dan kota) yang paling banyak mencari kata yang sama. Dari hasil yang diberikan, pertama kita melihat negara mana yang paling banyak mencari kata tersebut. Tetapi kalau klik pada nama negara, kita bisa lihat “subregion” (wilayah) atau kota. Kita bisa tahu daerah atau kota mana yang paling banyak minta infomasi tentang kata itu.

Seminggu yang lalu, saya ketik “seks” di bagian search (dengan asumsi bahwa ini adalah kata dalam bahasa Indonesia, sehingga nomor 1 seharusnya di Indonesia, eh malah yang nomor 1 di Turki). Kemudian, saya klik pada link “Indonesia”. Di situ dapat “subregion” atau wilayah dan kota.

Ternyata pencarian kata “seks” terbesar di Indonesia adalah di wilayah YOGYAKARTA! Dan Makassar masuk sebagai kota nomor satu. Lucunya, Jakarta malah nomor 8??!! Hari ini saya cek lagi, dan ternyata Makassar sudah menjatuhkan Yogya dan menjadi wilayah nomor 1.

Tetapi setelah dipikirkan, saya kira anak di Jakarta lebih canggih dan bisa berbahasa Inggris, berarti mereka mencari “sex” dan bukan “seks”. Namum, setelah dicari lagi, ternyata dengan kata kunci “sex” Yogyakarata masih unggul!!

Saya jadi ingat teman yang lulus dari UGM…. Hmmm pada ngapain di warnet2 Yoyga ya? Aduh, anak muda yang Muslim di bangsa ini sudah terlanjur rusak, sama seperti orang bule. Saya jadi pengen balik ke Australi untuk mencari anak yang bermoral tinggi (Ehhh, di sana juga pada rusak juga! Wah, bisa pindah ke mana nih?)

Tetapi warga Jakarta tidak usah sedih hati. Ternyata anak Jakarta juga meraih posisi 1 dengan satu kata…. yaitu… “BOKEP”!!! (Bokep = film pornografi, film biru).Ternyata warga Jakarta lebih banyak mencari bokep di internet, daripada seks. Aduh, aduh, aduh.

Coba berfikir tentang berapa banyak anak dalam keluarga kaya, yang punya komputer dan internet di dalam kamar, jauh dari pemantauan orang tua yang pulang larut malam. Tetapi anak dari keluarga miskin tidak perlu kuatir, ada ribuan warnet di DKI yang siap melayani mereka juga, karena sebagian besar warnet itu tidak peduli pada apa yang dilihat para tamunya. Jadi anak sekolah bisa mampir ke warnet dan nonton bokep sebelum pulang ke rumah.

Bagaimana masa depan bangsa ini kalau anak sekolah bisa nonton ratusan sampai ribuan bokep sebelum menikah? Bagaimana pandangan mereka terhadap perempuan nanti?

Bagaimana dengan anak anda sendiri? Apakah mereka punya komputer dan internet di kamar?

Wassalamu’alaikum wr.wb.,

Gene

(Hasil ini dari 1 minggu yang lalu, dan bisa berubah sesuai dengan jumlah pencarian baru yang dilakukan setiap hari):

Hasil Pencarian SEKS:

Subregions

1.

Yogyakarta JW, Indonesia

2.

Sumatera Utara, Indonesia

3.

Jawa Tengah, Indonesia

4.

Jawa Timur, Indonesia

5.

Jawa Barat, Indonesia

6.

Jakarta Raya, Indonesia

7.

Bali, Indonesia

Cities

1.

Makassar, Indonesia

2.

Yogyakarta, Indonesia

3.

Semarang, Indonesia

4.

Medan, Indonesia

5.

Malang, Indonesia

6.

Surabaya, Indonesia

7.

Bandung, Indonesia

8.

Jakarta, Indonesia

9.

Denpasar, Indonesia

10.

Depok, Indonesia

Hasil Pencarian BOKEP:

Subregions

1.

Jakarta Raya, Indonesia

2.

Yogyakarta JW, Indonesia

3.

Sumatera Utara, Indonesia

4.

Jawa Barat, Indonesia

5.

Jawa Tengah, Indonesia

6.

Jawa Timur, Indonesia

Cities

1.

Jakarta, Indonesia

2.

Yogyakarta, Indonesia

3.

Medan, Indonesia

4.

Bandung, Indonesia

5.

Semarang, Indonesia

6.

Surabaya, Indonesia

7.

Depok, Indonesia

8.

Denpasar, Indonesia

07 December, 2007

Profesor juga melakukan korupsi



Assalamu’alaikum wr.wb.,

Saya terima email ini dari seorang teman, dan saya minta izin untuk menyebarkannya tanpa menyebut nama pengirim atau nama perguruan yang dibicarakan.

Semoga memberikan wawasan kepada kita semua tentang kerusakan negara ini yang tidak mengenal batas, sehingga profesor dan dosen pun ikut melakukan korupsi dan merugikan anak bangsa. Maksud saya, ada banyak anak bangsa yang putus sekolah karena biaya tinggi, banyak sekolah yang tidak bisa diperbaiki karena keterbatasan dana, dan banyak guru yang menderita dari gaji yang rendah. Ternyata, sebagian profesor dan dosen, yang seharusnya memberikan contoh yang mendidik, malah ikut merampas uang negara untuk kepentingan diri sendiri.

Kapan bangsa ini akan sembuh dair penyakit korupsi?

Silahkan baca sendiri… (Telah di-edit sedikit.)

***********************************

Sejak Reformasi, tampak gerbong-gerbong korupsi berjamaah mulai bergerak dari Kepala-Kepala Daerah; selanjutnya Anggota DPR dan DPRD; tokoh-tokoh politik kagetan dan sekarang kelihatan gerbong yang mulai bergerak adalah gerbong pendidik alias guru....(semakin melengkapi mosaik korupsi berjamaah di Indonesia).

Korupsi berjamaah yang sedang berkembang saat ini dilakukan oleh beberapa Universitas di [Jawa Tengah]. Mereka menerima Hibah Kompetisi dari DepDiknas misalnya untuk pelatihan Dosen dan karyawan. Dana lumayan besar, dan seharusnya dilakukan beberapa hari. Tapi yang terjadi adalah 3 pelatihan yang seharusnya dilakukan selama 6 hari, semua dilakukan dalam 1 hari saja.

Lucunya....agar dokumentasi video dan fotonya nyata, maka setiap 2 jam spanduk dibelakang pembicara diganti 3 kali dengan judul dan tanggal yang berbeda dengan tanggal aktual pelaksanaannya.

Lucunya lagi.....sebagian besar dosen dan karyawan juga harus berganti kostum setiap 2 jam sekali.... (Saya pikir: dosen sekarang juga tidak mau kalah dengan peragawan ya?.....he he he he).

Lebih lucu lagi...pembicaranya juga 3 Profesor dan tidak terganggu dengan ganti-mengganti spanduk dan kostum itu.....he he he he. Profesor menyiapkan makalah untuk 1.5 jam pelatihan setebal buku Landasan Matematik Andy Hakim dengan font tulisan sekecil itu juga.

Sungguh-sungguh lucu setelah 6 jam, 3 pelatihan selesai, semua peserta (dosen dan karyawan Universitas) tertawa puas...(mungkin merasa sukses ngibulin DepDikNas... .he he he he..lucu ya...?)

Dari kasus ini, saya kira korupsi memang sulit diberantas dari bumi tercinta ini. Karena budaya kita (tut wuri han entek-entek i, kultus individu, yang atas selalu benar karena dengan ilmunya dia lebih dekat dengan Tuhan, lebih melihat kostum dari pada inti permasalahan dan banyak lagi.....) memang telah menyuburkan korupsi dan menjadikannya sebagai salah satu komponen budaya kita sebagai bangsa Indonesia.

[nama pengirim dihapus]

***********************************

Semoga bermanfaat sebagai renungan atas kedzholiman yang telah menguasaikan bangsa ini di semua lapisan masyarakat. Kalau kita mau mendapat bangsa yang benar2 bersih, mungkin kita harus angkat anak TK untuk mengisi semua jabatan dan posisi, karena siapa lagi selain anak TK yang bisa dipercayai bersih dari korupsi di negara mayoritas Muslim ini?

Wassalamu’alaikum wr.wb.,

Gene

04 December, 2007

"Penjajahan Mental" Dalam Pendidikan


#####
[Tulisan dari Pak Wahyu yang di-post di milis SD-Islam]
Penjajahan terhadap pemikiran bangsa Indonesia benar-benar masih sulit dilepaskan.
  • Tidak memiliki ijazah adalah ketakutan para orangtua.
  • Ditegur, diberi sp, dipotong gaji, diberhentikan adalah ketakutan para guru.
  • Guru galak, diperiksa pr, ulangan, nilai jelek, dibully temen, tidak lulus adalah ketakutan para murid.
  • Dimutasi, tidak naik pangkat, tidak dapat jatah proyek, tidak terkenal adalah ketakutan pejabat depdik.
Pendidikan di Indonesia dilandasi ketakutan, apapun metodenya semua akan sia-sia. Salah siapa? Salah orang dewasa, bukan anak. Mari melakukan terobosan yang tidak biasa tanpa ketakutan-ketakutan tak beralasan. Berinovasilah, berimprovisasilah, gak usah mikiran syarat, aturan, tetek bengek rumus, anda semua tahu apa yang terbaik, tinggal lakukan saja. Masih takut dipecat? Katanya Allah Maha Pengasih, Maha Pemberi Rejeki, ternyata keimanan kita masih ada pada atasan, gaji, sekolah, alias keimanan dalam teori dalam pelaksanaan nol besar. change my friend!
Tanpa disadari berpikir berlebihan membuat kita takut dan bodoh sekaligus. Kita sudah dijajah oleh nilai yang dibentuk dalam masyarakat, keluarga, orangtua, teman, sahabat. Bebaskanlah pikiran kita dari belenggu penjajahan seperti di atas.
Guru engkau dapat merubah bangsa ini, anda bukan budak, anda manusia bebas, bebaskan pikiran anda, murnikan akidah kita.!!!!
#####


Dari Gene
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Tulisan yang bagus Mas Wahyu. Mohon izin untuk post di Blog saya.
Saya sering menyatakan dalam ceramah bahwa Indonesia masih dijajah. Ketika para pendengar kelihatan bingung, saya jelaskan maksud saya: Indonesia masih dijajah secara mental, dan dan kemudian saya bahas perkara ini dengan istilah “penjajahan mental”.
Contohnya berlimpah-limpahan, dan terdiri dari contoh2 yang disebut Mas Wahyu. Rakyat sering kelihatan menunggu orang lain memberikan perintah, dan tidak sanggup berfikir sendiri atau bertindak sendiri. Harus ada orang lain yang memberikan izin. Harus ada orang lain yang bertanggung-jawab. Selama bangsa kita masih begini, bagaimana bisa maju? Dan untuk lepaskan diri dari penjajahan mental tidak gampang, karena banyak sekali orang tidak sadar bahwa dirinya masih dijajah.

Untuk membebaskan orang yang tidak sadar dirinya tertahan, sungguh sulit. Cara yang terbaik untuk memberikan pikiran baru adalah lewat sistem pendidikan, tetapi di sini, malah sistem pendidikan menjadi bagian dari penjajahan tersebut.
(Ayo, lebih baik menjawab dengan jujur atau benar?)
Orang tua bersikeras untuk tahu ranking anaknya. Kalau sekolah tidak memberikan, orang tua marah. Tidak peduli kalau anaknya disetrap, diberi PR yang berlebihan sekali, diberi mata pelajaran yang jumlahnya tidak bisa dihitung dengan jari dari dua tangan, memberi ujian untuk 16 mata pelajaran setiap bulan, dan seterusnya. Orang tua tidak bakalan marah tentang hal-hal itu, tetapi kalau sekolah tidak memberitahu bahwa ranking anak adalah 12, orang tua menjadi marah dan kesal. Mereka merasa wajib untuk tahu nilai anaknya dibandingkan dengan anak lain, padahal kalau diajak bicara, mereka setuju bahwa setiap anak adalah unik. Tetapi kalau membicarakan pelajaran sekolah, keunikan anak dibuang, hanya ranking yang paling tinggi yang menjadi cita-citanya.

Hasil dari penjajahan mental terasa di semua lapisan masyarakat. Orang kaya tidak peduli pada tetangga, dan orang miskin juga banyak yang tidak peduli, padahal sama-sama Muslim.
Kalau saya di kelas bahasa Inggris, dan saya bertanya kepada murid tentang perkara apa saja, sangat terasa efek dari pendidikan yang dilandasi penjajahan mental, karena setiap murid memberikan jawaban dan pendapat pribadi yang persis sama. Hampir tidak pernah ada yang berbeda pendapat. Untuk mengadakan debat di dalam kelas sangat sulit, karena tidak ada yang bisa ambil sisi lain dari suatu perkara. Semua ingin pro atau kontra, dan sangat jarang ada yang berani untuk berbeda pendapat dengan mayoritas. Saya pernah mengadakan debat di dalam kelas yang cukup advanced, dan topiknya adalah lingkungan. Masalah pertama adalah hampir semua murid (anak SMA, mahasiswa dan sedikit karyawan) tidak tahu apa-apa tentang lingkungan. Malasah kedua, semua ingin ambil pendapat pro (saya lupa pertanyaannya apa), dan tidak ada yang berani berdebat dari sisi kontra. Akhirnya, satu anak jadi berani, dan saya gabung dengan dia sehingga kami berdua melawan 15 murid lain yang punya pendapat yang sama. Dan kalau anak yang lebih banyak diam (biasannya perempuan) diajak berbicara, kebanyakan hanya mengatakan “Saya setuju dengan dia” (maksudnya, pembicara yang sebelumnya).

Akhirnya, 15 murid kalah melawan saya karena tidak bisa membentuk argumentasi dan hanya bisa sebatas mengiyakan pendapat orang lain yang aktif. Saya tahu kemampuan bahasa Inggris anak2 itu jadi saya yakin bukan masalah bahasa. Dan saya juga alami hal yang sama berkali2 selama 12 tahun mengajar di sini.
Kesannya: Anak Indonesia tidak bisa berpendapat dan tidak bisa berfikir secara independent. Kalau ditanyai apa yang benar, mereka tidak tahu. Tetapi kalau diberitahu yang mana yang benar, mereka bisa ingat dan mengulangi kata-kata saya dalam ujian. (Saya sering dapat kesan bahwa skil untuk berfikir secara independen baru mulai untuk sebagian orang setelah lulus kuliah dan mulai kerja).

Bagaimana masa depan bangsa ini?
Kapan akan merdeka? Yang paling utama adalah guru sekolah harus dimerdekakan, karena mayoritas dari mereka tidak merasa dijajah secara mental. Makanya murid mereka dipukul, atau dihukum, atau dihinakan, atau “dibantu” lulus UN tanpa rasa malu atau rasa gagal sebagai pendidik.
Kapan ini akan berubah?
Satu solusi: More training for school teachers, less Busway (dan proyek2 lain yang mubazir)!
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...